Anda di halaman 1dari 21

PENYEHATAN TANAH MELALUI MODIFIKASI KOMPOS

DISUSUN OLEH :

1. AGUNG LIHIN PRAWIRA JAMAL (1913451060)


2. KADEK SINTIYAWATI (1913451061)
3. BIDARI ANISA FEBRIANTI (1913451062)
4. AYU KURNIA ARYA ANGGRAINI (1913451063)
5. KOMANG RATNE KEMARE (1913451066)
6. DITA MARSELLA (1913451078)
7. AISYAH TRI CAHYANI (1913451079)
8. RISKA SAFITRI (1913451087)
9. SEKAR HAYU UTAMI (1913451091)
10. MIA YUNITA (1913451093)
11. WINEKE ALIFIA SALSA AZELA (1913451096)
12. VIKY ANDREANSYAH (1913451098)
13. DWANTI LESTARI (1913451099)

D3 SANITASI REGULER 2 SEMESTER III


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita ucapkan. Atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan ini akhirnya penulis bisa menyelesaikan makalah dari
mata kuliah penyehatan tanah. Tidak lupa shalawat dan salam tercurahkan bagi Baginda
Agung Rasulullah SAW yang telah membimbing kita menuju jalan yang lurus.

Adapun penyusunan makalah ini yang berjudul “Penyehatan Tanah Melalui Modifikasi
Kompos” untuk memenuhi tugas pada mata kuliah penyehatan tanah. Dalam menyusun
makalah, tentunya banyak kekurangan-kekurangan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih memerlukan penyempurnaan, terutama bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik
dan saran pembaca untuk menyempurnakan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini, kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 10 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kompos.................................................................................. 3

2.2 Manfaat kompos....................................................................................... 4

2.3 Dasar-Dasar Pengomposan....................................................................... 5

2.4 Pengomposan Secara Aerobik.................................................................. 10

2.5 Strategi Mempercepat Proses Pengomposan............................................ 13

2.6 Kontrol Proses Produksi Kompos............................................................ 16

2.7 Mutu Kompos........................................................................................... 16

BAB III. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan


bantuan mikrob maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi
secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini
telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan
dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya
pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik
yang terjadi secara alami.

Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat


berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat
penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk
mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri,
serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam,
baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan.

Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic

Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau

menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost).

Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik


paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan
oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan
udara dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki
sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi.
1
Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk
menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian,
menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA,
eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah
kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Kompos
2. Untuk mengetahui manfaat kompos
3. Untuk mengetahui proses pengomposan
4. Untuk mengetahui bahan-bahan pembuatan kompos

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kompos


Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-
bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik
(Modifikasi dari J.H Crawford,2003). Sedangkan proses pengomposan adalah proses
dimana bahan organic mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-
mikroba yang memanfaatkan bahan organic sebagai sumber energi. Membuat kompos
adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih
cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang
cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan activator pengomposan. Sampah terdiri dari
dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik.
Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan
merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke
tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas
metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana
sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan
oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat
besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk
mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang
sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec,
ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM
(Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos
(vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri- sendiri. Pengomposan
secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta
tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan

3
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat
kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos
yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur
lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah
petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan,
dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku
pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti
kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.

2.2 Manfaat Kompos

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

a. Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah

2. Mengurangi volume/ukuran limbah

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bahan asalnya

b. Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari
sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan
sampah

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

c. Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah

4
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman

8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi,
memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan
organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme
yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran
bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation
sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).

2.3 Dasar-Dasar Pengomposan

2.3.1 Bahan Pembuatan Kompos

Menurut Djuarnani Nan. Dkk (2005), pada dasarnya semua bahan-bahan organik
padat dapat dikomposkan, misalnya : limbah organik rumah tangga , sampah-sampah organik
pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.

A. Berdasarkan Komponen yang Dikandungnya


1. Bahan Organik Lunak
Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air.
Bahan yang termasuk kedalam kategori ini adalah buah-buahan, sayur-sayuran, limbah kebun
termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur.

