Anda di halaman 1dari 40

gangguan konsep diri

16 Desember 2016ayunsulufiatulfadillah

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Kementrian Sosial menyebutkan bahwa perkembangan penduduk lanjut usia (lansia)


di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun
1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang
(5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga
meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia
akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun
kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8
juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (Hermana, 2007).

Bertambahnya populasi lanjut usia ini akan menimbulkan berbagai permasalahan.


Secara individu permasalahan pada lanjut usia timbul karena terjadinya perubahan
baik secara fisik, mental, maupun sosial. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimiliki.
Kemunduran fungsi tubuh dan peran akan sangat berpengaruh pada kemandirian
warga lanjut usia. Pada kondisi demikian diperlukan seseorang yang dapat
mendampingi, menemani, merawat atau membantu mereka baik dari keluarga,
tetangga ataupun kader, bahkan mungkin tenaga profesional kesehatan atau social.
(Retty, 2013)

Dari uraian di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap individu lansia pasti
memiliki suatu masalah atau gangguan. Masalah atau gangguan konsep diri pada
lansia dapat dilihat dari rentang respon konsep diri pada lansia tersebut, apakah ia
mempunyai konsep diri yang positif atau negative. Konsep diri yang negative
menyebabkan masalah atau gangguan konsep diri. Setiap lansia adalah unik, oleh
karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda anatara satu lansia
dengan lansia lainnya.

Stuart dan Sudden (2009) mengatakan bahwa konsep diri adalah semua ide, pikiran,
kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Mereka juga
mengkategorikan konsep diri menjadi lima komponen, yaitu : citra diri, ideal diri,
harga diri, penampilan peran dan identitas diri. Jika lansia mengalami gangguan
pada komponen-komponen tersebut maka akan muncul berbagai masalah seperti :
Harga diri rendah, keputusasaan, gangguan citra tubuh dan ketidak berdayaan.
Berbagai masalah yang dapat terjadi berkaitan erat dengan proses penuaan yang
dialami seseorang, perubahan fisik yang dialami mengakibatkan gangguan citra
tubuh, kehilangan pasangan hidup yang dapat menyebabkan keputusasaan serta
perilaku orang sekitar terhadap dirinya yang dapat menyebabkan harga diri rendah
serta konsep diri yang maladaptive membuat individu lansia mengalami
ketidakberdayaan dan masih banyak masalah lainnya yang dapat mengganggu
kesehatan individu lansia tersebut.

 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengenal gangguan konsep diri pada lansia

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu mahasiswa mampu :

1. Melakukan pengkajian perawatan pada lansia


2. Melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada lansia
3. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi gangguan konsep diri
pada lansia
4. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada lansia

BAB 2

TINJAUAN TEORI

 Definisi

Konsep diri adalah pengetahuan individu tantang diri (mis. “saya kuat dalam
matematika”) (wigfield dan karpathian. 1991). Konsep diri adalah citra subjektif dari
diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi bahwa
sadar maupun sadar.konsep diri memberikan kerangka acuan yang mempengaruhi
manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai
membentuk konsep diri mulai usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis
ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak
mempunya masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja
anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil (marsh, 1990).
Ketidaksesuaian antara aspek tertentu dari kepribadian dan konsep diri dapat
menjadi sumber stress atau konflik.

Menurut Hurlock (1997:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai


dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis.
Gambaran fisik diri meliputipenampilan, kesesuaian dengan seks atau jenis kelamin,
perilaku dan gengsiyang diberikan tubuhnya dimataorang lain. Sedamgkan
gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan
dan ketidakmampuan, harga diri dan bagaimana berhubungan dengan orang lain
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi
pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri meliputi ide, pikiran
dan perasaannya untuk berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain

Gangguan konsep diri paling banyak dialami lansia karena pada lansia seseorang
sudah mulai kehilangan konsep diri itu menandakan seseorang tersebut mengalami
gangguan pada jiwanya

 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

1. Penampilan diri
2. Hubungan keluarga ; sikap keluarga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan konsep diri individu. Dukungan dan kritikan menjadi masukan
berharga dalam penilaian individu terhadap dirinya.
3. Kreativitas dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas dapat
menambah rasa percaya diri
4. Lingkungan
5. Reaksi orang lain terhadap dirinya
6. Usia
7. Jenis kelamin; sumber konsep diri laki-laki dari keberhasilan pekerjaan,
sedangkan sumber konsep diri perempuan dari keberhasilan dalam menunjukkan
citra kewanitaannya

 Komponen Konsep Diri

Konsep diri dapat digambarkan dalam istilah rentang dari kuat sampai lemah atau
dari positif sampai negatif, bergantung pada kekuatan individu dari keempat
komponen konsep dirinya.

1. Identitas

Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi


dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Karenanya konsep
tentang identitas mencakup konstansi dan kontinuitas. Identitas menunjukkan
menjadi lain dari terpisah dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik.

Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultul. Anak
mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman
seusia, dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk
membawa semua perilaku yang dipelajari kedalam keutuhan yang koheren,
konsisten, dan unik (Erikson, 1963). Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan
dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa
diri, atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognotif, dan sosial.
Jika remaja tidak bisa memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang
membantu mereka mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami
kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa
terintregasi bukan terbelah (Erikson, 1963).

Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas


seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualitas adalah
bagian dari identitas seseorang. Identitas seksual adalah gambaran seseorang
tentang diri sebagai pria atau wanita dan makna dari gambaran ini. Gambaran ini
dan maknanya bergantung pada nilai yang ditetapkan secara kultural yang dipelajari
melalui sosialisasi.

