Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi

yang terintregasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, kelompok,

keluarga, organisasi atau komunitas. American Nurses Association

mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialis

keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan

penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya (Stuart, 2013). Seiring

dengan berkembangnya fungsi keperawatan jiwa, selain di rumah sakit fokus

pelayanan juga difokuskan pada Community Based sehingga perlu adanya

upaya-upaya untuk mencapai derajat kesehatan jiwa masyarakat.

Pada kenyataannya sampai saat ini pelayanan kesehatan jiwa di

masyarakat masih berfokus pada tatanan pelayanan rumah sakit. Program

kesehatan jiwa di puskesmas belum menjadi prioritas pelayanan, hal ini

disebabkan belum diketahuinya hubungan antara kejadian gangguan jiwa

dengan peningkatan angka kematian serta beban dari gangguan jiwa belum

dianggap terlihat secara nyata. Akan tetapi jika kita melihat Disability Adjusted

Life Year (DALYs) atau hari-hari produktif yang hilang karena gangguan jiwa,

akibat langsung yang ditimbulkan dari gangguan jiwa akan segera terlihat.

Menurut The World Bank, DALYs dari masalah gangguan jiwa menyebabkan

1
Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2

beban di seluruh dunia sebesar 8,1% dari beban penyakit global. Angka ini lebih

besar dari tuberkulosis, kanker dan penyakit jantung (7,2%, 5,8%, 4,4%)

(Marchira, 2011).

Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

setiap negara, dimana proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi

informasi memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat

(Dinkes, 2013). Masyarakat dihadapkan dengan cepatnya perubahan di segala

bidang kehidupan. Akibatnya masyarakat harus siap menghadapi tekanan-

tekanan yang ditimbulkan. Sementara tidak semua orang mempunyai

kemampuan yang sama untuk meyesuaikan diri dengan berbagai perubahan

tersebut. Hal ini menyebabkan banyak orang tidak menyadari bahwa mereka

mungkin mengalami masalah kesehatan jiwa.

Menurut (WHO) dalam Yosep (2013), ada sekitar 450 juta orang di

dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu

dari empat orang di dunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan

kesehatan jiwa yang ada di seluruh dunia dewasa ini sudah menjadi

permasalahan yang serius. Menurut data WHO menunjukan bahwa terdapat

sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta

orang terkena skizofrenia serta 47,5 juta orang terkena dimensia dan sekitar

877.000 orang meninggal karena bunuh diri tiap tahunnya.

Gangguan jiwa di Indonesia juga menjadi permasalahan yang cukup

serius, Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementrian Republik

Indonesia menyimpulkan bahwa prevalensi ganggunan mental emosional yang

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3

menunjukan gejala depresi dan kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai

sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan

prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000

orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah gangguan jiwa berat atau

psikosis/ skizofrenia tahun 2018 di Indonesia provinsi-provinsi yang memiliki

gangguan jiwa terbesar pertama antara lain adalah Bali (11%), kemudian

urutan kedua Daerah Istimewa Yogyakarta ( 10%), urutan ketiga NTB (10%),

menempati posisi keempat Aceh (9%), dan Jawa Tengah menempati urutan

kelima (9%) dari seluruh provinsi di Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2018).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke tahun

terus meningkat. Prevalensi skizofrenia yaitu 0,23% dari jumlah penduduk

melebihi angka normal sebanyak 0,17% menempati posisi kelima (Riset

Kesehatan Dasar, 2013). Jumlah penderita gangguan jiwa dari data Dinas

Kesehatan Jawa Tengah menyebutkan jumlah gangguan jiwa pada 2015 adalah

121.962 penderita. Sedangkan pada 2016 jumlahnya meningkat menjadi

260.247 orang dan pada tahun 2017 bertambah menjadi 317.504 (Wibowo,

2017).

