Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN RISIKO BUNUH DIRI

“Keperawatan Neurobehaviour II”


Dosen Pembimbing : Ns. Surtikanti, S. Kep., Ners

Di susun oleh
Kelompok 6:

1. Letisiana
2. Sri Juliastuti Utami
3. Mella Tri Herawati
4. Wawan Dharmawan
5. Wendi Suganda
6. Rizki Ferdiansyah

Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah
Pontianak
2015/2016
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri”. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah “Neurobehaviour II”.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data – data yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan “Asuhan Keperawatan
Risiko Bunuh Diri”.

Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kuburaya, Sept 2016

Kelompok 6
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bunuh diri merupakan masalah psikologis dunia yang sangat mengancam. Sejak
tahun 1958 dari 100.000 penduduk jepang 25 orang diantaranya meninggal akibat bunuh
diri. Sedangkan untuk negara austria, denmark, inggris rata-rata 23 orang. Urutan pertama
diduduki jerman dengan angka 37 orang per 100.000 penduduk. Di Amerika tiap 24
menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap tahunnya 30.000 orang meninggal
akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang sebenarnya adalah 10 kali lebih besar
dari angka tersebut, tetapi cepat tertololong, kini yang mengkhawatirkan trend bunuh diri
mulai tampak meningkat terjadi dalam pada anak-anak dan remaja. Pada tahun- tahun
terakhir, angka bunuh diri di amerika yang terjadi pada usia 12-20 tahun mengalami
peningkatan. Di Amerika 12.000 anak-anak dan remaja tiap tahun di rawat di rumah sakit
akibat upaya bunuh diri. Metode bunuh diri yang paling disukai adalah menggunakan
pistol, selanjutnya menggantung diri dan meminum racun. Kini dinegara yang selalu
menggembar- gemborkan perdamaian dan demokrasi itu dalam setiap 90 menit, seorang
anak meninggal akibat bunuh diri. Bunuh diri tampaknya sudah menjadi bagian tingkah
laku manusia sejak zaman prasejarah. Di Amerika serikat, tindakan bunuh diri setiap
tahun mencapai 25.000 orang. Ia merupakan penyebab kematian yang ke sebelas. Konon,
negara di Eropa timur dan Eropa utara menempati ranking tertinggi. Sedangkan terendah
di Mediterenian dan Amerika Latin. Di negara tergolong maju seperti AS, bunuh diri
ditemukan diberbagai kalangan sosial ekonomi, namun paling dominan dikalangan atas.
Uniknya, pria melakukan bunuh diri secara efektif. Artinya, ia tidak mengarapkan hidup
lagi. Pada wanita kesempatan hidup itu masih terbuka. Karena itu wanita selalu
menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain. Seiring dengan itu,
keberhasilan pria bunuh diri tiga kali lebih banyak ketimbang wanita.

Bunuh diri di Indonesia

Akhir-akhir ini, penulis amati dalam seminggu, 5 hari diantaranya pikiran rakyat
menyuguhkan berita kepada kita tentang kasus bunuh diri yang menimpa orang dewasa
dan anak-anak. Bahkan ada 3 berita dalam bunuh diri dalam satu kali terbitan. Tanpa
mengurangi kecintaan pada negri ini, mungkin muncul fenomena bangsa kita yang
menduduki ranking tertinggi dalam korupsi, TBC, Hutang, Aborsi, dan perusakan
lingkungan, akan menambah ‘prestasinya’ dalam angka bunuh diri? Sebenarnya penulis
be,um memiliki data resmi mengenai angka bunuh diri pada anak dan remaja di
indonesia, hal ini tentu saja, kita maklumi karena menurut Trianggono kita adalah
bangsa yang tidak terbiasa tertip mencatat dan mendokumentasikan.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan
belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan
Neurobehavior II mengenai Asuhan Keperawatan Risiko Bunuh Diri.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi bunuh diri, faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja,
faktor yang mempengaruhi bunuh diri, jenis bunuh diri, terapi lingkungan pada kondisi
khusus bunuh diri, peran perawat dalam perilaku mencederai diri dan asuhan keperawatan
mencederai diri .

C. RUMUSAN MASALAH
1) Apa definisi bunuh diri.
2) Apa faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja.
3) Apa faktor yang mempengaruhi bunuh diri.
4) Apa jenis bunuh diri.
5) Bagaimana terapi lingkungan pada kondisi khusus bunuh diri.
6) Bagaimana peran perawat dalam perilaku mencederai diri.
7) Bagaimana asuhan keperawatan mencederai diri.
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Definisi bunuh diri


Clinton dalam mental health nursing practice (1995:262) menyebutkan : suatu
upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar
berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri
melalui isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan
kematian, luka dan menyakiti diri sendiri.
Sedangkan Taylor dalam Fundamental Of Nursing (1997:262), mengutip dari
ANA (1990) menyatakan: bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan
mengakhiri kehidupan. Bantuan dalam melakukan bunuh diri sanggat berarti misalnya
meyediakan obat atau senjata. Tersedia untuk pasien sesuai dengan tujuan pasien.
Pasien yang secara fisik mampu, akan melakukan kegiatan untuk mengakhiri
kehidupannya sendiri. Bunuh diri yang dibantu (euthanasia pasif) dibedakan dengan
euthanasia aktif. Bunuh diri yang dibantu adalah seseorang membantu mengakhiri
hidupnya tetapi tidak secara langsung menjadi pelaku dalam kematiannya.
Kemudian Stuart Sundeen dalam Principle Psychiatric Nursing (1995:866)
memberi definisi sebagai berikut: bunuh diri adalah menimbulkan kematian sendiri,
suicide, gesture (isyarat bunuh diri) adalah bunuh diri yang direncanakan untuk usaha
mempengaruhi perilaku orang lain. Suicide threat (ancaman bunuh diri) adalah suatu
peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau non verbal bahwa
seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
Kesimpulannya bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengahja
yang tau akan akibatnya yang didapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu yang
singkat (Maramis, 1998:431). Suicide adalah ilmu yang mempelajari latar belakang,
jenis, tehik bunuh diri, dan upaya pencegahannya secara ilmiah dan manusiawi.
Menurut kriminolog/ antropolog dari FISIP UI, Ronny Nitibaskara, penyebab cara
mengakhiri hidup itu dapat diklasifikasi menjadi empat dasar yang dikombinasikan
menjadi NASH (Natural Accident Suicide and Homicide). Homicide atau
pembunuhan, termasuk dalam disiplin ilmu kriminologi.
2. Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja
“ suasana hati yang mempengaruhu bunuh diri” (http//www.sinarharamanco.id) :
“ jangan remehkan suasana hati kita. Sebab kalau sedang dalam kondisi sangat buruk,
seseorang bisa mengakhiri nyawanya sendiri. Ilmuan amerika belum lama ini menemukan
bahwa kasus bunuh diri dikalangan remaja justrudipicu akibat suasana hati yang buruk.
Belakangan, kasus bunuh diri dikalangan mulai meningkat. Data resmi dari kepolisian
daerah metro jaya menyatakan,selama 2003 tercatat 62 kasus bunuh diri. Jumlah ini
merupakan kelipatan tiga kali lebih banyak daripada angka tahun 2002. Usia pelaku
bunuh diri, tidak main-main, ada yang masih belasan tahun.
Menurut ahli psikiatri Kaplan Sadock (1997) “ seorang anak yang berupaya bunuh diri
sangat rentan terhadap pengaruh stressorsosial, seperti percekokan keluarga yang kronis,
penyiksaan, penelantaran, kehilangan sesuatu yang dicintai, kegagalan akademik, dan
lingkungan yang buruk. Menurut ahli rise, ciri universal penyebab anak dan remaja bunuh
diri adalah ketidakmampuan mereka memecahkan masalah dalam menghadapi
percekokan keluarga, penolakan, dan kegagalan”. Pilar utama yang bertaggung jawab
dalam trend bunuh diri pada anak dan remaja di indonesia adalah keluarga dan
lingkungan terdekat pada anak. Anak- anak kita banyak hidup dalam keluarga dan
lingkungan yang serba bermusuhan. Bila zaman kita dulu masih terdengar gemericik air
pancuran, kini di ganti suara macet bising kendaraan. Main layangan di tanah lapang kini
gang sempityang sewaktu-waktu bisa kena gusur. Dulu kita buat mainan dari bahan alami
seperti pohon bambu dan pelepah pisang, kini mainan itu tersedia di play stations yang
bisa membunuh munsuh kapan saja dia mau. Kolam renang kita adalah kolah terpajang di
dunia yaitu sungai citarumyang masih jernis, kini untuk berenang perlu ada uang 10.000,
melebihi uang jajan hariannya.
Menurut riset, dirumah anak-anak menonton tv rata-rata 8 jam sehari. Bila 2 jam saja acra
berisi kekerasan, maka menurut learning theory ia akan merekam kejadian tersebut
sebagai cara pemecahan masalah. Bila ia saksikan juga pertengkaran ayah dan ibunya,
maka metode pemecahan masalah dengan kekerasan makin terekam.
Stressor lingkungan itulah yang menyebabkan orang kota berbondong-bondong membeli
rumah dibukit dago, lembang,puncak dll. Tidak peduli dengan masalah resapan air, yang
penting mereka melahirkan generasi yang menyatu dengan alamnya dan berupaya untuk
mereduksi stressor lingkunganyang penuh kekerasan.
Meminjam teorinya Vygotsky bahwa lingkungan terdekat anak (zone of proximal
development) akan sangat berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak.
Sedangkan menurut psychiatry nursing Stuart Sundeen (1995) jenis kepribadian yang
paling sering yang melakukan bunuh diri adalah tipe agresif, bermusuhan, purus asa,
harga diri rendah, dan kepribadian antisosial. Anak akan memiliki resiko besar untuk
melakukan bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapakan pola asuh otoriter atau
keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan
alkoholisme.

3. Faktor yang mempengaruhi bunuh diri

Faktor mood dan biokimiawi otak

Apa sesungguhnya pemicu keinginan mengakhiri hidup sendiri itu? Ternyata semua
kasus “ horror” tersebut dilandasi pada mood atau suasana hati seseorang. Ghanshyam
pandey berserta timnya menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri.

Faktor riwaya gangguan mental

Pandey dan timnya sangat tertarik untuk mengetahui kaitan lain antara PkC dengan
kasusu bunuh diri dikalangan remaja belasan tahun. Dari 17 remaja yang meninggal
akibat bunuh diri, 9 diantaranya memiliki sejarah gangguan mental.8yang lain tidak
mempunyai riwayat gangguan psikis, namun 2 diantaranya mempunyai sejarah
kecanduan alcohol dan obat terlarang.

Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran

Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran


mereka yang melakukan bunuh diri (http//www.repbublika.co.id.htm). Bisakah dikatakan
bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu,
walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor
genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung
adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.

Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari
pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses
pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Seperti
rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang
berbagai peristiwa. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan
protein-protein yang erat kaitannya denganmemori. Pada tahap itu, bisa saja proses
rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali
banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu
diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter.
Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam
memorinya? - tidak selalu begitu. Caranya bisa macam-macam. Bisa saja dia melakukan
cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang
pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa
melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya
tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha
bunuh dirinya tidak berhasil.

Faktor Isolasi Sosial dan Human Relations

Menurut Rohana Man (http//www. Tutor.commy, 13/07/2004), kajian bunuh diri


disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33
konselor dari Seremban, Kuala Lumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar
bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri daripada mereka yang mempunyai
tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa
terasing karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah, la merasa dirinya tidak
diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar
terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila berasa diri mereka juga tidak dipedulikan
oleh keluarga.

Mengapa orang memilih bunuh diri? Secara umum, stress muncul karena kegagalan
beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan
hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa
dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh isteri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
Faktor Hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar

Dalam http//www.kompas.com Jakarta, Kompas, dijelaskan bahwa penyebab bunuh


diri yang lain adalah Rasa Tidak Aman. Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya
banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini. Tidak adanya rasa
aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Demikian salah satu pendapat yang mengemuka dalam simposium bertajuk: “Bunuh Diri,
Permasalahan Secara Terapi dan Prevensinya", Sabtu (5/ 2) di Jakarta. Hadir sebagai
pembicara, Sekretaris Senat Universitas Trisakti Prof. Dr, dr. HA. Prayitno, SpKJ. dan
Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa Dr. L. Suryantha Chandra, SpKJ.