1. Citra Tubuh

Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal
maupun eksternal.persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada
tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik dan oleh persepsi dan pandangan orang lain.

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.


Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan
mempunyai efek yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainna
dari konsep diri. Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang
bayi. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan.
Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi
selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra
tubuh (mis. Menopouse selama masa dewasa tengah). Penuaan mencakup
penurunan ketajaman penglihatan,pendengaran, dan mobilitas; perubahan ini dapat
mempengaruhi citra tubuh.

Citra tubuh bergantung hanya sebagian pada realitas tubuh. Seseorang umumnya
tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam fisik tubuh. Perubahan
fisik mungkin tidak dimasukkan kedalam citra tubuh ideal seseorang. Sering,
misalnya saja, seseorang yang telah mengalami penurunan berat badan tidak
menganggap diri mereka kurus. Lansia sering mengatakan bahwa mereka merasa
tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri mereka dalam cermin, mereka
terkejut dengan kulit yang keriput dan rambut memutih. Sering orang yang dulunya
kurus dan mengalami peningkatan berat badan yang besar merasa bahwa mereka
tetap dengan berat badan sebelumnya sampai diingatkan oleh pakaian yang
sebelumnya menjadi kekecilan atau ketika mereka bercermin.

1. Harga Diri

Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga diri atau rasa kita
tentang nilai diri; rasa ini adalah suatu evaluasi dimana seseorag membuat atau
memepertahankan diri. Menurut Erikson (1963), anak-anak kecil mulai
mengembangkan rasa berguna atau industri dengan belajar untuk bertindak pada
inisiatif mereka sendiri.

Harga diri berkaitan dengan evaluasi individual terhadap keefektifan disekolah atau
tempat kerja, di dalam keluarga, dan dalam lingkungan sosial. Keefektifan diri terkait
erat dengan ide harga diri (mis. Penilaian diri tentang kompetensi seseorang dalam
melakukan berbagai tugas) (Bandura, 1982).

Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri
seseorang dan diri ideal.

1. Ideal Diri

Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai dan standart perilaku yang dianggap ideal
dan diupayakan untuk dicapai. Ideal diri berawal dalam tahun prasekolah dan
berkembang sepanjang hidup; diri ideal dipengaruhi oleh norma masyarakat dan
harapan serta tuntutan dari orang tua dan orang terdekat. Secara umum, seseorang
yang konsep dirinya hampir memnuhi diri ideal mempunyai harga diri yang tinggi,
sementara seseorang yang konsep dirinya mempunya variasi luas dari diri idealnya
mempunya harga diri yang rendah.

Keluarga dan masyarakat membentuk standart, dimana melalui standart tersebut


individu mengevaluasi diri  mereka. Seorang anak yang pandai dalam ilmu alam
merasa nyaman diantara teman seusianya di dalam kelas,dan mempunyai harga diri
yang tinggi. Namun demikian, jika anak yang sama ditempatkan dalam kelas ilmu
alam yang lebih sulit dengan teman sekelas yang baru, mak aharga dirinya dapat
menurun sampai anak tersebut mencapai kembalikepercayaan dirinya didalam
lingkungan yang baru.

Evaluasi diri adalah proses mental yang berkelanjutan, nilai-diri atau harga diri,
adalah kebutuhan dasar manusia, menurut Hirarki Maslow, orang perlu merasa
berharga dalam hidupnya. Harga diri penting dalam memelihara konsep diri.

Harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan
dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung
menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi.
Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri yang rendah cenderung
mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atas
bantuan orang lain ketimbang kemampuan pribadi. (Marsh, 1990).

5. Peran

Peran mencakup harapan atau standart perilaku yang telah diterima oleh keluarga,
komunitas dan kultur. Perilaku ditentukan pada pola yang telah ditetapkan melalui
sosialisasi. Sosialisasi dimulai tepat setelah lahir, ketika bayi berespons terhadap
orang dewasa dan orang dewasa berespons terhadap perilaku bayi. Polanya stabil
dan hanya sedikit berubah selama masa dewasa.
Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui
perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan
perilaku dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran. Sebagian besar
individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk sebagai
peran ibu dan ayah, istri atau suami, anak perempuan atau laki-laki, pekerja atau
majikan, saudara perempuan atau laki-laki dan teman. Setiap peran mencakup
pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah
pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memnuhi harapan ini menyebabkan
tidak diterima.

Ciri-ciri konsep diri yang positif :

1. Mempunyai penerimaan diri yang baik


2. Mengenal dirinya sendiri dengan baik
3. Dapat memehami dan menerima fakta-fakta yang nyata tentang dirinya
4. Mampu menghargai dirinya sendiri
5. Mampu menerima dan memberikan pujian secara wajar
6. Mau memperbaiki diri ke arah yang lebih baik
7. Mampu menempatkan diri di dalam lingkungan

Ciri-ciri konsep diri yang negatif

1. Peka terhadap kritik


2. Responsif terhadap pujian
3. Hiperkritis; individu selalu mengeluh, mencela, dan meremehkan apapun dan
siapapun
4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain
5. Pesimis terhadap kompetisi (dalam kehidupan)
6. Tidak dapat menerima kekurangan dirinya

 Perkembangan Konsep Diri Pada Lansia

Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap


perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu klien dalam
mengembangkan konsep diri yang positif.

Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan
fungsi. Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Osteoporosis, yang adalah
penurunan kepadatan dan masa tulang, dapat meningkatkan risiko fraktur atau
menciptakan ‘punuk dowager’.

Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang mempengaruhi lansia dalam


berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal penuaan menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan. Kehilangan pendengaran dapat menyebabkan perubahan
kepribadian karena lansia menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua
yang terjadi atau yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersingung, tidak sabar, atau
menarik diri dapat terjadi karena keruakan pendengaran. Sering, lansia memandang
alat bantu dengar sebagai ancaman lain terhadap citra tubuh. Bagi banyak lansia
berkacamata lebih diterima secara sosial karena kacamata digunakan oleh semua
kelompok usia, terapi alat bantu dengar dianggap sebagai bukti langsung dari usia.
Penyesuaian diri terhadap penggunaan alat bantu dengar sulit terjadi; jika
motivasinya rendah, alat bantu dengar dapat ditolak.

Kehilangan tonus otot kulit dengan disertai keriput dan penampilan dapat
mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek dalam masyarakat
yang menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat tidak terlalu
mendiskriminasikan usia dan penampilan yang ditujukan pada pria daripada
ditujukan pada wanita. Aktivitas seksual mungkin menghilang sejalan dengan
bertambahnya usia, meskipun kemampuan untuk melakukannya tetap ada. Sering
lansia tidak melakukan aktivitas seksual karena ia tidak memiliki pasangan.

Konsep diri selama lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa
lansia adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, maninjau
kembalikeberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa
kesatuan dari makna tentang diri mereka dan dunia membantu generasi yang lebih
muda dan cara yang positif sering membantu lansia mengembangkan perasaan
telah meninggalkan warisan. Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan
yang dirasakan orang tersebut saat ini.

 Gangguan konsep diri

Gangguan konsep diri adalah kekacauan yang terjadi pada individu dalam melihat
citra tubuh, penampilan, peran, atau identitas personalnya.

Gangguan konsep diri antara lain:

1. Gangguan citra diri

Gangguan citra diri adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh
perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek yang
sering kontak dengan tubuh. Perubahan- perubahan tersebut merupakan stressor
bagi setiap orang.

Perubahan struktur, sama dengan perubahan bentuk tubuh. Perubahan fungsi


berbagai penyakit yang dapat merubah sistem tubuh keterbatasan gerak, makan,
kegiatan. Makna dan objek yang sering kontak, penampilan dan berubah.

Tanda dan gejala gangguan citra diri:

1. Menolak, melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah


2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah atau akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif terhadap tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan

1. Gangguan ideal diri

Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak
realistis ideal diri yang sama dan tidak jelas dan cenderung menuntut. Pada lansia
sering terjadi gangguan ideal diri karena lansia merasa ideal dirinya sukar dicapai
karena keterbatasan yang dialami pada lansia dan selalu menuntut ideal dirinya.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji

1. Mengungkapkan keputusa akibat penyakitnya, misalnya: saya tidak bisa


menggendong cucu saya lagi karena sendi saya sakit
2. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misalnya: saya pasti bisa
sembuah padahal prognosa penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan jalan-
jalan, padahal penyakitnya membatasi geraknya

1. Gangguan harga diri

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. Gangguan
harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara:

 Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba)
 Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit. Misalnya malu dan sedih
karena rambut menjadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalah gunakan atau mengejek dan mengkritik diri
sendiri.
3. Merendahkan martabat, misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri: klien tidak ingin bertemu
orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri, akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
1. Gangguan peran

Gangguan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh
penyakit, proses menua, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada lansia yang
mengalami gangguan peran, ia merasa gagal karena ditinggal anaknya setelah
menikah. Perannya sebagai orang tua dianggap gagal, ia merasa anaknya tidak
mau mengurus orang tuanya dan merasa anaknya menjauh darinya, dan hilangnya
peran pekerja, perubahan peran karena penyakit.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

1. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.


2. Ketidakpuasan peran
3. Kegagalan menjalankan peran yang baru
4. Ketegangan menjalankan peran yang baru
5. Kurang tanggung jawab
6. Apatis atau bosan, jenuh, dan putus asa.

1. Gangguan identitas

Gangguan identitas adalah ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan


keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan. Lansia juga dapat mengalami gangguan identitas karena biasanya pada
lansia sulit untuk mengambil keputusan sendiri dan ragu dalam mengambil
keputusan sehingga biasanya keputusan diserahkan pada anaknya.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji:

1. Tidak ada percaya diri


2. Sukar mengambil keputusan
3. Ketergantungan
4. Masalah dalam hubungan interpersonal
5. Ragu atau tidak yakin terhadap keinginan
6. Proyeksi (menyalahkan orang lain)

 Faktor Resiko Penyimpangan Konsep Diri:

1. Personal identity disturbance


1. Perubahan perkembangan
2. Trauma
3. Ketidak sesuaian gender
4. Ketidak sesuaian kebudayaan
2. Body image disturbance
1. Kehilangan salah satu fungsi tubuh
2. Kecacatan
3. Perubahan perkembangan
3. Self esteem disturbance
1. Hubungan interpersonal yang tidak sehat
2. Gagal mencapai perkembangan yang penting
3. Gagal mencapai tujuan hidup.
4. Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
5. Perasaan tidak berdaya.
4. Alterd role performance
1. Kehilangan nilai peran
2. Dua harapan peran
3. Konflik peran

  Patofisiologi

Dari konsep diatas dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan pada klien
yang mengalami gangguan harga diri yaitu:

