Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DIRI PADA USIA LANJUT

Di Susun Oleh

KARTINI

144 2019 2199

PRECEPTOR INSTITUSI

Rahmawati Ramli, S.Kep.,Ns.,M.Kes

KEPERAWATAN GERONTIK

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
Laporan pendahuluan

lanjut usia dengan masalah konsep diri

A. pengertian

Konsep diri adalah pengetahuan individu tantang diri (mis. “saya kuat dalam
matematika”). Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks
dari perasaan, sikap, dan persepsi bahwa sadar maupun sadar. konsep diri memberikan
kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita
dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri mulai usia muda. Masa remaja adalah
waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang
anak mempunya masa kanak-kanak yang aman dan stabil, maka konsep diri masa remaja
anak tersebut secara mengejutkan akan sangat stabil. Ketidaksesuaian antara aspek tertentu
dari kepribadian dan konsep diri dapat menjadi sumber stress atau konflik.

Pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek,
yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri meliputi penampilan, kesesuaian
dengan seks atau jenis kelamin, perilaku dan gengsi yang diberikan tubuhnya dimata orang
lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang
kemampuan dan ketidakmampuan, harga diri dan bagaimana berhubungan dengan orang lain

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi
pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri meliputi ide, pikiran dan
perasaannya untuk berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain

Gangguan konsep diri paling banyak dialami lansia karena pada lansia seseorang
sudah mulai kehilangan konsep diri itu menandakan seseorang tersebut mengalami gangguan
pada jiwan