Faktor Religiusitas

Pernyataan senada juga dilontarkan Dosen IAIN Antasari Drs. H. Dahli Khairi.
Menurut ia, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu
agama. Dalam ajaran Islam, bunuh diri termasuk perbuatan haram dan dianggap
mendahului ketentuan Tuhan. Azab perbuatan ini menyeramkan sekali. Meski beban
hidup teramat berat, janganlah seseorang sampai melakukan jalan pintas. Sebab semua itu
termasuk ketentuan Tuhan. Memperkuat keimanan dan pendalaman masalah keagamaan,
salah satu jalan keluarnya.

Sarana bunuh diri di Indonesia terkesan sederhana, namun hasilnya mantap. Cukup
melilitkan tali di leher atau dengan minum cairan pembunuh serangga. Di luar negeri,
lebih banyak kasus bunuh diri menggunakan senjata api jenis pistol, racun, menghirup gas
coke yang mengandung karbon monoksida.

Dengan alasan apapun dan di agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan
mengingkari kekuasaan Tuhan. Di Eropa, Swiss, negara yang tergolong paling makmur
itu, bunuh diri menempati urutan ketiga dibanding kematian yang disebabkan kanker.
Ironisnya, pelaku lebih banyak dari kalangan terdidik ketimbang awam. Secara global,
jumlah angka bunuh diri terus meningkat. Kenyataan tingginya angka bunuh diri di
negara maju itu menyiratkan, dengan kehidupan spiritualis yang porak poranda, kasus
bunuh diri sangat signifikan. Di Jerman Barat, kematian lewat bunuh diri mencapai 6.000
orang setiap tahun. Begitulah nuansa kehidupan di kalangan orang yang tidak
mempercayai adanya Tuhan sebagai pengatur seluruh alam semesta dan hidup ini.
Yang menarik, di kalangan mahasiswa perguruan tinggi di AS, bunuh diri merupakan
penyebab kematian kedua. Pemicunya adalah self ideal yang terlalu tinggi, tugas
akademik yang banyak menyita waktu, persaingan ketat antarmahasiswa, kecemasan akan
kegagalan dan kehilangan penghargaan kasih sayang dari orangtua. Mereka juga minum
alkohol sebagai pelarian dari tekanan hidup sehari-hari. Dengan cara itu, mereka merasa
happy, hidup lebih enteng dan stress bisa dihilangkan. Namun pengaruh alkohol yang luar
biasa terhadap ketahanan tubuh berbuah kematian yang misterius. Mati karena bunuh diri
atau kecelakaan, sering sulit dibuktikan.

4. Jenis Bunuh Diri

Ada 3 jenis bunuh diri yang bisa diidentifikasi yakni bunuh diri anomit altruistic,dan
egoistic. Bunuh diri yang diakibatkan faktor sters akibat tekanan ekonomi, termasuk
dalam jenis anomik. Kemungkinana terjadinya bunuh diri anomik ini tidak bisa
diprediksikan.
Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang . “hararkiri” yang sudah
membudaya di jepang metupakan bentuk bunuh diri altruistic. Seorang pejabat tinggi di
negeri sakura, misalnya, akan memilih bunuh diri ketika gagal melaksanakan tugasnya.
Bunuh diri tipe egoistic biasanya diakibatkan faktor dalam diri seseorang. Putus cinta
atau putus harapan kerap membuat seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat, walaupun termasuk jenis yang
mudah di prediksi. Perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian serta respon
seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta perhatian untuk
eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.

5. Terapi lingkungan pada kondisi khusus bunuh diri

Ruangan aman dan nyaman, terhundar dari alat yang dapat digunakan untuk
mencederai diri sendiri atau orang lain, alat-alat medis, obat-obatan dan jenis cairan
medis dilemari dalam keadaan terkunci, ruangan harus ditempatkan dilantai satu dan
keseluruhan ruangan mudah di pantau oleh petugas kesehatan, tata ruangan menarik
dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien,
warna dinding cerah, adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup, hadirkan musik
ceria, televisi, dan film komedi, adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang
pribadi pasien.
Lingkungan sosial: komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapapasien
sesering mungkin, memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan
atau kegiatan medis lainnya, menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta
merendahkan, mningkatkan harga diri pasien, membantu menilai dan meningkatkan
hubungan sosial secara bertahap, membantu pasien dalam berinteraksi dengan
keluarganya, sertakan keluarga dalam rencan asuhan keperawatan, jangan membiarkan
pasien sendiri terlalu lama.

B. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri

Pengkajian

1. Lingkungan dan upaya bunuh diri: perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina
atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan
benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.

2. Gejala: perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri, perasaan
gagal dan tidak berharga, dalam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia menetap,
berat badan menurun, bicara lamban, keletihan. withdrawl.

3. Penyakit psikiatrik: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, zat adiktif, depresi
remaja, gangguan mental remaja.

4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple


(pindah, kehilangan, putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit
kronik.

5. Fakor kepribadian: impulsif, agresif, bermusuhan, kognisi negatif dan kaku, putus asa,
harga diri rendah, antisosial.

6. Riwayat keluarga: riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.

Diagnosa Perawatan

Resiko tinggi mutilasi diri/kekerasan pada diri sendirisehubung dengan takut terhadap
penolakan, dalam perasaan yang tertekan, reaksi kemarahan, ketidakmampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal, ancaman harga diri karena malu, kehilangan
pekerjaan dan sebagainya.
- Sasaran jangka pendek: klien akan mencari bantuan staf bila ada perasaan ingin
mencederai diri.

- Saran jangka panjang: klien tidak akan mencederai diri.

Intervensi dan Rasional

- Obsevasi perilaku klien lebih sering melalui aktifitas dan interaksi rutin, hindari kesan
pengamatan dan kecurigaan pada klien (observasi ketat dibutuhkan supaya intervensi
dapat terjadi jika di butuhkan untuk memastikan keamanan klien).

- Tetapkan kontrak verbal dengan klien bahwa dia akan memita bantuan jika keinginan
untuk bunuh diri di rasakan (mendiskusikan perasaan ingin bunuh diri, dengan orang
yang di percaya memberikan derajat keringanan untuk klien, sikap penerimaan klien
ebagai individu dapat di rasakan).

Intervensi Klien Bunuh Diri

1. Listening, Kontrak, Kolaborasi dengan Keluarga

Klien bisa di tolong dengan terapi dan bisa hidup lebih baik, jika ia mau berbicara
dan mendengarkan dalam upaya memecahkan persoalan, serta tidak ada alasan melalui
kesulitan sendirin tanpa bantuan orang lain. Selain itu, bila mendapati ada orang yang
hendak melakukan bunuh diri , sebaiknya dengarkan apa yang dia keluhkan. Berikan
dukungan agar dia tabah dan tetap berpandangan bahwa hidup ini bermanfaat, buat
lingkungan tempat dia tinggal aman dengan cara menjauhkan alat-alat yang bisa di
gunakan untuk bunuh diri. “kalau perlu buatlah semacam ‘kontrak’ pada dia agar tidak
melakukan bunuh diri, meski tingkat keberhasilan ini sangat kecil.” Kesulitan utama yang
di hadapi apabila orang yang akan melakukan bunuh diri itu tidak menunjukkan gejala-
gejala tersebut. Pada tingkat permukaan dia tampak mengerti dan memahami arti hidup,
serta terkesan tidak akan melakukan bunuh diri, tetapi tiba-tiba dia sudah mati bunuh diri.
Lingkungan sosial, termasuk keluarga, juga menjadi sarana yang baik untuk membantu
mengurangi atau menghilangkan keinginan orang untuk bunuh diri.

2. Pahami Persoalan dari “Kacamata” Mereka

Menghadapi orang yang berniat bunuh diri atau gagal melakukan bunuh diri, perlu
sikap menerima, sabar dan empati. Perawat berupaya agar tidk bersikap memvonis,
memojokkan apa lagi menghakimi mereka yang punya niat bunuh diri atau gagal
melakukan bunuh diri.”Kalau mereka merasa dipojokkan kemungkinan bunuh diri akan
semakin cepat.”Yang paling penting di sini adalah mencoba menampung segala
keluhannya dan menjadi pendengar yang baik. Hindari argumentasi dan nasehat-nasehat.
Jangan harap kata-kata anda bisa menjadi senjata ajaib untuk menyadarkannya. Pada
dasarnya dalam diri orang yang ingin bunuh diri tersimpan sikap mendua atau ambivalen.
Sebagian dari dirinya ingin tetap hidup, tetapi sebagian lagi ingin segera mati untuk
mengakhiri penderitaannya. Karena sedang menderita itulah, sebenarnya ia sangat
membutuhkan bantuan orang lain. Ia membutuhkan ventilasi untuk mengalitkan masalah
dan perasaannya. Namun, orang yang berniat bunuh diri biasanya takut untuk mencoba
mencari pertolongan. Ia takut usaha itu justru akan menambah beban deritanya karena
bisa saja ia akan di bilang bodoh, sinting, berdosa atau di beri cap negatif lainnya.

2. Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Gangguan kejiwaan sebenarnya bisa sembuh hanya perlu di evaluasi karena bisa
sewaktu-waktu kambuh. Masih banyak stigma atau penilaian negatif di masyarakat
kepada klien gangguan kejiwaan. Namun, bila di bandingkan dulu stigma sekarang sudah
mulai menurun. Bahkan stigma membuat pihak klien juga tidak memahami karakter
anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Keluarga menjadi bersikap apatis
dan sering mengelak jika di ajak konsultasi ke psikiater. Padahal, dukungan keluarga
sangat penting untuk upaya penyembuhan kliaen gangguan kejiawaan. Keluarga perlu di
dukung masyarakat sekitarnya agar klien gangguan jiwa di anggap sama dengan
gangguan-gangguan fisik lain seperti Decomp, DM, hipatitis, dan sebagainya. Yang
membutuhkan perawatan tenaga ahli serta di anggap sebagai cobaan yang bisa menimpa
siapa saja.

3. Express Feeling

Perlu ada dukungan dari lingkungan. Istilah ngetopnya sharing atau curhat, sehingga
membantu meringankan beban yang menerpa. Salah satu solusi yang di tawarkan, selain
mengontrol emosi, lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa. Express feeling
sangat penting agar masalah yang menekan semakin ringan.

4. Lakukan Implementasi Khusus


- Semua ancaman bunuh diri secar verbal dan non verbal harus di tanggapi serius oleh
perawat. Laporkan sesegera mungkin dan lakukan tindakan pengamanan.

- Jauhkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien.

- Jika klien beresiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di tempat
tidur/kamar mandi.

- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan obat telah di
telan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan.

- Jelaskan semua tindakan pengmanan kepada klien, komunikasikan perhatian dan


kepedulian perawat.

- Waspadai bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia terlah selesai merencanakan
bunuh diri.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasein melakukan bunih
diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu isyarat bunih diri, ancaman
bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.

Isyarat bunuh diriditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh
diri, mis., dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
”Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya,
namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya.
Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatife tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.

ANCAMAN BUNUH DIRI

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati
disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri,
namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum mencoba bunuh diri, pengawasan ketat
harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.

PERCOBAAN BUNUH DIRI

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara
gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi. Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri ini dapat dilihat data-data yang harus dikaji
pada tiap jenisnya. Setelah melakukan pengkajian, Anda dapat merumuskan diagnosis
keperawatan berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah Harga diri rendah. Bila Anda telah
merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama dilakukan
adalah meningkatkan harga diri pasien (selengkapnya lihat modul harga diri rendah). Jika
ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul adalah risiko bunuh diri.

TINDAKAN KEPERAWATAN

Bila Anda telah merumuskan masalah ini, maka Anda perlu segera melakukan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien.

Tindakan Keperawatan Pasien Percobaan Bunuh Diri

Tujuan: Pasien tetap aman dan selamat

Tindakan: Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka Anda dapat
melakukan tindakan berikut:

1. Menemani pasien terus-menerus sampai ia dapat dipindahakan ketempat yang


aman.
2. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (mis., pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
4. Menjelaskan pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien sampai tidak ada
keinginan bunuh diri.
Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Orientasi:

“Selamat pagi, A, kenalkan saya adalah perawat B yang bertugasdi Puskesmas…,


saya melakukan kunjungan rutin ke sini.”

“Bagaimana perasaan A hari ini ?”

“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini.
Dimana dan berapa lama kita bicara?”

Kerja:

“Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi (atau hal lain yang mungkin
menjadi penyebab bunuh diri)? Apakah dengan bencana ini merasa paling menderita
didunia ini?Apakah A kehilangan kepercayaan diri?Apakah A merasa tak berharga atau
bahkan lebih rendah daripada orang lain?Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan
diri sendiri?.”

“Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk


menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap agar mati aja? Apakah A pernah
mencoba untuk bunuh dri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan saat
itu?” (Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan
tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, mis., dengan mengatakan:”Baiklah,
tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri
hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-
benda yang membahayakan A.”

