LOGO UNIVERSITAS
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh
Kuat Riono
Nomer Induk
2022
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (2007) dalam Varcarolis & Halte (2010) dalam
Suerni (2013), kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera ketika
seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping
terhadap stressor, produktif dan mampu memberikan kontribusi terhadap
masyarakat. Apabila seseorang dapat berespon positif disebut sehat
jiwanya namun apabila seseorang berespon negatif maka akan terjadi
gangguan jiwa.
Gangguan jiwa berat yang sering ditemui di masyarakat adalah
skizofrenia yaitu sekumpulan sindroma klinik yang meliputi sulit memulai
pembicaraan, afek tumpul atau datar, berkurangnya motivasi, attensi, pasif,
apatis dan penarikan diri secara sosial dan rasa tidak nyaman (Videbeck,
2008). Berdasarkan gejala negatif pada klien skizofrenia maka perawat
menegakkan diagnosa harga diri rendah.
Menurut Kaplan & Saddock, 2010 dalam Suerni (2013), upaya
yang dapat dilakukan untuk menangani klien harga diri rendah adalah
dengan memberikan tindakan keperawatan oleh perawat khususnya oleh
perawat spesialis keperawatan jiwa. Tindakan yang dibutuhkan klien
tersebut meliputi terapi kognitif, terapi interpersonal, terapi tingkah laku
dan terapi keluarga. Tindakan keperawatan pada klien harga diri rendah
bisa secara individu, yaitu dengan terapi keluarga dan penanganan di
komunitas baik generalis ataupun spesialis.
Terapi kognitif yaitu psikotrapi individu yang dilakukan dengan
membantu klien untuk mengubah cara klien menafsirkan dan memandang
segala sesuatu pada saat klien mengalami kekecewaan, sehingga klien
merasa lebih baik dan dapat bertindak lebih produktif (Townsend, 2005
dalam Suerni, 2013). Sedangkan tindakan keperawatan spesialis untuk
keluarga dengan klien yang mengalami harga diri rendah adalah dengan
2
melakukan psiko edukasi keluarga yaitu dengan membekali keluarga
sebuah pengetahuan cara merawat melalui tindakan keperawatan pada
keluarga. Selain itu, salah satu alternatif untuk meningkatkan harga diri
rendah adalah berkebun dalam terapi okupasi. Untuk meningkatkan
independensi pada pasien dengan harga diri rendah dengan terapi okupasi
pada pasien dengan harga diri rendah. Pada penelitian Rokhimmah dan
Ariyani pada tahun 2020 diperoleh bahwa setelah pasien melakukan terapi
okupasi (berkebun) dapat mengurangi tingkat gangguan terhadap harga
diri yang rendah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis merumuskan tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep teori dalam asuhan keperawatan pada klien
harga diri rendah (HDR).
2. Untuk mengetahui terapi modalitas okupasi (berkebun) untuk
meningkatkan harga diri pada klien dengan harga diri rendah (HDR).
3
BAB II
ISI
4
9. Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense
mechanism)
10. Mudah mengakui kesalahan
5
Sementara menurut Purba, dkk (2008) dalam (Simanjorang, 2011)
gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik.
Gangguan harga diri yang terjadi secara situasional bisa disebabkan
oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba. Sedangkan gangguan harga
diri kronik biasanya sudah berlangsung sejak lama yang dirasakan
klien sebelum sakit atau sebelum dirawat dan menjadi semakin
meningkat saat dirawat.
6
E. Rentang respon
Stuart & Gail (2007) mengemukakan respon harga diri rendah
sepanjang sehat-sakit berkisar dari status aktualisasi diri yang paling
adaptif sampai status kerancuan identitas serta depersonalisasi yang
lebih maladaptive. Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan
individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-
kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
Depersonalisasi ialah suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing
dengan diri sendiri, hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik
dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan
memberikan diri sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa
tidak nyata dan asing baginya.
7
Hidayat (2009) menyatakan bahwa faktor lingkungan juga berperan
penting dalam proses terjadinya harga diri rendah pada narapidana
perempuan. Terpenjara sama artinya terisolasi dari lingkungan luar
yang penuh dengan kebebasan, stigma masayarakat tentang narapidana
merupakan masalah lain yang ikut berperan dalam menurunkan harga
diri narapidana perempuan. Tekanan dari sesama narapidana juga
dapat menimbulkan ancaman serius pada kondisi mental dan
psikologis narapidana perempuan. Sehingga tidak jarang kompensasi
yang dilakukan cenderung kepada arah destruktif seperti marah dan
frustasi, sedih yang mendalam, bahkan ide bunuh diri dan respon
emosional lain yang mempengaruhi narapidana perempuan (Hidayat,
2009).
8
harga diri klien dengan gagal ginjal kronik (Kristyaningsih, Keliat dan
Helena, 2009; Setyaningsih, Mustikasari dan Nuraini, 2011))
C. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Situasional
9
i. Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah
sakit, di rumah, dalam keluargadan lingkungan adanya
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
ii. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
b. Membantu klien menilai kemampuan yang dapat
digunakan.
i. Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
ii. Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
iii. Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif
c. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang
akan dilatih
i. Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien
lakukan sehari-hari.
ii. Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang daat pasien
lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan
bantuan minimla dari keluarga dan kegiatan apa saja yang
perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat
pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat
daftar kegiatan sehari-hari pasien.
d. Melatih kemampuan yang dipilih klien
i. Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan
pertama yang dipilih.
ii. Melatih kemampuan pertama yang dipilih.
10
iii. Berikan dukungan dan pujian pada klien dengan latihan
yang dilakukan.
3. Tindakan Keperawatan pada keluarga
a. Tujuan: Keluarga Mampu
i. Mengenal masalah harga diri rendah situasional.
ii. Mengambil keputusan dalam merawat harga diri rendah
situasional.
iii. Merawat klien dengan harga diri rendah situasional.
iv. Menciptakan lingkungan yang mendukung meningkatkan
harga diri klien.
v. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow
up dan mencegah kekambuhan
b. Tindakan Keperawatan pada keluarga klien harga diri
rendah situsional
i. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat
pasien.
ii. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan mengambil keputusan merawat
pasien.
iii. Mendiskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang
pernah dimiliki sebelum dan setelah sakit.
iv. Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah dan
berikan pujian.
v. Melatih keluarga memberikan tanggung jawab kegiatan
pertama yang dipilih pasien serta membimbing keluarga
merawat harga diri rendah dan beri pujian.
11
berpengaruh terhadap Perubahan Harga Diri pasien dengan
GGK.
b. Cognitive Therapy (CT). Hasil penelitian Kristtyaningsih,
Tjahtanti dan Keliat (2009)menyatakan terapi kognitif
berpengaruh terhadap perubahan harga diri rendah pada pasien
dengan gagal ginjal kronik.
2. Terapi Keluarga :
- Family Psychoeducation (FPE)
3. Terapi Kelompok :
- Therapy Supportive
12
menyiapkan polybag, menyiapkan media tanam (campur tanah,
kompos, sekam padi, arang sekam), memindahkan bibit cabai ke
polybag, merapihkan bibit cabai, memberikan tiang ajir, menyiram
tanaman cabai, dan membersihkan area sekitar tanaman.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan pada pasien harga diri rendah adalah pada prinsipnya untuk
memaksimalkan rasa percaya diri, meminimalkan rasa tidak percaya diri dan
perasaan tidak berharga serta mengembangkan kemampuan positif yang dimiliki.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa terapi okupasi dipercaya dapat
meningkatkan harga diri seseorang, memaksimalkan dan mengembangkan
kemampuan positif penderita harga diri rendah.
Penelitian Puji dkk tahun 2019 menerapkan Plant Therapy yang diterapkan pada
15 orang Di Panti Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan Dan Orang Terlantar (PR-
PGOT. Adapun pelaksanaan kegiatan BHSP, pengenalan tentang plant therapy,
membagi kelompok, pelaksanaan terapi, sampai evaluasi bercocok tanam. Hasil
yang diperoleh setelah dilakukan terapi yaitu adanya peningkatan harga diri para
peserta, para peserta juga terlihat sangat antusias dan tampak saling membantu
dalam bercocok tanam.
Menurut penelitian (Mamnu’ah, 2013) Penurunan tanda dan gejala Harga Diri
Rendah juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, usia, lama sakit, dan lama
14
pengobatan. Menurutnya responden yang pendidikannya tinggi bisa dikatakan
harga diri responden tersebut lebih baik. Menurut Soetjiningsih (2010), Harga diri
rendah seseorang dapat menurun karena dipengaruhi oleh status bekerja.
Seseorang dipengaruhi oleh status bekerja. Seseorang yang bekerja, harga dirinya
lebih bagus dibandingakan seseorang yang tidak bekerja. Karena seseorang yang
bekerja merasa memiliki keahlian maupun kemampuan yang bermanfaat untuk
orang lain. Dapat disimpulkan bahwa penurunan tanda dan gejala harga diri
rendah kronik dipengaruhi oleh status perkawinan, dukungan sosial, pendidikan,
usia, lama sakit, lama pengobatan dan status bekerja. Peran kader penting untuk
pemberdayaan masyarakat (Eni Hidayati, Khoiriyah Khoiriyah, 2015). Menurut
penelitian (Handayani et al., 2013) peningkatan kemampuan seseorang itu
dipengaruhi oleh dukungan keluarga dan orang terdekat untuk proses
penyembuhannya. Peningkatan kemampuan seseorang dalam melakukan terapi
okupasi juga dipengaruhi oleh status pekerjaan. Status ekonomi juga
mempengaruhi peningkatan kemampuan seseorang dalam penelitian (Wijianto,
2016). Adapun hasilnya setiap terapi memiliki tingkat keberhasilan dan
kekurangan masing-masing. Terapi okupasi harus memiliki kemauan dari pasien
dan kesepakatan tanpa paksaan antara pasien dan perawat sebagai pelaksana agar
tercipta pelaksanaan yang kondusif serta berjalan sesuai rencana yang sudah
dibuat. Selain itu perlu keterlibatan keluarga terdekat sebagai pengawas dan
pendamping kegiatan pasien selama di rumah
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapi okupasi (berkebun) terbukti dapat dilakukan pada pasien dengan
masalah harga diri rendah. Kemampuan dan keberhasilan dalam
melakukan tindakan tersebut merupakan aspek positif bagi pasien dan
akan meningkatkan harga dirinya. Pentingnya peran perawat dan klien
untuk bekerja sama agar terciptanya keberhasilan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien HDR, tentunya akan lebih maksimal jika
adanya dukungan dari keluarga terdekat.
B. Saran
1. Masyarakat
Sebagai suatu masyarakat yang baik dan bertanggung jawab, hendaknya
setiap keluarga untuk meningkatkan harga diri seorang anak sejak usia
dini dengan memberikan motivasi-motivasi positif, pujian, serta tidak
sering menyalahkan anak.
2. Mahasiswa
Sebagai seorang mahasiswa diharapkan agar lebih menambah
pengetahuan dan memahami mengenai pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah khususnya dengan terapi modalitas (berkebun) dengan membaca
dan mempelajari berbagai penelitian.
3. Perawat
a. Sebagai seorang perawat kita harus dapat menyusun jadwal
kegiatan untuk melibatkan klien dalam kegiatan sehari-hari dengan
hal-hal yang positif agar klien terus termotivasi.
b. Dapat meningkatkan komunikasi teraupetik, koping stres individu
dan keluarga dengan baik.
c. Perawat dapat berkerjasama dengan tim kesehatan lain dalam
melaksanakan asuhan keperawatan agar tidak terjadi pengulangan
16
dalam melakukan tindakan dan terciptanya kolaborasi yang
bertujuan untuk meningkatkan kesembuhan pada pasien dengan
masalah HDR.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ermanza, G. H. (2008 ). Hubungan antara Harga Diri dan Citra Tubuh Pada
Remaja Putri yang Mengalami Obesitas dari Sosial Ekonomi Menengah
Atas. Diunduh pada tanggal 20 Agustus 2016, dari : http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/125339-155.533%20ERM%20h%20-%20Hubungan
%20Antara%20-%20Literatur.pdf
Handayani, M. M., Ratnawati, S., Helmi, A. F., & Mada, U. G. (2013). Efektifitas
Pelatihan Pengenalan Diri Diri Dan Harga Diri. 2, 47–55
Kaplan dan Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Edisi II).
18
Miftachul jannah. (2016). Asuhan Keperawatan Terapi Aktifitas Kelompok
Peningkatan Harga Diri Rendah pada Klien Gangguan Jiwa di Ruang
Kakak Tua RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang-Malang
Puji, S, dkk. (2019). Plant Therapy Untuk Meningkatkan Harga Diri Pada Klien
Harga Diri Rendah Di Panti Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan Dan
Orang Terlantar (PRPGOT). 2 (1) 39-46.
Rokhimmah & Desi. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan menggunakan
Penerapan Terapi Okupasi ( Berkebun )
Stuart, G.W and Laraia, M.T (2005) Principles and practice of psychiatric nursing
(8th ed). St Louis : Mosby Year Book
Suerni, T., Keliat, Budi A., Helena, Novy. (2013). Penerapan terapi kognitif dan
psikoedukasi keluarga pada klien harga diri rendah di ruang Yudistira
rumah sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor tahun 2013. Diakses pada
tanggal 20 Agustus 2016, dari:
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/978/1027
19
Wijianto. (2016). Pengaruh Status Sosial dan Kondisi Ekonomi Keluarga. 2(2),
190–210.
20