B. etiologi
a. Faktor predisposisi
1) Biologi :
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau
sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti : suhu dingin atau panas, suara bising,
rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yg tidak memadai dan pencemaran
(polusi) udara atau zat kimia.
2) Psikologi
Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal
diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah konflik, tekanan, krisis dan
kegagalan.
3) Sosio kultural
Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari
kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
4) Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
a) Kehilangan / kerusakan bagian tubuh.
b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh.
c) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh.
d) Prosedur pengobatan seperi radiasi, transplantasi, kemoterapi
5) Faktor predisposisi gangguan harga diri
a) Penolakan dari orang lain.
b) Kurang penghargaan.
c) Pola asuh yang salah
d) Kesalahan dan kegagalan yang berulang.
e) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
6) Faktor predisposisi gangguan peran
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan
keadaan sehat – sakit.
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan
secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang
spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai.
d) Peran yang terlalu banyak.
7) Faktor predisposisi gangguan identitas diri
a) Ketidakpercayaan orang tua pada anak.
b) Tekanan dari teman sebaya.
c) Perubahan struktur sosial (Stuart,2016 : 221).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar individu
terdiri dari :
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat
melakukan peran atau melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau tidak
merasa cocok dalam melakukan perannya. Ada 3 jenis transisi peran :
a) Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma – norma budaya, nilai – nilai, serta tekanan
untuk menyesuaikan diri.
b) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat – sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh :
1) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.
2) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
3) Prosedur medis dan perawatan (Stuart,2016 : 221). 
C. Menifestasi klinis
Perilaku yang berhubungan dengan gangguan konsep diri antara lain:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
c. Perasaan tidak mampu
d. Rasa bersalah
e. Sikap negatif pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
g. Keluhan sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menilak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas dan takut
l. Merasionalisasi penolakan atau menjauh dari umpan balik positif
m. Ketidakmampuan menentukan tujuan (Wijayaningsih, 2015 : 50).
D. Jenis – jenis konsep diri pada lansia
a. Persepsi diri
Persepsi seseorang tentang realitas dipilih dan didasarkan pada pengalaman konsisten
dengan pandangan seseorang saat ini terhadap diri. Cara seseorang berperilaku adalah
hasil dari bagaimana seseorang mempersepsikan situasi. Bukan peristiwa itu sendiri yang
memunculkan respons tertentu melainkan pengalaman subjektif individu terhadap
peristiwa itu. Persepsi diri sulit untuk berubah namun ada cara untuk mengubah persepsi,
termasuk memodifikasi proses kognitif, mengkonsumsi obat-obatan, mengalami gangguan
sensorik, dan menciptakan perubahan biokimia dalam tubuh (Stuart,2016:214).
b. Citra tubuh
Citra tubuh adalah jumlah dari sikap sadar dan bawah sadar seseorang terhadap tubuh
sendiri. Hal ini termasuk persepsi sekarang dan masa lalu serta perasaan tentang ukuran,
fungsi, bentuk/penampilan, dan potensi. Citra tubuh terus berubah saat persepsi dan
pengalaman baru terjadi dalam kehidupan. Eksistensi tubuh menjadi penting dalam
mengembangkan citra tubuh seseorang. Pakaian menjadi identitas tubuh, seperti halnya
barang milik seseorang (Stuart,2016:214).
c. Ideal diri
Merupakan persepsi seseorang mengenai bagaimana berperilaku berdasarkan standar
pribadi tertentu. Standar ini mungkin menggambarkan tipe seseorang yang diinginkan atau
aspirasi, tujuan, atau nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri menimbulkan harapan diri
berdasarkan norma-norma masyarakat, yang dicobanya untuk menyesuaikan diri
(Stuart,2016:214-215).
d. Harga diri
Merupakan penilaian harga diri pribadi seseorang, berdasarkan seberapa baik perilakunya
cocok dengan ideal diri. Seberapa sering seseorang mencapai tujuan secara langsung
mempengaruhi perasaan kompeten (harga diri tinggi) atau rendah diri (harga diri rendah).
Harga diri tinggi adalah perasaan penerimaan diri, tanpa syarat, meskipun salah, kalah dan
gagal, sebagai pembawaan yang berharga dan penting. Harga diri yang tinggi telah
dikaitkan dengan ansietas yang rendah, fungsi kelompok yang efektif, penerimaan, dan
toleransi dari yang lain (Stuart,2016:215-216).
e. Penampilan peran
Peran adalah sekumpulan pola perilaku yang diharapkan secara sosial berhubungan
dengan fungsi seseorang dalam kelompok sosial yang berbeda. Perilaku peran berkaitan
erat dengan konsep diri dan identitas, dan gangguan peran yang sering melibatkan konflik
antara fungsi independen dan dependen. Harga diri tinggi dihasilkan dari peran yang
memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan ideal diri seseorang.
f. Identitas diri
Merupakan kesadaran diri yang didasarkan pada observasi dan penilaian diri. Hal ini tidak
terkait dengan satu prestasi, aktivitas, karakteristik, atau peran. Identitas berbeda dari
konsep diri yaitu perasaan berbeda dari orang lain. Orang dengan rasa identitas positif
melihat dirinya sebagai individu yang unik dan berharga (Stuart,2016:216).
E. Perkembangan Konsep Diri Pada Lansia
Perkembangan konsep diri adalah proses sepanjang hidup. Setiap tahap
perkembangan mempunyai aktivitas spesifik yang membantu klien dalam
mengembangkan konsep diri yang positif.
Perubahan fisik pada lansia tampak sebagai penurunan bertahap struktur dan fungsi.
Terjadi penurunan kekuatan otot dan tonus otot. Osteoporosis, yang adalah penurunan
kepadatan dan masa tulang, dapat meningkatkan risiko fraktur atau menciptakan ‘punuk
dowager’.
Penurunan ketajaman pandangan adalah faktor yang mempengaruhi lansia dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Proses normal penuaan menyebabkan penurunan
ketajaman penglihatan. Kehilangan pendengaran dapat menyebabkan perubahan
kepribadian karena lansia menyadari bahwa mereka tidak lagi menyadari semua yang
terjadi atau yang diucapkan. Kecurigaan, mudah tersingung, tidak sabar, atau menarik diri
dapat terjadi karena keruakan pendengaran. Sering, lansia memandang alat bantu dengar
sebagai ancaman lain terhadap citra tubuh. Bagi banyak lansia berkacamata lebih diterima
secara sosial karena kacamata digunakan oleh semua kelompok usia, terapi alat bantu
dengar dianggap sebagai bukti langsung dari usia. Penyesuaian diri terhadap penggunaan
alat bantu dengar sulit terjadi; jika motivasinya rendah, alat bantu dengar dapat ditolak.
Kehilangan tonus otot kulit dengan disertai keriput dan penampilan dapat
mempengaruhi harga diri dan menyebabkan lansia merasa jelek dalam masyarakat yang
menghargai kemudaan dan kecantikan. Kultur barat tidak terlalu mendiskriminasikan usia
dan penampilan yang ditujukan pada pria daripada ditujukan pada wanita. Aktivitas
seksual mungkin menghilang sejalan dengan bertambahnya usia, meskipun kemampuan
untuk melakukannya tetap ada. Sering lansia tidak melakukan aktivitas seksual karena ia
tidak memiliki pasangan.
Konsep diri selama lansia dipengaruhi oleh pengalaman sepanjang hidup. Masa lansia
adalah waktu dimana orang bercermin pada hidup mereka, maninjau kembali
keberhasilan dan kekecewaan dan dengan demikian menciptakan rasa kesatuan dari
makna tentang diri mereka dan dunia membantu generasi yang lebih muda dan cara yang
positif sering membantu lansia mengembangkan perasaan telah meninggalkan warisan.
Konsep diri juga dipengaruhi oleh status kesehatan yang dirasakan orang tersebut saat ini.
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Dibagi menjadi empat yaitu :
1) Memberi kesempatan untuk berhasil
2) Menanamkan gagasan
3) Mendorong aspirasi
4) Membantu membentuk koping
b. Penatalaksanaan Medis
1) Clorpromazine ( CPZ )
Untuk sindrom psikosis yaitu berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran
diri terganggu, waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku aneh, tidak
bekerja, hubungan sosial dan melakukan aktivitas rutin. Efek saamping : sedasi,
gangguan otonomik serta endokrin (Keliat, 2014).
2) Trihexyphenidyl ( THP )
Untuk segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pascaa enchepalitis dan idiopatik.
Efeksamping : hypersensitive terhadap trihexyphenidyl, psikosis berat,
psikoneurosis dan obstruksi saluran cerna (Keliat, 2014)
3) Haloperidol ( HPL )
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realitaas dalaam fungsi netral serta fungsi
kehidupan sehari-hari. Efek samping : sedasi, gangguan otonomik dan endokrin
(Keliat, 2014).
4) Terapi okupasi / rehabilitasi
Terapi yang terarah bagi pasien, fisik maupun mental dengan menggunakan aktivitas
terpilih sebagai media. Aktivitas tersebut berupa kegiatan yang direncanakan sesuai
tujuan (Keliat, 2014)
5) Psikoterapi
Psikoterapi yang dapat membantu penderita adalah psikoterapi suportif dan
individual atau kelompok serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk
mengembalikan penderita ke masyarakat (Keliat, 2014)
G. Diagnosa keperawatan
a. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
b. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping
individu (Wijayaningsih,2015:53) 
H. Faktor Resiko Penyimpangan Konsep Diri:
1. Personal identity disturbance
2. Perubahan perkembangan
3. Trauma
4. Ketidak sesuaian gender
5. Ketidak sesuaian kebudayaan
6. Body image disturbance
7. Kehilangan salah satu fungsi tubuh
8. Kecacatan
9. Perubahan perkembangan
10. Self esteem disturbance
11. Hubungan interpersonal yang tidak sehat
12. Gagal mencapai perkembangan yang penting
13. Gagal mencapai tujuan hidup.
14. Gagal dalam kehidupan dengan moral tertentu
15. Perasaan tidak berdaya.
16. Alterd role performance
17. Kehilangan nilai peran
18. Dua harapan peran
19. Konflik peran

Konsep Asuhan keperawatan lansia dengan gangguan harga diri

A. Pengkajian

Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati
serta bersifat subjektif. Dan dunia dalam pasien itu sendiri. Perilaku berhunungan dengan
harga diri rendah, keracuan identitas dan deporsonolisasi Faktor yang mempengaruhi
peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja dan harapan peran cultural Faktor
yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan
teman sebaya dan perubahan dalam struktur social Stressor pencetus Trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian mengancam kehidupan
Ketegangan peran hubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalaminya senagai frustasi Sumber-sumber koping Setiap orang memiliki kelebihan
personal sebagai sumber koping, meliputi :

1. Aktifitas olahraga dan aktifitas diluar rumah


2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan perawatan diri
5. Pekerjaan atau posisi
6. Bakat tertentu
7. Kecerdasan
8. Imajinasi dan kreatifitas
9. Hubungan interpersonal
10. Mekanisme koping
11. Pertahankan koping dalam jangka pendek
12. Pertahankan koping jangka panjang
13. Mekanisme pertahanan ego
14. untuk mengetahui presepsi seorang tentang dirinya
B. Rencana Keperawatan
Gangguan konsep diri: harga diri rendah b.d kegagalan hidup sekunder (tidak bekerja,
masalah finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta instiusionalisasi
Tujuan :Setelah dirawat  klien menunjukan harga diri positif : Mengungkapkan perasaan
dan pikiran mengenai diri Mengidentifikasi atribut positif mengenai diri Dapat
mengeidentifikasi akibat gangguan harga diri
Kriteria: Klien dapat aktif beraktivitas
Klien dapat tidur 5-6 jam sehari
Klien dapat berkomunikasi secara terbuka dengan sesama lansia.
Intervensi :

INTERVENSI RASIONALISASI

1.      Tetapkan hubungan saling percaya 1.      Dengan adanya saling percaya klien akan
mau mengungkapkan perasaan yang terpendam
perawat klien dengan cara: yang beresiko menimbulkan stress sehingga
dengan proses katarsis beban hidup klien akan
a.       Dorong individu meng-ungkapkan
berkurang sehingga harga diri klien akan
perasaan.
menjadi semakin baik.
b.      Dorong individu bertanya tentang
 
masalah dan penanganan serta akibat jika
masalah stress tidak diatasi  

c.       Berikan informasi yang terpercaya dan  


perkuat informasi yang telah diberikan
 
d.      Perjelas mengenai konsep harga diri,
 
perawatan dan pemberi pelayanan perawatan.
 
e.       Hindari kritik negatif
 
f.       Berikan privasi atau lingkungan aman.
 
2.      Tingkatkan interaksi sosial
 
a.       Hindari perlindungan ber-lebihan
 
b.      Dorong gerakan/latihan
 
3.      Gali kekuatan dan sumber – sumber
pada individu  

4.      Diskusikan tentang realitas harapan dan  


alternatif.
 
5.      Rujuk ke sumber-sumber koping yang
2.      Untuk meningkatkan intensitas hubungan
lain
sehingga semakin banyak proses katarsis yang
6.      Beri dorongan terhadap aktivitas dapat dilakukan dengan klien.
posistif  dan kontak dengan teman yang telah
 
dilakukan.
3.      Sebagai koping yang dapat meningkatkan
 
konsep diri klien.
7.      Bantu kien mengepresikan pikiran dan
4.      Agar klien dapat menjalani hidup secara
rasional sesuai dengan kondisinya saat ini.

5.      Untuk membantu memecahkan masalah


dengan mencari berbagai dukungan koping.

6.      Untuk mempertinggi rasa percaya diri


perasaannya. klien sehingga mampu meningkatkan harga diri

8.      Libatkan dalam sosial, klien menciptakan situasi hubungan yang saling
aktivitas
ketrampilan dan kejujuran serta berikan membantu.
bimbingan prilaku sesuai norma. 7.      Untuk mengurangi beban psikologis
sehingga dapat merduksi stress.

8.      Agar aktivitas klien lebih terarah dan


secara langsung dapat mengurangi kesempatan
klien menyendiri yang dapat memunculkan
timbulnya stress.

Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan

Tujuan : Setelah dirawat klien tidak mengalami infeksi

Kriteria:

Personal higiene baik

Klien tahu pengaruh stress dengan tibulnya penyakit infeksi

Tanda-tanda infeksi tidak muncul

INTERVENSI RASIONAL

1.      Lakukan HE tentang pengaruh stress 1.      Stress dapat meningkatkan kadar kortisol
terhadap timbulnya penyakit infeksi. yang bersifat imunosupresan.

2.      HE agar klien aktif melakukan latihan 2.      Aktivitas dapat meningkatkan status
imunologi.
fisik
3.      Makanan sebagai sumber energi,
3.      HE agar klien makan makanan dengan pembangun serta vitamin yang bermanfaat bagi
jumlah dan kualitas yang cukup. daya tahan klien.

4.      HE dan beri contoh  agar klien menjaga 4.      Lingkungan yang sehat akan mencegah
kebersihan lingkungannya setiap hari. terjadinya perkembangan penyakit terutama

  penyakit akbat lingkungan.

5.      HE agar klien teratur menjaga 5.      Tubuh yang bersih akan mencegah
kebersihan dirinya. timbulnya penyakit seperti diare, dan penyakit
kulit.

C. Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi
lansia.
Tujuan
1. Mengisi waktu luang bagi lansia.
2. Meningkatkan kesehatan lansia.
3. Meningkatkan produktivitas lansia.
4. Meningkatkan intervensi social anta rlansia.
5. Jenis kegiatan
Menurut kelompok, terapi modalitas yang sesuai dengan pembahasan materi adalah
sebagai berikut:
1. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia.
2. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
Terdiri dari atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku.Untuk terlaksananya terapi
ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator.Misalnya cerdas cermat, tebak gambar,
dan lain-lain.
3. Terapi okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang  dan meningkatkan produktifitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
4. Terapi kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi
TTS, dan lain-lain.
5. Life revies terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya.
6. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan
melihat pemandangan.
7. Terapi keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman.Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain

DAFTAR PUSTAKA

 
Darmojo dan Martono, (2015). Geriatri. Jakarta: PercetakanYudistira

Departemen Kesehatan R.I, (2014), Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi


Petugas Kesehatan, Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Keluarga

Lueckenotte. (2014) (alih Bahasa Maryunani). Pengkajian Gerontologi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Nurgiwiati.E. (2014) Perubahan-Perubahan Psikososial Pada Usia Lanjut.  AKPER Dr.


Oten. Bandung.

Hidayat, A. A. (2017). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

keliat, B. (2014). Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Elsevier.

wijayaningsih, K. s. (2015). Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai