16 Desember 2016ayunsulufiatulfadillah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap individu lansia pasti
memiliki suatu masalah atau gangguan. Masalah atau gangguan konsep diri pada
lansia dapat dilihat dari rentang respon konsep diri pada lansia tersebut, apakah ia
mempunyai konsep diri yang positif atau negative. Konsep diri yang negative
menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Setiap lansia adalah unik, oleh
karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda anatara satu lansia
dengan lansia lainnya.
Stuart dan Sudden (2009) mengatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran,
kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Mereka juga
mengkategorikan konsep diri menjadi lima komponen, yaitu : citra diri, ideal diri,
harga diri, penampilan peran dan identitas diri. Jika lansia mengalami gangguan
pada komponen-komponen tersebut maka akan muncul berbagai masalah seperti :
Harga diri rendah, keputusasaan, gangguan citra tubuh dan ketidak berdayaan.
Berbagai masalah yang dapat terjadi berkaitan erat dengan proses penuaan yang
dialami seseorang, perubahan fisik yang dialami mengakibatkan gangguan citra
tubuh, kehilangan pasangan hidup yang dapat menyebabkan keputusasaan serta
perilaku orang sekitar terhadap dirinya yang dapat menyebabkan harga diri rendah
serta konsep diri yang maladaptive membuat individu lansia mengalami
ketidakberdayaan dan masih banyak masalah lainnya yang dapat mengganggu
kesehatan individu lansia tersebut.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Definisi
Konsep diri adalah pengetahuan individu tantang diri (mis. “saya kuat dalam
matematika”) (wigfield dan karpathian. 1991). Konsep diri adalah citra subjektif dari
diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi bahwa
sadar maupun sadar.konsep diri memberikan kerangka acuan yang mempengaruhi
manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai
membentuk konsep diri mulai usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak
mempunya masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja
anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (marsh, 1990).
Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat
menjadi sumber stress atau konflik.
Gangguan konsep diri paling banyak dialami lansia karena pada lansia seseorang
sudah mulai kehilangan konsep diri itu menandakan seseorang tersebut mengalami
gangguan pada jiwanya
1. Penampilan diri
2. Hubungan keluarga ; sikap keluarga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan konsep diri individu. Dukungan dan kritikan menjadi masukan
berharga dalam penilaian individu terhadap dirinya.
3. Kreativitas dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas dapat
menambah rasa percaya diri
4. Lingkungan
5. Reaksi orang lain terhadap dirinya
6. Usia
7. Jenis kelamin; sumber konsep diri laki-laki dari keberhasilan pekerjaan,
sedangkan sumber konsep diri perempuan dari keberhasilan dalam menunjukkan
citra kewanitaannya
Konsep diri dapat digambarkan dalam istilah rentang dari kuat sampai lemah atau
dari positif sampai negatif, bergantung pada kekuatan individu dari keempat
komponen konsep dirinya.
1. Identitas
Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultul. Anak
mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman
seusia, dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk
membawa semua perilaku yang dipelajari kedalam keutuhan yang koheren,
konsisten, dan unik (Erikson, 1963). Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan
dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa
diri, atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognotif, dan sosial.
Jika remaja tidak bisa memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang
membantu mereka mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami
kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa
terintregasi bukan terbelah (Erikson, 1963).
1. Citra Tubuh
Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal
maupun eksternal.persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada
tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain.
Citra tubuh bergantung hanya sebagian pada realitas tubuh. Seseorang umumnya
tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam fisik tubuh. Perubahan
fisik mungkin tidak dimasukkan kedalam citra tubuh ideal seseorang. Sering,
misalnya saja, seseorang yang telah mengalami penurunan berat badan tidak
menganggap diri mereka kurus. Lansia sering mengatakan bahwa mereka merasa
tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri mereka dalam cermin, mereka
terkejut dengan kulit yang keriput dan rambut memutih. Sering orang yang dulunya
kurus dan mengalami peningkatan berat badan yang besar merasa bahwa mereka
tetap dengan berat badan sebelumnya sampai diingatkan oleh pakaian yang
sebelumnya menjadi kekecilan atau ketika mereka bercermin.
1. Harga Diri
Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga diri atau rasa kita
tentang nilai diri; rasa ini adalah suatu evaluasi dimana seseorag membuat atau
memepertahankan diri. Menurut Erikson (1963), anak-anak kecil mulai
mengembangkan rasa berguna atau industri dengan belajar untuk bertindak pada
inisiatif mereka sendiri.
Harga diri berkaitan dengan evaluasi individual terhadap keefektifan disekolah atau
tempat kerja, di dalam keluarga, dan dalam lingkungan sosial. Keefektifan diri terkait
erat dengan ide harga diri (mis. Penilaian diri tentang kompetensi seseorang dalam
melakukan berbagai tugas) (Bandura, 1982).
Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri
seseorang dan diri ideal.
1. Ideal Diri
Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standart perilaku yang dianggap ideal
dan diupayakan untuk dicapai. Ideal diri berawal dalam tahun prasekolah dan
berkembang sepanjang hidup; diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan
harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat. Secara umum, seseorang
yang konsep dirinya hampir memnuhi diri ideal mempunyai harga diri yang tinggi,
sementara seseorang yang konsep dirinya mempunya variasi luas dari diri idealnya
mempunya harga diri yang rendah.
Evaluasi diri adalah proses mental yang berkelanjutan, nilai-diri atau harga diri,
adalah kebutuhan dasar manusia, menurut Hirarki Maslow, orang perlu merasa
berharga dalam hidupnya. Harga diri penting dalam memelihara konsep diri.
Harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan
dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung
menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi.
Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri yang rendah cenderung
mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atas
bantuan orang lain ketimbang kemampuan pribadi. (Marsh, 1990).
5. Peran
Peran mencakup harapan atau standart perilaku yang telah diterima oleh keluarga,
komunitas dan kultur. Perilaku ditentukan pada pola yang telah ditetapkan melalui
sosialisasi. Sosialisasi dimulai tepat setelah lahir, ketika bayi berespons terhadap
orang dewasa dan orang dewasa berespons terhadap perilaku bayi. Polanya stabil
dan hanya sedikit berubah selama masa dewasa.
Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui
perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan
perilaku dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran. Sebagian besar
individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk sebagai
peran ibu dan ayah, istri atau suami, anak perempuan atau laki-laki, pekerja atau
majikan, saudara perempuan atau laki-laki dan teman. Setiap peran mencakup
pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah
pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memnuhi harapan ini menyebabkan
tidak diterima.
Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan
fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Osteoporosis, yang adalah
penurunan kepadatan dan masa tulang, dapat meningkatkan risiko fraktur atau
menciptakan ‘punuk dowager’.
Kehilangan tonus otot kulit dengan disertai keriput dan penampilan dapat
mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek dalam masyarakat
yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat tidak terlalu
mendiskriminasikan usia dan penampilan yang ditujukan pada pria daripada
ditujukan pada wanita. Aktivitas seksual mungkin menghilang sejalan dengan
bertambahnya usia, meskipun kemampuan untuk melakukannya tetap ada. Sering
lansia tidak melakukan aktivitas seksual karena ia tidak memiliki pasangan.
Konsep diri selama lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa
lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, maninjau
kembalikeberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa
kesatuan dari makna tentang diri mereka dan dunia membantu generasi yang lebih
muda dan cara yang positif sering membantu lansia mengembangkan perasaan
telah meninggalkan warisan. Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan
yang dirasakan orang tersebut saat ini.
Gangguan konsep diri adalah kekacauan yang terjadi pada individu dalam melihat
citra tubuh, penampilan, peran, atau identitas personalnya.
Gangguan citra diri adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang
sering kontak dengan tubuh. Perubahan- perubahan tersebut merupakan stressor
bagi setiap orang.
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak
realistis ideal diri yang sama dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Pada lansia
sering terjadi gangguan ideal diri karena lansia merasa ideal dirinya sukar dicapai
karena keterbatasan yang dialami pada lansia dan selalu menuntut ideal dirinya.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan
harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara:
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit. Misalnya malu dan sedih
karena rambut menjadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalah gunakan atau mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
3. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri: klien tidak ingin bertemu
orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
1. Gangguan peran
Gangguan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh
penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada lansia yang
mengalami gangguan peran, ia merasa gagal karena ditinggal anaknya setelah
menikah. Perannya sebagai orang tua dianggap gagal, ia merasa anaknya tidak
mau mengurus orang tuanya dan merasa anaknya menjauh darinya, dan hilangnya
peran pekerja, perubahan peran karena penyakit.