2. Bahan Organik Keras


Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan dengan jumlah
total berat bahan tersebut. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan
hasil pemotongan pagar hidup.
5
3. Bahan Selulosa
Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selularnya sebagian besar terdiri dari
selulosa dan lignin dengan kadar air yang relatif rendah. Bahan ini akan didekomposisikan
bakteri dengan sangat lambat, bahkan tidak sama sekali. Contoh bahan selulosa adalah
sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon dan kertas.

4. Limbah Protein
Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein seperti kotoran
hewan, limbah dari pemotongan hewan, dan limbah makanan. Limbah yang banyak
mengandung protein ini merupakan bahan kompos yang sangat bagus karena kandungan
nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman.

5. Limbah Manusia
Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran (feses). Kotoran ini snagat
disenangi mikroorganisme.

B. Berdasarkan Asal Bahannya


1. Limbah Pertanian
- Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi, gulma, batang dan
tongkol jagung, serta potongan pagar tanaman.
- Semua bagian vegetatif tanaman, contohnya batang pisang, sabut kelapa, dan
dedaunan.
- Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan limbah pakan.
- Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput gajah.
- Tanaman air,contohnya azolla, eceng gondok, gulma air, dan ganggang biru.
- Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, ribozium, dan biogas.

2. Limbah Industri
- Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah kelapa
sawit, limbah pengalengan makanan dan limbah dari pemotongan hewan.

6
- Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah dari
pengolahan minyak kelapa.

3. Limbah Rumah Tangga


- Sampah, contohnya tinja, urine, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah
dapur.
- Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan
budi daya, dapur rumah tangga, pusat perbelanjaan pasar, dan restoran atau tempat
yang menjual masakan olahan.
- Rubbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari
rumah, pusat perbelanjaan, dan kantor.

2.3.2 Proses Pengomposan


Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur.
Proses pengomposan secara sederhana sapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-
senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik.
Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat
hingga diatas 50o-70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang
aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba-mikroba dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan
organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka
suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat in terjadi pematangan
kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan in
dapat mencapai 30-40% dari volume/bobot awal bahan.

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau


anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
di mana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik.
Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses

7
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan
dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa
yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses pengomposan


Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain :
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1.
Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energy dan menggunakan N untuk
sintetis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C
untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba
akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang
lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi pengingkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan
(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan
menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga

8
ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang
dan proses pengomposan juga akan terganggu.

5. Kelembaban (Moisture Content)


Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikroorganisme
dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air.
Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila
kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan
rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dan 60%, hara
akan tercuci, volume udara bekurang, akibatnya mikroba akan menurun dan akan
terjadi fermentasi anaerobic yang menimbulkan bau tidak sedap.

6. Temperatur
Panas yang dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin
banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang
berkisar antara 30-60% menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang
lebih tinggi dan 60% akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba
Thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Duhu ysng tinggi juga akan
membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

7. Derajat Keasaman (pH)


Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,4. Proses pengomposan sendiri
akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam. Secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penuruna pH (pengasaman), sedangkan produksi ammonia dan senyawa-senyawa yang
mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH
kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

9
8. Kandungan Unsur Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dan peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh
mikroba selama proses pengomposan.

9. Kandungan Bahan Berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya
bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, zn, Nickel, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.

Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)

Kondisi Kondisi yang bisa Ideal


diterima

Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1

Kelembaban 40-65% 45-62% berat

Konsentrasi oksigen >5% >10 %


tersedia

Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi

Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd

Ph 5.5-9.0 6.5 – 8.0

Suhu 43-66oC 54-60oC

10. Lama pengomposan


Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan,
metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan activator
pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung salam waktu beberapa
minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

2.4 Pengomposan secara aerobic


10
2.4.1 Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari
peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan
kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
- Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara
- Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu
- Dimensi : panjang 2m, lebar ¼ - ½ m, tinggi ½ m
- Sudut : 45o
- Dapat dipakai menahan bahan 2 – 3 ton
2. Sekop
- Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya
3. Garpu/cangkrang
- Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan dan
pemilahan sampah
4. Saringan/ayakan
- Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar diperoleh
ukuran yang sesuai
- Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang diinginkan
- Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau saringan putar
5. Termometer
- Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan
- Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer ke bagian
dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat
- Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar tidak
mencemari kompos jika termometer pecah
6. Timbangan
- Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai berat yang
diinginkan
- Jenis timbangan dapat disesuaikan dengan kebutuhan penimbangan dan
pengemasan
7. Sepatu boot
11
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja agar terhindar
dari bahan-bahan berbahaya
8. Sarung tangan
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi tangan selama melakukan pemilahan
bahan dan untuk kegiatan lain yang memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
- Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernapasan dari debu dan gas bahan
terbang lainnya
Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern.
Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas
aerasi), menjaga kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type
Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6
m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan
cara mengayuh pedal serta memutar aerator (exhaust fan). Penggunaan komposter
Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan
kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja.

2.4.2 Tahapan pengomposan


1. Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang
lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan
menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2. Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah
dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3. Penyusunan Tumpukan
- Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran
kemudian disusun menjadi tumpukan.
- Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan
dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
- Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi
mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4. Pembalikan

12
- Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan
udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap
bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran
bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5. Penyiraman
- Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering
(kelembapan kurang dari 50%).
- Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras
segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
- Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka
tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas
sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan
pembalikan.
6. Pematangan
- Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin
menurun hingga mendekati suhu ruangan.
- Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman.
Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7. Penyaringan
- Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai
dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
- Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang
baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan


- Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan
pemasaran.
- Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan
terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur
dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa
oleh angin.

13
2.5 Strategi mempercepat proses pengomposan

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk
mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.


2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikrob
pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).

3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

2.5.1 Memanipulasi Kondisi Pengomposan

Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan.


Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio
C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang
mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah,
seperti kotoran ternak.

Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal
untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang
terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk
faktor-faktor lainnya.

2.5.2 Menggunakan Aktivator Pengomposan

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat
mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya
cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan
dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikrob,
baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan.

Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikrob tanah yang
tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan
mikrob-mikrob terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-
limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma
harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikrob ini bekerja aktif
pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan
14
tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu
ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan
berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-
bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit
dikomposkan.

2.5.3 Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan

Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah


mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan
menambahkan aktivator pengomposan.

2.5.4 Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu
yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan
strategi pengomposan:

1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.


2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.

3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.

4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos

2.6 Kontrol Proses produksi Kompos

1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh hasil yang baik.


2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau habitat di
mana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan berkembang biak dengan
optimal.

3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan organik dari
sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.

15
2.6.1 Proses pengontrolan

Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:

1. Monitoring Temperatur Tumpukan


2. Monitoring Kelembapan

3. Monitoring Oksigen

4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio

5. Monitoring Volume

2.7 Mutu Kompos

1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna
serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya persaingan
bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman

3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut:

- Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,

- Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,

- Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,

- Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,

- Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan

- Tidak berbau.

BAB III
KESIMPULAN

16
Kompos sangat berperan penting bagi tanaman, karena selain banyak mengandung
unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman. Kompos juga dapat memperbaiki tekstur tanah.
Kompos juga dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh aliran
permukaan akibat erosi dan hujan. Selain itu, kompos juga memiliki beberapa manfaat yang
ditinjau dari beberapa aspek, antara lain aspek ekonomi, lingkungan, sosial, dan aspek bagi
tanah atau tanaman. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari aspek ekonomi,
lingkungan, dan aspek bagi tanah atau tanaman. Faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan adalah rasio c/n, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban,
temperatur/suhu, pH, kandungan hara, kandungan bahan berbahaya, dan lama pengomposan.
Strategi mempercepat proses pengomposan dibagi menjadi tiga yaitu memanipulasi
kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan, menambahkan organisme
yang dapat mempercepat proses pengomposan, dan menggabungkan strategi pertama dan
kedua.

DAFTAR PUSTAKA

17
Purnama, Sang Gede.Panduan Praktikum Pembuatan Kompos Organik Dan Pupuk
Cair. Dalam https://scholar.google.co.id simdos.unud.ac.id, diunduh 10 September
2020.

Sinaga, A., E. Sutrisno dan S.H. Budisulistiorini. 2010. Perencanaan Pengomposan


sebagai Alternatif Pengolahan Sampah Organik (Studi Kasus: TPA Putri Cempo-
Mojosongo). Jurnal Presipitasi. 7.1. Halaman 13-22. Alamat
URL: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/presipitasi/article/download/1445/pdf.
Diunduh 8 Januari 2013.

Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan


Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi.
Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010.

Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta,


sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

18

Anda mungkin juga menyukai