Anda di halaman 1dari 46

Sanitasi, serta Pengendalian

Vector dan Rodent dalam Keadaan


Darurat
Sanitasi Darurat dalam Bencana
Pengertian Umum

upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia,


yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-
hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan,
dan daya tahan hidup manusia.
Dasar pelaksanaan Sanitasi Darurat pada daerah bencana
mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 12/MENKES/SK/I/2002 Tentang
Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di
Lapangan.
Dasar hukum ini juga mengacu pada beberapa keputusan, baik
keputusan Presiden maupun Menteri yang lain sebagai berikut :
• UU Nomor 36/2009 tentang kesehatan
• Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Kordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (
Bakornas PB-P ).
• Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
• Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
Kebijakan Dalam Bidang Sanitasi Bencana

• Mengurangi risiko terjadinya penularan


penyakit melalui media lingkungan akibat
terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada
ditempat pengungsian, melalui pengawasan dan
perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan
kecukupan air bersih.
Ruang Lingkup Sanitasi Bencana

Hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penanggulangan kesehatan


lingkungan menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR : 1357 / Menkes / SK / XII / 2001 meliputi :

1. Pegadaan air
2. Memantauan kualitas air
3. Sarana dan prasarana dasar kesehatan lingkungan
4. Pembuangan kotoran manusia
5. Pengelolaan limbah padat
6. Pengelolaan limbah cair (pengeringan)
7. Penampungan Keluarga
Masalah pengadaan Air Bersih dan Air Minum

1. Kerusakan pada struktur bangunan


2. Pipa rusak
3. Kerusakan sumber air
4. Listrik padam
5. Kontaminasi biologi/kimia
6. Kegagalan transportasi
7. Kekurangan personel
8. Beban berlebihan pd lokasi tertentu krn lokasi yang
sulit
9. Kekurangan peralatan/komponen & persediaan
Air yang Aman Saat Darurat Bencana.....????

• Sepenuhnya menjaga kesehatan manusia,


• Tidak menjadi sarana penimbul, penghantar dan
penyebar penyakit
• Free of water bornes disease : Kolera, Disentri
• Kekurangan air bersih Kebersihan Perseorangan
menurun : Dermatitis, Skabies
• Badan air alami menjadi tempat hospes perantara
: Schistosomiasis
• Badan air tempat perkembangan vektor penyakit:
Malaria, Deman Dengue (water related disease)
Manajemen Penyediaan Air

• Penyediaan ditujukan untuk kebutuhan jangka


pendek
• Prioritas 1: menyediakan air yang cukup untuk
kebutuhan sehari-hari  air kurang baik
kualitasnya sangat berarti, sudah menolong
• Keamanan bagi kesehatan dan perlindungan sumber
air terhadap pencemaran juga harus diutamakan
Standar Minimum Kebutuhan Air Bersih Saat Bencana

• Hari I pengungsian: 5 liter/org/hari


Memenuhi: makan, masak dan minum
• Hari berikutnya: 15-20 liter/org/hari
Memenuhi: minum, masak, mandi & mencuci
• Bagi fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas atau
Rumah Sakit): 50 liter/org/hari.
• Volume air disetiap sumber sedikitnya 0,125 per
detik.
• Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak
lebih dari 500 meter.
• 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang.
Indikator Keamanan Air Terhadap Infeksi

• Air terkontaminasi oleh kotoran manusia atau hewan


• Escheria coli (E. coli) : indikator pencemaran tinja di air 
air belum lama tercemar oleh tinja
• 1 gram tinja segar : 5 juta – 500 juta E. Coli
• E coli di air  air baru saja kontak dengan tanah atau
tanaman.
• Jika tidak tercemar E coli  air memang tidak tercemar tinja
atau pencemaran sudah lama terjadi sehingga E coli sudah
mati secara alami.
Pemantauan Kualitas Air

• air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada


penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000
orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu
ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan
penyakit diare, air harus didisinfektan dengan
kadar residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram
perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU
Sarana Prasarana Kesling Dasar saat bencana

1. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20
liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup.
2. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada
jam– jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk
laki– laki.
4. Apabila diadakan tempat penyucian umum, maka satu bak air pencucian
paling banyak digunakan oleh 100 orang.
Pengelolaan Ekskreta

1. Program penting bagi sanitasi dalam kedaruratan


dan bencana
2. Merupakan penghalang primer dalam mencegah
transmisi penyakit yang ditularkan oleh ekskreta
3. Jamban merupakan masalah yang harus diatasi
dengan cermat baik jumlah, kualitas maupun
pemakaian
KONSEP DASAR
PEMBUANGAN EKSKRETA (1)

• Saat defekasi jangan sampai tinja tersecer di


tempat-tempat kegiatan sehari-hari manusia
apalagi sampai tersebar ke mana-mana
• Sasaran program sanitasi: membuat sebanyak
mungkin anggota masyarakat memanfaatkan
sarana pembuangan ekskreta yang saniter
KONSEP DASAR
PEMBUANGAN EKSKRETA (2)

• Penerimaan masyarakat: rancangan tempat


pembuangan tidak ditolak oleh budaya setempat
• Kemudahan Akses: masyarakat dapat mengakses
tempat pembuangan secara mudah
• Pemakaian: masyarakat tahu cara memakai sarana
pembuangan secara saniter
KONSEP DASAR
PEMBUANGAN EKSKRETA (3)

• Perawatan: masyarakat bersedia merawat sarana


pembuangan secara saniter
• Drainase: sarana pembuangan secara saniter
• Budaya: sesuai dengan masing-masing budaya yang
berkembang di dalam masyarakat, dipisah antara
laki-laki dan perempuan, ada sarana khusus bagi
anak-anak
KONSEP DASAR
PEMBUANGAN EKSKRETA (4)

• Tempat Umum: pada beberapa tempat umum


disediakan sarana pembuangan
• Bertanggung Jawab : sedapat mungkin tidak
dipakai bersama antar-keluarga  masalah
perawatan
• Dana: keuntungan kesehatan
Masyarakat korban bencana harus
memiliki jumlah jamban yang cukup dan
jaraknya tidak jauh dari pemukiman
mereka, supaya bisa diakses secara
mudah dan cepat kapan saja diperlukan,
siang ataupun malam
INDIKATOR UTAMA AKSES DAN JUMLAH
JAMBAN DI PENGUNGSIAN
• Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
• Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut
pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau
jamban laki–laki dan jamban permpuan)
• Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau
barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam
perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1
menit saja dengan berjalan kaki.
• Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
INDIKATOR UTAMA AKSES DAN JUMLAH
JAMBAN DI PENGUNGSIAN
• Letak jamban dan penampung kotoran harus
sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber
air bawah tanah.
• Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di
atas air tanah.
• Pembuangan limbah cair dari jamban tidak
merembes ke sumber air mana pun, baik sumur
maupun mata air, suangai, dan sebagainya 1 (satu)
Latrin/jaga untuk 6–10 orang
Pengelolaan Limbah Padat

• Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat


Lokasi cukup bebas dari pencemaran akibat
limbah padat, termasuk limbah medis.
• Sampah penduduk dibuang atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi
kesehatan.
• Tidak terdapat limbah medis yang tercemar
atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai,
perban–perban kotor, obat–obatan
kadaluarsa,dsb) di daerah pemukiman atau
tempat–tempat umum.
Pengelolaan Limbah Padat

• Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah,


atau tempat–tempat khusus untuk membuang sampah
dengan system pengumpulan sampah secara harian.
• Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada
dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema–
problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat
terhindarkan.
• 7. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang
• Tempat/lubang Sampah Padat
• Tidak ada satupun shelter/barak yang letaknya lebih
dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang
sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya
dari lubang sampah umum.
• Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter
per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari
tidak dikubur ditempat.
Pengelolaan Limbah Cair
• Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari,
didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
• Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui
saluran pembuangan air.
• Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana –
prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air,
juga tidak terkikis oleh air
Denah Penampungan Keluarga
RISIKO DI PENAMPUNGAN PENGUNGSI (1)

• ISPA
Penampungan yang inadequat dengan ventilasi yang tak
memadai, masak di dalam, pelayanan kesehatan yang buruk,
malnutrisi, kepadatan, cuaca tak baik.

• DIARE
Kepadatan, penyediaan air bersih inadequate kualitas &
kuantitas, kebersihan perorangan yang buruk, kelangkaan
sanitasi, kelangkaan sabun, fasilitas masak yang inadequat.
RISIKO DI PENAMPUNGAN PENGUNGSI (2)

• CAMPAK
Cakupan immunisasi campak didaerah asal
dibawah 80 %.

• MALARIA
Perpindahan dari daerah low endemicity ke daerah
hyperendemic atau sebaliknya, air yang tergenang,
banjir
PENGENDALIAN VEKTOR

• Tenda darurat  minim sarana sanitasi  kotoran dan


sampah>>  breeding site vector dan rodent >>  factor
risiko penularan penyakit >>
• Pengendalian vektor penyakit  prioritas  potensi
untuk menularkan penyakit sangat besar
• Contoh :
lalat, nyamuk, tikus, dan serangga lainnya.
Tujuan pengendalian vektor

1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin secara


cepat sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko
untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di
suatu wilayah atau
2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan
penyakit tular vektor dapat dicegah.
3. Meminimalkan gangguan yang disebabkan oleh binatang
atau serangga pengganggu
Kegiatan pengendalian vector dan binatang
pengganggu

• Survei cepat
• Metode pengendalian (pengendalian
lingkungan, pengendalian secara mekanis,
pengendalian biologis, dan pengendalian
kimiawi)
Pengendalian vector pasca bencana melalui
pengelolaan lingkungan

• Menghilangkan tempat perindukan vektor seperti


genangan air, tumpukan sampah
• Bersama sama pengungsi melakukan :
• Memberi tutup pada tempat sampah
• Menimbun sampah yang dapat menjadi sarang nyamuk
• Membuat saluran air limbah
• Menjaga kebersihan lingkungan
• Membersihkan dan menjaga kebersihan jamban
Pengendalian vector pasca bencana dengan
bahan kimia

• Dilakukan dengan cara penyemprotan, pengasapan/pengkabutan


di luar tenda pengungsi dengan menggunakan insektisida.

• Penyemprotan dengan insektisida sedapat mungkin dihindari dan


hanya dilakukan untuk menurunkan populasi vektor secara drastis
apabila dengan cara lain tidak memungkinkan.

• Frekuensi penyemprotan, pengasapan/peng-kabutan serta jenis


insektisida yang digunakan sesuai dengan rekomendari dari Dinas
Kesehatan setempat .
Pengendalian vector nyamuk

• Di lokasi penampungan pengungsi penyakit malaria sangat mungkin


terjadi. Hal ini terutama penampungan pengungsi terletak pada
daerah yang endemis malaria atau pengungsi dari daerah endemis
datang ke lokasi penampungan pengungsi pada daerah yang tidak
ada kasusnya tetapi terdapat vektor (daerah reseptif malaria).
• Pengendalian vector malaria bias dilakukan dg cara :
1. Pencegahan gigitan nyamuk
2. Pengelolaan lingkungan
Pencegahan gigitan nyamuk

• Tidur dalam kelambu (kelambu biasa atau yang


berinsektisida)
• Memasang kawat kasa
• Menggunakan repelen (cream anti nyamuk)
• Membakar obat nyamuk
• Pencegahan dengan obat anti malaria
(profilaksis)
Pengelolaan lingkungan

• Pengelolaan lingkungan dapat mencegah, mengurangi atau


menghilangkan tempat perinduk- an vektor, antara lain:

• Pengeringan
• Pengaliran
• Pembersihan lumut
Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah perkembangan larva nyamuk
Anopheles sundaicus, yang merupakan vektor utama malaria di daerah
pantai. Larva nyamuk ini suka hidup pada lumut di lagun-lagun daerah pantai.
Dengan pembersihan lumut ini, maka dapat mencegah perkembangan
nyamuk An. sundaicus
Tindakan pencegahan penyakit dbd

• Kimiawi dengan pengasapan menggunakan insektisida


dan larvasidasi, serta penggunaan repelen
• Biologi dengan memelihara ikan larvavorus (gambusia
affinis dan ikan adu)
• Fisik yang dikenal dengan kegiatan 3 M plus (menguras,
menutus dan mengubur) serta memasang kawat kasa,
ventilasi ruang yang memadai, menggunakan kelambu
Pemberantasan lalat

Usaha pemberantasan lalat meliputi:


• Tindakan penyehatan lingkungan
• Menghilangkan tempat-tempat pembiakan lalat
• Melindungi makanan terhadap kontaminasi oleh lalat
• Membasmi larva lalat
• Membasmi lalat dewasa
Tindakan penyehatan lingkungan (1)

• Melenyapkan atau memperbaiki semua kakus dan cara


pembuangan excreta manusia yang tidak memenuhi syarat
kesehatan, terutama yang memungkinkan lalat langsung berkotak
dengan excreta manusia.

• Garbage harus dibuang dalam tempat sampah yang tertutup. Cara


pembuangan sampah harus tidak memungkinkan sampai sampah
menjadi sarang lalat. Cara yang baik ialah sanitary landfill dan
incineration. Pada Sanitary Landfill tanah yang menutup lapisan
sampah harus dipadatkan supaya lalat yang keluar dari pupa yang
sudah ada tidak bisa menembus keluar tanah yang padat itu.
Tindakan penyehatan lingkungan (2)

• Industri dan perusahaan yang terdapat kotoran hewan atau zat


organik lain yang bisa menjadi tempat pembiakan lalat harus
ditimbun dan membuangnya dengan cara yang mencegah
pembiakan lalat didalamnya. Ini berlaku untuk RPH, peternakan
ayam, babi dan hewan lain, perusahaan makanan dan semua
perusahaan yang menghasilkan sisa sayuran dan bahan dari
hewan .Juga sewage-treatment plant harus diawasi terutama
tentang cara pembuangan kotoran yang tersaring dan sludge.

• Rumput dan tumbuhan liar merupakan tempat perlindungan untuk


lalat sehingga harus dipotong pendek
Pembasmian larva lalat

• Kotoran hewan ternak setiap hari diangkat dari


kandang  dikeringkan  tidak memungkinkan
lalat hinggap (dan bertelur) dan mematikan larva
• Timbunan kotoran hewan bisa disemprot dengan
diazinon dan malathion (sebagai emulsi) atau
insektisida lain (Ronnel, DDVP).
Pembasmian lalat dewasa (1)

• Di dalam rumah: penyemprotan dengan 0,1% pyrethrum dengan


synergizing agents.
• Di luar rumah: fogging dengan suspensi atau larutan dari 5%
DDT, 2% lindane atau 5% malathion. Tetapi lalat bisa
menjadi resisten terhadap insektisida. Disamping penyemprotan
udara (space spraying) bisa juga dilakukan.
• Residual spraying dengan organo phosphorus
insecticides seperti: Diazinon 1%, Dibrom 1%, Dimethoote,
malathion 5%, ronnel 1%, DDVP dan bayer L 13/59. Pada residual
spraying dicampur gula untuk menarik lalat.
Pembasmian lalat dewasa (2)
• Khusus untuk perusahaan susu sapi dipakai untuk residual spraying diazinon, ronnel dan
malathion menurut cara yang sudah ditentukan. Harus diperhatikan supaya tidak terjadi
kontaminasi makanan manusia, makanan sapi dan air minum untuk sapi, dan sapi tidak boleh
disemprot
• Tali yang diresapi dengan insektisida (Inpregnated Cords) : Ini merupakan variasi dari residual
spraying. Tali- tali yang sudah diresapi dengan DDT digantung vertikal dari langit-langit
rumah, cukup tinggi supaya tidak tersentuh oleh kepala orang.
Lalat suka sekali hinggap pada tali ini untuk mengaso, terutama pada malam hari.
Untuk ini dipakai :
• Parathion : ini bisa tahan sampai 10 minggu
• Diazinon : ini bisa tahan sampai 7 minggu
• Karena parathion sangat toksis untuk manusia, hanya orang-orang yang berpengalaman dapat
mengerjakannya dengan sangat hati-hati, dengan memakai sarung tangan dari kain atau karet.
Kalau kulit terkena kontaminasi dengan parathion maka bagian kulit yang terkena harus segara
disetujui dengan air dan sabun.
Umpan lalat

• Lalat dewasa bisa juga dimatikan dengan umpan


dicampur dengan insektisida. Umpan itu diletakkan di
tempat dimana biasanya banyak lalat berkumpul.
Sebagai umpan dipakai gula, dalam bentuk kering atau
basah. Yang bisa dipakai ialah : Diazinon, malathion,
ronnel, DDVP, Dibrom, Bayer L 13/59. Umpan lalat
tidak boleh dipakai di dalam rumah.
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA

Anda mungkin juga menyukai