“Nah A, karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup A, maka untuk mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di
ruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya,
katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan.”

“Saya percaya A dapat mengatasi masalah, oke A?”


Terminasi:

“Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan


ingin bunuh diri?”

“Coba A sebutkan lagi cara tersebut.”

“Saya akan menemani A terus sampai keinginan untuk bunuh diri hilang.”

(Jangan meninggalkan pasien sampai pasien mengatakan tidak akan melakukan


bunuh diri.)

Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien Percobaan Bunuh Diri

Keluarga diharapkan berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.

Tindakan keperawatan:

1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien dan jangan pernah


meninggalkan pasien sendirian.
2. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien.
3. Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun
sendiri.
4. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

Percakapan Dengan Keluarga Untuk Melindungi Pasien yang Mencoba Bunuh Diri

Orientasi:

“Selamat pagi, Bapak/Ibu, kenalkan saya B yang merawat putra Bapak dan ibu.”

“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap


selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-
bincang, Pak/Bu? Sambil kita awasi terus A.”
Kerja:

“Bapak/Ibu, A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat
karibnya akibat bencana yang lalau, sehingga A selalu ingin mengakhiri hidupnya.
Karena kondisi A yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu
mengawasi A terus-menerus. Bapak /Ibu dapat ikut mengawasi ya … pokoknya kalau
alam dalam kondisi serius seperti ini A tidak boleh ditinggal sendirian sedikit pun.”

“Bapak/Ibu dapat bantu saya untuk mengamankan barang-barang tersebut tidak


boleh ada disekitar A. Sekain itu, jika bicara dengan A fokuskan pada hal-hal positif,
hindarkan pernyataan negatif. Kita akan lakukan sampai A tidak mempunyai keinginan
bunuh diri.”

“Sebaiknya kita bercakap-cakap dengan A tentang kemampuan yang dimiliki A,


seperti bermain sepak bola, juga katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada A, katakan hal
positif A, supaya A tidak sempat melamun sendiri dan dapat berpikir realistis bahwa
bunuh diri bukan jalan keluar.”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan Bapak dan ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan
ingin bunuh diri?”

“Coba Bapak dan ibu sebutkan lagi cara tersebut. Baik, mari sama-sama kita temani
A, sampai keinginan bunuh dirinya hilang, sambil kita ajak bicara tentang kemampuan
yang dimiliki A.”

Tindakan Keperawatan Pasien Isyarat Bunuh Diri

Tujuan tindakan:

1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.


2. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

Tindakan Keperawatan:
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a. Memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
b. Memberikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c. Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
d. Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien.
e. Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
b. Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian
masalah.
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.

Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

Orientasi:
“Selamat pagi,B, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O..
jadi B merasa tidak perlu lagi hidup didunia ini? Apakah B ada perasaan ingin bunuh
diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja ya!”

Kerja:
“Biaklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginanuntuk
mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak
ada benda-benda yang membahayakan B.”

“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri
hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”

“Apa yang Blakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu
muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau
keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirianya.”
Terminasi:

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Dapat sebutkan kembali apa


yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh
diri? Kalau masih ada perasaan /dorongan bunuh diri, tolong segera panggil saya atau
perawat yang lain. Kalau sudah tidakada keinginan bunuh diri saya akan bertemu B lagi,
untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri, disini saja.”

Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri

Orientasi:

“Selamat pagi, B! Bagaimana perasaan Bsaat ini?Masih adakah dorongan


mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan
membahastentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa
lam? Dimana?”

Kerja:

“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan
rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B.
Keadaan yang bagaimanyang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B
masih ada yang baik yang patut B sykuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih
dapat B lakukan selama ini. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut?
Mari kita latih.”

Terminasi:

“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Dapat sebutkankembali apa-


apa saja yang patut B syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik
dalam kehidupan Bjika terjadi doronganmengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba
B ingat-inagt lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri! Baiklah. Tapi
kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi saya!”
Tindakan Keperawatan Keluarga Pasien Isyarat Bunuh Diri

Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga mampu merawat pasien dengan risiko
bunuh diri.
Tindakan keperawatan:

1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.


a. Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul
pada pasien.
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien
risiko bunuh diri.
2. Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
 Memberikan tempat yang aman
 Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan
pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien
sendiri di rumah.
 Menjauhkan barang-barang yang dapat digunakan untuk bunuh diri.
Jauhkan pasien dari barang-barang yang dapat digunakan untuk bunuh diri,
seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam
lainnya, zat yang berbahaya seprti obat nyamuk atau racun serangga.
 Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila
tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan
pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk
bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut
3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien
melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a. mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat unutk
menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan
bantuan medis.
4. Membantu keluarga mencari rujukan ke fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien.
a. memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b. Mengajukan keluarga unutk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara
teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip
lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
penggunakannya, benar waktu penggunaannya.

Percakapan untuk mengjarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga


yang beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri)

Orientaasi :

Selamat pagi, Bapak/Ibu. Bagaimana keadaan anak Bapak/Ibu ?

“ Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara
melindunginya dari bunuh diri.”

“Dimana kita akan berdiskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa


lama Bapak/Ibu punya waktu untuk berdiskusi? “

Kerja :

“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilau atau ucapan B?

“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala


bunuh diri. Pada umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda
melalui percakapan. Misalnya “saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa
saya. “apakah B pernah mengatakannya?”

“kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu
mendengarkan ucapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B
ditingkatkan, jangan biarkan dia sendiri di rumah atau jangan biarkan mengunci diri di
kamar. Kalau menentukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya bunuh diri dicegah dengan meningkatkan
pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan
bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B !”

“usahakan sedikit 5 kali sehari Bapak atau Ibu memuji B dengan tulus”

“tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari
bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke puskesmas atau
rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Stelah kembali ke
rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan
bunuh diri.”

Terminasi :

“bagaimana pak/bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat mengulangi


kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”

“ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh
diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang
tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”

“bagaimana Bapak/Ibu setuju? Kalau demikian sampai bertemu lagi minggu depan
di sini.”

Latih keluarga tentang cara merawat pasien risiko bunuh diri/ isyarat bunuh diri

Orientasi :

“selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu. Kita sekarang bertemu
kembali.”

“bagaimana, pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan
minggu lalu?”

“sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya, pak, bu?”

“kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”

“berapa lama waktu yang Bapak dan Ibu inginkan untuk kita latihan?”

Kerja :

“sekarang anggap saja B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan
ibu praktikkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan seperti ini.”

“bagus, betul begitu caranya.”

“sekarang coba praktikan cara memberikan pujian kepada B.”

“bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan
positifnya sesuai jadwal?”

“bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”

“bagaimana kalau sekaraang kita mencobanya langsung kepada B?”

(ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

Terminasi :
“bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di
rumah?”

“setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiapkali bapak
dan ibu membesuk B.”

“baiklah bagaimana kalau dua hari lagi saya datang untuk membahas kondisi B dan
keberhasilan tindakan yang bapak, ibu dan B lakukan? Kita akan mencoba lagi cara
merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya.”

“jam berapa bapak dan ibu dapat kemari?”

“baik saya tuggu, kita bertemu lagi di tempat ini ya, pak, bu.”

Jelaskan perawat lanjutan (follow up) kepada keluarga

Orientasi :

“selamat pagi,pak bu, hari ini saya sudah mengakhiri kunjungan saya. Maka
sebaiknya kita membicarakan jadwal B selama di rmah. Berapa lama kita dapat diskusi?
Baik, mari kita diskusikan.”

Kerja :

“pak, bu, ini jadwal B, coba perhatikan,dapatkah dilakukan? Tolong dilanjutkan,


baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya.”

“hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh
B selama di rumah. Kalu misalnya B terus-menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak
gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak mium obat
atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong Bapak dan Ib segera
hubungi saya di puskesmas..., ini nomor telepon puskesmasnya: xxxxx

Terminasi :

“bagaimana, pak, bu? Ada yang belum jelas?” ini jadwal kegiatan harian B. Ini surat
rujukan untuk perawat Kdi piskesmas.. jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum obat
habis atau jika ada gejala yang tampak. Saya akan datang sekali seminggu.”
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus.(2007). Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama

Keliat,Budi,A. Akemat. Helena,N. Nurhaeni,H.(2011). Keperawatan kesehatan jiwa


komunitas: CMHN (basic course). Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai