Anda di halaman 1dari 80

SKENARIO 2

TANAH LONGSOR
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. SURVAILLANCE DAN EPIDEMIOLOGI TANAH
LONGSOR
2. STANDAR KEBUTUHAN MINIMAL PADA
PENGUNGGSIAN
1. Air, Sanitasi, dan promosi kesehatan
2. Ketahanan pangan, gizi
3. Bantuan Pangan
4. Pelayanan Kesehatan
3. MANAJEMEN BENCANA
4. KEDOKTERAN BENCANA
5. DVI ( DISASTER VICTIM IDENTIFICATION)
SURVAILLANCE DAN
EPIDEMIOLOGI TANAH
LONGSOR
Tim surveillance
Rapid
Saat Health
bencana assesmen
t
Tugas Tim
Surveillan
ce

Pasca Membuat
bencana kebijakan-
kebijakan
baru
Peran Ahli Epidemiologi:
Dapat meyediakan informasi tepat pada
waktunya,penafsiran tentang problem-problem
kesehatan berkaitan dengan suatau bencana sebagai
usaha untuk membantu pemberian tindakan
penggolongan yang efektif dan tepat,serta untuk
mencegah konsekuensi-konsekuensi yang sama pada
bencana yang mungkin terjadi pada masa depan.
Penyebab Tanah longsor

Pada prinsip nya tanah longsor terjadi bila gaya


pendorong pada lereng lebih besar daripada
gaya penahan.
STANDAR KEBUTUHAN
MINIMAL PADA
PENGUNGGSIAN
Standar Pokok Minimum
Kebutuhan Pada Situasi Bencana
Standar Pokok Minimum
Kebutuhan Pada Situasi Bencana

1. Air , sanitasi, promosi kesehatan


2. Ketahanan pangan, gizi
3. Bantuan pangan
4. Shelter, pemukiman dan produk non
makanan
5. Pelayanan kesehatan
Standar Minimal Kebutuhan Air,
Sanitasi.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI)

Standar Minimal :
Ukuran terkecil atau terendah dari
kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi,
persediaan pangan, pemenuhan gizi,
tempat tinggal dan pelayanan kesehatan)
yang harus dipenuhi kepada korban
bencana atau pengungsi untuk dapat hidup
sehat, layak dan manusiawi.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dan kajian lebih
lanjut adalah :

1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban


bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciriciri
demografinya.
2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik
pemerintah dan swasta.
3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan
tugas.
5. Kelompokkelompok masyarakat yang berisiko
tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan manula)
6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Kebijakan dalam bidang
sanitasi
Mengurangi risiko terjadinya
penularan penyakit melalui media
lingkungan akibat terbatasnya
Sarana kesehatan lingkungan yang
ada ditempat pengungsian, melalui
pengawasan dan perbaikan
Kualitas Kesehatan Lingkungan dan
kecukupan air bersih.
a. Pengadaan Air
Tolak ukur kunci
1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit
dikitnya 15 liter per orang per hari
2. Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter
perdetik
3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih
dari 500 meter
4. 1 (satu) kran air untuk 80 100 orang
5. Waktu antri disebuah sumber air tidak lebih dari 15
menit
6. Untuk mengisi wadah 20 liter tidak lebih dari 3 menit
b. Kualitas Air
1. Disumber air yang tidak
terdisinfektan (belum bebas
kuman), kandungan bakteri dari
pencemaran kotoran manusia tidak
lebih dari 10 coliform per 100 mili
liter
2. Hasil penelitian kebersihan
menunjukkan bahwa resiko
pencemaran semacam itu sangat
rendah.
b. Kualitas Air
3. Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa
kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari
10.000 orang, atau bagi semua pasokan air
pada waktu ada resiko atau sudah ada
kejadian perjangkitan penyakit diare

Air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum


digunakan sehingga mencapai standar yang
biasa diterima (yakni residu klorin pada kran air
0,2 0,5 miligram perliter dan kejenuhan
dibawah 5 NTU)
b. Kualitas Air
4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa
diminum

Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap


kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi
atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari
pemakaian air dari sumbernya dalam jangka waktu
yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga
meliputi penelitian tentang kadar endapan bahanbahan
kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri.

Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada


peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah
kesehatan akibat konsumsi air itu.
c. Prasarana dan
Perlengkapan
1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil
air yang berkapasitas 1020 liter, dan tempat
penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher
sempit dan/bertutup
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250
gram per bulan.
c. Prasarana dan
Perlengkapan
3. Bila kamar mandi umum harus
disediakan, maka prasarana ini harus
cukup banyak untuk semua orang yang
mandi secara teratur setiap hari pada jam
jam tertentu. Pisahkan petakpetak untuk
perempuan dari yang untuk lakilaki.
4. Bila harus ada prasarana pencucian
pakaian dan peralatan rumah tangga
untuk umum, satu bak air paling banyak
dipakai oleh 100 orang.
d. Pembuangan Kotoran
Manusia
Jumlah Jamban dan Akses
Masyarakat korban bencana harus
memiliki jumlah jamban yang cukup
dan jaraknya tidak jauh dari
pemukiman mereka, supaya bisa
diakses secara mudah dan cepat
kapan saja diperlukan, siang ataupun
malam
1. Tiap jamban digunakan paling
banyak 20 orang
d. Pembuangan Kotoran
Manusia
2. Penggunaan jamban diatur perumah tangga
dan/menurut pembedaan jenis kelamin
(misalnya jamban persekian KK atau jamban
lakilaki dan jamban permpuan)
3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari
pemukiman (rumah atau barak di camp
pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam
perjalanan ke jamban hanya memakan waktu
tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan
kaki.
e. Pengelolaan Limbah
Padat
1. Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat
Masyarakat harus memiliki lingkungan yang
cukup bebas dari pencemaran akibat limbah
padat, termasuk limbah medis.
2. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman
atau dikubur di sana sebelum sempat
menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
3. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau
berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban
perban kotor, obatobatan kadaluarsa,dsb) di
daerah pemukiman atau tempattempat umum.
4. Dalam batasbatas lokasi setiap pusat
pelayanan kesehatan, terdapat empat
pembakaran limbah padat yang dirancang,
e. Pengelolaan Limbah
Padat
5. Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong
sampah, atau tempattempat khusus untuk
membuang sampah di pasarpasar dan pejagalan,
dengan sistem pengumpulan sampah secara harian.
6. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat
berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga
problemaproblema kesehatan dan lingkungan
hidup dapat terhindarkan.
7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 100 orang
8. Tempat/lubang sampah padat
9. Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang
limbah rumah tangga seharihari secara nyaman
dan efektif.
Tolak Ukur Kunci Pengelolaan
Limbah Padat
1. Tidak satupun rumah/barak yang
letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah
bak sampah atau lubang sampah
keluarga, atau lebih dari 100 meter
jaraknya dar lubang sampah umum.
2. Tersedia satu wadah sampah
berkapasitas 100 liter per 10 keluarga
bila limbah rumah tangga seharihari
tidak dikubur ditempat.
Standar minimal
Kebutuhan dalam
Pengungsian
PANGAN
Standard Minimum Gizi
Penyebab langsung kekurangan gizi adalah
penyakit atau asupan makanan yang tidak
mencukupi.
Indikator:
1.Tersedianya akses terhadap makanan
pokok (bubur atau ubiubian), kacang-
kacangan dan sumber lemak.
2. Tersedianya makanan yang mengandung
vitamin C, A atau makanan yang kaya zat
besi.
3. Suplai garam beryodium untuk
>90% rumah tangga.

4. Tidak ada kasus kekurangan


vitamin C, beri-beri atau kekurangan
Ribloflavin.
Standard Minimum Bantuan Pangan

1.Jatah makanan dibagikan berdasarkan


kebutuhan setempat akan energi,
protein, lemak, vitamin & mineral.
2. Masyarakat dilibatkan dalam
perencanaan program bantuan pangan.
3. Tingkat akses masyarakat terhadap
bahan bakar dan air menjadi bahan
pertimbangan pemilihan komoditas
untuk bantuan.
4. Tersedianya bahan makanan &
bumbu yang secara budaya cukup
penting.

5. Bantuan pangan harus tahan


minimal selama.

