Anda di halaman 1dari 20

Manajemen Kasus Spesialis Keperawatan Jiwa pada Klien Risiko Bunuh Diri

dengan Pendekatan Teori Chronic Sorrow di Ruang Utari Rumah Sakit


Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2013

Siti Nurjanah1, Achir Yani S. Hamid2, Ice Yulia Wardani3

Program spesialis Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa


Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia

Email : janah_pwt@gmail.com

Abstrak

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukakn oleh seseorang untuk
mengakhiri kehidupannnya. Perilaku bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan secara
sengaja untuk membunuh diri sendiri. Bunuh diri melibatkan ambivalensi antara keinginan
untuk hidup dan keinginan untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan berupa
ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, dan percobaan bunuh diri (Videbeck,2011).
Seseorang yang berisiko melakukan bunuh diri adalah ketika mereka tidak mampu
mendapatkan solusi dari permasalahan dan penderitaan yang dialami. Tujuan penulisan karya
ilmiah akhir ini adalah memberikan gambaran hasil manajemen kasus spesialis pada klien
risiko bunuh diri melalui pendekatan model stress adaptasi Stuart dan teori Chronic sorrow
Eakes di rumah sakit Marzuki Mahdi. Tindakan keperawatan diberikan kepada 11 klien
dengan menggunakan terapi kognitif. Terapi kognitif yang diberikan pada klien menunjukkan
peningkatan dalam pencegahan perilaku bunuh diri. . Terapi kognitif menunjukkan efektifitas
kemampuan klien untuk berpikir positif. Rekomendasi: pada klien risiko bunuh diri dengan
pendekatan model teori Chronic Sorrow bisa diberikan terapi kognitif. Untuk meningkatkan
efektifitas perlu adanya terapi kombinasi bagi klien risiko bunuh diri.

Kata kunci : risiko bunuh diri, teori Chronic Sorrow Eakes, terapi kognitif

Abstract

Suicide is considered as a conscious of a person to end her or his life. Suicidal behavior is a
deliberate act to kill her or himself. Suicide involves an ambivalence between the desire to
live and wanting to die. Suicidal behavior consists of three tiers in the form of ideas / cues
suicide, self unuh threats, and suicide attempts (Videbeck, 2011). Someone at risk of suicide
is when they are not able to get the solution of problems and suffering. The purpose of writing
this scientific paper was to describe the result of specialized case Stuart’s Stress Adaptation
and Eakes’s Chronic Sorrow Theories in Marzuki Mahdi Hospital. The Nursing interventions
were provided to 11 clients using cognitive therapy. The cognitive therapy provided to the
clients showed the improvement in the prevention of suicidal behavior. The cognitive therapy
has demonstrated the effectiveness of positive thingking abilitiet of the cliens.It is
recommended that the suicidal risk clients can be treated with ognitive therapy using the
combination of the Stuart’ Stress Adaptation and Eakes’ Chronic Sorrow Theories, as well as
the combination of other therapies to be complemented to each other.

Keywords: Chronic sorrow Eakes theory, cognitive therapy, suicidal risk

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


1. Latar Belakang kasus bunuh diri bertambah menjadi

Prevalensi terjadinya masalah kesehatan total 167 kasus, cara bunuh diri yang

jiwa meningkat tajam. Departemen dilakukan terbanyak adalah dengan

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 gantung diri. Sementara RSCM (2009)

menyatakan gangguan jiwa di Indonesia melaporkan dalam 5 tahun terakhir

kurun waktu 5 tahun terakhir, telah terdapat 771 orang laki-laki dan 348

mencapai 11,6 persen dari 238 juta orang. perempuan melakukan bunuh diri.

Dengan kata lain sebanyak 26.180.000 Sementara di Jakarta angka bunuh diri

orang penduduk Indonesia menderita meningkat dari 165 kasus menjadi 176

gangguan jiwa (Depkes,2011). kasus atau setiap bulannya terdapat 12


– 14 kasus bunuh diri terjadi (RSCM,

Klien yang mengalami gangguan jiwa 2009).

sangat rentan dan berisiko melakukan


tindakan bunuh diri. Pada klien skizofrenia Tindakan bunuh diri pada umumnya

insiden terjadinya bunuh diri sangat tinggi merupakan cara ekspresi orang yang

yaitu 40% mempunyai ide bunuh diri, 20 – penuh stress dan tidak mampu

40% pernah melakukan percobaan bunuh menolong dirinya sendiri (Stuart,

diri dan 10 – 15% mengakhiri hidupnya 2011). Stuart (2011) menyebutkan

dengan bunuh diri (Hunt et,al, 2006 dalam perilaku bunuh diri terbagi menjadi 4

Stuart, 2011). Risiko bunuh diri menurut kategori, yaitu ide bunuh diri, ancaman

NANDA (2012) adalah berisiko menyakiti bunuh diri, percobaan bunuh diri dan

diri sendiri dan cedera yang mengancam bunuh diri komplit.

jiwa. Sedangkan bunuh diri merupakan


sebuah peringatan untuk perilaku merusak Penatalaksanaan klien dengan masalah

diri atau mencelakakan diri sendiri (Sadock risiko bunuh diri di pelayanan

& Sadock, 2010). kesehatan diberikan oleh tenaga


kesehatan. Perawat sebagai salah satu

WHO (2010) menyebutkan angka bunuh bagian dari pemberi layanan kesehatan

diri di Indonesia mencapai 1,6 – 1,8 per pada klien melakukan asuhan

100.000 penduduk dengan kencenderungan keperawatan dalam membantu

usia produktif. Menurut data Kepolisian kesembuhan klien. Varcarolis dan

Polda Metro Jaya pada tahun 2011 tercatat Halter (2010) menyatakan Intervensi

hanya 142 kasus. Sedangkan tahun 2012, keperawatan untuk bunuh diri, terbagi

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


menjadi tiga kategori, yaitu primer, dilakukan pada tanggal 18 Februari
sekunder, dan tersier. sampai dengan 19 April 2013. Terapi
keperawatan yang diberikan pada klien
Asuhan keperawatan yang diberikan pada dengan risiko bunuh diri meliputi terapi
individu dengan risiko bunuh diri dapat generalis dan terapi spesialis
berupa tindakan keperawatan generalis dan keperawatan jiwa. Hasil dari
spesialis (FIK UI, 2012). Tindakan penatalaksanaan risiko bunuh diri
keperawatan generalis meliputi tindakan memberikan dampak positif baik
keperawatan untuk klien dan keluarga terhadap klien berupa menurunnya
klien dengan isyarat bunuh diri, ancaman tingkatan risiko bunuh diri serta
bunuh diri dan percobaan bunuh diri peningkatan kemampuan mencari
Perawatan spesialis dengan pemberian pemecahan masalah dan perubahan
terapi kognititf, terapi kognitif perilaku, pikiran menjadi positif.
logoterapi dan psikoedukasi keluarga (FIK
UI, 2012). Sedangkan menurut Byrne Pendekatan teori model yang
(2005) tindakan spesialis yang diberikan digunakan oleh penulis adalah model
pada klien dengan risiko bunuh diri yaitu stres adaptasi Stuart dan model
terapi kognitif dan logoterapi. Chronic Sorrow Eakes. Model stress
adaptasi Stuart memberikan gambaran
Pada penulisan ini penulis hanya pengkajian tentang faktor predisposisi,
memberikan terapi kognitif pada klien stressor presipitasi, penilaian terhadap
dengan risiko bunuh diri yang berfokus stressor, sumber koping, serta
pada pikiran dan kepercayaan untuk mekanisme koping. Penulis memilih
membangun koping yang adaptif terhadap model Chronic Sorrow karena
masalah hidup. memandang model ini memiliki
kelebihan yaitu mampu menjelaskan
2. Metode Pelaksanaan bagaimana seseorang bisa mengalami
Pelaksanaan manajemen keperawatan kesedihan kronis di sepanjang
spesialis jiwa pada klien dengan risiko kehidupan. Konsep utama dalam model
bunuh diri merupakan kegiatan yang teori Chronic Sorrow Eakes terdiri dari
terintegrasi dalam pemberian asuhan pengalaman kehilangan, disparitas,
keperawatan jiwa khususnya masalah kesedihan kronis, metode manajemen
gangguan jiwa di unit pelayanan psikiatri. internal dan eksternal, serta peristiwa
Pelaksanaan asuhan keperawatan pemicu. (Eakes, 1998). Penulis berpikir

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


bahwa model teori Chronic Sorrow ini bisa dihargai oleh keluarga, tidak berguna
menggambarkan kondisi klien dengan karena tidak bekerja, merasa diri kotor,
risiko bunuh diri. gagal menampilkan peran sebagai istri,
ibu, atau anak. merasa tidak memiliki
Jumlah klien yang dirawat oleh penulis kelebihan apapun, serta merasa malu
selama periode residensi 3 sebanyak 54 dengan gangguan jiwanya. Pikiran
orang. Dari 54 orang klien kelolaan rasional positif yang muncul klien
terdapat 11 orang klien (20,4%) diagnosa Sebagian besar klien mengalami
risiko bunuh diri. Diagnosa risiko bunuh distorsi kognitif overgeneralisasi.
diri masih jarang di angkat dibandingkan Ketika klien berhasil melawan pikiran
dengan diagnosa keperawatan lain. negatif tersebut, secara otomatis akan
Padahal, jika dilihat dari jumlah dan terganti dengan pikiran positif dari apa
presentase kasus risiko bunuh diri, yang dipikirkan sebelumnya.. Pikiran
jumlahnya cukup banyak. Risiko bunuh rasional positif yang muncul antara lain
diri adalah salah satu bentuk klien merasa berguna, merasa memiliki
kegawatdaruratan psikiatri, sehingga ketika kelebihan, merasa memiliki keluarga.
berada di ruang intermediate sekalipun,
perawat harus memiliki kemampuan Terapi psikoedukasi keluarga
merawat klien dengan risiko bunuh diri dilakukan pada 3 keluarga yang
dengan baik. Dari 11 kasus risiko bunuh anggota keluarganya dirawat di ruang
diri selanjutnya diuraikan berdasarkan Utari karena selama Residen praktek di
tingkatan bunuh diri yaitu isyarat bunuh ruang Utari hanya 3 keluarga yang bisa
diri sebanyak 4 orang (36,4%), ancaman residen temui. Selebihnya keluarga
bunuh diri sebanyak 2 orang (18,2%) dan menjenguk pada saat residen tidak ada
percobaan bunuh diri sebanyak 5 orang di ruangan atau keluarga memang tidak
(45,5%). berkunjung.

3. Hasil dan Pembahasan


Terapi kognitif diberikan pada 11 klien,
Enam klien mendapatkan terapi kognitif Hasil Pengkajian karakteristik klien
sampai selesai. Lima klien hanya dengan risiko bunuh diri di ruang Utari
mengikuti sampai sesi 3 karena klien terdiri atas usia, jenis kelamin,
pulang. Pikiran negatif klien yang pekerjaan, pendidikan, faktor
menyebabkan munculnya risiko bunuh diri predisposisi, faktor presipitasi,
adalah pikiran tidak berguna karena tidak penilaian terhadap stressor dan sumber

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


koping. Berikut ini pembahasan tentang (SMA dan PT) dengan tingkat risiko
karakteristik klien dengan masalah risiko bunuh diri berada pada semua
bunuh diri di ruang Utari. tingkatan (ide, isyarat, dan percobaan
bunuh diri). Pada klien dengan latar
Klien yang dikelola dengan masalah risiko belakang pendidikan rendah (SD dan
bunuh diri sebagian besar berusia 25-44 SMP) ditemukan sebagian besar berada
tahun dan sebagian kecil berusia 18-25 pada tingkatan perilaku bunuh diri
tahun. berupa isyarat bunuh diri. Temuan ini
berbeda dengan hasil penelitian yang
Karakeristik usia yang teridentifikasi dari dilakukan oleh Kopelowicz, Liberman
hasil pelaksanaan manajemen kasus dan Zarare (2002) yang menyatakan
spesialis pada klien risiko bunuh diri bahwa semakin tinggi pendidikan dan
menguatkan pendapat Stuart (2011) yang pengetahuan seseorang akan
melaporkan bahwa frekuensi tertinggi usia berkorelasi positif dengan keterampilan
seseorang berisiko mengalami gangguan koping yang dimiliki. Perbedaan
jiwa yaitu pada usia 25-44 tahun . begitu terletak pada kemampuan koping yang
juga dengan prevalensi bunuh diri dengan dimanifestasikan dalam bentuk
distribusi terbanyak pada kisaran usia tingkatan bunuh diri. Stuart (2011)
tersebut (Stuart, 2011, Videbeck, 2011). yang menyatakan bahwa tingkat
Analisa yang dapat ditegakkan adalah pendidikan yang lebih tinggi
bahwa usia dewasa berkontribusi terhadap ditemukan lebih sering menggunakan
terjadinya risiko bunuh diri berhubungan pelayanan kesehatan jiwa.
dengan berbagai tugas perkembangan yang
komplek. Ketidakmampuan klien dalam Kesimpulan dari temuan ini adalah
menjalankan perannya menimbulkan rasa bahwa pendidikan dan pengetahuan
khawatir yang dimanifestasikan dalam yang tinggi tentang kondisi kesehatan
bentuk risiko bunuh diri. dapat memberi dua dampak terhadap
klien. Dampak positifnya adalah
Jenis kelamin klien yang dirawat dengan pendidikan yang tinggi
seluruhnya adalah perempuan. Klien yang diharapkan pengetahuan dan
dikelola dengan masalah risiko bunuh diri keterampilan klien dalam merawat diri
mempunyai latar belakang pendidikan semakin baik. Sedangkan dampak
yang bervariasi. Sebagian besar klien negatif yang teridentifikasi adalah
memiliki latar belakang pendidikan tinggi semakin tinggi pendidikan klien maka

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


pengetahuan tentang kegawatan penyakit disimpulkan bahwa status sosial
diri semakin diketahui dan hal ini ekonomi sangat berdampak pada
berpotensi menimbulkan peningkatan kondisi kejiwaan seseorang. Dengan
perilaku bunuh diri pada klien yang pada demikian dapat disimpulkan bahwa
akhirnya berisiko bunuh diri. pekerjaan akan berkorelasi positif
dengan pendapatan.
Kondisi sosial ekonomi yang rendah
berpengaruh terhadap kondisi kehidupan Berbagai masalah perkawinan
yang dijalani meliputi; nutrisi yang tidak merupakan sumber stress yang dialami
adekuat, rendahnya pemenuhan perawatan seseorang (Hawari, 2001). Klien yang
untuk anggota keluarga, perasaan tidak dikelola dengan masalah risiko bunuh
berdaya, perasaan ditolak oleh orang lain diri sebagian besar belum menikah
dan lingkungan sehingga berusaha menarik sebanyak 7 orang (63,4%) Rasa
diri dari lingkungan. Hasil manajemen kesepian dan hidup dalam kesendirian
kasus spesialis keperawatan pada klien merupakan stressor tersendiri bagi
risiko bunuh diri teridentifikasi hampir seseorang yang belum/tidak menikah.
seluruhnya klien tidak bekerja. Hanya satu Kebutuhan untuk berbagi, merasa
klien yang mempunyai latar belakang mencintai dan dicintai menjadi hal
pekerjaan. Pekerjaan erat hubungannya yang tidak dimiliki oleh orang yang
dengan pendapatan yang diterima oleh belum/tidak menikah (Yani, 2008).
klien. Fortinash dan Worret (2004), Angka bunuh diri pada orang yang
menyebutkan bahwa kemiskinan dan tidak menikah atau single dua kali
pengangguran yang menyebabkan stress lebih besar dibandingkan dengan
berkontribusi terhadap peningkatan rata- mereka memiliki pasangan atau
rata kasus bunuh diri. Adanya menikah (Stuart,2011, Videbeck 2011,
ketidakseimbangan antara peningkatan Sadock & Sadock 2010). Pemberian
kebutuhan hidup dan ketidakmampuan terapi kognitif pada sebagian besar
untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan klien yang tidak menikah,
seseorang frustasi dan mudah putus asa. meningkatkan rasa percaya diri dan
Sadock dan Sadock (2010) menyebutkan mempunyai pandangan yang positif
bahwa seseorang dengan status ekonomi terhadap diri sendiri serta mampu
tinggi atau rendah memiliki risiko bunuh menghilangkan pikiran yang
diri lebih besar dibandingkan kelas menyatakan bahwa hidupnya tidak
ekonomi menengah. Sehingga dapat

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


berguna lagi menjadi berpikir bahwa Pengkajian pada klien risiko bunuh diri
hidupnya masih berguna. terdiri atas empat komponen
pengkajian. Meliputi pengkajian faktor
Klien sebagian besar sudah mengalami predisposisi, faktor presipitasi,
sakit selama lebih dari 10 tahun dan hal penilaian terhadap stressor, dan sumber
ini erat kaitannya dengan frekuensi klien koping.
dirawat, rata-rata 2 – 5 kali masuk rumah
sakit (70%). Kondisi kronis dan seringnya Hasil pelaksanaan manajemen kasus
klien mengalami kekambuhan akan spesialis pada klien dengan masalah
berdampak pada tingkat keparahan risiko bunuh diri ditemukan faktor
gangguan yang dialami oleh klien, setiap predisposisi biologis berupa penyakit
kali kambuh akan mengalami penurunan kronis dan faktor genetik. Penyakit
kemampuan. Maguire (2002 dalam kronis (TBC paru dan kejang)
Fortinash & Worret, 2004) menyatakan ditemukan pada 2 klien dari 11 klien
bahwa kekambuhan adalah sesuatu yang yang dikelola. Dari 2 orang yang
sering terjadi pada klien skizofrenia, hal ini mengalami penyakit kronis keduanya
disebabkan oleh insight yang buruk menyebabkan percobaan bunuh diri.
terhadap sakitnya, tidak mengikuti Hal ini sesuai Stuart (2011) yang
pengobatan dengan baik, kurangnya menyatakan bahwa kondisi kesehatan
dukungan keluarga, ketidakmampuan seseorang sangat berpengaruh terhadap
koping individu, dan putus obat karena stres yang dialami oleh seseorang yang
pengobatan dalam jangka panjang. bisa menyebabkan terjadinya risiko
bunuh diri. Semakin buruk kondisi
Pemberian terapi kognitif yang kesehatan klien maka akan
dikolaborasi dengan terapi medis menyebabkan tingkatan perilaku bunuh
memberikan dampak yang cukup baik diri meningkat. Pengalaman masa lalu
dalam meningkatkan kemampuan klien yang tidak menyenangkan seperti yang
dalam berpikir positif secara rasional. Hal dialami oleh 4 orang klien berupa
ini sangat penting dimiliki oleh klien pelecehan seksual dan pemerkosaan
dengan risiko bunuh diri. Upaya yang dilakukan baik oleh keluarga
pencegahan sangat penting dilakukan maupun orang lain memberi kontribusi
sehingga bunuh diri tidak terjadi. munculnya masalah risiko bunuh diri
(Stuart, 2011).

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


Hasil manajemen kasus spesialis tindakan pelecehan/pemerkosaan
mengidentifikasi 3 kasus dari 11 kasus bahkan ada klien yang merasa asing
yang dikelola memiliki keterkaitan faktor dengan tubuhnya sendiri. Hasil temuan
genetik. Genetik dihasilkan dari fakta-fakta residen saat praktek di ruang Utari, ada
mendalam tentang komponen genetik yang satu klien yang selalu menolak untuk
berkontribusi terhadap perkembangan melakukan olahraga, ternyata setelah
gangguan risiko bunuh diri (Sadock & dilakukan pengkajian mendalam, klien
Sadock, 2010). Hasil manajemen kasus mengatakan gerakan-gerakan olahraga
risiko bunuh diri pada klien ini membuat klien mudah terangsang
memperkuat teori genetik yang secara biologis dan mengingatkan klien
disampaikan oleh Hasil pengkajian faktor akan peristiwa pemerkosaan yang
predisposisi biologi manajemen kasus dialami. Hal ini menunjukkan bahwa
klien risiko bunuh memiliki kesamaan faktor biologis memiliki dampak pada
dengan pengkajian respon kehilangan pada faktor psikologis dan juga sosial
model teori Chronic Sorrow (Eakes, 1998) budaya spiritual.
tentang kontribusi kehilangan secara fisik
terhadap risiko bunuh diri. Persamaan Faktor predisposisi psikologis yang
yang ditemukan terletak pada kontribusi teridentifikasi adalah kondisi
biologi terhadap proses koping sehingga psikologis yang terkait dengan
mengakibatkan terjadinya risiko bunuh kepribadian yang tertutup, pengalaman
diri. Berdasarkan teori Chronic Sorrow kehilangan dan pengalaman menjadi
Eakes (1998) yang dikaitkan dengan korban kekerasan fisik dan kekerasan
kondisi klien gangguan jiwa menunjukkan seksual. Townsend (2009) menyatakan
pada klien yang mengalami penyakit bahwa faktor psikologis yang
kronis, ia mengalami kehilangan atas mempengaruhi seseorang bunuh diri
kesehatan tubuhnya dan ini berdampak adalah keputusasaan, perpisahan
pada kualitas hidupnya, kemampuan klien dengan orang yang berarti, kesepian,
untuk beraktifitas menjadi terbatas, riwayat kekerasan, malu karena
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, kehilangan status sosial, dan stressor
maupun pasangan. Sama halnya pada klien pada tahapan tumbuh kembang. Pada
yang mengalami pengalaman kehilangan klien dengan kerapuhan psikologis
akibat pelecehan seksual/pemerkosaan, tidak mampu beradaptasi dengan
klien menganggap bagian yang di anggap stressor yang ada, sehingga bunuh diri
suci dari tubuhnya sudah hilang akibat

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


menjadi pilihan untuk menyelesaikan dan terasing dari lingkungan sosial
masalah terpisah dari keluarga, komunitas dan
hubungan sosial menyebabkan
Faktor predisposisi sosial budaya spiritual. seseorang mempunyai keinginan untuk
Hasil manajemen kasus spesialis bunuh diri. Selain faktor sosial budaya,
keperawatan jiwa mengidentifikasi adanya factor spiritualitas juga perlu dikaji.
faktor usia, pendidikan yang Yani (2008) menyatakan spiritualitas
menengah,tidak bekerja, masalah adalah keyakinan dalam hubungannya
pernikahan, pola komunikasi yang buruk dengan yang Maha Kuasa dan Maha
dan jarang terlibat dalam kegiatan sosial. pencipta. Spiritualitas berupaya untuk
Ke lima aspek sosial budaya ini mempertahankan keharmonisa atau
mempunyai prevalansi yang tinggi sebagai keselarasan dengan dunia luar,
penyebab risiko bunuh diri. Kemampuan berjuang untuk menjawab atau
hubungan interpersonal yang buruk mndapatkan kekuatan ketika sedang
memiliki dampak terhadap peningkatan menghadapi stress emosional, penyakit
perilaku bunuh diri pada klien. fisik atau kematian. Mickley et al
(1992, dalam Yani 2008) menguraikan
Faktor predisposisi yang teridentifikasi spiritualitas sebagai sesuatu yang
pada model adaptasi stress Stuart (2011) multidimensi, yaitu dimensia
senada dengan penderitaan atau dukacita eksistensial dan dimensi agama.
kronis Eakes (1998). Persamaan terletak Dimensi eksistensial berfokus pada
pada faktor yang mempengaruhi terjadinya tujuan dan arti hidup, sedangkan
masalah risiko bunuh diri. Sama dengan dimensi agama lebih berfokus pada
pengalaman kehilangan, penderitaan dan hubungan seseorang dengan Tuhan
dukacita kronis juga dilihat dari aspek Yang Mahasa penguasa. Pada klien
internal dan eksternal. Aspek internal dengan riwayat pemerkosaan, secara
teridentifikasi dalam faktor predisposisi psikologis sosial budaya , klien harus
biologi. Aspek eksternal teridentifikasi dari berjuang keras untuk melanjutkan
faktor predisposisi psikologi dan sosial kehidupannya, dengan pendekatan
budaya. Varcarolis dan Halter (2010) metode manajemen internal Chronic
menyebutkan bahwa faktor budaya Sorrow Eakes (1998) dimensi spiritual
termasuk kepercayaan, agama, nilai dapat menjadi sumber koping yang
keluarga, sikap menghadapi kematian, cukup baik. Seseorang yang miliki
berdampak pada risiko bunuh diri. Isolasi kepercayaan menurut Yani (2008)

10

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


berarti mempercayai atau mempunyai manajemen kasus spesialis adalah
komitment terhadap sesuatu atau eksternal dan internal. Stresor
seseorang. eksternal teridentifikasi dari stresor
sosial budaya. Sedangkan stresor
Hasil Pengkajian faktor presipitasi masalah internal teridentifikasi dari stresor
risiko bunuh diri pada klien yang dirawat biologi dan psikologi. Hal ini sesuai
di rumah sakit terdiri atas faktor biologi, dengan konsep adaptasi stres (Stuart,
berupa putus obat; faktor psikologis takut 2011) yang menyatakan bahwa asal
kehilangan keluarga atau orang yang stresor dapat berasal dari internal dan
dicintai serta faktor sosial budaya berupa eksternal. Pada awalnya stresor yang
masalah ekonomi, masalah pekerjaan, ditemukan berasal dari eksternal
gangguan peran dan konflik keluarga. yaitu masalah ekonomi. Stresor
Beberapa penelitian sejalan dengan hasil utama tersebut menimbulkan respon
manajemen kasus spesialis keperawatan yang berkontribusi terhadap stresor
jiwa pada klien risiko bunuh diri. psikologis dan biologis. Sehingga
pada akhirnya asal stresor yang
dialami oleh klien denngan risiko
Faktor presipitasi sosial budaya
bunuh diri adalah dari internal dan
gangguan peran yang teridentifikasi pada
eksternal.
hasil manajemen kasus spesialis
keperawatan jiwa pada klien risiko Jumlah stresor yang ditemukan pada
bunuh diri memperkuat hasil penelitian manajemen kasus spesialis klien
yang menjelaskan bahwa risiko bunuh diri berjumlah lebih dari
ketidakmampuan menjalankan peran satu. Semakin banyak jumlah
pada klien yang dirawat di rumah sakit stressor yang dialami maka tingkat
akan meningkatkan distress psikologis perilaku bunuh diri yang dialami
dan masalah adaptasi yang teridentifikasi oleh klien semakin meningkat. Hal
dalam bentuk ansietas yang berpotensi ini memperkuat pernyataan Stuart
meningkatkan risiko bunuh diri (2011) yang menyatakan bahwa
(Varcarolis & Halter, 2010). jumlah stressor lebih dari satu yang
dialami oleh individu dalam satu
Hasil manajemen kasus risiko bunuh diri
waktu akan lebih sulit diselesaikan
pada klien mengidentifikasi bahwa
dibandingkan dengan satu stressor
stressor utama adalah sosial berupa
yang dialami. Analisa yang dapat
masalah ekonomi. Asal stresor pada

11

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


kita tegakkan adalah jumlah stressor yang ditemukan ada yang bersifat
akan berhubungan terhadap kejadian positif dan ada yang bersifat negatif.
risiko bunuh diri dan tingkat perilaku Respon positif dihasilkan dari
bunuh diri. kemampuan klien dalam
mentoleransi stressor. Respon negatif
Faktor presipitasi yang teridentifikasi
dihasilkan dari kegagalan dalam
pada model adaptasi stress Stuart (2011)
melakukan penilaian kognitif
senada dengan peristiwa pemicu pada
terhadap stresor. Hal ini senada
model Chronic Sorrow Eakes (1998).
dengan pendapat Stuart (2011) yang
Persamaan dua konsep ini terletak pada
menyatakan bahwa faktor kognitif
pengaruh langsung terhadap penyebab
bertugas mencatat kejadian yang
risiko bunuh diri klien. Kedua model ini
penuh tekanan, memilih pola koping
melihat faktor presipitasi dan peristiwa
yang digunakan, dan emosional,
pemicu sebagai stimulus pencetus yang
fisiologis, perilaku dan reaksi sosial
menyebabkan terjadinya risiko bunuh
seseorang.
diri pada klien. Selain itu dua model ini
melihat stimulus tersebut berasal dari Hasil manajemen kasus spesialis
dua stimulus yaitu internal dan eksternal. keperawatan jiwa pada klien risiko
Stimulus internal pada peristiwa pemicu bunuh diri mengidentifikasi empat
model Chronic Sorrow Eakes (1998) penilaian afektif yaitu marah,mudah
teridentifikasi dalam bentuk faktor tersinggung, afek labil dan sedih.
presipitasi biologi, psikologi dan sosial Dalam penilaian terhadap stresor
budaya. respon afektif utama adalah reaksi
sedih, merasa kesepian, merasa tidak
Penilaian stressor yang teridentifikasi
berguna, dan marah. Respon afektif
pada hasil manajemen kasus spesialis
yang teridentifikasi pada manajemen
keperawatan jiwa pada klien risiko
kasus sejalan dengan pendapat Stuart
bunuh diri diklasifikasikan dalam
(2011) yang menyatakan bahwa
penilaian fisiologis, kognitif, afektif,
respon afektif meliputi sedih, takut,
perilaku dan sosial budaya. Respon
marah, menerima, tidak percaya,
kognitif yang teridentifikasi dari hasil
antisipasi atau kaget, bingung dan
manajemen kasus spesialis keperawatan
khawatir. Persamaan yang dapat kita
jiwa adalah kemampuan berpikir yang
analisa dari hasil manajemen kasus
dimiliki oleh klien dalam melihat
dan model adaptasi stress adalah
stressor yang dialami. Respon kognitif

12

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


respon emosional negatif akibat stressor teridentifikasi empat sumber
yang dialami. koping yang terdiri dari
kemampuan personal, dukungan
Respon fisiologis yang ditemukan pada
sosial, asset material dan keyakinan
manajemen kasus spesialis khususnya
positif. Empat sumber koping yang
diagnosa risiko bunuh diri adalah lemah,
teridentifikasi diklasifikasikan
kurang nafsu makan dan sulit tidur.
berdasarkan tingkatan risiko bunuh
Respon perilaku adalah hasil dari respon
diri.
emosional dan fisiologis. Hasil
manajemen kasus kasus spesialis Kemampuan personal yang
keperawatan jiwa pada klien risiko teridentifikasi dalam manajemen
bunuh diri teridentifikasi dua perilaku kasus spesialis pada klien dengan
yang maladaptif yaitu murung dan risiko bunuh diri adalah belum
menangis. Dua perilaku maladaptif yang mengenal cara mengatasi masalah
ditampilkan dalam bentuk penolakan dan tanpa membahayakan diri sendiri.
hukuman terhadap lingkungan yang ada Kemampuan penyelesaian masalah
disekitarnya. Respon sosial merupakan tidak hanya berfokus pada
hasil dari respon kognitif, afektif, kemampuan kognitif tapi juga
fisiologis dan perilaku yang ditampilkan berhubungan dengan kemampuan
terhadap hubungan dengan orang lain. afektif dan psikomotor. Hal ini
Hasil pengkajian manajemen kasus pada selaras dengan konsep Stuart
klien risiko bunuh diri teridentifikasi dua (2011) yang menyatakan bahwa
respon sosial yang teridentifikasi dengan kemampuan personal yang perlu
menghindari orang lain dan berbicara dimiliki oleh klien meliputi
dengan orang lain. Sebagian besar klien kemampuan mengenal masalah,
menunjukkan perilaku menghindari menentukan masalah dan
orang lain. Hal ini senada dengan menyelesaikan masalah.
pernyataan Peate dan Whiting (2006) Kemampuan mengenal masalah
yang menyatakan bahwa kebosanan dan tampak dari pengetahuan klien
kelelahan menyebabkan klien tentang potensi diri klien.
menghindari kontak sosial dengan orang Kemampuan menentukan masalah
lain. teridentifikasi dari kemampuan
untuk melakukan prioritas masalah
Pada pelaksanaan manajemen kasus
sedangkan kemampuan
spesialis pada klien risiko bunuh diri

13

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


menyelesaikan masalah teridentifikasi sosial. Dukungan yang pertama
dari kemampuan melakukan perawatan adalah dukungan emosi yang terdiri
terhadap diri sendiri dalam mengontrol atas rasa empati, caring,
risiko bunuh diri. memfokuskan pada kepentingan
orang lain. Tipe yang kedua adalah
Sebagian besar klien dengan risiko
dukungan esteem yang terdiri atas
bunuh diri ditemukan tidak
ekspresi positif thingking,
mendapatkan dukungan sosial terkait
mendorong atau setuju dengan
dengan stresor yang dialami. Semakin
pendapat orang lain. Dukungan
rendah dukungan sosial yang diterima
yang ketiga adalah dukungan
oleh keluarga menyebabkan
instrumental yaitu menyediakan
peningkatan tingkatan bunh diri.
pelayanan langsung yang berkaitan
Analisa yang dapat ditegakkan adalah
dengan kesehatan jiwa. Tipe
bahwa dengan dukungan sosial maka
keempat adalah dukungan
seseorang akan merasa dihargai dan
informasi yaitu memberikan
akan meningkatkan peran aktif kliena.
nasehat, petunjuk dan umpan balik
Hal ini senada dengan Sarafino (2002)
bagaimana seseorang harus
yang menyatakan bahwa dukungan
berperilaku. Tipe terakhir atau
sosial merupakan perasaan caring,
kelima adalah dukungan network
penghargaan atau membantu seseorang
menyediakan dukungan kelompok
menerima orang lain yang berasal dari
untuk berbagi pengalaman.
keyakinan yang berbeda. Seseorang
Berdasarkan analisa hasil
dengan dukungan sosial akan
manajemen kasus spesialis
memberikan cinta, penghargaan dan
keperawatan klien dengan risiko
menjadi bagian jaringan sosial
bunuh diri menunjukkan bahwa
(Videbeck, 2011).
dukungan sosial yang diberikan
Dukungan sosial yang teridentifikasi terfokus pada dukungan emosi,
dalam manajemen kasus spesialis instrumental dan informasi.
sebagian berasal dari keluarga, kader
dan aparat RT/RW. Dukungan sosial
Dari hasil pengkajian yang
datang dari pasangan, saudara, teman
dilakukan dalam manajemen kasus
kelompok sosial dan kelompok
spesialis teridentifikasi fakta utama
komunitas. Menurut Safarino (2002)
dihadapi dalam pelayanan kasus
terdapat lima tipe dasar dukungan

14

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


spesialis adalah faktor kemiskinan. internal berupa strategi koping
Sebagian besar kasus ditemukan klien sedangkan mananemen
sebagai pengguna pelayanan eksternal adalah bantuan tenaga
jamkesmas dan SKTM. Hal ini senada kesehatan atau intervensi dari orang
dengan Stuart (2011) yang menyatakan lain. Penderitaan kronis (chronic
bahwa secara umum sumber koping sorrow) tidak akan membuat
material aset sering dihubungkan individu melemah bila efektif
dengan ketersediaan finansial dan dalam mengatur perasaan baik
asuransi. secara internal maupun eksternal
(Eakes,1998). Strategi manajemen
Sumber koping keempat adalah
perawatan diri di atur melalui
keyakinan positif, yaitu keyakinan diri
strategi koping internal.
yang menimbulkan motivasi dalam
(kemampuan personal, sumber
menyelesaikan segala stresor yang
koping, asset material dan
dihadapi. Hasil manajemen kasus
keyakinan yang positif).
menemukan bahwa sebagian besar
menunjukkan keyakinan yang negatif Semua klien menggunakan
terhadap kondisi kesehatan klien mekanisme koping untuk
Keyakinan negatif ini berkorelasi mengahadapi stresor dengan
negatif dengan tingkatan bunuh diri. berfokus pada masalah. Sebagian
Semakin negatif keyakinan klien maka besar klien juga menggunakan
semakin berat tingkatan bunuh diri mekanisme koping yang berfokus
yang dialami. pada emosi dan kognitif. Hal ini
menunjukkan bahwa klien kurang
Hasil pengkajian manajemen kasus
mampu mengembangkan mekanisme
pada aspek penilaian terhadap stressor
koping yang adapatif dalam
dan sumber koping senada dengan
menyelesaikan setiap masalah yang
proses koping metode manajemen
dihadapinya.
pada model Chronic Sorrow (Eakes,
1998). Metode manajenen adalah
Hasil terapi kognitif menggambarkan
suatu cara bagaimana klien menerima
bahwa sebagian besar klien mampu
penderitaan kronis. Proses koping pada
mengembangkan mekanisme koping
model Chonic Sorrow terdiri atas
adaptif melalui berbagai aktivitas
metode manajemen internal dan
melalui berpikir positif dan
manajemen eksternal. Manajemen

15

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


melakukan kegiatan yang bermakna. memahami perilaku sosial secara
Gladding (2009) menyatakan bahwa umum yang mempengaruhi sistem
peran terapis dalam terapi kognitif panjang kehidupan (life span)
adalah untuk membuat pikiran yang seseorang. Dasar dari prinsip ini
terselubung menjadi lebih terbuka, hal adalah suatu model teori yang
ini sangat penting untuk mengatasi membahas tentang fenomena spesifik
kognisi yang bersifat otomatis. tentang masalah-masalah yang
Sedangkan yang diberikan sangat timbul dari penyakit kronis
mendukung klien untuk menjadikan mencakup proses berduka,
hidupnya lebih bermakna sehingga ide kehilangan, faktor pencetus dan
bunuh diri tidak muncul kembali. metoda manajemennya.
(Eakes,1998). Teori Chronic Sorrow
Penetapan diagnosa keperawatan didokumentasikan pertama oleh
dilakukan berdasarkan pada analisa data Eakes pada tahun 1998 dengan
yang diperoleh dari pengkajian secara kerangka kerja yang menjelaskan
holistik. Hasil manajemen kasus bagaimana individu dapat
spesialis keperawatan jiwa menanggapi kerugian selanjutnya
mengidentifikasi risiko bunuh diri dari peristiwa yang sedang
berdasarkan pada tingkatan perilaku berlangsung.
bunuh diri. Diagnosa keperawatan yang
ditegakkan meliputi risiko bunuh diri Pengertian dari kerugian selanjutnya
yang terdiri dari ide bunuh diri, ancaman bisa residen jelaskan terkait dengan
bunuh diri dan percobaan bunuh diri. klien risiko bunuh diri, contoh pada
dua orang klien kelolaan di ruang
Pemberian tindakan keperawatan pada Utari yang mengalami pelecehan
klien dan keluarga diberikan berdasarkan seksual oleh keluarga, dan pada dua
kombinasi tindakan keperawatan orang klien yang mengalami
berdasarkan Model teori Chronic Sorrow pemerkosaan oleh orang lain.
Eakes dan rentang tindakan Pengalaman kehilangan pertama atau
keperawatan: manajemen perilaku kerugian yang di alami oleh keempat
kekerasan menurut dan Stuart dan klien tersebut hampir sama, yaitu
Laraia (2007). Model teori Chronic kehilangan kehormatan secara fisik
Sorrow Eakes merupakan suatu pola maupun secara psikologis. Akibat
yang bermanfaat untuk memprediksi dan dari peristiwa tersebut, klien

16

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


mengalami krisis kepercayaan diri untuk bentuk kegawatdaruratan psikiatri.
membina hubungan dengan orang lain, Manajemen krisis sebagai bentuk
hal ini berdampak pada ketidakmampuan tindakan preventif perlu dilakukan
klien menjalin hubungan yang berarti untuk mencegah terjadinya perilaku
dengan orang lain atau lawan jenis, bunuh diri. Inilah yang menjadi dasar
kondisi ini juga menyebabkan klien sulit perlunya pemberian terapi kognitif
untuk mendapatkan pekerjaan, serta sebagai bagian dari upaya preventif
dikucilkan oleh masyarakat. Hal yang tindakan bunuh diri.
dialami oleh klien adalah kondisi normal
dalam bentuk sedih berkepanjangan Terapi keperawatan yang disusun
(Chronic sorrow) yang mungkin didasarkan pada penilaian stresor dan
ditemukan dalam sepanjang rentang sumber koping yang dimiliki oleh
kehidupan. Sehingga yang bisa dilihat keluarga. Dua intervensi utama yang
adalah bagaimana metoda manajemen diberikan meliputi intervensi
baik internal berupa koping dari klien, generalis dan intervensi spesialis.
maupun eksternal berupa dukungan Intervensi generalis difokuskan pada
keluarga maupun tim kesehatan untuk kemampuan dasar klien dalam
menguatkan koping adapatif, sehingga menghadapi stresor. Terapi spesialis
jika ada peristiwa pemicu lainnya, klien disusun untuk memenuhi kebutuhan
mampu berespon secara adaptif. kemampuan mahir yang harus
dimiliki oleh seorang individu.
Berdasarkan model teori Chronic Seluruh intervensi disusun
Sorrow seseorang yang mempunyai niat berdasarkan pada sumber koping
atau ide untuk bunuh diri, akan yang dimiliki oleh klien. Jika sumber
mempersepsikan bahwa dirinya adalah koping yang dimiliki oleh klien telah
lemah, tidak berguna, kehilangan makna positif maka rencana kegiatan yang
hidupnya dan semua masalah yang dilakukan adalah melakukan
menimpa hidupnya tidak ada jalan keluar sustainability kemampuan klien.
lagi, kecuali bunuh diri menjadi suatu
manajemen internal yang sudah Sepuluh dari sebelas klien (91.9%)
direncanakan sebelumnya. Klien dengan yang diberikan terapi perilaku
Risiko bunuh diri membutuhkan bantuan kognitif mengalami diagnosa harga
dan perawatan yang intensif, karena diri rendah selain risiko bunuh diri.
Risiko bunuh diri merupakan salah satu Hal ini dibuktikan dengan isi pikiran

17

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


negatif klien yaitu merasa tidak berguna menunjukkan adanya peningkatan
karena tidak dihargai oleh keluarga, kemampuan klien dalam mengontrol
gagal menampilkan peran sebagai istri, perilaku bunuh diri serta menurunkan
ibu, anak, atau karyawan. Berdasarkan tingkat perilaku bunuh diri.
hal ini residen menyimpulkan bahwa
terapi perilaku kognitif sesuai diberikan Tindakan keperawatan yang
pada klien perilaku kekerasan yang juga diberikan dalam rangka membantu
mengalami harga diri rendah, jika klien dalam menyediakan aset
pikiran negatif klien terhadap dirinya material pada klien dengan risiko
menyebabkan klien melakukan perilaku bunuh diri dilakukan dengan
kekerasan. memberikan infomasi dan
memfasilitasi prosedur mendapatkan
Tindakan kolaborasi dengan tenaga jamkesmas dan SKTM. Tindakan
medis dalam manajemen kasus spesialis yang belum dilakukan adalah
pada klien dengan risiko bunuh diri di memfasilitasi klien untuk
ruangan sudah dilakukan.Hal ini sesuai mendapatkan link dengan berbagai
dengan konsep kolaborasi yaitu LSM yang membantu pemenuhan
bersama-sama menyusun rencana, aset material klien.
membuat keputusan, menyelesaiakan
masalah, menetapkan tujuan, dan Evaluasi tidak hanya difokuskan
menerima tanggung jawab dengan pada kemampuan personal perawat
bekerja bersama dan komunikasi terbuka dan klien namun juga terhadap
(Stuart, 2011). Kolaborasi antara ketersediaan sarana prasarana
perawat spesialis jiwa dan psikiater penunjang yang membantu
dalam penanganan masalah risiko bunuh keefektifan terapi sehingga dapat
diri dapat dibangun dari pengkajian menurunkan dan membantu klien
sampai dengan evaluasi. dalam mengontrol perilaku bunuh
diri. Sayangnya prasarana penunjang
Berdasarkan evaluasi hasil pelaksanaan yang tersedia di ruangan masih
manajemen kasus dapat dianalisa bahwa terbatas terutama dalam penyediaan
seluruh terapi yang diberikan berfokus seting tempat terapi keperawatan
untuk menyelesaikan sumber koping yang diberikan.
khususnya kemampuan personal dan Kendala lain yang dihadapi oleh
keyakinan positif. Seluruh paket residen adalah masih jarangnya

18

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


diagnosa risiko bunuh diri sehingga belum dengan beberapa penelitian lain yang
membudaya dalam melakukan manajemen tetap menggunakan pendekatan model
kasus klien dengan risiko bunuh. teori Chronic Sorrow.

Upaya yang dapat dilakukan dalam


Penulis menggunakan teori Chronic
mengatasi kendala tersebut adalah dengan
Sorrow sebagai pendekatan pada kasus
menggunakan pola konsultan di unit
klien dengan diagnosa risiko bunuh
pelayanan psikiatri. Adanya penjenjangan
diri karena penulis melihat ada
dalam manajemen kasus dengan pola
dampak kelanjutan/kerugian dari
konsultan akan meningkatkan kolaborasi
pengalaman masa lalu (kehilangan,
antar perawat di seluruh level pendidikan.
kegagalan, sexual abuse, sakit kronis)
Perawat konsultan jiwa minimal
yang dialami oleh klien di masa
ditempatkan satu di unit pelayanan
datang. Mutiara yang penulis dapatkan
psikiatri sehingga dapat meningkatkan
dari proses pembelajaran teori Chronic
mutu pelayanan psikiatri baik terhadap
Sorrow ini adalah setiap orang pasti
klien maupun keluarga.
memiliki pengalaman kehilangan di
sepanjang kehidupannya, pengalaman
Pandangan penulis tentang penggunaan kehilangan ini akan menjadi duka
teori Chronic Sorrow Eakes dikait yang berkepanjangan manakala
dengan diagnosa risiko bunuh diri metode manajemen internal (koping
Kesedihan kronis (chronic sorrow) individu) maupun manajemen
merupakan fenomena yang dapat eksternal (keluarga, masyarakat,
diidentifikasi dalam kehidupan orang- tenaga kesehatan) yang dimiliki
orang yang mengalami situasi sakit, cacat maladaptif. Sebagai individu penulis
maupun kehilangan. Kesedihan kronis menilai pengalaman kehilangan harus
adalah reaksi normal yang dapat ditemui disikapi dengan ikhlas, berpikir positif
sepanjang kehidupan. Eakes (1998) dan selalu optimis. Sebagai perawat,
menambahkan pengalaman kesedihan penulis melihat dengan memahami
kronis adalah unik pada masing-masing chronic sorrow perawat dapat
individu dan masing-masing situasi. orang merencanakan intervensi yang tepat
unik. Pad awalnya teori ini di dasari dari untuk klien, mengakui chronic sorrow
penelitian tentang pengalaman orangtua sebagai reaksi normal, meningkatkan
yang memiliki anak cacat. (Eakes, 1998). adaptasi sehat serta member dukungan
Lalu kemudian terus dikembangkan empati.

19

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


menyertai diagnosa Risiko Bunuh Diri
4. Simpulan dan saran
yaitu, halusinasi, harga diri rendah,
Karakteristik klien dengan masalah risiko
isolasi sosal dan resiko perilaku
bunuh diri di Ruang Utari mayoritas berusia
kekerasan. Terapi spesialis keperawatan
dewasa 25-44 tahun (81,8%), pendidikan
jiwa yang dilakukan yaitu terapi
rata – rata tinggi (SMA dan PT) 6orang
kognitif, dan psikoedukasi keluarga.
(54,6)%, belum menikah 7 orang (63,6%)
Klien dengan Risiko Bunuh Diri yang
dan sebagian besar tidak memiliki
mendapatkan terapi spesialis
pekerjaan 10 orang ( 90,9%). Karakteristik
menunjukkan perubahan cara berpikir.
bunuh diri yang dialami dari 11 klien yang
dirawat, antara lain 4 orang (36,4%))
Terapi spesialis keperawatan jiwa
dengan isyarat bunuh diri, 2 orang (18,2%)
dengan Risiko Bunuh Diri tidak
dengan ancaman bunuh diri dan 5 orang
berfokus pada satu terapi saja
(45,5%) dengan percobaan bunuh diri.
melainkan merupakan gabungan dari
Faktor predisposisi penyebab Risiko Bunuh
beberapa terapi sesuai dengan
Diri yang paling banyak ditemukan adalah
kebutuhan klien. Dengan demikian
pada aspek biologis yaitu sexual abuse 4
dapat dikatakan bahwa keberhasilan
orang (36,4%), pada aspek psikologis yaitu
klien merupakan kombinasi dari
kepribadian tertutup 9 orang (81,8%) dan
macam-macam terapi modalitas yaitu
pada aspek sosial budaya yaitu jarang
dari terapi keperawatan, psikofarmaka
terlibat kegiatan sosial 11 orang (100%)
dari medik dan lainnya.
dan masalah pekrjaan 10 orang (90,9%).
Faktor presipitasi yang paling banyak
Berdasarkan simpulan hasil karya
ditemukan pada klien Risiko Bunuh Diri
ilmiah akhir, ada beberapa hal yang
yaitu pada aspek biologis karena putus obat
dapat disarankan kepada pihak – pihak
9 orang (81,8%), pada aspek sosial budaya
terkait dalam rangka meningkatkan
yaitu konflik keluarga 8 orang (72,7%), asal
pelayanan kesehatan jiwa. Perlunya
stressor internal sebanyak 11 orang (100%),
promosi tentang kesadaran diri tentang
dengan jumlah stresor lebih dari 2 stresor
bunuh diri berbasis masalah kesehatan
11 orang (100%).
masyarakat. Membangun dan
mengimplementasikan strategi untuk
Diagnosa medis yang paling banyak
mengurangi stigma yang berhubungan
ditemukan adalah skizofrenia paranoid,
dengan klien yang menderita gangguan
sedangkan diagnosa keperawatan yang
jiwa dan pelayanan pencegahan bunuh

20

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.


diri. Mengembangkan akses dan kerjasama Frisch, N.C & Frisch, L.E (2006). Psychiatric
Mental Health Nursing (3rd ed). Canada :
lintas sektor dan lintas program dalam Thomson.
Yani, A. (2008). Bunga Rampai Asuhan
masyarakat untuk penanganan gangguan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Maramis, W.F. & Maramis A.A.(2009). Catatan
jiwa.Mendukung penelitian dan upaya Ilmu Kedokteran Jiwa. (edisi 2). Surabaya:
pencegahan bunuh diri. Perlunya Airlangga University Press
NANDA Internasional (2012). Diagnosis
penempatan perawat spesialis jiwa sebagai keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
konsultan klinis di ruang rawat inap untuk Pirruccello L.M (2010). Preventing adolescent
suicide. New Jersey : Journal of
memberikan kemampuan tingkat mahir Psychosocial nursing and mental health
services volume 48. May edition.
pada klien dalam mengatasi dan Puri, B.K., Laking, P.J. & Treasaden, I.H. (2011).
mengantisipasi masalah khususnya masalah Buku Ajar Psikiatri. (edisi 2). Jakarta:
EGC
risiko bunuh diri. Perlu meningkatkan Sadock, B.J & Sadock, V.A. (2010). Kaplan &
Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis (edisi
kemampuan perawat ruangan dalam 2). Jakarta: EGC
Shives, R.L.(2005). Basic concepts of psychiatric-
memberikan tindakan keperawatan mental health nursing. (6th ed.).
Philadelphia. Lippincott Williams &
generalis khususnya masalah risiko bunuh Wilkins.
diri. Stuart, G.W. (2011). Principles and practice of
psychiatric nursing.9th ed. Mosby.Inc.
Bagi Pendidikan Keperawatan agar Townsend,C.M.(2009).Psychiatric mental health
nursing. (6th ed.) Philadelphia: F.A.Davis
mengembangkan standar pelaksanaan terapi Company
Varcarolis, E.M & Halter, M.J (2010). Foundation
kognitif untuk klien di ruang rawat inap of Psychiatric Mental Health Nursing : a
Clinical approach. St. Louis : Saunders
psikiatri. Mengembangkan terapi spesialis Elsevier.
yang lebih sederhana untuk klien dengan Videbeck, S.L..(2011). Buku ajar keperawatan
jiwa. (Renata Komalasari, dkk,
kemampuan kognitif yang rendah. penerjemah). Jakarta :EGC.
WHO. (2010).Angka bunuh diri di Indonesia.
Mengembangkan paket terapi spesialis http//kominfonewscenter.com.diakses
pada tanggal 28 Mei 2013
keperawatan jiwa sesuai dengan kondisi
1
klinis klien. Ns. Siti Nurjanah, S.Kep, M.Kep. Sp.Kepj: Staff
Pengajar Keperawatan Jiwa Fikes Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
2
Prof. Achir Yani S. Hamid, MN, DnSc: Dosen
Daftar Pustaka Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas
Depkes (2011). Program Kesehatan Jiwa. www. Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Jakarta.
3
depkes.go.id. diakses pada tanggal 23 Mei Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kep, M.Kep, Sp.KepJ:
2013. Dosen Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa
Eakes,G.G, dkk (1998). Chronic Sorrow:a Lifespan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
http//psychiatry.org. diakses pada tanggal 25 Jakarta.
Mei 2013
Eakes, G.G., Burke, M.L., & Hainsworth, M.A.(1998).
Middle-range theory of Chronic Sorrow. The
Journal of Nursing Scholarship
Fortaine, K.L.(2009). Mental health nursing. (6th
ed.).New Jersey: Pearson Education,Inc
Fortinash, K.M & Worret, P.A (2004). Psychiatric
Mental Health Nursing. (3rd ed). St. Louis :
Mosby.

21

Manajamen kasus..., Siti Nurjanah, FIK UI, 2013.

Anda mungkin juga menyukai