1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan  hidup sekunder (tidak
bekerja, masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta 
instiusionalisasi)
2. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
3. Resiko cedera b.d gangguan fungsi vaskuler

 Konsep Asuhan keperawatan lansia dengan gangguan harga diri

1. Pengkajian
2. Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati
serta bersifat subjektif. Dan dunia dalam pasien itu sendiri. Perilaku berhunungan
dengan harga diri rendah, keracuan identitas dan deporsonolisasi

2. Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan


peran kerja dan harapan peran cultural
3. Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan teman sebaya dan perubahan dalam struktur social

1. Stressor pencetus
2. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian mengancam kehidupan
3. Ketegangan peran hubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya senagai frustasi

1. Sumber-sumber koping

Setiap orang memiliki kelebihan personal sebagai sumber koping, meliputi :

1. Aktifitas olahraga dan aktifitas diluar rumah


2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan perawatan diri
5. Pekerjaan atau posisi
6. Bakat tertentu
7. Kecerdasan
8. Imajinasi dan kreatifitas
9. Hubungan interpersonal

1. Mekanisme koping
2. Pertahankan koping dalam jangka pendek
3. Pertahankan koping jangka panjang
4. Mekanisme pertahanan ego
5. untuk mengetahui presepsi seorang tentang dirinya
6. Diagnosa Keperawatan
7. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak
bekerja,masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta
instiusionalisasi)
8. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
9. Rencana Keperawatan
10. Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak
bekerja, masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta
instiusionalisasi

Tujuan :

Setelah dirawat  klien menunjukan harga diri positif :

1. Mengungkapkan perasaan dan pikiran mengenai diri


2. Mengidentifikasi atribut positif mengenai diri
3. Dapat mengeidentifikasi akibat gangguan harga diri

Kriteria:

1. Klien dapat aktif beraktivitas


2. Klien dapat tidur 5-6 jam sehari
3. Klien dapat berkomunikasi secara terbuka dengan sesama lansia.

Intervensi :

INTERVENSI RASIONALISASI

1.      Tetapkan hubungan saling percaya 1.      Dengan adanya saling percaya klien
perawat klien dengan cara: akan mau mengungkapkan perasaan yang
terpendam yang beresiko menimbulkan
a.       Dorong individu meng-ungkapkan stress sehingga dengan proses katarsis
perasaan. beban hidup klien akan berkurang sehingga
harga diri klien akan menjadi semakin baik.
b.      Dorong individu bertanya tentang  
masalah dan penanganan serta akibat
jika masalah stress tidak diatasi
 
c.       Berikan informasi yang terpercaya
dan perkuat informasi yang telah  
diberikan
 
d.      Perjelas mengenai konsep harga
diri, perawatan dan pemberi pelayanan  
perawatan.
 
e.       Hindari kritik negatif
 
f.       Berikan privasi atau lingkungan
aman.  

2.      Tingkatkan interaksi sosial  

a.       Hindari perlindungan ber-lebihan  

b.      Dorong gerakan/latihan  

3.      Gali kekuatan dan sumber –  


sumber pada individu
 
4.      Diskusikan tentang realitas
harapan dan alternatif.
 
5.      Rujuk ke sumber-sumber koping
yang lain 2.      Untuk meningkatkan intensitas
hubungan sehingga semakin banyak proses
katarsis yang dapat dilakukan dengan klien.

3.      Sebagai koping yang dapat


meningkatkan konsep diri klien.

6.      Beri dorongan terhadap aktivitas 4.      Agar klien dapat menjalani hidup
posistif  dan kontak dengan teman yang secara rasional sesuai dengan kondisinya
telah dilakukan. saat ini.

  5.      Untuk membantu memecahkan


masalah dengan mencari berbagai
dukungan koping.
7.      Bantu kien mengepresikan pikiran
dan perasaannya.
6.      Untuk mempertinggi rasa percaya diri
klien sehingga mampu meningkatkan harga
8.      Libatkan dalam aktivitas sosial,
diri klien menciptakan situasi hubungan
ketrampilan dan kejujuran serta berikan
yang saling membantu.
bimbingan prilaku sesuai norma.

7.      Untuk mengurangi beban psikologis


sehingga dapat merduksi stress.

8.      Agar aktivitas klien lebih terarah dan


secara langsung dapat mengurangi
kesempatan klien menyendiri yang dapat
memunculkan timbulnya stress.

2. Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan

Tujuan : Setelah dirawat klien tidak mengalami infeksi

Kriteria:

1. Personal higiene baik


2. Klien tahu pengaruh stress dengan tibulnya penyakit infeksi
3. Tanda-tanda infeksi tidak muncul

 
INTERVENSI RASIONAL

1.      Lakukan HE tentang pengaruh 1.      Stress dapat meningkatkan kadar


stress terhadap timbulnya penyakit kortisol yang bersifat imunosupresan.
infeksi.
2.      Aktivitas dapat meningkatkan status
2.      HE agar klien aktif melakukan imunologi.
latihan fisik
3.      Makanan sebagai sumber energi,
3.      HE agar klien makan makanan pembangun serta vitamin yang bermanfaat
dengan jumlah dan kualitas yang cukup. bagi daya tahan klien.

4.      HE dan beri contoh  agar klien 4.      Lingkungan yang sehat akan
menjaga kebersihan lingkungannya mencegah terjadinya perkembangan
setiap hari. penyakit terutama penyakit akbat
lingkungan.
 
5.      Tubuh yang bersih akan mencegah
5.      HE agar klien teratur menjaga timbulnya penyakit seperti diare, dan
kebersihan dirinya. penyakit kulit.

2.9 Terapi Modalitas

Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.

1. Tujuan
2. Mengisi waktu luang bagi lansia.
3. Meningkatkan kesehatan lansia.
4. Meningkatkan produktivitas lansia.
5. Meningkatkan intervensi social antarlansia.
6. Jenis kegiatan

Menurut kelompok, terapi modalitas yang sesuai dengan pembahasan materi adalah
sebagai berikut:

1. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia.

1. Terapi aktivitas kelompok (TAK).

Terdiri dari atas 7-10 orang.

Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman,


dan mengubah perilaku.Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader,
dan fasilitator.Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.

1. Terapi okupasi

Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang  dan meningkatkan produktifitas dengan


membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.

1. Terapi kognitif

Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat,
mengisi TTS, dan lain-lain.

1. Life revies terapi

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya.

1. Rekreasi

Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan,


dan melihat pemandangan.

1. Terapi keagamaan

Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan


rasa nyaman.Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 KASUS
Nenek A, usia 60 tahun tinggal seorang diri. Dulu semasa mudanya ia bekerja
sebagai penjual jamu gendong yang cukup dikenal. Ia mempunyai 2 orang anak
yang sudah berumah tangga, serta 2 cucu. Nenek. A mengeluhkan dirinya sudah
tidak sekuat dulu, dan sering merasa menjadi orang tua yang tidak berguna. Saat
bersama kedua cucunya Nenek. A mengatakan “dulu jualan jamu gendong keliling
komplek seharian masih kuat, Sekarang sekedar gendong cucu sudah tidak
sanggup” sambil tertunduk dan terlihat tidak berdaya. Saat diajak anaknya untuk
rekreasi setiap akhir pekan, nenek A selalu tidak mau, dan mengatakan alasannya
takut merepotkan karena tidak dapat berjalan jauh. Hasil pemeriksaan didapatkan
TD 150/100 mmHg, Nadi 89x/mnt, RR 22x/mnt, BB 52kg.

3.2 PENGKAJIAN

1. IDENTITAS

Nama                    : Nenek A

Alamat                 : jalan pelatuk 3/21

Jenis kelamin        :

(1) Laki-laki     (2) Perempuan

Umur                    :

(1) Middle            (2) Elderly       (3) Old                        (4) Very old

Status                   :

(1) Menikah          (2) Tidak menikah       (3) Janda         (4) Duda

Agama      :

(1) Islam   (2) Protentas    (3) Hindu        (4) Katolik       (5) Budha
 

Suku                     :

(1) Jawa    (2) Madura      (3) Lain-lain, sebutkan ………………………….

Tingkat pendidikan          ;

(1) Tidak tamat SD          (2) Tamat SD  (3) SMP        (4) SM           (5) PT      (6)
Buta huruf

Sumber pendapatan :

 Ada, jelaskan: dari kedua anaknya, ± 600.000/bln


 Tidak, jelaskan

Keluarga yang dapat dihubungi :

 Ada,, Tn M (anak sulungnya)


 Tidak …………………..

Riwayat Pekerjaan           : penjual jamu gendong

1. RIWAYAT KESEHATAN

Keluhan yang dirasakan saat ini :

(1) Nyeri dada                  (2) Pusing        (3) Batuk         (4) Panas         (5)
Sesak         (6) Gatal
(7) Diare      (8) Jantung berdebar           (9) Nyeri sendi             (10) Penglihatan
kabur

Apa keluhan yang anda rasakan tiga bulan terakhir :

(1) Nyeri dada                  (2) Pusing        (3) Batuk         (4) Panas         (5)
Sesak         (6) Gatal

(7) Diare      (8) Jantung berdebar           (9) Nyeri sendi                   (10) Penglihatan
kabur

III. STATUS FISIOLOGIS

Bagaimana postur tulang belakang lansia :

(1) Tegap              (2) Kifosis                   (3) Skoliosis                (4) Lordosis

Tanda-tanda vital dan status gizi :

(1) Suhu                           : 36°C

(2) Tekanan darah           : 160/100 mmHg,

(3) Nadi                            : 89x/mnt,

(4) Respirasi                     : 22x/mnt,

(5) Berat badan                : 52kg.

(6) Tinggi badan               : 145cm

PENGKAJIAN HEAD TO TOE

 
1.Kepala :

Kebersihan                       : kotor/bersih

Kerontokan rambut          : ya/tidak

Keluhan                : ya/tidak

2. Mata

Konjungtiva                     : anemis/tidak

Strabismus                        : ya/tidak

Penglihatan                      : Kabur/tidak

Peradangan                      : Ya/tidak

Riwayat katarak               : ya/tidak

Keluhan                            : ya/tidak

Jika ya, Jelaskan               : pandangan kabur

Penggunaan kacamata      : ya/tidak

3. Hidung

Bentuk                       : simetris   /tidak

Peradangan                : ya            /tidak

Penciuman                  : terganggu /tidak

4. Mulut dan tenggorokan

Kebersihan                 : baik/tidak


Mukosa                      : kering/lembab

Peradangan/stomatitis: ya/tidak

Gigi geligi                  : karies/tidak,  ompong/tidak

Radang gusi               : ya/tidak

Kesulitan mengunyah: ya/tidak

Kesulitan menelan      : ya/tidak

5. Telinga

Kebersihan                 : bersih/tidak

Peradangan                : ya/tidak

Pendengaran              : terganggu/tidak

Jika terganggu, jelaskan         : 1 tahun terakhir pendengaran terganggu

6. Leher

Pembesaran kelenjar thyroid : ya/tidak

Kaku kuduk                           : ya/tidak

7. Dada

Bentuk dada              : normal chest/barrel chest/pigeon chest/lainnya

Retraksi                      : ya/tidak

Wheezing                   : ya/tidak

Ronchi                                    : ya/tidak


Suara jantung tambahan         : ada/tidak

Ictus cordis                : ICS …………………

8. Abdomen

Bentuk                        : distend/flat/lainnya

Nyeri tekan     : ya/tidak

Kembung        : ya/tidak

Supel               : ya/tidak

Bising usus      : ada/tidak, frekwensi :        kali/menit

Massa              : ya/tidak, regio

9. Genetalia

Kebersihan      : baik/tidak

Haemoroid      : ya/tidak

Hernia              : ya/tidak

10. Ekstremitas

Kekuatan otot :                  (skala 1 – 5 )

Kekuatan otot

 : lumpuh
 : ada kontraksi
 : Melawan grafitasi dengan sokongan
 : Melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
 : Melawan grafitasi dengan tahanan sedikit
 : Melawan grafitasi dengan kekuatan penuh

 
Postur tubuh                : skoliosis/lordosis/tegap (normal)

Rentang gerak             : maksimal/terbatas

Deformitas                  : ya/tidak, jelaskan …………………………………………

Tremor                         : ya/tidak

Edema kaki                 : ya/tidak, pitting edema/tidak

Penggunaan alat bantu            : ya/tidak,   jenis : ………………………………

11. Integumen

Kebersihan            : baik/tidak

Warna                    : pucat/tidak

Kelembaban          : Kering/lembab

Gangguan pada kulit         : ya/tidak,  jelaskan ………………………………….

1. PENGKAJIAN PSIKOSOIAL

Frekwensi kunjungan keluarga

 1 kali/bulan
 2 kali/bulan
 Tidak pernah

Stabilitas emosi

 Labil
 Stabil
 Iritabel
 Datar

Jelaskan : ……………………………………………………..
 

1. Masalah emosional

Pertanyaan tahap 1

 Apakah klien mengalami susah tidur : tidak


 Ada masalah atau banyak pikiran : ya
 Apakah klien murung atau menangis sendiri : tidak
 Apakah klien sering was-was atau kuatir : tidak

Tidak ada Gangguan emosional

2. Tingkat kerusakan intelektual

Dengan menggunakan SPMSQ (short portable mental status quesioner).

Ajukan beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini :

Benar Salah Nomor Pertanyaan

  · 1 Tanggal berapa hari ini ?

·   2 Hari apa sekarang ?

·   3 Apa nama tempat ini ?

·   4 Dimana alamat anda ?

·   5 Berapa umur anda ?


  · 6 Kapan anda lahir ?

·   7 Siapa presiden Indonesia ?

  · 8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

·   9 Siapa nama ibu anda ?

Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari


  · 10
setiap angka baru, secara menurun

JUMLAH  

Interpretasi :

Salah 0 – 3           : Fungsi intelektual utuh

Salah 4 – 5           : Fungsi intelektual kerusakan ringan

Salah 6 – 8           : Fungsi intelektual kerusakan sedang

Salah 9 – 10         : Fungsi intelektual kerusakan berat

IDENTIFIKASI ASPEK KOGNITIF

Dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)

Aspek Nilai Nilai Kriteria


No
Kognitif Maksimal Klien  

1 Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar :

Musim      :
Tahun       :

Bulan        :

Tanggal    :

Hari          :

Dimana sekarang kita berada ?

Negara

Propinsi

2 Orientasi 5 2 Kabupaten/kota

Panti

Wisma

Sebutkan 3 nama obyek (misal :


meja, kursi, sepatu), kemudian
ditanyakan kepada klien, menjawab :

1.                                        meja
3 Registrasi 3 3
2.                                        kursi

3.                                        sepatu

4 Perhatian dan 5 3 Meminta klien berhitung mulai dari


kalkulasi 100 kemudian kurangi 7 sampai 5
tingkat.

Jawaban :

1.      93

2.      86
3.      79

4.      72

5.      65

Minta klien untuk mengulangi ketiga


obyek pada poin ke- 2 (tiap poin nilai
1)
5 Mengingat 3 2
 

6 Bahasa 9 6 Menanyakan pada klien tentang


benda (sambil menunjukan benda
tersebut). (poin 2: tiap poin nilai 1)

1.

Minta klien untuk mengulangi kata


berkut :

“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )


( poin nilai 1)

Klien menjawab :

Minta klien untuk mengikuti perintah


berikut yang terdiri 3 langkah. ((3
poin: tiap poin nilai 1)

Ambil kertas ditangan anda, lipat dua


dan taruh dilantai.
1.

2.

3.

Perintahkan pada klien untuk hal


berikut (bila aktifitas sesuai perintah
nilai satu poin.

“tutup mata anda”

Perintahkan kepada klien untuk


menulis kalimat ( poin nilai 1)

dan menyalin gambar (poin nilai 1)

Total nilai 30 19  

Interpretasi hasil :

24 – 30     : tidak ada gangguan kognitif

18 – 23     : gangguan kognitif sedang

0 –  17       : gangguan kognitif berat

1. PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN

Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari


 

Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi

Frekwensi makan

 1 kali sehari
 2 kali sehari
 3 kali sehari
 Tidak teratur

Jumlah makanan yang dihabiskan

 1 porsi dihabis
 ½ porsi yang dihabiskan
 < ½ porsi yang dihabiskan
 Lain-lain

Makanan tambahan

 Dihabiskan
 Tidak dihabiskan
 Kadang-kadang dihabiskan

Pola pemenuhan cairan

Frekwensi minum

 < 3 gelas sehari


 > 3 gelang sehari

Jenis Minuman

(1) Air putih         (2) Teh             (3) Kopi           (4) susu            (5) lainnya,
……………..
 

Pola kebiasaan tidur

Jumlah waktu tidur

(1) < 4 jam            (2) 4 – 6 jam    (3) > 6 jam

Gangguan tidur berupa

(1) Insomnia         (2) sering terbangun    (3) Sulit mengawali     (4) tidak ada
gangguan

Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur

(1) santai  (2) diam saja    (3) ketrampilan            (4) Kegiatan keagamaan

Pola eliminasi BAB

Frekwensi BAB

 1 kali sehari
 2 kali sehari
 Lainnya, ………………….

Konsisitensi

(1) Encer (2) Keras         (3) Lembek

Gangguan BAB

 Inkontinensia alvi
 Konstipasi
 Diare
 Tidak ada

Pola BAK

Frekwensi BAK

(1) 1 – 3 kali sehari

(2) 4 – 6 kali sehari

(3) > 6 kali sehari

Warna urine

 Kuning jernih
 Putih jernih
 Kuning keruh

Pola aktifitas

Kegiatan produktif lansia yang sering dilakukan

 Membantu kegiatan dapur


 Berkebun
 Pekerjaan rumah tangga
 Ketrampilan tangan

Pola Pemenuhan Kebersihan Diri

Mandi

 1 kali sehari
 2 kali sehari
 3 kali sehari
 < 1 kali sehari
 

Memakai sabun

(1) ya                                (3) tidak

Sikat gigi

 1 kali sehari
 2 kali sehari
 Tidak pernah, alasan …………………………

Menggunakan pasta gigi

(1) ya                    (2) tidak

Kebiasaan berganti pakaian bersih

 1 kali sehari
 > 1 kali sehari
 Tidak ganti

Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari:

Indeks KATZ :

Termasuk/katagori mana klien ?

 
 

1. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB), menggunakan pakaian, pergi


ke toilet, berpindah dan mandi.
2. Mandiri semuanya kecuali salah satu saja dari fungsi diatas.
3. Mandiri,  kecuali mandi dan satu lagi fungsi yang lain.
4. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu fungsi yang lain.
5. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan  satu fungsi yang lain.
6. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain.
7. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

PENGKAJIAN KESEIMBANGAN UNTUK LANSIA (Tinneti, ME, dan Ginter, SF,


1998)

1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan

Bangun dari kursi ( dimasukan dalam analisis )*

Tidak bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya ke
atas dengan tangan atau bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali.

Duduk ke kursi ( dimasukan dalam analisis )*

Menjatuhkan diri di kursi, tidak duduk di tengah kursi

Keterangan ( )* : kursi yang keras dan tanpa lengan

Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum perlahan-lahan


sebanyak 3 kali)
Menggerakan kaki, memegang obyek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh sisi-
sisinya

Mata Tertutup

Sama seperti di atas (periksa kepercayaan pasien tentang input penglihatan untuk
keseimbangannya)

Perputaran leher

Menggerakan kaki, menggenggam obyek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh


sisi-sisinya, keluhan vertigo, pusing, atau keadaan tidak stabil.

Gerakan menggapai sesuatu

Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung-ujung jari kaki, tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan

Membungkuk

Tidak mampu untuk membungkuk, untuk mengambil obyek-obyek kecil (misal :


pulpen) dari lantai, memegang suatu obyek untuk bisa berdiri lagi, memerlukan
usaha-usaha multiple untuk bangun.

2. Komponen gaya berjalan atau gerakan

 
Minta klien untuk berjalan pada tempat yang ditentukan à ragu-ragu, tersandung,
memegang obyek untuk dukungan.

Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki pada saat melangkah)

Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi ( > 2 inchi ).

Kontinuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari samping pasien)

Setelah langkah-langkah awal, tidak konsisten memulai mengangkat satu kaki


sementara kaki yang lain menyentuh lantai.

Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping klien)

Panjangnya langkah yang tidak sama (sisi yang patologis biasanya memiliki langkah
yang lebih panjang : masalah dapat terdapat pada pinggul, lutut, pergelangan kaki
atau otot sekitarnya).

Penyimpangan jalur pada saat berjalan (lebih baik diobservasi dari belakang klien)

Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dri sisi ke sisi.

Berbalik

Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan memegang obyek untuk


dukungan.

VII. INFORMASI PENUNJANG


(1). Diagnosa Medis      : osteoporosis

(2). Laboratorium          : rontgen

(3). Terapi Medis           : –

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. I. ANALISA DATA

MASAL
INTERPRE AH
N TASI
DATA (SIGN/SYMPTOM)
O (ETIOLOG
I) (PROBL
EM)

1 Ds: Perubahan Ganggu


fungsional an
  1.      Saat diajak anaknya untuk rekreasi setiap akhir pekan, tubuh konsep
nenek A selalu tidak mau, dan mengatakan alasannya sudah akibat diri:
  tua, sudah tidak berguna, dan takut merepotkan karena tidak proses harga
dapat berjalan jauh. penuaan diri
rendah.
   
Do :
 
   
tertunduk dan terlihat tidak berdaya
 
   
 
 
   
Ds:
 
  Perubahan
1.      Nenek. A mengatakan “dulu jualan jamu gendong
keliling komplek seharian masih kuat, Sekarang sekedar fungsi  
2 gendong cucu sudah tidak sanggup”. mobilitas
fisik akibat Resiko
  proses terjadi
  penuaan trauma/j
  atuh
Do:  
  1. Kelemahan pada ektremitas kanan,    

   
1. PRIORITAS DIAGNOSE KEPERAWATAN
  1. Gangguan konsep diri: harga diri rendah d  
perubahan fungsional tubuh akibat proses penuaan
2. Resiko terjadi trauma/jatuh b.d perubahan
  fungsi mobilitas fisik akibat proses penuaan  

     

  3.4 RENCANA TINDAKAN

  Diagnosa Keperawatan:

  1. Gangguan konsep diri: harga diri rendahd perubahan


fungsional tubuh akibat proses penuaan
 
Tujuan :

Setelah dirawat  klien menunjukan harga diri positif :

– Mengungkapkan perasaan dan pikiran mengenai diri

– Dapat mengeidentifikasi akibat gangguan harga diri

Kriteria:

– Klien dapat aktif beraktivitas

– Klien dapat mengidentifikasi satu aspek positif perubahan

– Klien dapat mengidentifikasi aspek positif mengenai diri

Intervensi Rasional

1.      Tetapkan hubungan saling percaya 1.      Dengan adanya saling percaya klien
perawat klien dengan cara: akan mau mengungkapkan perasaan yang
terpendam yang beresiko menimbulkan
a.    Dorong individu meng-ungkapkan stress sehingga dengan proses katarsis
perasaan. beban hidup klien akan berkurang
b.    Dorong individu bertanya tentang
masalah dan penanganan serta akibat jika
masalah stress tidak diatasi sehingga harga diri klien akan menjadi
semakin baik.
c.    Berikan informasi yang terpercaya
dan perkuat informasi yang telah diberikan  

d.   Perjelas mengenai konsep harga diri,  


perawatan dan pemberi pelayanan
perawatan. 2.      Untuk meningkatkan intensitas
hubungan sehingga semakin banyak
e.    Hindari kritik negatif proses katarsis yang dapat dilakukan
dengan klien.
f.     Berikan privasi atau lingkungan
aman. 3.      Sebagai koping yang dapat
meningkatkan konsep diri klien.
2.      Tingkatkan interaksi sosial
4.      Agar klien dapat menjalani hidup
secara rasional sesuai dengan kondisinya
a.       Hindari perlindungan ber-lebihan
saat ini.

b.      Dorong gerakan/latihan


5.      Untuk membantu memecahkan
masalah dengan mencari berbagai
3.      Gali kekuatan dan sumber – sumber dukungan koping.
pada individu
6.      Untuk mempertinggi rasa percaya
4.      Diskusikan tentang realitas harapan diri klien sehingga mampu meningkatkan
dan alternatif. harga diri klien menciptakan situasi
hubungan yang saling membantu.
5.      Rujuk ke sumber-sumber koping
yang lain 7.      Untuk mengurangi beban psikologis
sehingga dapat merduksi stress.
6.      Beri dorongan terhadap aktivitas
posistif  dan kontak dengan teman yang 8.      Agar aktivitas klien lebih terarah dan
telah dilakukan. secara langsung dapat mengurangi
kesempatan klien menyendiri yang dapat
7.      Bantu kien mengepresikan pikiran memunculkan timbulnya stress.
dan perasaannya.
 
8.      Libatkan dalam aktivitas sosial,
ketrampilan dan kejujuran serta berikan
bimbingan prilaku sesuai norma.
 

 BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gangguan konsep diri merupakan ketidakmampuan diri


sendiri untuk mengetahui dirinya sendiri mengenai ide,
pikiran, kepercayaan dan pendirian yang dapat
mempengaruhi hubungan individu dengan dirinya sendiri dan
dengan orang lain.

Gangguan konsep diri terjadi karena penanaman konsep diri


yang negatif pada individu dan dapat juga dipengaruhi oleh
kondisi serta usia seseorang. Seseorang yang mengalami
gangguan konsep diri pada usia muda disebabkan karena
konsep dirinya yang negatif sehingga menyebabkan
seseorang dikatakan gangguan jiwa. Gangguan konsep diri
juga dapat terjadi pada lansia karena faktor usia, serta
proses penuaan yang terjadi. Pada lansia, hampir semua
konsep dirinya mengalami gangguan, dari fisik yang sudah
mulai berubah yang awalnya kulitnya mulus kini menjadi
keriput, merasa sudah tidak dapat mengambil keputusan
sendiri sehingga butuh bantuan anaknya, mulai kehilangan
identitas dirinya karena mengalami pensiun.

Kurangnya kesadaran akan proses menua akan lebih


memperburuk lansia dengan gangguan konsep diri.

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini di harapkan mahasiswa menjadi


lebih mengerti dan mengetahui tentang GANGGUAN
KONSEP DIRI pada lansia dan dapat digunakan sebagai
salah satu literature bagi mahasiswa. Kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
agar dapat kami jadikan masukan dalam pembuatan makalah
selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
 

Darmojo dan Martono, (1999). Geriatri. Jakarta:


PercetakanYudistira

Departemen Kesehatan R.I, (1995), Pedoman Pembinaan


Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta:
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga

Lueckenotte. (1998) (alih Bahasa Maryunani). Pengkajian


Gerontologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nurgiwiati.E. (1994) Perubahan-Perubahan Psikososial Pada


Usia Lanjut. AKPER Dr. Oten. Bandung.

 
 

Anda mungkin juga menyukai