Prevalensi gangguan jiwa di provinsi Jawa Tengah tahun 2018

mengalami peningkatan menjadi 9,3% per mil dari jumlah penduduknya

(Riskesda, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas kesehatan

provinsi jawa tengah dalam 3 bulan terakhir tercatat ada 31,1% kasus

penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pemasungan. Angka tersebut

diperoleh dari pendataan yang dilakukan sejak Januari hingga November

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
4

2018. Berdasarkan jumlah kunjungan masyarakat yang mengalami

gangguan jiwa ke pelayanan kesehatan baik puskesmas, rumah sakit,

maupun sarana kesehatan lainnya pada tahun 2018 terdapat 1,3 juta orang

yang melakukan kunjungan, berdasarkan data ini diperkirakan sebanyak

4,09% penderita. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal

salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah

dipasung mencapai 17,7 %. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya

mencapai 10,7% (Riskesda, 2018). Sementara untuk wilayah Banyumas

berdasarkan data tahun 2011 prevalensi gangguan jiwa berat sekitar 0,6 %

dengan perbandingan jumlah 1.540.000 orang yaitu 7.700 penderita,

sedangkan gangguan mental emosional sebesar 19% dengan jumlah

penduduk 1.540.000 (Hendry, 2012).

Masalah kesehatan jiwa di masyarakat memerlukan pendekatan dan

strategi melibatkan masyarakat dan di awasi oleh petugas kesehatan. Asuhan

keperawatan kesehatan jiwa berbasis komunitas atau Community Mental Health

Nursing (CMHN) merupakan salah satu pelayanan pendekatan keperawatan

kepada pasien yang dilakukan langsung kepada pasien dan keluarga dirumah

oleh perawat puskesmas dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Oleh karena itu,

puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan jiwa di tingkat dasar perlu

dipersiapkan dengan melatih tenaga perawat maupun kader kesehatan agar

mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien gangguan jiwa

berbasis komunitas di wilayahnya masing-masing (Syawal, 2010).

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5

CMHN merupakan salah satu upaya yang di gunakan untuk membantu

masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan jiwa akibat konflik, bencana

alam, dan permasalahan sosial lainnya (Keliat et all, 2011). CMHN adalah

pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik dan paripurna. Pengabdian

ini dilakukan sebagai upaya pengoptimalan penanganan masalah kesehatan jiwa

di masyarakat yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentan terhadap

stress dan sedang dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan agar

pasien yang mengalami gangguan jiwa dapat menjadi mandiri dan produktif,

mencegah terjadinya kekambuhan dan mendeteksi serta melakukan intervensi

untuk kelompok yang rentan terjadi gangguan jiwa. Perawat bekerjasama

dengan klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya dalam melakukan tindakan

(Keliat, B.A. Daulima & Nurhaeni, 2011). Kegiatan CMHN ini merupakan

suatu pendekatan asuhan keperawatan jiwa yang di tempatkan di setiap

pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas.

Kegiatan CMHN bertujuan untuk memberdayakan masyarakat

khususnya klien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya

serta meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah. Tindakan yang

dilakukan oleh perawat CMHN adalah memberikan asuhan keperawatan pada

klien sehat, resiko dan gangguan jiwa. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat

merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dilibatkan dalam

pelayanan terhadap klien gangguan jiwa, psikososial maupun klien sehat jiwa.

Penerapan CMHN ini sudah di terapkan di Indonesia sejak tahun 2005 setelah

terjadi tsunami dan gempa bumi di Aceh dan di Nias. Kegiatan ini dinyatakan

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
6

sukses dalam mengatasi masalah jiwa pasca bencana di Aceh dan Nias, oleh

sebab itu program ini diterapkan di berbagai daerah di indonesia (Keliat,

Daulima & Farida, 2011).

Upaya pelayanan kesehatan jiwa masyarakat adalah memberikan

pelayanan, konsultasi, edukasi dan informasi mengenai prinsip-prinsip

kesehatan jiwa kepada masyarakat, menurunkan angka resiko terjadinya

gangguan jiwa dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap praktik

kesehatan jiwa (Stuart, 2009). Peran perawat jiwa di komunitas adalah

membantu klien untuk mempertahankan fungsinya pada tingkat yang tertinggi

dan membuat klien menjadi mandiri.

Dengan besarnya prevalensi kejadian gangguan jiwa di Jawa Tengah

khususnya di Kabupaten Banyumas saat ini perawat puskesmas di seluruh

kabupaten Banyumas sudah di membentuk organisasi penanganan ODGJ.

