Di susun oleh
Kelompok 6:
1. Letisiana
2. Sri Juliastuti Utami
3. Mella Tri Herawati
4. Wawan Dharmawan
5. Wendi Suganda
6. Rizki Ferdiansyah
Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak
2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri”. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah “Neurobehaviour II”.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data – data yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan “Asuhan Keperawatan
Risiko Bunuh Diri”.
Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Kelompok 6
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam. Sejak
tahun 1958 dari 100.000 penduduk jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh
diri. Sedangkan untuk negara austria, denmark, inggris rata-rata 23 orang. Urutan pertama
diduduki jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24
menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap tahunnya 30.000 orang meninggal
akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya adalah 10 kali lebih besar
dari angka tersebut, tetapi cepat tertololong, kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri
mulai tampak meningkat terjadi dalam pada anak-anak dan remaja. Pada tahun- tahun
terakhir, angka bunuh diri di amerika yang terjadi pada usia 12-20 tahun mengalami
peningkatan. Di Amerika 12.000 anak-anak dan remaja tiap tahun di rawat di rumah sakit
akibat upaya bunuh diri. Metode bunuh diri yang paling disukai adalah menggunakan
pistol, selanjutnya menggantung diri dan meminum racun. Kini dinegara yang selalu
menggembar- gemborkan perdamaian dan demokrasi itu dalam setiap 90 menit, seorang
anak meninggal akibat bunuh diri. Bunuh diri tampaknya sudah menjadi bagian tingkah
laku manusia sejak zaman prasejarah. Di Amerika serikat, tindakan bunuh diri setiap
tahun mencapai 25.000 orang. Ia merupakan penyebab kematian yang ke sebelas. Konon,
negara di Eropa timur dan Eropa utara menempati ranking tertinggi. Sedangkan terendah
di Mediterenian dan Amerika Latin. Di negara tergolong maju seperti AS, bunuh diri
ditemukan diberbagai kalangan sosial ekonomi, namun paling dominan dikalangan atas.
Uniknya, pria melakukan bunuh diri secara efektif. Artinya, ia tidak mengarapkan hidup
lagi. Pada wanita kesempatan hidup itu masih terbuka. Karena itu wanita selalu
menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain. Seiring dengan itu,
keberhasilan pria bunuh diri tiga kali lebih banyak ketimbang wanita.
Akhir-akhir ini, penulis amati dalam seminggu, 5 hari diantaranya pikiran rakyat
menyuguhkan berita kepada kita tentang kasus bunuh diri yang menimpa orang dewasa
dan anak-anak. Bahkan ada 3 berita dalam bunuh diri dalam satu kali terbitan. Tanpa
mengurangi kecintaan pada negri ini, mungkin muncul fenomena bangsa kita yang
menduduki ranking tertinggi dalam korupsi, TBC, Hutang, Aborsi, dan perusakan
lingkungan, akan menambah ‘prestasinya’ dalam angka bunuh diri? Sebenarnya penulis
be,um memiliki data resmi mengenai angka bunuh diri pada anak dan remaja di
indonesia, hal ini tentu saja, kita maklumi karena menurut Trianggono kita adalah
bangsa yang tidak terbiasa tertip mencatat dan mendokumentasikan.
B. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan
Neurobehavior II mengenai Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi bunuh diri, faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja,
faktor yang mempengaruhi bunuh diri, jenis bunuh diri, terapi lingkungan pada kondisi
khusus bunuh diri, peran perawat dalam perilaku mencederai diri dan asuhan keperawatan
mencederai diri .
C. RUMUSAN MASALAH
1) Apa definisi bunuh diri.
2) Apa faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja.
3) Apa faktor yang mempengaruhi bunuh diri.
4) Apa jenis bunuh diri.
5) Bagaimana terapi lingkungan pada kondisi khusus bunuh diri.
6) Bagaimana peran perawat dalam perilaku mencederai diri.
7) Bagaimana asuhan keperawatan mencederai diri.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Apa sesungguhnya pemicu keinginan mengakhiri hidup sendiri itu? Ternyata semua
kasus “ horror” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Ghanshyam
pandey berserta timnya menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri.
Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PkC dengan
kasusu bunuh diri dikalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal
akibat bunuh diri, 9 diantaranya memiliki sejarah gangguan mental.8yang lain tidak
mempunyai riwayat gangguan psikis, namun 2 diantaranya mempunyai sejarah
kecanduan alcohol dan obat terlarang.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari
pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses
pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Seperti
rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang
berbagai peristiwa. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan
protein-protein yang erat kaitannya denganmemori. Pada tahap itu, bisa saja proses
rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali
banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu
diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter.
Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam
memorinya? - tidak selalu begitu. Caranya bisa macam-macam. Bisa saja dia melakukan
cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang
pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa
melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya
tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha
bunuh dirinya tidak berhasil.
Mengapa orang memilih bunuh diri? Secara umum, stress muncul karena kegagalan
beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan
hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa
dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh isteri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
Faktor Hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar
Faktor Religiusitas
Pernyataan senada juga dilontarkan Dosen IAIN Antasari Drs. H. Dahli Khairi.
Menurut ia, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu
agama. Dalam ajaran Islam, bunuh diri termasuk perbuatan haram dan dianggap
mendahului ketentuan Tuhan. Azab perbuatan ini menyeramkan sekali. Meski beban
hidup teramat berat, janganlah seseorang sampai melakukan jalan pintas. Sebab semua itu
termasuk ketentuan Tuhan. Memperkuat keimanan dan pendalaman masalah keagamaan,
salah satu jalan keluarnya.
Sarana bunuh diri di Indonesia terkesan sederhana, namun hasilnya mantap. Cukup
melilitkan tali di leher atau dengan minum cairan pembunuh serangga. Di luar negeri,
lebih banyak kasus bunuh diri menggunakan senjata api jenis pistol, racun, menghirup gas
coke yang mengandung karbon monoksida.
Dengan alasan apapun dan di agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan
mengingkari kekuasaan Tuhan. Di Eropa, Swiss, negara yang tergolong paling makmur
itu, bunuh diri menempati urutan ketiga dibanding kematian yang disebabkan kanker.
Ironisnya, pelaku lebih banyak dari kalangan terdidik ketimbang awam. Secara global,
jumlah angka bunuh diri terus meningkat. Kenyataan tingginya angka bunuh diri di
negara maju itu menyiratkan, dengan kehidupan spiritualis yang porak poranda, kasus
bunuh diri sangat signifikan. Di Jerman Barat, kematian lewat bunuh diri mencapai 6.000
orang setiap tahun. Begitulah nuansa kehidupan di kalangan orang yang tidak
mempercayai adanya Tuhan sebagai pengatur seluruh alam semesta dan hidup ini.
Yang menarik, di kalangan mahasiswa perguruan tinggi di AS, bunuh diri merupakan
penyebab kematian kedua. Pemicunya adalah self ideal yang terlalu tinggi, tugas
akademik yang banyak menyita waktu, persaingan ketat antarmahasiswa, kecemasan akan
kegagalan dan kehilangan penghargaan kasih sayang dari orangtua. Mereka juga minum
alkohol sebagai pelarian dari tekanan hidup sehari-hari. Dengan cara itu, mereka merasa
happy, hidup lebih enteng dan stress bisa dihilangkan. Namun pengaruh alkohol yang luar
biasa terhadap ketahanan tubuh berbuah kematian yang misterius. Mati karena bunuh diri
atau kecelakaan, sering sulit dibuktikan.
Ada 3 jenis bunuh diri yang bisa diidentifikasi yakni bunuh diri anomit altruistic,dan
egoistic. Bunuh diri yang diakibatkan faktor sters akibat tekanan ekonomi, termasuk
dalam jenis anomik. Kemungkinana terjadinya bunuh diri anomik ini tidak bisa
diprediksikan.
Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang . “hararkiri” yang sudah
membudaya di jepang metupakan bentuk bunuh diri altruistic. Seorang pejabat tinggi di
negeri sakura, misalnya, akan memilih bunuh diri ketika gagal melaksanakan tugasnya.
Bunuh diri tipe egoistic biasanya diakibatkan faktor dalam diri seseorang. Putus cinta
atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat, walaupun termasuk jenis yang
mudah di prediksi. Perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian serta respon
seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta perhatian untuk
eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.
Ruangan aman dan nyaman, terhundar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain, alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan
medis dilemari dalam keadaan terkunci, ruangan harus ditempatkan dilantai satu dan
keseluruhan ruangan mudah di pantau oleh petugas kesehatan, tata ruangan menarik
dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien,
warna dinding cerah, adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup, hadirkan musik
ceria, televisi, dan film komedi, adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang
pribadi pasien.
Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapapasien
sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan
atau kegiatan medis lainnya, menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta
merendahkan, mningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan
hubungan sosial secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan
keluarganya, sertakan keluarga dalam rencan asuhan keperawatan, jangan membiarkan
pasien sendiri terlalu lama.
Pengkajian
1. Lingkungan dan upaya bunuh diri: perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina
atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan
benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala: perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berharga, dalam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap,
berat badan menurun, bicara lamban, keletihan. withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi
remaja, gangguan mental remaja.
5. Fakor kepribadian: impulsif, agresif, bermusuhan, kognisi negatif dan kaku, putus asa,
harga diri rendah, antisosial.
Diagnosa Perawatan
Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendirisehubung dengan takut terhadap
penolakan, dalam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya.
- Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin
mencederai diri.
- Obsevasi perilaku klien lebih sering melalui aktifitas dan interaksi rutin, hindari kesan
pengamatan dan kecurigaan pada klien (observasi ketat dibutuhkan supaya intervensi
dapat terjadi jika di butuhkan untuk memastikan keamanan klien).
- Tetapkan kontrak verbal dengan klien bahwa dia akan memita bantuan jika keinginan
untuk bunuh diri di rasakan (mendiskusikan perasaan ingin bunuh diri, dengan orang
yang di percaya memberikan derajat keringanan untuk klien, sikap penerimaan klien
ebagai individu dapat di rasakan).
Klien bisa di tolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika ia mau berbicara
dan mendengarkan dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui
kesulitan sendirin tanpa bantuan orang lain. Selain itu, bila mendapati ada orang yang
hendak melakukan bunuh diri , sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan
dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat
lingkungan tempat dia tinggal aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa di
gunakan untuk bunuh diri. “kalau perlu buatlah semacam ‘kontrak’ pada dia agar tidak
melakukan bunuh diri, meski tingkat keberhasilan ini sangat kecil.” Kesulitan utama yang
di hadapi apabila orang yang akan melakukan bunuh diri itu tidak menunjukkan gejala-
gejala tersebut. Pada tingkat permukaan dia tampak mengerti dan memahami arti hidup,
serta terkesan tidak akan melakukan bunuh diri, tetapi tiba-tiba dia sudah mati bunuh diri.
Lingkungan sosial, termasuk keluarga, juga menjadi sarana yang baik untuk membantu
mengurangi atau menghilangkan keinginan orang untuk bunuh diri.
Menghadapi orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu
sikap menerima, sabar dan empati. Perawat berupaya agar tidk bersikap memvonis,
memojokkan apa lagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri atau gagal
melakukan bunuh diri.”Kalau mereka merasa dipojokkan kemungkinan bunuh diri akan
semakin cepat.”Yang paling penting di sini adalah mencoba menampung segala
keluhannya dan menjadi pendengar yang baik. Hindari argumentasi dan nasehat-nasehat.
Jangan harap kata-kata anda bisa menjadi senjata ajaib untuk menyadarkannya. Pada
dasarnya dalam diri orang yang ingin bunuh diri tersimpan sikap mendua atau ambivalen.
Sebagian dari dirinya ingin tetap hidup, tetapi sebagian lagi ingin segera mati untuk
mengakhiri penderitaannya. Karena sedang menderita itulah, sebenarnya ia sangat
membutuhkan bantuan orang lain. Ia membutuhkan ventilasi untuk mengalitkan masalah
dan perasaannya. Namun, orang yang berniat bunuh diri biasanya takut untuk mencoba
mencari pertolongan. Ia takut usaha itu justru akan menambah beban deritanya karena
bisa saja ia akan di bilang bodoh, sinting, berdosa atau di beri cap negatif lainnya.
Gangguan kejiwaan sebenarnya bisa sembuh hanya perlu di evaluasi karena bisa
sewaktu-waktu kambuh. Masih banyak stigma atau penilaian negatif di masyarakat
kepada klien gangguan kejiwaan. Namun, bila di bandingkan dulu stigma sekarang sudah
mulai menurun. Bahkan stigma membuat pihak klien juga tidak memahami karakter
anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga menjadi bersikap apatis
dan sering mengelak jika di ajak konsultasi ke psikiater. Padahal, dukungan keluarga
sangat penting untuk upaya penyembuhan kliaen gangguan kejiawaan. Keluarga perlu di
dukung masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa di anggap sama dengan
gangguan-gangguan fisik lain seperti Decomp, DM, hipatitis, dan sebagainya. Yang
membutuhkan perawatan tenaga ahli serta di anggap sebagai cobaan yang bisa menimpa
siapa saja.
3. Express Feeling
Perlu ada dukungan dari lingkungan. Istilah ngetopnya sharing atau curhat, sehingga
membantu meringankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang di tawarkan, selain
mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Express feeling
sangat penting agar masalah yang menekan semakin ringan.
- Jika klien beresiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat
tidur/kamar mandi.
- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan obat telah di
telan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan.
- Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia terlah selesai merencanakan
bunuh diri.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasein melakukan bunih
diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat bunih diri, ancaman
bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.
Isyarat bunuh diriditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, mis., dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
”Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya.
Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatife tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi. Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini dapat dilihat data-data yang harus dikaji
pada tiap jenisnya. Setelah melakukan pengkajian, Anda dapat merumuskan diagnosis
keperawatan berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri.
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah Harga diri rendah. Bila Anda telah
merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama dilakukan
adalah meningkatkan harga diri pasien (selengkapnya lihat modul harga diri rendah). Jika
ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah risiko bunuh diri.
TINDAKAN KEPERAWATAN
Bila Anda telah merumuskan masalah ini, maka Anda perlu segera melakukan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka Anda dapat
melakukan tindakan berikut:
Orientasi:
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”
Kerja:
“Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi (atau hal lain yang mungkin
menjadi penyebab bunuh diri)? Apakah dengan bencana ini merasa paling menderita
didunia ini?Apakah A kehilangan kepercayaan diri?Apakah A merasa tak berharga atau
bahkan lebih rendah daripada orang lain?Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan
diri sendiri?.”
“Nah A, karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup A, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di
ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya,
katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”
“Saya akan menemani A terus sampai keinginan untuk bunuh diri hilang.”
Keluarga diharapkan berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
Tindakan keperawatan:
Percakapan Dengan Keluarga Untuk Melindungi Pasien yang Mencoba Bunuh Diri
Orientasi:
“Selamat pagi, Bapak/Ibu, kenalkan saya B yang merawat putra Bapak dan ibu.”
“Bapak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat
karibnya akibat bencana yang lalau, sehingga A selalu ingin mengakhiri hidupnya.
Karena kondisi A yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu
mengawasi A terus-menerus. Bapak /Ibu dapat ikut mengawasi ya … pokoknya kalau
alam dalam kondisi serius seperti ini A tidak boleh ditinggal sendirian sedikit pun.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak dan ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak dan ibu sebutkan lagi cara tersebut. Baik, mari sama-sama kita temani
A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang, sambil kita ajak bicara tentang kemampuan
yang dimiliki A.”
Tujuan tindakan:
Tindakan Keperawatan:
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Memberikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien.
e. Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah.
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.
Orientasi:
“Selamat pagi,B, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O..
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup didunia ini? Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja ya!”
Kerja:
“Biaklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginanuntuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang Blakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau
keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirianya.”
Terminasi:
Orientasi:
Kerja:
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan
rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B.
Keadaan yang bagaimanyang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B
masih ada yang baik yang patut B sykuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih
dapat B lakukan selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut?
Mari kita latih.”
Terminasi:
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga mampu merawat pasien dengan risiko
bunuh diri.
Tindakan keperawatan:
Orientaasi :
“ Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindunginya dari bunuh diri.”
Kerja :
“kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ucapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendiri di rumah atau jangan biarkan mengunci diri di
kamar. Kalau menentukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya bunuh diri dicegah dengan meningkatkan
pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan
bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B !”
“usahakan sedikit 5 kali sehari Bapak atau Ibu memuji B dengan tulus”
“tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari
bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke puskesmas atau
rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Stelah kembali ke
rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan
bunuh diri.”
Terminasi :
“ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh
diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
“bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian sampai bertemu lagi minggu depan
di sini.”
Latih keluarga tentang cara merawat pasien risiko bunuh diri/ isyarat bunuh diri
Orientasi :
“selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu. Kita sekarang bertemu
kembali.”
“bagaimana, pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
minggu lalu?”
“sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya, pak, bu?”
“kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“berapa lama waktu yang Bapak dan Ibu inginkan untuk kita latihan?”
Kerja :
“sekarang anggap saja B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan
ibu praktikkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan seperti ini.”
“bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal?”
“bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
Terminasi :
“bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di
rumah?”
“setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiapkali bapak
dan ibu membesuk B.”
“baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang untuk membahas kondisi B dan
keberhasilan tindakan yang bapak, ibu dan B lakukan? Kita akan mencoba lagi cara
merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya.”
“baik saya tuggu, kita bertemu lagi di tempat ini ya, pak, bu.”
Orientasi :
“selamat pagi,pak bu, hari ini saya sudah mengakhiri kunjungan saya. Maka
sebaiknya kita membicarakan jadwal B selama di rmah. Berapa lama kita dapat diskusi?
Baik, mari kita diskusikan.”
Kerja :
“hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
B selama di rumah. Kalu misalnya B terus-menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak mium obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong Bapak dan Ib segera
hubungi saya di puskesmas..., ini nomor telepon puskesmasnya: xxxxx
Terminasi :
“bagaimana, pak, bu? Ada yang belum jelas?” ini jadwal kegiatan harian B. Ini surat
rujukan untuk perawat Kdi piskesmas.. jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat
habis atau jika ada gejala yang tampak. Saya akan datang sekali seminggu.”
DAFTAR PUSTAKA