LIMBAH
DISUSUN OLEH
ADITYO JIWOTOMO
2174 2010 33
LAPEMBA HUKUM SABTU
Latar Belakang
Dimulai dengan makin maraknya industri besar yang berdiri serta kehidupan masyarakat
yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Mulailah timbuh tumpukan limbah atau
pun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya. Hal ini berakibat pada kehidupan
manusia di bumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama
pada lingkungan sekitar.
Maka dari itu karya tulis ini akan dilengkapi dengan faktor – faktor yang timbul dan upaya –
upaya yang dapat dilakukan mengenai masalah limbah. Oleh karena itu, kami telah susun
karya tulis ini dengan rinci. Dengan maksud supaya makalah tentang Dampak Limbah serta
Penanggulangannya ini dapat dijadikan masukan untuk membenahi kualitas kehidupan
karena adanya limbah ataupun sampah yang tidak di buang sebagaimana mestinya.
Pada makalah ini terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh guna meminimalisir dampak
dari limbah ataupun sampah dan akhirnya kita dapat bersama mengurangi dampak dari
adanya limbah ataupun sampah. Karena sampah sebenarnya ada juga yang masih dapat
dimanfaatkan terutama limbah hewan yang dapt dijadiak pupuk atau limbah plastic dengan
cara mendaur ulang serta limbah lain yang bias dimanfaatkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Limbah
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh
alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari
bahan kimia organik dan anorganik.
Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah.penanganan limbah ini tentunya tidak hanya sekedar mengolahnya/ mendaur
ulangnya langsung tanpa memperhatikan jenis limbah dan cara penangannanya klarena dari
setiap limbah yang ada mempunyai cirri berbeda terhadap dampak yang ditimbulkanya.
B.Karakteristik limbah :
Pada umumnya sesuatu yang ada di bumi ini memiliki suatu karakteristik yang berbeda.
Termasuk juga limbah yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Berukuran mikro
Mungkin yang dimaksud dinamis disini adalah tentang cara pencemarannya yang
tidak dalam waktu singkat menyebar dan mengakibatkan pencermaran. Biasanya
limbah dalam menyerbar di perlukan waktu yang cukup lama dan tidak diketahui
dengan hanya melihat saja. Hal ini dikarenakan ukuran limbah yang tidak dapat
dilihat
Luasnya dampak yang di timbulkan oleh limbah ini merupakan efek dari karakteristik
limbah yang berukuran mikro yang tak dapat dilihat dengan mata tellanjang. Contoh
dari besarnya dampak yang ditimbulkan yaitu adanya istilah “Minamata disease” atau
keracunan raksa (Hg) di Jepang yang mengakibatkan nelayan-nelayan mengidap
paralis (hilangnya kemampuan untuk bergerak karena kerusakan pada saraf). Kejadian
ini terajadi di Teluk Minamata dan Sungai Jintsu karena pencemaran oleh raksa (Hg).
Dampak yang ditimbulkan limbah terutama limbah kimia biasanya tidak sekedar
berdampak pada orang yang terkena tetapi dapat mengakibatkan turunannya
mengalami hal serupa.
Dari karakteristik limbah di atas pencemaran limbah juga didukung oleh adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran limbah terhadap lingkungan
diantaranya :
1.Volume Limbah
Tentunya semakin banyak limbah yang dihasilkan oleh manusia dampak yang akan
ditimbulkan semakin besar pula terasa.
Pada saat sekarang ini pembuangan limbah semakin naik frekuensinya di karenakan
banyaknya industry yang berdiri. Dengan semakin banyak frekuensi limbah tentunya
pembuanganlimbah menjadi tidak terkandali dan usaha untuk mengolahnya tidak
dapat maksimal dikarenakan pengolahan limbah yang masih jauh dari harapan kita
semua.
I. Aktivitas manusia
Saat manusia melakukan aktivitas untuk menghasikan sesuatu barang produksi maka
akan timbul suatu limbah karena tidak mampunya pengolahan yang dilakukan oleh
manusia menggunkan mesin dan juga sulitnya untuk mengolah barang yang tidak
berguna menjadi barang yang bias dimanfaatkan untuk keperluan manusia. Berikut
adalah limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia misalnya :
a)Hasil pembakaran bahan bakar pada industry dan juga kendaran bermotor
IV. Modernisasi
V. Pertambahan penduduk
b)Penimbunan sampah
2.Jenis Limbah
Bermacam-macam limbah mungkin akan kita temui di sekitar kita. Pernahkah anda
melihat sampah plastic, kaleng,pecahan kaca, kotoran hewan dan lain sebagainya.
Dari sekian banyaknya limbah ini dapat dikelompokan berdasar sumber dari limbah
ini berasal seperti penjelasan di bawah ini :
a. Garbage yaitu sisa pengelolaan atau sisa makanan yang mudah membusuk. Misal
limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, restoran dan hotel.
b. Rubbish yaitu bahan atau limbah yang tidak mudah membusuk yang terdiri dari
c. Ashes yaitu sejenis abu hasil dari proses pembakaran seperti pembakaran kayu,
batubara maupun abu dari hasil industry.
d. Dead animal yaitu segala jenis bangkai yang membusuk seperti bangkai kuda, sapi,
kucing tikus dan lain-lain.
e. Street sweeping yaitu segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan
karena perbuatan orang yang tidak bertanggungjawab.
f. Industrial waste yaitu benda-benda padat sisa dari industry yang tidak tepakai atau
dibuang. Missal industry kaleng dengan potongan kaleng-kaleng yang tidak terolah.
Kawasan wisata alam merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi, baik oleh
wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang menyenangi nuansa alami.
Selain itu kawasan wisata alam adalah sarana tempat terjadinya interaksi sosial dan
aktivitas ekonomi.
Sampah apabila dibiarkan tidak dikelola dapat menjadi ancaman yang serius bagi
kelangsungan dan kelestarian kawasan wisata alam. Sebaliknya, apabila dikelola
dengan baik, sampah memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan,
peningkatan kualitas dan estetika lingkungan, dan pemanfaatan lain sebagai bahan
pembuatan kompos yang dapat digunakan untuk memperbaiki lahan kritis di berbagai
daerah di Indonesia, dan dapat juga mempengaruhi penerimaan devisa negara.
Komposisi Sampah
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos;
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik
wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman,
kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau
sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik
yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas
minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;
Dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Kesehatan:
· Timbulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat yang dapat mendorong
penularan infeksi;
Timbulan sampah yang bau, kotor dan berserakan akan menjadikan lingkungan tidak
indah untuk dipandang mata;
Pengelolaan Sampah
Agar pengelolaan sampah berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang
diinginkan, maka setiap kegiatan pengelolaan sampah harus mengikuti filosofi
pengelolaan sampah. Filosofi pengelolaan sampah adalah bahwa semakin sedikit dan
semakin dekat sampah dikelola dari sumbernya, maka pengelolaannya akan menjadi
lebih mudah dan baik, serta lingkungan yang terkena dampak juga semakin sedikit.
Tahapan Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah organik dan
anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap
kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali
Sisa sampah yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis baik dari kegiatan
Dengan pengelolaan sampah yang baik, sisa sampah akhir yang benar-benar tidak
dapat dimanfaatkan lagi hanya sebesar ± 10%. Kegiatan ini tentu saja akan
menurunkan biaya pengangkutan sampah bagi pengelola kawasan wisata alam,
mengurangi luasan kebutuhan tempat untuk lokasi TPS, serta memperkecil
permasalahan sampah yang saat ini dihadapi oleh banyak pemerintah daerah.
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia.
Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni
plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat
dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis
thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan
kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah
sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri
membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh
karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun
konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu.
Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di
Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas
hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu
dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah.
Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang
dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika
kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle).
Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam
satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang
begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan
terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan.
Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat
menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun
fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih
malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di
supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik
sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik
yang dikeluarkan pihak supermarket.
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh
industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat
diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai
kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak
terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut,
sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu
pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan
sebagainya (Sasse et al.,1995).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah
berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali
menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku
baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono
(1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena
(PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk
semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai
bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan
Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai
pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan
sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih
kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih
terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu
dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan
kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik
sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur
ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah
dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki
stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan
partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu
plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan
plastik polipropilena daur ulang.
Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik
dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan
dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
·Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-
pokok Kesehatan, bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan
penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-
unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk
pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat
darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan
hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya
dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi
besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga
menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat
tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-sisa organ
tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD Jaktim,
Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak
rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya,
sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit
saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya
limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar
pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain
itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan
pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah
medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar
tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah
sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu
(Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin
Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena
pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan
peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen
Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Padahal
setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan
pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara
limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga
incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya
(Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab
tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain
disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan
karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan
pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian
pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan
uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang
disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk,
1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan
membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik
pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).
Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian
dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau
aliran obat mencakup pembelian dan persediaan serta meningkatkan pengetahuan
karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan dengan materi
pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak
gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit
dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka
diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia,
alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan
tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang
dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan
organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan
lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk,
sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar
mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang
disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan
penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan
dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing
jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko
kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian
berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :
a. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi
kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label
yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum
dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.
b. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari
unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah
tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut
dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti
kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun
pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah
sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama
kali
karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah
yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya
mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan
keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak
memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi
biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999).
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah
(Arthono, 2000) :
House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau
kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut
jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah,
mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan
selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan
sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar
tetap rapi dan terkontrol.
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang
kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi,
sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian
sebagian unitnya.
Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk
limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik
dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di
beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat
digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat
diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna,
kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang
samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan
perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung
tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong
tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung
limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya.
Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik
dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama
dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah
tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila
ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang
pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih
tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan
tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah
sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan
antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk
benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut
(Djoko, 2001) :
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi
atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari
Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan
proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang
dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum
menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan
makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan
kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon
yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa
disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat
dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge
(Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh
berbagai macam mikroorganisma seperti
(HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air.
Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak
diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry,
toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu
dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon
yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan
membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada
proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi
dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini
terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan
pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif.
Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi
menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif
harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air
yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman
ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah
radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh
melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh
hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan
karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk
mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi
berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna
pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik
serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair
rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan
karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses
penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang
dengan cara dicuci (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak
negatif itu berupa
cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan
yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko
terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari
pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat
pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit
dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring
limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah) atau juga dapat dihasilkan oleh
alam yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan
karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Karakteristik limbah:
f. Berukuran mikro
g. Dinamis
h. Berdampak luas (penyebarannya)
i. Berdampak jangka panjang (antar generasi)
Saran
Akers (1993). Paperboard hospital waste container. United States Patent : 5,240,176
Arthono A (2000). Perencanaan pengolahan limbah cair untuk rumah sakit dengan
metode lumpur aktif. Media ISTA : 3 (2) 2000: 15-8 Barlin (1995). Analisis dan
evaluasi hukum tentang pencemaran akibat limbah rumah sakit Jakarta :Badan
Pembinaan Hukum Nasional
Berlanga B (1998). Process, formula and installation for the treatment and
sterilization of biological, solid, liquid, ferrous metallic, non-ferrous metallic, toxic
and dangerous hospitalwaste material. United States Patent : 5,820,541
Christiani (2002). Pemanfaatan substrat padat untuk imobilisasi sel lumpur aktif pada
pengolahan limbah cair rumah sakit. Buletin Keslingmas
Djoko S (2001). Pengelolaan limbah rumah sakit. Sipil Soepra : jurnal sipil 3(8): 91-9
Harper (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,619,409
Wilson (1986). Hospital waste disposal system. United States Patent : 4,618,103
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SETJEN/PUSSTAN/info_5_1_0604/isi_4.htm
http://onlinebuku.com/2009/01/20/pengolahan-limbah-plastik-dengan-metode-daur-
ulang-recycle/
http://www.klinikmedis.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:pen
cegahan-penanganan-pengolahan-limbah-rumah-sakit&catid=1:latest-news