Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatrikontemporer,
karena jumlah yang terlibat dan riset yang mereka buat. Di dunia lebih dari 1000
tindakan bunuh diri terjadi tiap hari, di Inggris ada lebih dari 3000 kematian bunuh diri
tiap tahun (Ingram, Timbury dan Mowbray, 1993). Di Amerika Serikat,dilaporkan 25.000
tindakan bunuh diri setiap tahun (Wilson dan Kneisl,1988), dan merupakan penyebab
kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria dan wanita adalah tiga
berbanding satu (Stuart dan Sundden, 1987, hlm. 487). Pada usia remaja, bunuh diri
merupakan penyebab kematian kedua (Leahey dan Wright, 1987,hlm.79). Menurut
Prayitno (1983) tindakan bunuh diri di Jakarta 2,3 per 100.000 penduduk. Data dari
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa 1 juta orang
bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga
penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan. Pada
laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki
lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan
pistol, menggantung diri, atau lompat darigedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih
sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih
sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan
dirinya sendiri ataudiselamatkan orang lain. Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering,
peracunan diri sendiri bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah
sakit dan pada pasien dibawah40 tahun menjadi penyebab terbanyak. Masalah ini bersifat
emosional, peracunan diri sendiri secara khusus cenderung membangkitkan respon tak
rasional dan agresif dari perawat dan dokter (Ingram, Timbury dan Mowbray, 1993).
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres
yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri
adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik untuk
bunuh diri.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian bunuh diri ?
1

2.
3.
4.
5.
6.

Etiologi resiko bunuh diri ?


Apa saja tanda dan gejala resiko bunuh diri ?
Bagaimana rentang respon risiko bunuh diri?
Bagaimana asuhan keperawatan resiko bunuh diri ?
bagaimana telaah jurnal tentang resiko bunuh diri?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengerti tentang asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian bunuh diri.
2. Mengetahui etiologi resiko bunuh diri
3. Mengetahui apa saja tanda dan gejala resiko bunuh diri
4. Mengetahui bagaimana rentang respon risiko bunuh diri
5. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan resiko bunuh diri
6. Mengetahui bagaimana telaah jurnal tentang resiko bunuh diri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan (Herdmen, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati
sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Resiko bunuh

diri terdiridari tiga kategori yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh
diri.
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan: Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh! atau
Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya. Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki
ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh
diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus
asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

2.2 ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri, meliputi :

Factor Biologis
Factor-faktor biologis yang berkaitan dengan adanya factor herediter, riwayat
bunuh diri, riwayat penggunaan Napza, riwayat penyakit fisik, nyeri kronik, dan

penyakit terminal.
Factor psikologis

Pasien risiko bunuh diri mempunyai riwayat kekerasan masa kanak-kanak,


riwayat keluarga bunuh diri, homoseksesual saat remaja, perasaan bersalah,

kegagalan dalam mencapai harapan, gangguan jiwa.


Factor social budaya
Factor social budaya yang berkaitan dengan risiko bunuh diri antara lain
perceraian, perpisahan, hidup sendiri dan tidak bekerja

b. Faktor Prespitasi
faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan isolasi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi
sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan marah,bermusuhan. Bunuh diri dapat
merupakan cara pasien menghukum diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.3 TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejalan resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi.
a. data subjektif :
pasien mengungkapkan tentang :
merasa hidupnya tak berguna
ingin mati
pernah mencoba bunuh diri
merasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya
b. data objektif:
ekspresi murung
tak bergairah
banyak diam
ada bekas percobaan bunuh diri
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)

Mempunyai ide untuk bunuh diri.


Mengungkapkan keinginan untuk mati.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Impulsif.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).

Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan

mengasingkan diri).
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,

psikosis dan menyalahgunakan alcohol).


Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami

kegagalan dalam karier).


Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
Pekerjaan.
Konflik interpersonal.
Latar belakang keluarga.
Orientasi seksual.
Sumber-sumber personal.
Sumber-sumber social.
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.4 RENTANG RESPON


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress
Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan,apatis.: Individu yang tidak berhasil memecahkan
masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa
gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.

c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari
keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.
2.5 ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
1.

Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri


Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh
diri / penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang dicintai,
pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
Lain lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.

Masalah keperawatan
Resiko Perilaku bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.

Diagnosa 1

: Resiko bunuh diri

2.

Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri

3.

Tujuan khusus :
6

Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan:

Perkenalkan diri dengan klien

Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

Bersifat hangat dan bersahabat.

Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri


Tindakan :

Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,


silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh


perawat.

Awasi klien secara ketat setiap saat.

Klien dapat mengekspresikan perasaannya


Tindakan:

Dengarkan keluhan yang dirasakan.

Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan


dan keputusasaan.

Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana


harapannya.

Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,


kematian, dan lain lain.

Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan


keinginan untuk hidup.

Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:

Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.

Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.

Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar


sesama,

keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).


7

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif


Tindakan:

Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang


menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll.)

Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.

Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang


mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

1.

Diagnosa 2

: Gangguan konsep diri: harga diri

rendah
2.

Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan

3.

Tujuan khusus :
1.

Klien dapat membina hubungan saling


percaya.
Tindakan:
1.1.

Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama


perawat dan jelaskan tujuan interaksi.

1.2.

Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.

1.3.

Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2.

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan


dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas

3.

Klien mampu menilai kemampuan yang


dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
8

Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4.

Klien dapat merencanakan kegiatan yang


bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1.

Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari


sesuai kemampuan.

4.2.

Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.

4.3.

Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

5.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai


kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1.

Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

5.2.

Beri pujian atas keberhasilan klien

5.3.

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6.

Klien

dapat

memanfaatkan

sistem

pendukung yang ada


Tindakan :
6.1

Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

6.2

Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat

6.3

Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

6.4

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1.

Diagnosa

: Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan
2.

Tujuan umum
-

3.

Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan khusus

:
9

Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya

Pasien mampu mengungkapkan perasaannya

Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik

4.

Tindakan :
-

Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang lain


dan lingkungan

Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :


o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan

Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :


o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
o Mendiskusikan

dengan

pasien

efektfitas

masing-masing

cara

penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
C.

RENCANA

TINDAKAN

KPERAWATAN
a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:

Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan ke


tempat yang aman

Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet, gelas,


dan tali pinggang)
10

Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika pasien


mendapatkan obatnya.

Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan melindungi


pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

BAB III
TELAAH JURNAL
3.1 Identitas Jurnal
a. Judul

11

Recurrent suicide attempts in patients with depressive and anxiety disorders:


The role of borderline personality traits

b. Tahun Penelitian

2013

c.Penulis Jurnal

BarbaraStringer,
Carmilla

BernovanMeijel,

M.MLicht,

MerijnEikelenboom,

AdJ.F.M.Kerkhof,

BaukeKoekkoek,

BrendaW.J.H.Penninx

AartjanT.F.Beekman
3.2 Manfaat Penulisan Jurnal
Adapun manfaat dari jurnal ini yaitu:
Menambah pengetahuan dan wawasan perawat sebagai petugas kesehatan dalam
merawat pasien dengan resiko bunuh diri, dengan adanya hasil penelitiaan pada jurnal
ini juga bisa membuat perawat untuk melakukan penelitian lanjutan dan diharapkan
petugas kesehatan terutama perawat dapat membantu dalam mencegah agar tidak
terjadinya resiko perilaku bunuh diri di fasilitas kesehatan mental atau jiwa.
3.3 Kelebihan Jurnal
Penelitian ini memaparkan dengan jelas tentang metode penelitian. Hasil penelitian
juga dipaparkan dengan sangat jelas. Penelitian ini adalah unik karena mampu tidak
hanya mempertimbangkan depresi, tetapi juga untuk memasukkan pasien dengan
gangguan kecemasan. Selain itu, dengan menggunakan upaya bunuh diri sebagai variabel
count terus menerus, kami mampu menganalisis risiko tambahan dari setiap upaya
berikutnya
3.4 Kekurangan Jurnal
Pemutaran gangguan kepribadian ditambahkan ke penilaian NESDA di 4 tahun
follow-up untuk pertama kalinya. Oleh karena itu kita tidak dapat menguji pengaruh
sifat BPD komorbiditas pada upaya bunuh diri dari waktu ke waktu.