1. Gangguan identitas
Patofisiologi
Dari konsep diatas dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan pada klien
yang mengalami gangguan harga diri yaitu:
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak
bekerja, masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta
instiusionalisasi)
2. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
3. Resiko cedera b.d gangguan fungsi vaskuler
1. Pengkajian
2. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati
serta bersifat subjektif. Dan dunia dalam pasien itu sendiri. Perilaku berhunungan
dengan harga diri rendah, keracuan identitas dan deporsonolisasi
1. Stressor pencetus
2. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan
3. Ketegangan peran hubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya senagai frustasi
1. Sumber-sumber koping
1. Mekanisme koping
2. Pertahankan koping dalam jangka pendek
3. Pertahankan koping jangka panjang
4. Mekanisme pertahanan ego
5. untuk mengetahui presepsi seorang tentang dirinya
6. Diagnosa Keperawatan
7. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak
bekerja,masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta
instiusionalisasi)
8. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
9. Rencana Keperawatan
10. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak
bekerja, masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta
instiusionalisasi
Tujuan :
Kriteria:
Intervensi :
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Tetapkan hubungan saling percaya 1. Dengan adanya saling percaya klien
perawat klien dengan cara: akan mau mengungkapkan perasaan yang
terpendam yang beresiko menimbulkan
a. Dorong individu meng-ungkapkan stress sehingga dengan proses katarsis
perasaan. beban hidup klien akan berkurang sehingga
harga diri klien akan menjadi semakin baik.
b. Dorong individu bertanya tentang
masalah dan penanganan serta akibat
jika masalah stress tidak diatasi
c. Berikan informasi yang terpercaya
dan perkuat informasi yang telah
diberikan
d. Perjelas mengenai konsep harga
diri, perawatan dan pemberi pelayanan
perawatan.
e. Hindari kritik negatif
f. Berikan privasi atau lingkungan
aman.
6. Beri dorongan terhadap aktivitas 4. Agar klien dapat menjalani hidup
posistif dan kontak dengan teman yang secara rasional sesuai dengan kondisinya
telah dilakukan. saat ini.
Kriteria:
INTERVENSI RASIONAL
4. HE dan beri contoh agar klien 4. Lingkungan yang sehat akan
menjaga kebersihan lingkungannya mencegah terjadinya perkembangan
setiap hari. penyakit terutama penyakit akbat
lingkungan.
5. Tubuh yang bersih akan mencegah
5. HE agar klien teratur menjaga timbulnya penyakit seperti diare, dan
kebersihan dirinya. penyakit kulit.
2.9 Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.
1. Tujuan
2. Mengisi waktu luang bagi lansia.
3. Meningkatkan kesehatan lansia.
4. Meningkatkan produktivitas lansia.
5. Meningkatkan intervensi social antarlansia.
6. Jenis kegiatan
Menurut kelompok, terapi modalitas yang sesuai dengan pembahasan materi adalah
sebagai berikut:
1. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia.
1. Terapi okupasi
1. Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat,
mengisi TTS, dan lain-lain.
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya.
1. Rekreasi
1. Terapi keagamaan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Nenek A, usia 60 tahun tinggal seorang diri. Dulu semasa mudanya ia bekerja
sebagai penjual jamu gendong yang cukup dikenal. Ia mempunyai 2 orang anak
yang sudah berumah tangga, serta 2 cucu. Nenek. A mengeluhkan dirinya sudah
tidak sekuat dulu, dan sering merasa menjadi orang tua yang tidak berguna. Saat
bersama kedua cucunya Nenek. A mengatakan “dulu jualan jamu gendong keliling
komplek seharian masih kuat, Sekarang sekedar gendong cucu sudah tidak
sanggup” sambil tertunduk dan terlihat tidak berdaya. Saat diajak anaknya untuk
rekreasi setiap akhir pekan, nenek A selalu tidak mau, dan mengatakan alasannya
takut merepotkan karena tidak dapat berjalan jauh. Hasil pemeriksaan didapatkan
TD 150/100 mmHg, Nadi 89x/mnt, RR 22x/mnt, BB 52kg.
3.2 PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama : Nenek A
Jenis kelamin :
Umur :
(1) Middle (2) Elderly (3) Old (4) Very old
Status :
Agama :
(1) Islam (2) Protentas (3) Hindu (4) Katolik (5) Budha
Suku :
(1) Tidak tamat SD (2) Tamat SD (3) SMP (4) SM (5) PT (6)
Buta huruf
Sumber pendapatan :
1. RIWAYAT KESEHATAN
(1) Nyeri dada (2) Pusing (3) Batuk (4) Panas (5)
Sesak (6) Gatal
(7) Diare (8) Jantung berdebar (9) Nyeri sendi (10) Penglihatan
kabur
(1) Nyeri dada (2) Pusing (3) Batuk (4) Panas (5)
Sesak (6) Gatal
(7) Diare (8) Jantung berdebar (9) Nyeri sendi (10) Penglihatan
kabur
1.Kepala :
Kebersihan : kotor/bersih
Keluhan : ya/tidak
2. Mata
3. Hidung
Peradangan/stomatitis: ya/tidak
5. Telinga
6. Leher
7. Dada
8. Abdomen
Bentuk : distend/flat/lainnya
Kembung : ya/tidak
Supel : ya/tidak
9. Genetalia
Kebersihan : baik/tidak
Haemoroid : ya/tidak
Hernia : ya/tidak
10. Ekstremitas
Kekuatan otot
: lumpuh
: ada kontraksi
: Melawan grafitasi dengan sokongan
: Melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
: Melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
: Melawan grafitasi dengan kekuatan penuh
Postur tubuh : skoliosis/lordosis/tegap (normal)
11. Integumen
Kebersihan : baik/tidak
Warna : pucat/tidak
Kelembaban : Kering/lembab
1. PENGKAJIAN PSIKOSOIAL
1 kali/bulan
2 kali/bulan
Tidak pernah
Stabilitas emosi
Labil
Stabil
Iritabel
Datar
Jelaskan : ……………………………………………………..
1. Masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
JUMLAH
Interpretasi :
Musim :
Tahun :
Bulan :
Tanggal :
Hari :
Negara
Propinsi
2 Orientasi 5 2 Kabupaten/kota
Panti
Wisma
1. meja
3 Registrasi 3 3
2. kursi
3. sepatu
Jawaban :
1. 93
2. 86
3. 79
4. 72
5. 65
1.
Klien menjawab :
2.
3.
Total nilai 30 19
Interpretasi hasil :
Frekwensi makan
1 kali sehari
2 kali sehari
3 kali sehari
Tidak teratur
1 porsi dihabis
½ porsi yang dihabiskan
< ½ porsi yang dihabiskan
Lain-lain
Makanan tambahan
Dihabiskan
Tidak dihabiskan
Kadang-kadang dihabiskan
Frekwensi minum
Jenis Minuman
(1) Air putih (2) Teh (3) Kopi (4) susu (5) lainnya,
……………..
(1) Insomnia (2) sering terbangun (3) Sulit mengawali (4) tidak ada
gangguan
(1) santai (2) diam saja (3) ketrampilan (4) Kegiatan keagamaan
Frekwensi BAB
1 kali sehari
2 kali sehari
Lainnya, ………………….
Konsisitensi
Gangguan BAB
Inkontinensia alvi
Konstipasi
Diare
Tidak ada
Pola BAK
Frekwensi BAK
Warna urine
Kuning jernih
Putih jernih
Kuning keruh
Pola aktifitas
Mandi
1 kali sehari
2 kali sehari
3 kali sehari
< 1 kali sehari
Memakai sabun
Sikat gigi
1 kali sehari
2 kali sehari
Tidak pernah, alasan …………………………
1 kali sehari
> 1 kali sehari
Tidak ganti
Indeks KATZ :
Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya ke
atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali.
Mata Tertutup
Sama seperti di atas (periksa kepercayaan pasien tentang input penglihatan untuk
keseimbangannya)
Perputaran leher
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung-ujung jari kaki, tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan
Membungkuk
Minta klien untuk berjalan pada tempat yang ditentukan à ragu-ragu, tersandung,
memegang obyek untuk dukungan.
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi ( > 2 inchi ).
Panjangnya langkah yang tidak sama (sisi yang patologis biasanya memiliki langkah
yang lebih panjang : masalah dapat terdapat pada pinggul, lutut, pergelangan kaki
atau otot sekitarnya).
Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari belakang klien)
Berbalik
1. I. ANALISA DATA
MASAL
INTERPRE AH
N TASI
DATA (SIGN/SYMPTOM)
O (ETIOLOG
I) (PROBL
EM)
1. PRIORITAS DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah d
perubahan fungsional tubuh akibat proses penuaan
2. Resiko terjadi trauma/jatuh b.d perubahan
fungsi mobilitas fisik akibat proses penuaan
Diagnosa Keperawatan:
Kriteria:
Intervensi Rasional
1. Tetapkan hubungan saling percaya 1. Dengan adanya saling percaya klien
perawat klien dengan cara: akan mau mengungkapkan perasaan yang
terpendam yang beresiko menimbulkan
a. Dorong individu meng-ungkapkan stress sehingga dengan proses katarsis
perasaan. beban hidup klien akan berkurang
b. Dorong individu bertanya tentang
masalah dan penanganan serta akibat jika
masalah stress tidak diatasi sehingga harga diri klien akan menjadi
semakin baik.
c. Berikan informasi yang terpercaya
dan perkuat informasi yang telah diberikan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA