Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.

319 - 387

PENELITIAN

HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI PELAKSANA


DALAM MENCEGAH IDE BUNUH DIRI PADA PENDERITA
GANGGUAN JIWA

Edi Sukamto1), Rusni Masnina2), Agustina3),


1)
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kaltim, 2),3) Stikes Muhammadiyah
Samarinda

Abstrak. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan psikiatrI,


dalam enam bulan terakhir (Nopember 2013 s.d. April 2014) didapatkan 2 pasien
yang mengalami bunuh diri dari total sebanyak 246 pasien yang mengalami
gangguan jiwa di RSJD Atma Husada. Peran perawat sangat penting dalam
membantu pasien perilaku ide bunuh diri terutama menjaga keamanan klien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran perawat sebagai
pelaksana dalam mencegah ide bunuh diri pada penderita gangguan jiwa di
RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Rancangan penelitian ini adalah
descriptive correlation dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil
sebanyak 152 responden secara purposive sampling. Analisis untuk uji hipotesis
dengan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai P
sebesar 0,031 kurang dari nilai α sebesar 0,05, sedangkan OR sebesar 0,409.
Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna
antara peran perawat sebagai pelaksana dalam mencegah ide bunuh diri pada
penderita gangguan jiwa di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, peran
perawat yang tidak aktif mempunyai resiko terhadap adanya ide bunuh diri pada
pasien gangguan jiwa adalah 0,409 kali lebih besar dibanding peran perawat
yang aktif sebagai pelaksana dalam rentang CI 0,192 – 0,873.
Kata Kunci: peran perawat, ide bunuh diri, penderita gangguan jiwa

Abstract. This study aimed to determine the relationship of the nurse 's role as
executor in preventing suicidal ideation in patients with mental disorders in RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda . The design of this study used a descriptive
cross sectional correlation. How sampling is purposive sampling with 152
respondents. Analysis to test the hypothesis with a chi-square statistical test.
The results showed that the P value of 0.031 is less than the value of α of 0.05.
This suggests that there is or there is a statistically significant relationship /
significant between the nurse's role as executor in preventing suicidal ideation in
patients with mental disorders in RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Then
the likelihood ratio (odds ratio / OR) of 0.409 indicates that there is a statistically
significant relationship between the nurse 's role as executor in preventing
suicidal ideation in patients with mental disorders in RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda , the magnitude of the possible role of the nurse is not
active risk to the presence of suicidal ideation in patients with mental disorders is
0.409 times greater than the active role of the nurse as the executor in the range
of CI 0.192 to
0.873
Keywords : nurse's role, suicidal ideation, patients with mental disorders

PENDAHULUAN kit atau kelemahan (WHO, 2001).

319
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

Kesehatan adalah keadaan Hal ini berarti seseorang dikatakan


sehat fisik, mental dan sosial, bukan sehat apabila seluruh aspek dalam
semata-mata keadaan tanpa penya- dirinya dalam keadaan tidak ter-
ganggu baik tubuh, psikis, maupun peristiwa timbulnya kembali gejala-
sosial. Apabila fisiknya sehat, maka gejala yang sebelumnya sudah
mental (jiwa) dan sosialpun sehat, memperoleh kemajuan (Stuart dan
demikian pula sebaliknya, jika Laraia, 2001). Pada gangguan jiwa
mentalnya terganggu atau sakit, kronis diperkirakan mengalami
maka fisik dan sosialnyapun akan kekambuhan 50% pada tahun
sakit. Kriteria sehat jiwa artinya pertama, dan 79% pada tahun ke
memiliki perilaku positif, tumbuh dua (Yosep, 2006). Kekambuhan
dan aktualisasi diri, memiliki biasa terjadi karena adanya
integritas diri, memiliki otonomi, kejadian-kejadian buruk sebelum
memiliki persepsi sesuai realita mereka kambuh (Harja, 2007).
yang ada serta mampu beradaptasi Masalah gangguan jiwa hampir
dengan lingkunganya sehingga terjadi diseluruh Negara dunia.
mampu melaksanakan peran social World Health Organization ( WHO )
dengan baik (Stuart & Laraia, memandang serius masalah ini
2005 ). dengan menjadikan isu yang
Kesehatan jiwa adalah suatu penting dan menjadi salah satu
kondisi mental sejahtera yang pokok program kerja WHO
memungkinkan hidup harmonis dan (Sosrosumihardjo, 2010).
produktif sebagai bagian yang utuh Gangguan jiwa terdiri dari berbagai
dari kualitas hidup seseorang, masalah dengan gejala yang
engan memperhatikan semua segi berbeda, mereka umumnya
kehidupan manusia dengan cirri ditandai oleh beberapa kombinasi
menyadari sepenuhnya dari pikiran yang tidak normal,
kemampuan dirinya, mampu emosi, perilaku dan hubungan
menghadapi stress kehidupan dengan orang lain. Contoh
dengan wajar, mampu bekerja gangguan jiwa seperti skizofrenia,
dengan produktif dan memenuhi depresi, retardasi mental dan
kebutuhan hidupnya, dapat gangguan akibat penyalahgunaan
berperan serta dalam lingkungan narkoba sebagai isu yang perlu
hidup, menerima dengan baik apa mendapatkan perhatian dari dunia (
yang ada pada dirinya dan merasa WHO, 2012 ).
nyaman bersama dengan orang Salah satu Negara tertinggi di
lain dunia yang memiliki angka kejadian
(Keliat, dkk, 2005 ). gangguan jiwa yang relative tinggi
Pencegahan gangguan jiwa adalah Indonesia. Di Indonesia,
adalah mencegah terjadinya berdasarkan data Riskesdas
gangguan jiwa. Pada dasarnya (2007), menunjukan prevalensi
semua orang berpotensi menderita gangguan mental emosional seperti
gangguan jiwa. Yang menjadi hal gangguan kecemasan dan defresi
penting disini adalah mencegah sebesar 11,6% dari populasi orang
terjadinya kekambuhan gangguan dewasa. Berarti dengan jumlah
jiwa. Pencegahan kekambuhan populasi orang dewasa Indonesia
adalah mencegah terjadinya lebih kurang 150.000.000 ada

320
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

1.740.000 orang saat ini disamakan dengan penyakit


mengalami gangguan mental mental. Beberapa hambatan
emosional (Aminullah, 2009). dalam melakukan manajemen
Selain itu kejadian bunuh diri di klien dengan bunuh diri adalah
Indonesia saat ini dari data WHO pasien yang dirawat dalam waktu
(2001) adalah 1,6-1,8 per 100.000 yang cukup singkat sehingga
penduduk.tingginya masalah membuat klien kurang mampu
tersebut menunjukan bahwa mengungkapkan perasaannya
masalah kesehatan jiwa tentang bunuh diri. Kurang
merupakan salah satu masalah detailnya tentang resiko bunuh
kesehatan masyarakat yang besar diri pada saat masuk dan banyak
dibandingkan dengan masalah perawat kurang melakukan
kesehatan lainnya yang ada di skrening akan resiko bunuh diri.
masyarakat (Aminullah, 2009) Disamping itu 2 dari 3 oarang
Berdasarkan data yang yang melakukan suicide diketahui
diperoleh penelitian melalui oleh perawat dalam beberapa
survey awal penelitian 27 Mei bulan sebelumnya. Hal ini
2013 di RSJD Atma Husada mengidentifikasi bahwa tenaga
Mahakam Samarinda kesehatan kurang memberikan
berdasarkan data enam bulan intervensi yang adekuat. (http: //
terakhir November 2012- April www. Media Indonesia.
2013. Jumlah pasien gangguan com/move.html diakses tanggal
jiwa pada 12 Mei 2013).
November 2012-April 2013 Peran perawat dalam
tercatat sebayak 246 pasien, dari membantu pasien perilaku ide
jumlah tersebut pasien yang bunuh diri dengan memberikan
mengalami bunuh diri berjumlah asuhan keperawatan bunuh diri.
2 orang Tanggung jawab perawat adalah
Bunuh diri adalah tindakan menjaga keamanan klien. Dengan
agresif yang merusak diri sendiri demikian, perawat harus
dan dapat mengakhiri kehidupan. mengidentifikasi dan mengkaji
Bunuh diri ini dapat berupa setiap isyarat tentang maksud
keputusan terakhir dari individu bunuh diri dan harus secara
untuk memecahkan masalah langsung menanyakan klien yang
yang dihadapi Menurut Keliat memiliki riwayat resiko bunuh diri
(1991). Bunuh diri adalah apakah mereka memiliki pikiran
tindakan untuk membunuh diri atau rencana membahayakan diri
sendiri (Videbeck, 2008). Bunuh mereka sendiri. Pemberian asuhan
diri merupakan salah satu bentuk keperawatan merupakan proses
kegawatdaruratan psikiatri. teraupetik yang melibatkaan
Meskipun suicide adalah perilaku hubungan kerjasama antara
yang membutuhkan pengkajian perawat dengan pasien, keluarga
yang kompeherensif pada dan masyarakat untuk mencapai
depresi, penyalahgunaan NAP tingkat kesehatan yang optimal
ZA, skizofresnia, gangguan ( Keliat, 2001 ).
kepribadian (paranoid, borderline, Peran perawat sebagai
antisocial), suicide tidak bisa pelaksana dalam mencegah ide

321
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

bunuh diri pada gangguan jiwa sampai bulan April 2013 sebanyak
adalah memberikan perhatian dan 246 jiwa, sedangkan sampel
rasa kasih sayang dan diambil sebanyak 152 responden
penghargaan sosial kepada pasien, yang diambil secara purposive
mengawasi kepatuhan pasien random sampling.
dalam minum obat, Alasan Variabel independen dalam
penderita gangguan jiwa harus penelitian ini adalah peran perawat
minum obat secara teratur (Untuk sebagai pelaksana. Variabel
memacu atau mengahambat fungsi dependen dalam penelitian ini
mental yang terganggu, adalah Ide bunuh diri pada
memperbaiki kondisi pasien), bantu penderita gangguan jiwa.
pasien untuk selalu berinteraksi Data yang dikumpulkan
dengan lingkungan, beri kegiatan merupakan data primer dengan
yang positif untuk mengisi waktu menggunakan Instrumen
pasien, jangan biarkan pasien pengumpulan berupa kuisioner
menyendiri, libatkan dalam tertruktur yang dikembangkan
kegiatan sehari-hari, memberikan berdasarkan kisi-kisi.
pujian jika pasien melakukan hal Pada penelitian ini uji validitas
yang positif, jangan mengkritik dan reliabilitas menggunakan
pasien jika pasien melakukan kuisioner penelitian dan dilakukan
kesalahan, menjauhkan pasien dari pada bulan Oktober 2013. Uji
pengalaman atau keadaan yang validitas peran perawat sebagai
menyebabkan penderita merasa pelaksana dan ide bunuh diri pada
tidak berdaya dan tidak berarti penderita gangguan jiwa di RSJD
(Shives,1998 ). Atma Husada Mahakam Samarinda
di Ruang
METODE PENELITIAN Elang dengan 30 responden.
Penelitian ini adalah deskriptif
korelasi dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. HASIL PENELITIAN
Deskritif korelasional bertujuan Karakteristik Responden
untuk menentukan ada tidaknya Karakteristik Fre Persen
hubungan dan apabila ada, berapa kuensi tasi (%)
eratnya hubungan serta berarti Umur 16 – 36 78 51,3
atau tidaknya hubungan itu. (th)
37 – 57 64 42,1
Penelitian ini menggunakan
58 – 78 10 6,6
pendekatan cross sectional yaitu
Jenis Laki-laki 102 67,1
penelitian yang menekankan Kelamin
penguuran data variabel Perempuan 50 32,9
independen dan dependen hanya Pendi- Tidak 68 44,7
satu kali pada satu saat. dikan tamat SD
Dalam penelitian ini yang SD 26 17,1
SMP 18 11,8
menjadi populasi adalah jumlah
SMA 30 19,7
seluruh pasien ganguan jiwa di
PT 10 6,7
RSJD Atma Husada Mahakam
Perawat 1 – 2 kali 53 34,9
Samarinda pada enam bulan an
terakhir dari bulan November 2012 3 – 5 kali 59 38,8

322
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

> 5 kali 40 Atma 26,3 Husada Mahakam


Samarinda. Kemudian nilai rasio
kecenderungan (odds ratio / OR)
Berdasarkan di atas terlihat sebesar 0,409 menunjukkan bahwa
bahwa responden terbanyak secara statistik terdapat hubungan
adalah mempunyai umur 16 – 36 yang signifikan antara peran
tahun, yaitu sebanyak 78 orang perawat sebagai pelaksana dalam
(51,3%), sedangkan jenis kelamin mencegah kekambuhan penderita
sebagian besar adalah laki-laki, gangguan ji-wa dengan ide bunuh
yaitu sebanyak 102 orang (67,1%). diri di RSJD Atma Husada
Tingkat pendidikan terbanyak Mahakam Samarinda, maka
adalah tidak tamat SD, yaitu besarnya kemungkinan peran
sebanyak 68 orang (44,7%) dan perawat yang tidak aktif resiko
frekuensi perawatan terhadap adanya ide bunuh diri
terbanyak adalah 3 – 5 kali, yaituHubungan Peran Perawat Sebagai
sebanyak 59 orang (38,8%). Pelaksana dengan Ide Bunuh Diri
Pada Penderita Gangguan Jiwa

Tabel 2. Hubungan Peran Perawat Sebagai Pelaksana dengan Ide Bunuh Diri
Pada Penderita Gangguan Jiwa

Perawat Gangguan Jiwa Jumlah OR P-value


Sebagai Tidak ada Ada
Pelaksana N % N % N %
Tidak aktif 14 36 ,8 24 63 ,2 38 100 0,409
Aktif 67 58,8 47 41,2 114 100 0 ,031
(0,192-
Jumlah 81 53,3 71 46,7 152 100 0 ,837 )
Peran Ide Bunuh Diri Pada penderita
pada pasien gangguan jiwa adalah
0,409 kali lebih besar dibanding
peran pe-rawat yang aktif sebagai
Berdasarkan Tabel 4.8, terlihat pelaksana dalam rentang CI 0,192
bahwa nilai P sebesar 0,031 lebih – 0,873.
dari nilai sebesar 0,05. Hal ini
PEMBAHASAN Karakteristik
menunjukkan bahwa secara sta-
responden
tistik ada hubungan yang bermakna
Umur
antara peran perawat sebagai
pelaksana dengan ide bunuh diri Dari hasil penelitian ini
pada penderita gangguan jiwa di didapatkan, sebagian besar
RSJD Atma Husada Mahakam responden umur 16 – 36 tahun,
Samarinda atau dapat disimpulkan yaitu sebanyak 78 orang (51,3%).
bahwa ada hu-bungan peran Sedangkan responden yang
perawat sebagai pe-laksana dalam berumur 37 – 57 tahun dan 58 – 78
mencegah ide bunuh diri pada tahun, masing-masing sebanyak 64
penderita gangguan jiwa di RSJD

323
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

orang (42,1%) dan 10 orang


(6,6%). Jenis kelamin
Penelitian ini sejalan dengan Distribusi frekuensi responden
penelitian yang dilakukan oleh berdasarkan jenis kelamin terlihat
Fitrianatsany (2013) yang berjudul bahwa responden terbanyak
Motif Sosial Tindakan Bunuh Diri adalah berjenis kelamin laki-laki,
yang mendapatkan hasil bahwa yaitu sebanyak 102 orang (67,1%).
umur 25 – 29 tahun, yaitu Sedangkan responden yang
sebanyak 31 orang (45%). berjenis kelamin perempuan
Sedangkan responden yang sebanyak 50 orang
berumur 20 – 24 tahun dan 30 – 34 (32,9%).
tahun, masing-masing sebanyak 29 Hal ini sejalan dengan
orang (42%) dan 9 orang (13%). penelitian oleh Syamsul (2008)
Hasil penelitian Kaplan (2002) karakteristik responden menurut
mengatakn bahwa usia puncak jenis kelamin laki-laki sebanyak 19
terjadinya gangguan jiwa adalah orang (55,9%). Sedangkan
usia 25 tahun sampai dengan usia responden yang berjenis kelamin
35 tahun.Usia remaja dan dewasa perempuan sebanyak 15 orang
muda memang berisiko tinggi (44,1%). Menyatakan mayoritas
karena tahap kehidupan ini penuh klien yang di rawat di RSJ adalah
dengan stressor, sedangkan laki-laki. Laki-laki cenderung
sebelum usia 10 tahun dan setelah mengalami perubahan peran dan
50 tahun jarang terjadi. penurunan interaksi serta
Hal ini juga dibahas pada hasil kehilangan pekerjaan hal ini yang
penelitian Kahar(2009) yang telah sering menyebabkan laki-laki lebih
dilakukan di Rumah Sakit Jiwa rentang terhadap masalah
Dadi Makassar dimana umur kesehatan mental
sebagai faktor protektif bermakna, (Sejono, 2000).
maka semakin tua umur Riskesdas (2007) untuk
kemungkinan untuk mengalami gangguan jiwa ringan banyak
kekambuhan semakin rendah. diderita kaum perempuan, yaitu
Menurut asumsi peneliti usia dua kali lebih banyak dibanding
pasien gangguan jiwa di RSJD laki-laki sedangkan gangguan jiwa
Atma Husada Mahakam Samarinda berat pada perempuan lebih ringan
sebagian besar usia 16-36 tahun. disbanding laki-laki. Gangguan jiwa
Usia remaja dan dewasa muda sangat dipengaruhi oleh kondisi
memang bersiko tinggi karena sosial ekonomi.
tahap kehidupan ini penuh dengan Menurut asumsi peneliti yang
stressor. Hal ini menunjukkan dirawat di RSJD Atma Husada
bahwa puncak terjadinya gangguan Mahakam Samarinda frekuensi
jiwa adalah usia 25-36 tahun berdasarkan jenis kelamin
( Kaplan, 2002). Meskipun secara responden terbanyak laki-laki. Laki-
umum risiko bunuh diri meningkat laki lebih rentang terhadap masalah
sesuai pertambahan usia, kesehatan mental sehingga banyak
sedangkan pada usia remaja perlu lakilaki yang mengalami gangguan
dipertimbangkan adanya factor jiwa, selain itu pria seringkali lebih
psikosis dengan atau tanpa depresi sukses melakukan aksi bunuh diri

324
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

dan lebih menggunakan cara yang pengetahuan, namun bukan berarti


lebih pasti matinya, misalnya semakin rendah berpengetahuan
menggunakan pistol dll, meskipun rendah pula. Pendidikan tidak
keinginan untuk bunuh diri hanya diperoleh dari bangku
sebenarnya lebih besar pada sekolah saja, melainkan dari luar
wanita. juga bisa, jadi pendidkan sangat
penting. Pendidikan yang perlu
Pendidikan Terakhir ditekankan adalah pengetahuan
Distribusi frekuensi responden spiritual yang baik, sehingga setiap
berdasarkan pendidikan terakhir manusia dapat memaknai hidung
terlihat bahwa responden yang telah diberikan merupakan
terbanyak adalah tidak tamat SD, suatu anugrah luar biasa dari tuhan
yaitu sebanyak 68 orang (44,7%). yang maha esa, dan kekuatan
Sedangkan responden yang spiritual bertindak sebagai
berpendidikan SD, SMP, SMA dan kerangka kerja intelektuallitas yang
PT berturut-turut sebanyak 26 sesungguhnya
orang (17,1%), 18 orang (11,8%),
30 orang (19,7%) dan 10 orang Frekuensi Perawatan
(6,7%). Distribusi responden
Pendidikan formal berdasarkan frekuensi perawatan
mempengaruhi pengetahuan terlihat bahwa responden
seseorang, dimana diharapkan terbanyak adalah melakukan
orang yang berpendidikan tinggi perawatan 3 – 5 kali, yaitu
akan semakin luas juga sebanyak 59 orang (38,8%).
pengetahuannya. Namun bukan Sedangkan responden yang
berarti orang yang berpendidikan melakukan perawatan 1 – 2 kali
rendah berpengetahuan rendah dan > 5 kali, masing-masing
pula, karena peningkatan sebanyak 53 orang (34,9%) dan 40
pengetahuan tidak hanya diperoleh orang
melalui pendidikan formal saja, (26,3%).
akan tetapi dapat diperoleh melalui Hai ini sejalan dengan penelitia
pendidikan non formal (Wawan, oleh Wahyuni (2001) mengatakn
2010). bahwa berdasarkan perawatan
Sejalan dengan teori yang terlihat bahwa responden
dikemukan oleh Prodji(2001) terbanyak adalah melakukan
bahwa semakin tinggi tingkat perawatan 1-2 kali yaitu sebanyak
pendidikan seseorang semakin 7 orang (20,6%). Sedangkan
mudah menerima informasi responden yang melakukan
sehingga makin banyak pula perawatan 3-5 kali dan > 5 kali,
pengetahuan yang dimilikki. Selain masing-masing sebanyak 20 orang
itu tingginya tingkat pendidikan (58,8%) dan 7 orang (20,6%).
seseorang serta banyaknya Pasien gangguan jiwa
pengalaman yang diperoleh akan memerlukan perawatan di rumah
berpengaruh pada pengetahuan sakit dan perawat sebagai salah
yang dimiliki. satu anggota tim kesehatan yang
Menurut asumsi semakin tinggi merawat pasien gangguan jiwa.
tingkat pendidikan semakin luas Sistem klasifikasi pasien didesain

325
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

untuk menentukan jumlah atau Berdasarkan hasil penelitikan


intensitas dari pelayanan dikatakan bahwa sebanyak 38
keperawatan yang diperlukan oleh orang peran perawat yang aktif,
tiap pasien berdasarkan klasifikasi terdapat 14 orang ( 36,8%) ide
pasien jiwa yang terbagi menjadi bunuh diri tidak ada dan 24 orang
empat kategori. Salah satu kategori ( 63,2%) ada ide bunuh diri. Hal ini
yang ada adalah kategori krisis. dikatakan bahwa peran perawat
Fenomena ini yang mendasari yang tidak aktif berisiko terhadap
perlunya diketahui faktor yang adanya ide bunuh diri pada pasien
berhubungan dengan lamanya gangguan jiwa dibanding peran
tahap penanganan fase krisis pada perawat yang aktif.
pasien gangguan jiwa Penelitian ini sejalan dengan
(Sawab,2008). penelitian yang dilakukan oleh
Untuk menentukan apakah Ilham (2001) bahwa sebanyak 41
penurunan perawatan dibutuhkan orang peran perawat yang tidak
pemeriksaan lebih lanjut aktif, terdapat 10 orang (24,4%) ide
berhubungan dengan keparahan bunuh diri tidak ada dan 31 orang
atas penyakit dan hasil dari (75,6%) ada ide bunuh diri.
perawatan( Indradi, 2007). Fokus Teori ini diperkuat oleh Yosep
rumah sakit dalam pemberian (2009) perawat ataupun tenaga
pelayanan perawatan yang kesehatan lainnya hendaknya
berkualitas bertujuan untuk memberikan saran, motivasi
memulangkan pasien lebih awal bahkan cara yang dapat
dengan aman ke rumahnya. Hari meminimalkan dan bahkan
rawat yang pendek akan memberi mencegah terjadinya bunuh diri
keuntungan antara lain terutama pada klien sehingga klien dapat
bagi pasien sendiri ( Imbalo, 2007). menyalurkan kemarahannya pada
Menurut asumsi frekuensi tempat dan situasi yang benar dan
perawatan terbesar melakukan positif sehingga tidak
perawatan 3-5x. Hal ini yang membahyakan pasien sendiri.
mendasari perlunya diketahui faktor Perawat juga bisa memberikan
yang berhubungan dengan aktivitas ataupun kegiatan yang
lamanya tahap penangganan fase dapat mengurangi dari tingkat
krisis pada pasien gangguan jiwa ( resiko bunuh diri klien sehingga
Sawab, 2008). Dilihat dari hal- hal yang tidak diinginkan tidak
perspektif logis, bahwa bunuh diri terjadi. Oleh sebab itulah peran
merupakan pilihan terakhir, ,lebuih perawat dari setiap aspek orang
jauh lagi rasa tidak berdaya sering terdekat klien sangat berpengaruh
timbul bersamaan dengan putus pada timbulnya resiko bunuh diri
asa dari perasaan sakit yang yang dilakukan oleh klien.
perkepanjangan. Menurut asumsi perawat
Peran perawat yang tidak aktif sebagai pelaksana Peran perawat
berisiko terhadap adanya ide sebagai pelaksana dalam
bunuh diri pada pasien gangguan mencegah ide bunuh diri pada
jiwa dibanding peran perawat yang gangguan jiwa adalah memberikan
aktif. perhatian dan rasa kasih sayang
dan penghargaan sosial kepada

326
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

pasien, mengawasi kepatuhan perilaku bunuh diri,tidak hanya


pasien dalam minum obat, bantu cukup dengan pendekatan kepada
pasien untuk selalu berinteraksi pasien saja tetapi melalui peran
dengan lingkungan, beri kegiatan perawat sebagai pelaksana yang
yang positif untuk mengisi waktu aktif sangat dibiuhkan pasien
pasien, jangan biarkan pasien ganguan jiwa.
menyendiri, libatkan dalam Hasil penelitian ini juga seiring
kegiatan sehari-hari, memberikan dengan Siagian (2009) yang
pujian jika pasien melakukan hal menyatakan bahwa peran perawat
yang positif, jangan mengkritik memiliki peran yang penting
pasien jika pasien melakukan sebagai pelaksana untuk
kesalahan, menjauhkan pasien dari melakukan pengawasan terhadap
pengalaman atau keadaan yang pasien gangguan jiwa untuk selalu
menyebabkan penderita merasa berperan aktif sebagai pelaksana.
tidak berdaya dan tidak berarti Menurut Kozier (1995) peran
(Shives,1998 ). perawat sebagai pelaksana juga
dapat diartikan pelaksana
pemberian pelayanan kesehatan
Hubungan peran perawat keperawatan pada individu,
sebagai pelaksana dalam keluarga, ataupun masyarakat
mencegah ide bunuh diri pada berupa asuhan keperawatan yang
penderita gangguan jiwa. kompeherensif meliputi asuhan
Berdasarkan hasil penelitian ini, pencegahan pada tingkat satu, dua
ada hubugan peran perawat atau tiga baik langsung maupun
sebagai pelaksana dalam tidak langsung, selain itu peran
mencegah ide bunuh diri pada perawat sebagai pelaksana adalah
penderita gangguan jiwa. Dimana pelayanan keperawatan, pengelola
nilai P sebesar 0,031 lebih dari nilai keperawatan dan institusi
sebesar 0,05. Hal ini pendidikan, sebagai pendidik
menunjukkan bahwa ada hubungan dalam keperawatan, peneliti dan
yang bermakna antara peran pengembangan keperawatan atau
perawat sebagai pelaksana dengan peran perawat adalah cara untuk
ide bunuh diri pada penderita menyatakan aktifitas perawat
gangguan jiwa di RSJD Atma dalam peraktek, dimana telah
Husada Mahakam Samarinda. menyelesaikan pendidikan
Penelitian ini sejalan dengan formalnya diakui dan diberi
penelitian yang dilakukan oleh kewenangan oleh pemerintah untuk
Setiyani (2004) untuk mengetahui menjalankan tugas dan tanggung
antara peran perawat sebagai jawab keperawatan secara
pelaksana dalam mencegah professional, sesuai dengan kode
perilaku bunuh diri di RSJ Dr. etik profesinya.
Soerojo Magelang menunjukkan Menurut asumsi peneliti
bahawa terdapat hubungan antara hubungan peran perawat dengan
peran perawat dengan bunuh diri bunuh diri sangat diperlukan untuk
responden mencegah ide bunuh diri, perawat
(P=0,894) sehingga disimpulkan memiliki tugas yang memerlukan
peran perawat untuk mencegah sensitivitas dan ketahanan yang

327
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

kuat terutama dalam anamnesa sebesar 0,031 kurang dari nilai α


dan wawancara penyebab sebesar 0,05, sedangkan OR
terjadinya bunuh diri , bila terjadi sebesar 0,409. Hal ini
keadaan kegawat daruratan bunuh menunjukkan bahwa secara
diri peran perawat bukan hanya statistik ada hubungan yang
sebagai tempat pencurahan bermakna antara peran perawat
penyebab bunuh diri namun sebagai pelaksana dengan ide
anamnesa perawat yang tepat bunuh diri pada penderita
dapat menjadikan media gangguan jiwa di RSJD Atma
pendekatan yang tidak semata- Husada Mahakam Samarinda atau
mata hanya tergantung pada dapat disimpulkan bahwa ada
kemampuan intuisi perawat saja, hubungan peran perawat sebagai
dalam menentukan penyebab pelaksana dalam mencegah ide
kematian, pendekatan yang bunuh diri pada penderita
konsisten dari perawat akan gangguan jiwa di RSJD
mendapat kan hasil dan Atma Husada Mahakam
berkesempatan untuk lebih Samarinda. Kemudian nilai rasio
mengenal respon-respon pasien kecenderungan (odds ratio/OR)
terhadap perawatan yang telah sebesar 0,409 menunjukkan bahwa
diberikan, sehingga dari besarnya kemungkinan peran
responrespon tersebut dapat perawat yang tidak aktif resiko
memberikan kerangka kerja lain terhadap adanya ide bunuh diri
dalam hal pencegahan bunuh diri pada pasien gangguan jiwa adalah
(misalnya menentukan diagnosa 0,409 kali lebih besar dibanding
keperawatan memperkirakan peran perawat yang aktif sebagai
keparahan kondisi pasien, pelaksana.
mengembangkan hubungan
terapeutik, melibatkan pasien di Saran
dalam psikoterapi yang tepat 1. Bagi Rumah Sakit Jiwa
dengan berkolaborasi dengan Atma Husada Mahakam
psikiatri, tim medic), beberapa Samarinda, hasil penelitian ini
factor yang cenderung menjadi dapat dijadikan sebagai bahan
perhatian bagi perawat dalam masukan bagi Rumah Sakit Jiwa
kasus pencegahan Atma Husada Mahakam
bunuh diri adalah riwayat adanya Samarinda dalam mengambil
kekerasan, adanya proses psikotik kebijakan untuk lebih optimal peran
yang mempengaruhi kekerasan aktif peran perawat sebagai
atau hilangnya control impuls akut pelaksana dalam mencegah ide
, bukti dari hasil anamnesa yang bunuh diri pada penderita
tepat tentang makna dari rencana gangguan jiwa seperti melakukan
dan tujuan pasien yang melakukan kegiatan penyuluhan atau
bunuh diri ( Shawn 1996 ). pendekatan terhadap pasien
2. Bagi keluarga pasien
SIMPULAN DAN SARAN diharapkan tetap mempertahankan
Simpulan Analisis untuk uji dalam memberikan motifasi,
hipotesis dengan uji statistik chi dukungan maupun perhatian yang
square menunjukkan bahwa nilai P

328
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

lebih agar penderita tidak Edisi


mengalami kekambuhan Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta
3. Diharapkan peran perawat _______, 2006 Prosedur Penelitian
sebagai pelaksana dalam Suatu Pendekatan Praktek,
mencegah ide bunuh diri pada Rineka Cipta, Jakarta
penderita gangguan jiwa dengan _______, 2010 Prosedur Penelitian
mempererat komunikasi, informasi Suatu Pendekatan Praktek,
serta edukatif untuk membantu Edisi Revisi 5. Jakarta : Rineka
proses penyembuhan pasien Cipta
gangguan jiwa sehingga Arief, dkk (1999). Kapita Selekta
mengurangi terjadinya ide bunuh Kedokteran, Jakarta EGC.
diri serta dalam melaksanakan Asmadi, A (2000) . Psikologi Sosial.
asuhan keperawatan jiwa agar Jakarta : Rineka Cipta.
selalu melibatkan keluarga untuk Azwar, A. (2002) Menjaga Mutu
memberi dukungan yang berguna Pelayanan Kesehatan. Jakarta :
dalam mempercepat proses Pustaka Sinar Harapan.
penyembuhan klien, selain itu Budiana, 1994 Asuhan
perawat juga selalu menjauhkan Keperawatan Pada Klien
barang- barang yang dapat Bunuh Diri. Jakarta
membahayakan pasien untuk _______, 1999 . Ilmu Perilaku,
melakukan bunuh diri, perawat Balai Pustaka, Jakarta
dapat melakukan pendekatan _______, Proses Keperawatan
kepada klien serta mengajak klien
Kesehatan Jiwa, Edisi I,
beraktivitas selain itu perawat juga
Jakarta : EGC, 2001
melakukan observasi secara ketat.
David. A (2004) Psikiatri, Jakarta :
4. Diharapkan ilmu dan
EGC
pengalaman yang diperoleh
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen
selama penelitian dapat
Yan. Kes. Dep. Kes R.I
disosialisasikan pada penelitian
Keperawatan Jiwa Teori dan
selanjutnya
Tindakan Keperawatan Jiwa,
5. Hasil penelitian ini dapat
Jakarta, 2000
digunakan sebagai acuan untuk
Effendy, A. (2000). Dasar- Dasar
melakukan penelitian selanjutnya.
Keperawatan Kesehatan
Diharapkan pada penelitian akan
Masyarakat. Edisi 2. Jakarta :
datang agar lebih memperbanyak
EGC.
faktor yang berhubungan dengan
Ernawati, S Kp, dkk (2009) Asuhan
ide bunuh diri pada penderita
Keperawatan Pada Klien
gangguan jiwa, lebih advan dan
Dengan Gangguan Jiwa.
menjawab keterbatasan peneliti.
Jakarta : Trans Info Media
Hamid, A.Y(2000). Buku Pedoman
DAFTAR PUSTAKA Askep Jiwa-1 Keperawatan
Ahmadi, A (2004). Psikologi Jiwa Teori dan Tindakan
Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Keperawatan. Jakarta.
Arikunto, S, 2003 Prosedur Hidayat, A. A. 2007 Riset
Penelitian Suatu Pendekatan Keperawatan dan Teknik
Praktek. Penulisan

329
Jurnal Husada Mahakam Volume III No. 7, Mei 2014, hal.319 - 387

Ilmiah Jakarta : Salemba Erlangga


Medika http : // mediaindonesia. Stuart GW & Sudden SJ, 1998
com/move. html diakses tanggal 12 Keperawatan Jiwa, EGC
mei _______, Buku Saku Keperawatan
2013 http : // blog. Ilmu Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.
keperawatan. Com /peran-fungsi- 1998
perawat-dantugas-perawat. html Tim Direktorat Keswa, Standar
diakses tanggal 12 mei 2013 Asuhan Keperawatan Jiwa,
http : // perawattegal. Wordpress. Edisi
com/2009/09/09 peran-dan- 1, Bandung RSJP Bandung,
fung si-perawat.html diakses 2000
tanggal Tomb. 2000. Buku Saku Psikistri,
12 mei 2013 Jakarta : EGC
Isaacs, A. (2005). Keperawatan
Kesehatan Jiwa dan Psikiatri.
Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Iyus. Keperawatan Jiwa 2009.
Bandung. Redika aditama
Keliat, B.A (2006). Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Notoadmodjo, 2002, Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka
Cipta,
Jakarta
_______, 2003, Pendidikan
(Promosi) Kesehatan, Rineka
Cipta,
Jakarta
_______, 2005 Metodologi
Penelitian Kesehatan Edisi
Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta
Maramis, W.F(2005). Ilmu
Kedokteran Jiwa. Edisi 9.
Surabaya :
Airlangga University Press
Nursalam. (2003). Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Santrock , W. J. (1999) . Penyebab


Gangguan Jiwa. Jakarta :

330

Anda mungkin juga menyukai