3.5 RINGKASAN/SINOPSIS
Latar belakang
12

Kehadiran komorbiditas batas gangguan kepribadian (BPD) mungkin berhubungan dengan


peningkatan perilaku bunuh diri pada pasien dengan depresi dan gangguan kecemasan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji peran ciri kepribadian borderline pada upaya
bunuh diri berulang.
Metode
Belanda Studi Depresi dan Kecemasan termasuk 1.838 responden dengan depresi seumur
hidup dan / atau gangguan kecemasan, di antaranya 309 melaporkan setidaknya satu usaha
bunuh diri sebelumnya. Sebuah analisis regresi binomial negatif univariat dilakukan untuk
menguji hubungan antara kepribadian borderline komorbiditas dan usaha bunuh diri. negatif
analisis regresi binomial univariat dan multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor
risiko untuk jumlah usaha bunuh diri berulang dalam empat kelompok (jenis dan tingkat
keparahan gangguan axis-I, sifat BPD, penentu usaha bunuh diri dan sosial-demografi).
Hasil
Dalam total sampel bunuh diri rasio tingkat upaya peningkatan dengan 33% untuk setiap unit
peningkatan sifat BPD. Diagnosis seumur hidup dysthymia dan komorbiditas BPD sifat,
terutama gejala kemarahan dan perkelahian, secara independen dan secara signifikan terkait
dengan upaya bunuh diri berulang dalam model akhir (n = 309).
Keterbatasan
Pemutaran gangguan kepribadian ditambahkan ke penilaian NESDA di 4 tahun follow-up
untuk pertama kalinya. Oleh karena itu kita tidak dapat menguji pengaruh sifat BPD
komorbiditas pada upaya bunuh diri dari waktu ke waktu.
Kesimpulan
Orang dengan diagnosis seumur hidup dysthymia dikombinasikan dengan ciri-ciri
kepribadian borderline terutama kesulitan dalam menghadapi kemarahan tampaknya berisiko
tinggi untuk percobaan bunuh diri berulang. Untuk praktek klinis, dianjurkan untuk layar
untuk ciri-ciri kepribadian borderline komorbiditas dan untuk memperkuat keterampilan
koping pasien berkaitan dengan kemarahan.
3.6 PEMBAHASAN
1. Hasil Analisa Jurnal
13

Usaha bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Prevalensi
seumur hidup dari usaha bunuh diri diperkirakan 4,6% (Kessler et al., 2005 dan Nock et al.,
2008). Risiko meningkat bunuh diri setelah lebih upaya dan perawatan yang tidak berhasil
(Zahl dan Hawton, 2004; Paris, 2007; Soloff dan Chiappetta, 2012). Beberapa peneliti
membandingkan karakteristik dari yang mencoba tunggal dan berulang, hipotesa bahwa
kedua kelompok ini berbeda. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kehadiran
kecemasan dan gangguan depresi meningkatkan risiko usaha bunuh diri dan bunuh diri
selesai (Angst et al., 1999, Sareen et al., 2005 dan Sepuluh Memiliki et al., 2009). Selain itu,
pasien dengan gejala kecemasan dan depresi berat lebih sering mencoba bunuh berulang
dibandingkan pasien dengan gejala sedang. Pada saat yang sama, adanya gangguan-terutama
kepribadian komorbiditas borderline personality disorder (BPD) -telah dampak negatif pada
perilaku bunuh diri pada kelompok pasien ini. Namun, bukti pengaruh tertentu dari BPD
komorbiditas pada perilaku bunuh diri berulang tidak konsisten: beberapa peneliti
menemukan hubungan antara BPD komorbiditas dan usaha bunuh diri berulang (Boisseau et
al, 2012; Hawton et al, 2003; Brodsky et al,... 2006 dan Soloff et al., 2000), sementara yang
lain tidak (Forman et al., 2004). Selain itu, tidak jelas yang ciri-ciri kepribadian borderline
menjelaskan upaya bunuh diri berulang terbaik. Kebanyakan penelitian menemukan
hubungan dengan impulsif, agresivitas, dan permusuhan (Soloff et al., 2000, Boisseau et al.,
2012, Brodsky et al., 2006 dan Keilp et al., 2006), sementara calon penelitian terbaru tidak
menemukan mengkonfirmasi asosiasi ini dengan impulsif dan agresi (Soloff dan Chiappetta,
2012). Sementara beberapa penelitian menemukan hubungan antara putus asa dan mencoba
bunuh diri berulang (Forman et al, 2004 dan Berk et al, 2007;.. Hawton et al, 2003;.. Soloff et
al, 2000), studi prospektif yang sama ini tidak mengkonfirmasi hal ini asosiasi (Soloff dan
Chiappetta, 2012). Pengaruh perlakuan di masa kecil pada upaya bunuh diri berulang juga
tidak konsisten, di mana lagi studi prospektif Soloff dan Chiappetta (2012) tidak
mengkonfirmasi hubungan antara penganiayaan dan percobaan bunuh diri berulang (Berk et
al., 2007 dan Forman et al., 2004;. Hawton et al, 2003). Akhirnya, hubungan antara
penyalahgunaan zat pada upaya bunuh diri berulang ditemukan dalam sebuah studi dari Berk
et al. (2007), tetapi tidak dikonfirmasi dalam studi prospektif yang sama Soloff dan
Chiappetta (2012).

Inkonsistensi temuan sebelumnya mungkin karena perbedaan metodologi antara studi.


Relevansi klinis meningkatkan pemahaman kita tentang usaha bunuh diri berulang antara
14

pasien dengan gangguan afektif tampaknya jelas, karena ini merupakan kelompok risiko
tinggi yang paling dikenal dan paling mudah diakses untuk bunuh diri. Oleh karena itu, kami
bertujuan untuk mempelajari peran sifat BPD penyerta dalam kaitannya dengan usaha bunuh
diri berulang dalam sampel besar pasien dengan depresi dan / atau gangguan kecemasan.
Tujuan pertama kami adalah untuk menguji hubungan antara kepribadian borderline
komorbiditas dan usaha bunuh diri pada umumnya dengan menjelajahi untuk apa gelar
komorbiditas ciri-ciri kepribadian borderline berhubungan dengan usaha bunuh diri pada
orang dengan kecemasan seumur hidup atau gangguan depresi. Kedua, kami menguji apakah
efek dari kepribadian borderline komorbiditas ciri-ciri meningkat ketika bergerak dari satu ke
yang mencoba bunuh dri berulang dan, ketiga, kita diuji efek bersamaan pada upaya bunuh
diri berulang karakteristik psikopatologis dan sosio-demografis lainnya. Akhirnya, kami
menguji yang ciri-ciri kepribadian tertentu batas menjelaskan upaya bunuh diri berulang
terbaik.
2. Metode
2.1. Sampel penelitian
Belanda Studi Depresi dan Kecemasan (NESDA) dirancang sebagai studi kohort longitudinal
yang sedang berlangsung, untuk menyelidiki kursus jangka panjang depresi dan gangguan
kecemasan. rincian lengkap tentang latar belakang penelitian ini dan metode yang telah
dijelaskan di tempat lain (Penninx et al., 2008). Singkatnya, penilaian awal dari NESDA
dilakukan antara tahun 2004 dan 2007 dan termasuk penilaian tatap muka karakteristik
demografi dan pribadi serta wawancara psikiatri diagnostik standar. Selain itu, kuesioner
laporan diri yang dilakukan, yang diukur antara lain faktor risiko terduga, yang digunakan
dalam penelitian kami. Awalnya, 2981 responden direkrut. Untuk mewakili depresi dan
kecemasan pada berbagai tingkat keparahan dan pengembangan, peserta (usia 18-65 tahun)
direkrut dari pengaturan beragam: masyarakat (19%), perawatan primer (54%) dan fasilitas
perawatan kesehatan mental khusus rawat jalan (27% ). Kriteria eksklusi pada awal adalah
diagnosis klinis utama dari gangguan bipolar, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
penggunaan zat, gangguan psikotik, atau gangguan kejiwaan organik, seperti dilansir oleh
peserta atau praktisi kesehatan mental mereka. Juga pasien dikeluarkan dalam kasus perintah
cukup dari bahasa Belanda. Protokol penelitian telah disetujui oleh Komite Etik berpartisipasi
universitas dan semua responden memberikan tertulis persetujuan.

15

Penilaian tindak lanjut dilakukan 2 tahun (n = 2596, 87%), dan 4 tahun (n = 2402, 80,6%)
setelah dasar, termasuk wawancara yang sama tatap muka dan kuesioner sebagai dasar
penilaian. Namun, tambahan penting dalam terang studi kami adalah penilaian dari gangguan
kepribadian selama 4 tahun follow-up.
Penelitian ini memanfaatkan data 4-tahun ini dan memiliki data dari penilaian sebelumnya
masing-masing responden dengan pembuangan. Responden dengan data yang lengkap di
Wawancara Composite Internasional Diagnostic (CIDI) serta Skala Beck untuk Ideation
bunuh diri (SSI) baik pada 2 dan 4 tahun follow-up yang dipilih (n = 2306).
2.2. Variabel tak bebas
Beck Skala untuk bunuh diri Ideation (SSI) digunakan untuk mengukur keinginan bunuh diri
dan usaha bunuh diri (Beck et al., 1979 dan Beck et al., 1988). Pada awal dan pada dua tahun
masa tindak lanjut mencoba bunuh diri itu dioperasionalkan dengan meminta responden:
"Apakah Anda pernah melakukan upaya serius untuk mengakhiri hidup Anda, misalnya
dengan merugikan atau meracuni diri sendiri atau dengan masuk ke kecelakaan? Tidak iya'.
Jika pertanyaan ini dijawab positif, responden diminta untuk jumlah usaha bunuh diri yang
serius selama hidup. Dalam 6,4% dari 1.838 responden ada inkonsistensi antara jawaban
yang diberikan pada masa pertanyaan bunuh diri di 2-tahun tindak lanjut dibandingkan
dengan baseline. Hal ini bukan disebabkan oleh kasus insiden pertama pada 2 tahun followup, tapi mungkin karena daya ingat (Eikelenboom et al., Dikirimkan untuk publikasi). Untuk
menjamin bahwa semua responden yang melaporkan bahwa mereka pernah melakukan usaha
bunuh diri yang disertakan, kami menggunakan kriteria luas, yaitu jumlah yang dilaporkan
tertinggi pada awal atau 2 tahun follow-up. Data ini dibuat lengkap dengan kasus insiden
percobaan bunuh diri di 4-tahun tindak lanjut, di mana usaha bunuh diri yang dinilai sejak 2
tahun follow-up wawancara.
Keputusan untuk menggunakan jumlah tertinggi dilaporkan mencoba bunuh diri mungkin
telah menyebabkan over-estimasi. Untuk memeriksa dampak keputusan ini pada hasil, semua
analisis diulang dengan kriteria ketat mungkin, yang merupakan jumlah yang dilaporkan
terendah usaha bunuh diri (n = 192).

2.3. Variabel independen

16

Karakteristik depresi dan kecemasan


ciri-ciri kepribadian Borderline
Penentu usaha bunuh diri berulang
Sosio-demografi

2.4. analisis statistik


Jumlah usaha bunuh diri, sebagai variabel dependen, termasuk dalam dua cara: (1) sebagai
variabel kategoris dengan tiga kelompok; tidak ada usaha, satu upaya dan lebih dari satu
usaha dan (2) sebagai variabel count terus menerus. Untuk menggambarkan perbedaan antara
responden dengan tidak ada usaha bunuh diri, salah satu upaya dan orang-orang dengan lebih
dari satu usaha (variabel kategorikal), gambaran terbuat dari karakteristik psikopatologis dan
sosio-demografis (mean atau persentase).
Tujuan penelitian pertama, meneliti hubungan antara percobaan bunuh diri dan komorbiditas
ciri kepribadian borderline, dijawab dengan melakukan analisis regresi binomial negatif
univariat dengan jumlah usaha bunuh diri, termasuk tidak ada yang mencoba bunuh dri,
sebagai variabel dependen (n = 1838). Kecondongan variabel count bergantung menunjukkan
distribusi non-normal. Kedua Poisson dan regresi binomial negatif analisis yang tepat untuk
model variabel count. Karena distribusi Poisson itu overdispersed (berarti varians> berarti),
regresi binomial negatif digunakan untuk model prediksi kemungkinan jumlah usaha bunuh
diri. Distribusi binomial negatif terbukti lebih cocok daripada distribusi Poisson, karena
penyimpangan / df dan Pearson chi-square / df lebih dekat ke 1,0. regresi binomial negatif
menyediakan Ratio Rate (RR) dengan interval kepercayaan 95%. RR ini merupakan
estimator dari peningkatan upaya bunuh diri per 1 unit peningkatan sifat BPD. Selain itu,
analisis regresi multinomial multivariabel dilakukan di mana variabel kategoris dari upaya
bunuh diri adalah variabel dependen (tidak ada upaya sebagai kategori referensi) untuk
meneliti hubungan antara ciri-ciri komorbiditas batas kepribadian dan usaha bunuh diri,
disesuaikan untuk semua karakteristik lain. regresi multinomial adalah analisis yang sering
digunakan untuk membandingkan lebih dari dua kelompok. Di sini, digunakan untuk menguji
apakah sifat komorbiditas BPD secara independen terkait dengan upaya tunggal atau hanya
dengan upaya berulang.

Untuk tujuan penelitian kedua, yaitu untuk menguji hubungan sifat BPD komorbiditas
dengan usaha bunuh diri berulang, sampel dikurangi menjadi 309 responden dengan
17

setidaknya satu dilaporkan bunuh diri upaya seumur hidup. negatif analisis regresi binomial
univariat dilakukan untuk memeriksa yang karakteristik dari empat cluster yang berbeda
terkait dengan usaha bunuh diri berulang. Selanjutnya, karakteristik yang menunjukkan
hubungan yang signifikan dalam analisis regresi binomial negatif univariat dimasukkan ke
dalam analisis multivariabel per cluster karakteristik. Akhirnya, karakteristik dengan
hubungan yang signifikan dalam ini analisis multivariat dimasukkan ke dalam model akhir.
Dalam multivariabel univariat dan analisis liberal cut-off dari p.10 dipilih untuk memastikan
semua faktor risiko penting yang termasuk dalam model akhir. Dalam model akhir p.05
sebuah dianggap signifikan.
Selain itu, untuk mengidentifikasi gejala BPD yang menjelaskan upaya bunuh diri berulang
terbaik, item tunggal dari PDQ-4 secara terpisah diuji dalam model regresi univariat dan
multivariat tentang hubungan mereka dengan usaha bunuh diri berulang.
Analisis yang disebut tujuan penelitian kedua diulang dengan kriteria ketat, yaitu jumlah
terendah dilaporkan usaha bunuh diri.
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 20.
3. Hasil
3.1. karakteristik sampel
Sampel terdiri dari 1.838 responden dengan usia rata-rata 46,1 (SD 12,7). Enam puluh
delapan persen dari responden adalah perempuan (Tabel 1). Dari mereka 1.838 responden
1.529 (83,2%) tidak melaporkan usaha bunuh diri dalam hidup mereka, 176 (9,6%)
melaporkan satu usaha bunuh diri dan 133 (7,2%) melaporkan lebih dari satu usaha bunuh
diri dalam hidup mereka. Berdasarkan cut off point dari 5 atau lebih tinggi, 13% dari
responden memiliki peningkatan skor BPD (n = 238). Seperti yang diharapkan Tabel 1
menunjukkan bahwa karakteristik berbeda sebagian besar antara tidak berbanding
melaporkan percobaan bunuh diri, dan kurang antara satu dan lebih dari satu dilaporkan
usaha bunuh diri.
3.2. Hubungan antara ciri-ciri komorbiditas kepribadian borderline dan usaha bunuh diri
Di total sampel (n = 1838) analisis binomial negatif univariat menunjukkan peningkatan rasio
percobaan bunuh diri tingkat 33% untuk setiap kenaikan unit ciri-ciri kepribadian borderline
(RR 1,33; 95% CI 1,24-1,42). Untuk memvisualisasikan hubungan antara sifat-sifat BPD
18

komorbiditas dan beberapa upaya bunuh diri, Gambar. 1 menunjukkan jumlah usaha bunuh
diri, disajikan sebagai sejumlah variabel kategoris, per jumlah gejala kepribadian borderline.
Di antara responden tanpa BPD gejala penyerta (n = 533), 4% melaporkan upaya bunuh diri
berulang, sementara di antara responden dengan sembilan dari sepuluh gejala BPD (n = 6),
50% melaporkan upaya berulang.
3.3. faktor risiko yang diduga untuk usaha bunuh diri berulang
Cluster i: Karakteristik kecemasan dan depressionConcerning sampel responden dengan
setidaknya satu dilaporkan bunuh diri upaya seumur hidup (n = 309), Tabel 2 menunjukkan
bahwa di univariat analisis dysthymia, fobia sosial, berarti IDS mencetak gol, jumlah bulan
dengan kedua depresi dan kecemasan gejala, dan jumlah depresi atau gangguan kecemasan
secara signifikan terkait dengan usaha bunuh diri berulang. Dalam analisis multivariabel
hanya diagnosis seumur hidup dysthymia tetap signifikan. Bunuh diri rate ratio upaya
berulang untuk responden dengan dysthymia seumur hidup adalah 1,8 kali rasio tingkat
mereka yang tidak seumur hidup dysthymia (RR 1,78; 95% CI 1,06-3,00).
Cluster ii: BPD traitsAs dapat dilihat dari Tabel 2, dalam analisis univariat peningkatan rasio
tingkat usaha bunuh diri berulang adalah 14% untuk setiap unit peningkatan sifat BPD. Hal
ini menunjukkan bahwa ciri-ciri kepribadian borderline secara signifikan terkait dengan
usaha bunuh diri berulang (RR 1,14; 95% CI 1,04-1,25).
Cluster iii: Penentu untuk bunuh diri berulang attemptsOf penentu dikenal dari usaha bunuh
diri hanya putus asa / ide bunuh diri menunjukkan p-nilai di bawah. 10 dan karena itu
termasuk dalam analisis multivariabel (Tabel 2). Peningkatan RR dari usaha bunuh diri
berulang adalah 5% untuk setiap kenaikan unit keputusasaan / ide bunuh diri (RR 1,05; 95%
CI 0,99-1,12).
Cluster iv: Sosial demographicsNone karakteristik sosio-demografis menunjukkan RR
signifikan
4. Diskusi
Seperti yang diharapkan, ciri-ciri kepribadian borderline yang sangat terkait dengan upaya
bunuh diri dalam kohort besar ini orang dengan depresi seumur hidup dan gangguan
kecemasan. Risiko usaha bunuh diri meningkat 33% untuk setiap kenaikan unit ciri-ciri
kepribadian borderline (RR 1,33; 95% CI 1,24-1,42). Namun, risiko ini tidak merata di
19

seluruh sejarah perkembangan perilaku bunuh diri. Kontribusi sifat batas tampaknya
meningkat dengan usaha bunuh diri lebih. Hal ini mungkin karena bias seleksi atau efek
memperkuat timbal balik dari perilaku bunuh diri dan ciri batas atas pembangunan bersama
mereka. Dalam sebuah penelitian naturalistik, seperti penelitian ini, kedua efek ini tidak dapat
mengurai. Namun, apapun proses yang mendasari, kenyataannya tetap bahwa sifat-sifat batas
menjadi semakin lebih penting pada pasien dengan peningkatan jumlah usaha bunuh diri. Hal
ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Soloff et al., 2000, Brodsky et al., 2006 dan
Boisseau et al., 2012). Penelitian ini adalah unik karena mampu tidak hanya
mempertimbangkan depresi, tetapi juga untuk memasukkan pasien dengan gangguan
kecemasan. Selain itu, dengan menggunakan upaya bunuh diri sebagai variabel count terus
menerus, kami mampu menganalisis risiko tambahan dari setiap upaya berikutnya.
Untuk menyimpulkan, dampak relatif dari sifat-sifat kepribadian borderline pada risiko usaha
bunuh diri pada pasien dengan kecemasan atau depresi tampaknya meningkatkan pada pasien
dengan upaya seumur hidup lagi. Karena ini adalah kelompok berisiko tertinggi bunuh diri,
termasuk evaluasi menyeluruh terhadap gangguan kepribadian dan akses ke perawatan yang
tepat tampaknya semakin penting bagi pasien dengan riwayat percobaan bunuh diri.

3.7 KESIMPULAN
Orang dengan diagnosis seumur hidup dysthymia dikombinasikan dengan ciri-ciri
kepribadian borderline terutama kesulitan dalam menghadapi kemarahan tampaknya berisiko
tinggi untuk percobaan bunuh diri berulang. Untuk praktek klinis, dianjurkan untuk layar
untuk ciri-ciri kepribadian borderline komorbiditas dan untuk memperkuat keterampilan
koping pasien berkaitan dengan kemarahan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Istilah yang terakhir ini menjadi topik besar dalam psikatrikontemporer, karena
jumlah yang terlibat dan riset yang mereka buat

20

Menurut Prayitno (1983) tindakan bunuh diri di Jakarta 2,3 per 100.000 penduduk. Data dari
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa 1 juta orang bunuh
diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga penyebab utama
kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan (Herdmen, 2012). Individu secara sadar berkeinginan untuk mati
sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Resiko bunuh
diri terdiridari tiga kategori yaitu isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri, percobaan bunuh
diri. Faktor Predisposisi yaitu factor biologis, factor psikologis, factor social budaya. Faktor
pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan isolasi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stress, perasaan marah,bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan cara
pasien menghukum diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan. Tanda dan gejalan
resiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukan keinginan atau pikiran
untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.Respon
maladaptif antara lain : Ketidakberdayaan, kehilangan, depresi, bunuh diri .

4.2 SARAN
Penulis berharap agar pembaca dapat memahami dan juga mengaplikasikan hal-hal
penting dari isi jurnal penelitian ini. Agar kedepannya kita semua sebagai tim kesehatan
dapat mencegah timbulnya resiko bunuh diri di fasilitas kesehatan baik mental maupun
non-mental dan juga agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi pasien
ataupun klien.

DAFTAR PUSTAKA
www.sciencedirect.com
Penyusun, tim. 2012. Modul pelatiahan keperawatan kesehatan jiwa masyarakat.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Kasus Seminar Kelompok 3 Surgikal
    Kasus Seminar Kelompok 3 Surgikal
    Dokumen77 halaman
    Kasus Seminar Kelompok 3 Surgikal
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen15 halaman
    Bab 1
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Hemaptoe LP
    Hemaptoe LP
    Dokumen26 halaman
    Hemaptoe LP
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Kuisioner Fix
    Kuisioner Fix
    Dokumen7 halaman
    Kuisioner Fix
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen28 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Fix
    Daftar Pustaka Fix
    Dokumen4 halaman
    Daftar Pustaka Fix
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Format Asuhan Keperawatan Keluarga
    Format Asuhan Keperawatan Keluarga
    Dokumen14 halaman
    Format Asuhan Keperawatan Keluarga
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • LP TB MDR
    LP TB MDR
    Dokumen20 halaman
    LP TB MDR
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Kuisionr
    Kuisionr
    Dokumen6 halaman
    Kuisionr
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen10 halaman
    1
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Laporan Komunitas
    Laporan Komunitas
    Dokumen9 halaman
    Laporan Komunitas
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Makalah Oma
    Makalah Oma
    Dokumen39 halaman
    Makalah Oma
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Makalah Oma
    Makalah Oma
    Dokumen39 halaman
    Makalah Oma
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat
  • Tindakan Pemberian Obat
    Tindakan Pemberian Obat
    Dokumen2 halaman
    Tindakan Pemberian Obat
    Rima Anggreni
    Belum ada peringkat