6. bulan di daerah yang terkena


bencana.
STANDAR KEBUTUHAN MINIMAL
PADA PENGUNGSIAN
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan
masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana
didasarkan pada penilaian situasi awal serta data
informasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk
mencegah pertambahan/menurunkan tingkat kematian
dan jatuhnya korban akibat penyakit melalui
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Tolok ukur
1. Puskesmas setempat, Puskesmas Pembantu, Bidan Desa
dan Pos kesehatan yang ada.
2. Bila mungkin, RS Swasta, Balai pengobatan Swasta, LSM
Lokal maupun LSM Internasional yang terkait dengan bidang
kesehatan bekerja sama serta mengkoordinasikan upaya
upaya pelayanan kesehatan bersama.
3. Memakai standar pelayanan puskesmas.
4. Dalam kasuskasus tertentu rujukan dapat dilakukan melalui
system rujukan yang ada.
5. 1 Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
6. 1 Rumah Sakit untuk 200.000 orang Dalam
Kesehatan reproduksi
Kegiatan yang harus dilaksanakan
mencakup:
a. Keluarga Berencana (KB)
b. Kesehatan Ibu dan Anak: pelayanan
kehamilan, persalinan, nifas dan pasca
keguguran
c. Deteksi dini dan penanggulangan IMS
dan HIV/AIDS
d. Kesehatan reproduksi remaja
Kesehatan Jiwa
Penanggulangan penderita stress
paska trauma bisa dilakukan dalam 3
(tiga) jenis kegiatan, yaitu :
1. Penyuluhan kelompok besar (lebih
dari 20 orang)
2. Ahli Psikologi
3. Kader masyarakat yang telah dilatih
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR

A.Vaksinasi
. Vaksinasi campak harus dijadikan
prioritas sedini mungkin dalam
kekeadaan darurat. Program
vaksinasi harus segera dimulai
begitu tenaga kesehatan, vaksin,
peralatan dan perlengkapan lain
sudah tersedia, tanpa menunda
nunda lagi.
Masalah Umum Kesehatan di Pengungsian
Penyakit Penyebab Tindakan preventiv

Diare Pemukiman terlalu padat 1. Pendidikan mengenai


Pencemaran air dan Kesehatan
makanan Sanitasi jelek 2. Membagikan sabun pembersih
3. Kesadaran kebersihan makan
dan pribadi
4. Penyediaan air bersih dan
makanan yang cukup.
Cacar Pemukiman terlalu Padat Menyediakan area yang
Vaksinasi tak jalan cukup
Imunisasi untuk anak balita

Penyakit Perumahan kumuh Perlindungan yang cukup


pernafasan Kuranganya selimut dan seperti pakaian yang layak
pakaian dan selimut yang memadai
Malaria Tempat tinggal yang tidak Penyemprotan dan juga
Kondusif, untuk menjaga kebersihan lingkungan
perkembangbiakan penyediaan kelambu
nyamuk Penyediaan obat pencegah
MANAJEMEN
BENCANA
PENDAHULUAN
BENCANA ALAM DI
INDONESIA

APA ITU
BENCANA ??

PROSES TERJADINYA
BENCANA ALAM
TAHAPAN-TAHAPAN BENCANA
TAHAP PRA
DISASTER

Tahap
Serangan

Tahap
Emergensi

Tahap
Rekonstruksi
MANAJEMEN BENCANA
Seluruh kegiatan yang meliputi aspek
perencanaan dan penanggulangan bencana;
sebelum, pada saat dan sesudah terjadi
bencana
Rangkaian kegiatan yang dirancang untuk:
Mencegah kehilangan jiwa
Mengurangi penderitaan manusia
Memberi informasi kepada masyarakat dan
pihak berwenang mengenai risiko
Mengurangi kerusakan harta benda dan
kehilangan sumber ekonomis
Mempercepat proses pemulihan
MANAJEMEN BENCANA

MANAJEMEN
RESIKO
BENCANA
MITIGASI
MANAJEMEN MANAJEMEN
KESIAPSIAGAA KEDARURATAN PEMULIHAN
N

PRA BENCANA SAAT BENCANA PASCA


BENCANA
SIKLUS
PENANGGULANGAN Tanggap Darurat
BENCANA
Kesiapsiagaan Bantuan
Darurat
Peringatan dini

Pemulihan
Mitigasi
Rehabilitasi

Pencegahan Rekonstruksi

Pembangunan Kembali
Penyelenggaraan PB

Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Penyelenggaraan Situasi
PB Perencanaan
Pencegahan
Pengurangan
Tidak Ada
Risiko
Bencana Pendidikan
Pelatihan
Prabencana Penelitian
Penaatan Tata
Ruang
Mitigasi
Situasi Peringatan
Terdapat Dini
Potensi Kesiapsiagaa
Bencana nKajian Cepat
Saat Tanggap Status Keadaan
Penyelengg Darurat Darurat
araan Penyelamatan &
Evakuasi
Pemenuhan
Kebutuhan Dasar
Perlindungan
Rehabilitas Prasarana dan
Pemulihan
i Sarana
Pascabencana Sosial
Ekonomi
Rekonstruksi Kesehatan
Kamtib
Lingkungan
MANAJEMEN BENCANA : TANAH
LONGSOR
PENDAHULUAN :
Tanah Longsor adalah perpindahan material
pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran
tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.

Proses terjadinya tanah longsor dapat


diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke
dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika
air tersebut menembus sampai tanah kedap air
yang berperan sebagai bidang gelincir, maka
tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di
atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.
Strategi dan upaya penanggulangan
bencana tanah longsor diantaranya:
1. Hindarkan daerah rawan bencana
untuk pembangunan pemukiman dan
fasilitas utama lainnya
2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng
3. Meningkatkan/memperbaiki dan
memelihara drainase baik air
permukaan maupun air tanah
4. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan
pilling
5. Terasering dengan sistem drainase yang tepat
6. Penghijauan
7. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat
8. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan
9. Pengenalan daerah rawan longsor
10.Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan
batuan (rock fall)

11.Penutupan rekahan di atas lereng untuk


mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.

12.Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk


menghindari bahaya liquefaction(infeksi cairan).

13.Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat


fleksibel

14.Dalam beberapa kasus relokasi sangat


disarankan.
KEDOKTERAN
BENCANA
Kedokteran Bencana

Obat dan Perbekalan


Kesehatan
Kedokteran Bencana

Meliputi :
1. Obat dan Perbekalan Kesehatan
2. Sumber Daya Manusia :
.Tim Reaksi Cepat
.Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
.Tim Bantuan Kesehatan
Obat dan Perbekalan Kesehatan

Penyediaan obat dalam situasi


bencana merupakan salah satu unsur
yang sangat penting dalam pelayanan
kesehatan pada saat bencana.
Prinsip dasar pengelolaan obat
adalah cepat, tepat, dan sesuai
kebutuhan.
4 Prinsip Utama

1. Obat sumbangan harus memberikan


keuntungan yang sebesar besarnya
bagi negara penerima.
2. Obat sumbangan harus sesuai keperluan
dan sesuai dengan otoritas penerima.
3. Tidak boleh terjadi standar ganda
penetapan kualitas.
4. Harus ada komunikasi efektir antara
negara donor dan negara penerima.
Guidelines for Drug
Donations
Persyaratan Obat dan Perbekalan
Kesehatan
1. Masa kadaluarsa minimal 2 tahun pada
saat diterima oleh penerima bantuan.
2. Harus berasal dari sumber resmi dan
terdaftar/mempunyai izin edar di negeri
pemberi atau pengakuan dari WHO.
3. Obat yang diterima harus sesuai dengan
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).
4. Dosis obat sebaiknya sama dengan yang
biasa digunakan oleh petugas kesehatan.
Persyaratan Obat dan Perbekalan
Kesehatan

5. Disertai dengan detail isi karton


(bentuk sediaan, jumlah, kondisi
penyimpanan khusus).

6. Bantuan mendapat pembebasan tarif


pajak.

7. Biaya pengiriman ditanggung negara


pemberi.
Pengaturan
Pendistribusia
n Obat
Jenis Penyakit dan Obat Sesuai
Bencana
Tim
Penanggulangan
Krisis
Tim Reaksi Cepat
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak
dalam waktu 024 jam setelah ada informasi
kejadian bencana.
1. Pelayanan Medik
a. Dokter Umum : 1 org
b. Dokter Sp. Bedah : 1 org
c. Dokter Sp. Anestesi : 1 org
d. Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar) : 2 org
e. Tenaga Disaster Victims Identification (DVI) : 1 org
f. Apoteker / Ass. Apoteker : 1 org
g. Sopir Ambulans : 1 org
2. Surveilans Epidemiolog / Sanitarian : 1 org
3. Petugas Komunikasi : 1 org
Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan
dengan Tim Reaksi Cepat atau
menyusul dalam waktu < 24 jam.
1. Dokter Umum : 1 org
2. Epidemiolog : 1 org
3. Sanitarian : 1 org
Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan
kebutuhan setelah Tim Reaksi Cepat dan Tim RHA
kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di
lapangan.
1. Dokter Umum
2. Apoteker dan Asisten Apoteker
3. Perawat (D3/ S1 Keperawatan)
4. Perawat Mahir
5. Bidan (D3 Kebidanan)
6. Sanitarian (D3 kesling/ S1 Kesmas)
7. Ahli Gizi (D3/ D4 Kesehatan/ S1 Kesmas)
8. Tenaga Surveilans (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas)
9. Entomolog (D3/ D4 Kes/ S1 Kesmas/ S1 Biologi)
DVI ( DISASTER VICTIM
IDENTIFICATION)
Disaster victim identification (DVI) adalah
suatu prosedur standar yang
dikembangkan oleh Interpol (International
Criminal Police Organization) untuk
mengidentifikasi korban yang meninggal
akibat bencana massal.
5 Fase DVI
1. Initial Action at the Disaster
Site
Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli
patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini
mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi
situasi berikut :
Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana
dan pemberian koordinat untuk area bencana.
Perkiraan jumlah korban.
Keadaan mayat.
Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk
melakukan DVI.
Institusi medikolegal yang mampu
merespon dan membantu proses
DVI.
Metode untuk menangani mayat.
Transportasi mayat.
Penyimpanan mayat. Kerusakan
properti yang terjadi.
To Secure
To Collect
To
Documentation
2. Collecting Post Mortem Data
Dokumentasi korban dengan mengabadikan foto kondisi
jenazah korban.
Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun
pemeriksaan dalam jika diperlukan.
Pemeriksaan sidik jari.
Pemeriksaan rontgen.
Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan
rahang merupakan ciri khusus tiap orang ; tidak ada
profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
Pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik
secara keseluruhan, dari bentuk tubuh, tinggi badan,
berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka
yang ada di tubuh korban.
FINGER PRINT DENTAL RECORD
DNA ANALYSIS
THE
PRIMARY
METHODS
OF
IDENTIFICATI
ON

MEDICAL PHOTOGRAPH PROPERTY


DATA Y
THE
SECONDARY
METHODS OF
IDENTIFICATION
AAN : FASE II ( POST MORTEM )
PROSES PEMERIKSAAN JENAZAH
3. Collecting Ante Mortem Data

Fungsi
Mendapatkan, menganalisa serta mencocokkan
data orang hilang
Mengetahui data orang hilang
Mendapatkan informasi DNA
Mendapatkan informasi properti dalam formulir Ante
Mortem
Sama dengan Formulir warna pink
Post Mortem
Catatan informasi tentang orang
yang hilang
Diisi oleh tim interview untuk
mendapatkan informasi orang yang
hilang secara detail dari keluarga
atau teman
PELAKSANAAN : FASE III ( ANTE MORTEM )
4. Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post
mortem dengan data ante mortem
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam
proses identifikasi menentukan apakah temuan post
mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem
milik korban yang dicurigai sebagai jenazah.
Returning to the Family
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi
hingga didapatkan kondisi kosmetik terbaik
kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk
dimakamkan
Apabila korban tidak teridentifikasi maka data post
mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan
data ante mortem yang sesuai dengan temuan
post mortem jenazah, dan pemakaman jenazah
menjadi tanggung jawab organisasi yang
memimpin komando DVI.
Sertifikasi jenazah dan kepentingan mediko-legal
serta administrative untuk penguburan menjadi
tanggung jawab pihak yang menguburkan jenazah.
- THANKYOU -
HIPOTESIS :
Salah satu penyebab tanah
longsor adalah tanah yang
kurang padat
Pentingnya sanitasi darurat
untuk menjamin kesehatan
yang layak

Anda mungkin juga menyukai