Organisasi tersebut beranggotakan 68 perawat, setiap satu bulan sekali perawat

jiwa puskesmas melakukan intervensi kepada penderita gangguan jiwa yang

berada di wilayah kerjanya. Selain itu di beberapa kecamatan salah satunya

kecamatan Kemranjen sudah terbentuk Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ) yang

menggunakan model keperawatan CMHN untuk menangani permasalahan

gangguan jiwa yang ada di Kabupaten Banyumas dan di dukung oleh adanya

beberapa penelitian terkait saya berniat melakukan penelitian dengan judul

Gambaran tingkat pengetahuan perawat puskesmas tentang penerapan model

keperawatan Community Mental Health Nursing di Kabupaten Banyumas.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut “Gambaran tingkat pengetahuan perawat puskesmas tentang

penerapan model keperawatan Community Mental Health Nursing di

Kabupaten Banyumas.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran

tingkat pengetahuan perawat puskesmas tentang penerapan model

keperawatan CMHN di Kabupaten Banyumas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat puskesmas di kabupaten

Banyumas tentang kegiatan perencanaan dalam penerapan model

keperawatan CMHN.

b. Mengidentifikasi pengetahuan perawat puskesmas di wilayah kabupaten

Banyumas tentang mekanisme pengorganisasian kegiatan dalam

penerapan model keperawatan CMHN.

c. Mengidentifikasi pengetahuan perawat puskesmas di wilayah kabupaten

Banyumas tentang kegiatan pengarahan pelayanan pada penerapkan

model keperawatan CMHN.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
8

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Instansi Terkait

Sebagai bahan informasi mengenai gambaran tingkat pengetahuan

perawat jiwa puskesmas tentang penerapan model keperawatan CMHN

di Kabupaten Banyumas sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

masukan agar institusi dapat memberikan masukan kepada perawat jiwa

di puskesmas mengenai penerapan model keperawatan CMHN.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Sebagai masukan informasi bagi semua dan referensi bagi yang akan

melakukan penelitian lebih lanjut khususnya “tingkat pengetahuan

perawat jiwa puskesmas” pada konsep pengembangan keperawatan jiwa

tentang penerapan model keperawatan CMHN di masyarakat

3. Bagi responden

Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi responden

(Perawat) yaitu dapat menjadi sumber informasi dan masukan terhadap

pentingnya tingkat pengetahuan perawat jiwa puskesmas terhadap

kesiapan atau keberhasilan penerapan model keperawatan CMHN.

4. Bagi Peneliti

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat jiwa puskesmas

tentang penerapan model keperawatan CMHN di Kabupaten Banyumas.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
9

E. Penelitian Terkait

1. Dwi Herlynati S., Nurul Mawaddah., Asih Meida Y., Arief Fardiansyah

(2017).

Dengan judul “ Faktor yang mempengaruhi kemampuan perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di wilayah kerja dinas

kesehatan kabupaten Mojokerto”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan

perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Variabel dari

penelitian ini terdiri dari karakteristik perawat (usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pengalaman kerja, lama memegang program jiwa).

Pengambilan sampel di pilih menggunakan cara simple random sampling

dan di dapat sample sejumlah 18 responden. Instrumen yang digunakan

adalah kuisioner dan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif

univariat sedangkan analisis bivariat dengan mengguanakan uji fisher untuk

data kategorik dan uji mann whitney untuk data numerik.

Hasil analisis statistik bivariat menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara karakteristik jenis kelamin dan kemampuan dalam

memberikan pelayanan keperawatan jiwa. Hasil uji statistik hubungan usia

dengan kemampua perawat menunjukan P Value = 0,047 yang berarti

terdapat hubungan yang segnifikan. Hasil uji statistik hubungan masa kerja

dengan kemampua perawat menunjukan P Value =0,002 yang berarti

terdapat hubungan yang segnifikan.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
10

2. Abi Muhlisin., Arum Pratiwi (2015).

Dengan judul “Model pelayanan kesehatan berbasis partisipasi

masyarakat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa pada

masyarakat setempat”. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat (usia

20-50 tahun) yang aktif dalam kegiatan masyarakat. Dalam pelatihan ini di

ambil 30 orang untuk mengikuti pelatihan.

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisa data uji beda tingkat

pengetahuan dan efektifitas waktu setelah melakukan praktik ketrampilan.

Sebelum dilakukan uji beda dan efektifitas, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas data menggunakan uji shapiro wilk dan uji repeated measures

anova.

Hasil uji perbedaan tingkat pengetahuan kader antara pretest dan postest

menggunakan uji multivariate test menunjukan terdapat perbedaan yang

segnifikan, hasil uji menunjukan p-value = 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil

uji wilkks’ lamda diperoleh nilai F 248,71 dengan sig p-value = 0,000 <

0,05. Nilai partialeta di tiap uji adalah sama yaitu 0,861 dimana kekuatan

mendekati nilai 1, sehingga dapat di simpulkan tingkat pengetahuan yang

efektif adalah setelah dilakukan praktik atau psikomotor.

3. Junardi., Budi Anna Keliat., Novy Helena Chatarina Daulima (2014).

Dengan judul “ Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan

keberhasilan pelaksanaan kegiatan Community Mental Health Nursing di

Aceh”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan CMHN di

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
11

Aceh. Instrumen pada penelitian ini berupa kuesioner A yang berisi tentang

karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan

lama bekerja. sementara instrumen B berisi faktor – faktor yang

berhubungan dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan CMHN dirancang

oleh peneliti dengan mendeskripsikan teori yang sudahdi kembangkan oleh

university of washington. Dan Instrumen C berisi keberhasilan kegiatan

CMHN dirancang oleh peneliti dengan mendeskripsikan teori yang sudah

dikembangkan oleh Keliat, Akemat, Daulima dan Nurhaeni (2011) dan

Keliat, Panjaitan dan Riasmini (2010). Kuesioner ini untuk mengukur

variabel dependen yaitu keberhasilan pelaksanaan program CMHN dengan

jumlah pernyataan 213 item dan terdiri dari kegiatan BC – CMHN dengan

jumlah pernyataan 87, kegiatan IC – CMHN dengan jumlah pernyataan 124

dan kegiatan AC – CMHN dengan jumlah 2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna (p -

value α ≤ 0,05) antara persepsi perawat CMHN dan stakeholder tentang

faktor dukungan politik, stabilitas dana, partnership, kapasitas organisasi,

evaluasi program, program adaptasi, komunikasi, rencana strategis dan

sosial dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan CMHN. Dari hasil

penelitian direkomendasikan perlunya evaluasi faktor-faktor yang

berhubungan dengan keberhasilan pelaksanaan kegiatan CMHN secara

periodik, penyegaran dan pelatihan CMHN yang terus menerus dan

terstruktur.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
12

4. Neng Esti Winahayu., Budi Anna Keliat., Ice Yulia Wardani (2015).

Dengan judul “Faktor sustainability yang berhubungan dengan

implementasi Community Mental Health Nursing (CMHN)”. Subjek dari

penelitian ini adalah semua perawat CMHN dan stakeholder di Jakarta

Selatan dan Barat yang berjumlah 138 orang. Penelitian ini menggunakan

metode cross sectional dan triangulasi sumber data. Instrumen pada

penelitian ini menggunakan kuesioner yang berupa data demografi,

kemampuan perawat dalam implementasi CMHN, dan presepsi perawat

terhadap faktor sustainability. Teknik pengambilan data pada penelitian ini

menggunakan total sampling yaitu mengambil semua perawat yang

memenuhi kriteria inklusi sebanyak 80 orang. Pengambilan partisipasi

untuk stakeholder dengan menggunakan purpose sampling yaitu di pilih

dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, jumlah stakeholder adalah 8

orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan perawat dalam

menggunakan konsep dasar keperawatan adalah 46%, kemampuan perawat

dalam melaksanakan asuhan keperawatan 46,25%, kemampuan perawat

melaksanakan pencatatan, pelaporan dan monitoring evaluasi adalah 48,62,

rata-rata kemampuan perawat melaksanakan pemberdayaan kader

kesehatan jiwa adalah 47,16%, dan kemampuan perawat dalam

implementasi CMHN adalah 45,86% (tabel 1)

Rerata persepsi perawat tentang dukungan politik adalah sebanyak 71

perawat, rerata persepsi perawat terhadap stabilitas pendanaan 66,8%, rerata

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
13

persepsi perawat terhadap kemitraan 69,33%, rerata persepsi perawat

terhadap kapasitas organisasi 69,47%, rerata persepsi perawat terhadap

evaluasi program adalah 69,4, rerata persepsi perawat terhadap adaptasi

program 71,28% ,rata-rata persepsi perawat terhadap komunikasi adalah

66,6%, rerata persepsi perawat terhadap rencana strategi 65%, rerata

persepsi perawat terhadap faktor sustainability 67,49%.

Terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi perawat terhadap faktor

sustainability (8 faktor) dengan kemampuan perawat dalam implementasi

CMHN (p value < 0,05), hubungan sedang dan arahnya positif. Ada

hubungan bermakna antara persepsi perawat terhadap faktor sustainability

(8 faktor) dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan konsep dasar

keperawatan kesehatan jiwa komunitas (p value < 0,05). Hubungan sedang

dan berpola positif (tabel 4). Persepsi perawat terhadap faktor sustainability

(8 faktor) dengan kemampuan perawat melaksanakan asuhan keperawatan

memiliki hubungan yang signifikan (p value < 0,05). Hubungan sedang dan

berpola positif. Hasil wawancara dengan stakeholder didapatkan adanya

pandangan positif stakeholder terhadap CMHN dan upaya untuk

keberlangsungan CMHN. Pandangan positif stakeholder terhadap CMHN

yaitu adanya asuhan keperawatan ke pasien, terdeteksinya kasus baru, dan

mengurangi stigma. Upaya untuk keberlangsungan CMHN yaitu dengan

peningkatan wawasan, perencanaan anggaran, dan sosialisasi CMHN.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
14

5. Arif Rahman., Carla Raymondalexas., Ibrahim Rahmat (2016).

Dengan judul “peran motivasi perawat kesehatan jiwa dalam program

bebas pasung : studi kasus di mataram”. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan desain studi kasus. Lokasi penelitian dilakukan di

wilayah kerja Puskesmas Kota Mataram Provinsi NTB dengan subjek

penelitian perawat penanggung jawab program kesehatan jiwa di puskesmas

yang pernah mengikuti pelatihan BC-CMHN (Basic Course in Community

Mental Health Nursing) sejumlah 10 orang. Pengupulan data pada

penelitian ini menggunakan FGD (focus group discussion). Peneliti

melakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan untuk

memperoleh tanggapan informan terhadap peran perawat kesehatan jiwa

terkait pelaksanaan program bebas pasung. Informan pendukung terdiri dari

3 orang keluarga penderita yang tinggal serumah dengan penderita, 2 orang

petugas Dinas Kesehatan Kota Mataram sebagai penanggung jawab

program layanan kesehatan jiwa di Dinas Kesehatan Kota Mataram, 1 orang

kader kesehatan jiwa serta 1 orang mantan penderita gangguan jiwa. Selain

itu, peneliti mela- kukan triangulasi metode, yaitu melakukan observasi

serta mewawancarai kembali 2 orang peserta FGD pada waktu yang

berbeda, dengan memberikan pertanyaan yang sama. Pengumpulan data

lain dilakukan dengan observasi langsung kegiatan perawat. Hasil dari

penelitian ini menunjukan: Perawat kesehatan jiwa di Kota Mataram tengah

melaksanakan program bebas pasung, namun belum terlaksana secara

maksimal terkait dengan kondisi kerja yang dialami oleh perawat. Perawat

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
15

kesehatan jiwa perlu meningkatkan kerjasama dengan tokoh agama,

masyarakat dan semua lintas sektoral di Kota Mataram dalam pelaksanaan

program bebas pasung, terutama dalam upaya preventif, promotif, kuratif

dan rehabilitatif, sehingga masalah-masalah terkait penyakit jiwa dapat

teratasi.

Gambaran Tingkat Pengetahuan..., Afif Agung Nugroho, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Anda mungkin juga menyukai