Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah
penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal
meningkat 50% di tahun 2014. Yagina (2014) mengemukakan angka
kejadian gagal ginjal di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan
yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah
(hemodialisis) 1,5 juta orang.
Prevalensi menurut (WHO) memperkirakan bahwa prevalensi gagal ginjal
akut lebih dari 356. Angka kejadian 1 tahun pada tahun 2010-2011 di
wilayah Indonesia, orang yang mengalami GGA (Gagal Ginjal Akut),
mortalitas lebih tinggi pada pasien lanjut usia dan pasien dengan
kegagalan multi organ. Di Indonesia kebanyakan pasien yang melewati
episode GGA (Gagal Ginjal Akut) dapat sembuh dengan fungsi ginjal
semula dan dapat melanjutkan hidup seperti biasanya. Namun 50% kasus
memiliki gangguan fungsi ginjal sublinis atau dapat di temukan bekas luka
residual pada biopsi ginjal. Sekitar 50% pasien tidak pernah kembali fungsi
ginjalnya dan membutuhkan fungsi ginjal jangka panjang dengan dialysis
atau transplantasi. Sebagai tambahan 5% kasus mengalami penurunan
GFR (Glomerulus Filtrasion Rate) progresif, setelah melalui fase awal
penyembuhan kemungkinan akibat stress hemodynamic dan scleroris
glomerulus yang tersisa.(Elfridia, 2011).
Penyakit ginjal kronis menurut Fakhrudin (2013) merupakan salah satu
masalah utama kesehatan di dunia. Prevalensi penyakit ginjal kronik atau
disebut juga Chronic Kidney Disease (CKD) meningkat setiap tahunnya.
Dalam kurun waktu 1999 hingga 2004, terdapat 16,8 % dari populasi
penduduk usia di atas 20 tahun mengalami Penyakit Ginjal Kronik.

1
Persentase ini meningkat bila dibandingkan data 6 tahun sebelumnya, yaitu
14,5% (CDC, 2007).
Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5
persen, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4
persen. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masingmasing 0,3
persen. Di NTB, prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosis dokter
adalah 0.1% (Riskesdas, 2013).
Di masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan
meningkat jumlah penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi
suatu peningkatan luar biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini
karena meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur
manusia, obesitas dan penyakit degeneratif (Roesma, 2008).
Ginjal dan hipertensi berkaitan dengan erat, hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran
akan timbulnya PGK akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi
Hipertensi di populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan
antara PGK dan hipertensi (Prodjosudjadi, 2008).

B. Rumusan Masalah
Rumusan makalah yang akan dibahas dalam makalah ini mencakup :
Gagal Ginjal Akut
1. Apa definisi Gagal Ginjal Akut ?
2. Apa etiologi Gagal Ginjal Akut ?
3. Apa manifestasi klinis Gagal Ginjal Akut ?
4. Apa patofisiologi Gagal Ginjal Akut ?
5. Apa pemeriksaan diagnostik Gagal Ginjal Akut ?
6. Apa komplikasi Gagal Ginjal Akut?
7. Apa penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut ?

2
Gagal Ginjal Kronis
1. Apa definisi Gagal Ginjal Kronis ?
2. Apa etiologi Gagal Ginjal Kronis ?
3. Apa manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronis ?
4. Apa patofisiologi Gagal Ginjal Kronis ?
5. Apa pemeriksaan diagnostik Gagal Ginjal Kronis ?
6. Apa komplikasi Gagal Ginjal Kronis ?
7. Apa penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
a. mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut
b. mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis
2. Tujuan khusus
Gagal Ginjal Akut
a. Mengetahui definisi Artrit Gagal Ginjal Akut
b. Mengetahui etiologi Gagal Ginjal Akut
c. Mengetahui manifestasi klinis Gagal Ginjal Akut
d. Mengetahui patofisiologi Gagal Ginjal Akut
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang Gagal Ginjal Akut
f. Mengetahui komplikasi Gagal Ginjal Akut
g. Mengetahui penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut
h. Mengetahui Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut

Gagal Ginjal Kronis


a. Mengetahui definisi Gagal Ginjal Kronis
b. Mengetahui etiologi Gagal Ginjal Kronis
c. Mengetahui manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronis
d. Mengetahui patofisiologi Gagal Ginjal Kronis

3
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang Gagal Ginjal Kronis
f. Mengetahui komplikasi Gagal Ginjal Kronis
g. Mengetahui penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
h. Mengetahui Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

Gagal Ginjal Akut

A. Definisi
Secara fisiologi ginjal memiliki multifungsi untuk mengatur keseimbangan
dalam tubuh. sebagai organ utama filtrasi, ginjal memiliki efek yang luar
biasa, sehingga akan mempertahankan sirkulasi tubuh dan mengeluarkan
segala bentuk toksin. Oleh karena itu, gangguan dalam proses filtrasi ini akan
memicu gangguan yang sistemik maupun lokal. Gagal ginjal akut merupakan
gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak dengan tanda gejala
khas berupa oliguiria/anuria dengan peningkatan BUN (blood ureum
nitrogen) atau kreatinin serum. Secara pengertian umum gagal ginjal akut
juga disebut sebagai acute renal failure (ARF) atau acute kidney injury (AKI)
(Graber, 2006; Wilcox,2009).
Secara epidemiologi, gagal ginjal akut (Acute Renal Failure) merupakan
gangguan ginjal yang sering dikarenakan ada perubahan usia. Peningkatan
angka traumatik pada ginjal juga mempengaruhi insiden gagal ginjal akut.
Kegagalan fungsi ginjal akan mengakibatkan gangguan yang bersifat
sistematik, sehingga hemodinamika tubuh akan menurun dan mengancam
nyawa. Secara laboratories, perubahan yang mencolok pada klien gagal ginjal
adalah kadar serum kreatinin (Hoste,2007).

B. Etiologi
1. Penyebab prerenal (terjadi hipoperfusi ginjal) akibat kondisi yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ginjal dan menurunnya filtrasi
glomerulus. Keadaan penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar
dan pendarahan atau kehilangan cairan melalui saluran pencernaan),
vasodilatasi (sepsis atau anafilksis), gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, CHF, atau syok kardiogenik), dan terapi diuretic. Hal ini

5
biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membrane
kering, penurunan berat badan, hipotensi, oliguria atau anuria
2. Penyebab intrarenal kerusakan actual jaringan ginjal akibat trauma
jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan
dengan iskemia intrarenal, toksin, proses imunologi, sistemik, dan
vascular. Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama
pada pasien lansia karena mengganggu prostaglandin yang melindungi
aliran darah renal. NSAID menyebabkan iskemik ginjal. Cedera akibat
terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan
myoglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera sehingga
terjadi toksik renal, iskemik, atau keduanya). Cedera akibat benturan dan
infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN).
Selain itu, reaksi transfuse menyebabkan gagal intrarenal dimana
hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolysis melewati membrane
glomerulus dan terkonsentrasi di tublus ginjal. Hal ini biasanya ditandai
dengan demam, kemerahan, pada kulit, dan edema.
3. Penyebab postrenal terjadi akibat sumbatan atau gangguan aliran urine
melalui saluran kemih (sumbatan bagia distal ginjal). Tekanan di tubulus
meningkat sehingga laju filtrasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya
ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih
dan perubahan aliran kemih.

C. Manifestasi Klinis
1. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual persisten, muntah
dan diare.
2. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi dan napas mungkin
berbau urine (feto uremik)
3. Manifestasi system saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)
4. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,
BJ sedikit rendah, yaitu 1.010 (Brunner &Suddarth, 2001)

6
5. Peningkatan BUN (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED)
tergantung metabolisme (pemecahan protein). Perfusi renal, serta asupan
protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
6. Hyperkalemia akibat penurunan laju filtrasi glomerulus serta katabolisme
protein menghasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh.
Hiperkalemia menyebabkan distritmia jantung. Sumber kalium mencakup
katabolisme jaringan normal, seperti asupan diet, darah di saluran
pencernaan, atau transfusi darah dan sumber lain (infuse intravena,
penisilin kalium, dan pertukaran ekstraseluler sebagai respons terhadap
asidosis metabolic).
7. Asidosis metabolic, akibat oliguri akut pasien tidak dapat mengeliminasi
muatan metabolic seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses
metabolic normal. Penurunan mekanisme buffer ginjal yang ditandai
dengan penurunan karbon dioksida dan pH darah. Asidosis metabolic
menyertai gagal ginjal.
8. Anemia terjadi akibat penurunan produksi eritropoietin, lesi saluran
pencernaan, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah.

D. Patofisiologi
Kondisi gagal ginjal akut disebabkan oleh 3 faktor pemicu yaitu prenal,
renal dan post renal. Ketiga faktor ini memiliki faktor yang berbeda-beda. Pre
prenal berkaitan dengan kondisi dimana aliran darah (blood flow) ke ginjal
mengalami penurunan (hipoperfusi). Kondisi ini dipicu oleh kondisi
hipovolemi, hipotensi, vasokontriksi dan penurunan cardiac output. Untuk
faktor renal berkaitan dengan adanya kerusakan pada jaringan parenkim
ginjal. Kerusakan ini dipicu oleh tarauma maupun penyakit-penyakit pada
ginjal itu sendiri. Jaringan yang menjadi tempat utama fisiologis ginjal, jika
rusak akan mempengaruhi berbagai fungsi ginjal. Sedangakan faktor post
renal berkaitan dengan adanya obstruksi pada saluran kemih, sehingga akan
timbul stagnansi bahkan adanya refluks urine flow pada ginjal. Dengan

7
demikian beban tahanan/resistensi ginjal akan meningkat dan akhinya
mengalami kegagalan (Judith, 2005).

8
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksan klinis yang dibutuhkan untuk menegangkan diagnosa gagal
ginjal akut adalah (Anymous, 2008; Judith, 2002):
1. Kadar kimia darah
Meliputi natrim, kalium, ureum, kreatinin dan bikarbonat. Biasanya
natrium mengalami penurunan (< 20 mmol/ 1). Sedangkan urea akan
mengalami peningkatan (> 8) yang akan mempengaruhi sistem RAA
(Renin Angiotensin Aldosteron).
2. Urinalisis
a. Pemeriksaan urine rutin terdiri dari jumlah urine, makrokopis (warna
dan jernihnya urin), berat jenis, protein, glukosa, dan pemeriksaan
sedimen.
b. Pemeriksaan bakteriologi
N Pemeriksaan keterangan normal
o urine rutin
Jumlah urine Tujuan : Jumlah urin 24
1 1. Adanya gangguan jam antara 800-
faal ginjal 1300 ml pada
2. Kelainan dalam orang dewasa
kesimbangn cairan
badan

Pengukuran jumlah urine

1. Urin 24 jam
2. Urin sewaktu
a. Warna a. Urin ditentukan a. Warna urin
2 urin oleh besarnya normal
diuresis. berkisar
Interpretasi : tidak antara
berwarna, kuning kuning
muda, kuning, muda
kuning tua, kunig dengan
bercampur merah, kuning tua.
merah bercampur
kuning, coklat b. Kejenihan
kuning bercampur norma:
hijau, dan putih norma
serupa susu.

9
b. Interpretasi: jernih,
agak keruh,
keruh/sangat keruh.
b. Kejerniha
n
a. Berat a. Menggunakan a. Berat jenis
3 jernih urinometer dan urin 24 jam
b. Bau urin makin besar orang
c. Derajat diuresis makin normal
kesaman rendah berat jenis. 1016-1022
b. Bau yang berlainan b. Bau urin
dari normal bisa yang
berasal dai normal
makanan, obaa- disebabkan
obatan, amoniak, oleh asam-
keton uria, dan bau asam
busuk organik
c. pH urin dengan yang
memakai krtas mudah
idikator. menguap.
c. Batas
normal pH
4,6-8,5.
Urin 24 jam
mempunyai
pH rata-rata
6,2.
Protein (-) Tidak ada
4 Menyatakan adanya kekeruhan
protein dalam urin
berdasarkan kepada
timbulnya kekeruhan.

Interpretasi :

a. Positif(+), ada
kekeruhan ringan
tanpa butir-butir,
kadar protein kira-
kira 0,01-0,05%
b. Positif(++).
Kekeruhan mudah
dilihat dan nampak
butir-butir dalam
kekeruhan itu
(0,05-0,2%)
c. Posittif(+++), urin

10
jelas keruh dan
kekeruhan itu
berkeping-keping
(0,2-0,5%)
d. Positif (++++), urin
sangat keruh dan
keruhan berkeping-
keping besar atau
bergumpal-
gumpal(>0,5)
a. Glukosa a. Untuk menentukan Semikuantiatif:
5 b. Bilirubin glukosa dalam urin normal (-) tetap
c. Kalsium dengan cara biru jernih atau
semikuantitatif dan sedikit
kuantitatif. kehijauan dan
Interprestasi agak keruh.
Semikuntitatif
1. Positif + :
hijau kekuning-
kuningan dan
keruh (0,5-1%)
2.Positif++ :
kuning keruh
(1-1,5%)
3.Positif+++ :
jingga atau
warna lumpur
keruh (2-3,5%
glukosa)
4.Positif++++ :
merah keruh
(>3,5%
glukosa)
b. Interprestasi :
adanya warna hijau
pada presipitasi di
kertas saring
c. Berguna menilai
kelainan faal
glparatiroidea dan
gangguan
metabolisme pada (-) : tidak terjadi
umumnya kekeruhan
Interprestasi : (+) : terjadi
- Positif ++ kekeruhan yang
kekeruhan halus

11
sedang
- Positif +++
kekeruhan agak
berat yang
timbul <2 detik
- Positif++++
kekeruhan yang
terjadi seketika

Pemeriksaan Interprestasi : 1. Epitel :


6 sedimen 1. Sel epitel, normal
hampirselalu ada. 2. Leokosit :
Sel epitel bulat normal
yang banyak <5/LPB
meandakan 3. Eritrosit
glomerulonefritis normal 0-
2. Oval fat bodies, 1/LPB
ditemukan sel epitel 4. Kristal-
nulat yang kristal
mengalami dalam urin
degenerasi lemak normal yaitu
pada sindrom kristal asam
nefritik urat (dalam
3. Leokosit, bila >5 urin asam),
leokosit/LPB calsium
artinya ada proses oksalat
peradangan, tumor (dalam urin
dll netral)
4. Eritrosit, bila >1
eritrosit/LPB
artinya ada radang,
trauma,diatesis
hemoragik, dll
5. Benang lendir,
didapat pada
iritasipermukaan
selaput lendir
traktus urogenitalis
bagian distal
6. Kristal-kristal,
didalam urin yang
menunjukankeadaa

12
n abnormal dengan
ditemukan leusis,
sistin, kolestrol dll.

3. Ultrasonografi (USG)
Hal ini untuk mendapatkan data pendukung tentang ukuran ginjal,
adanya obstruksi pada tract urinary, hidronephrosis, dan penyakit pada
saluran kemih bagian bawah. USG juga diperuntukkan adanya komplikasi
dari gagal ginjal, misalnya adanya kardiomegali dan edema pulmonal.
4. Darah lengkap
Adapun hasil yang spesifik dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada
klien gagal ginjal akut adalah :
a. Peningkatan kadar BUN (blood urea nitrigen)
Nilai normal
Dewasa : 5-25 mg/dl
Anak : 5-20 mg/dl
Bayi : 5-15 mg/dl
b. Peningkatan kadar serum kreatinin
Nilai normal Pria : Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
Wanita : Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
c. Peningkatan kadar kalium
Nilai normal
Dewasa : 3,5-5,0 mEq/L
Anak : 3,6-5,8 mEq/L
Bayi : 3,6-5,8 mEq/L
d. Penurunan pH darah
pH darah normal : 7, 35-7, 45
di bawah 7, 35 berarti asidosis, di atas 7, 45 berarti alkalosis
e. Penurunan kadar bikarbonat
Bikarbonat (HCO3) : 22-28 miliekuivalen per liter
5. ECG (electrocardiography)

13
Biasanya menunjukan adanya iskemia jantung dengan gejala
bradikardia dan pelebaran kompleks QRS.

F. Komplikasi
Sebagai organ vital yang menjaga homeostasis tubuh, ginjal akan
mengatur beberapa proses regulasi. Oleh karena itu, gangguan
fungsi/kegagalan fungsi fisiologis akan berdampak pada ketidakseimbangan
dalam sirkulasi dan metabolisme tubuh. Berikut adalah beberapa potensial
komplikasi yang bisa terjadi dengan pasien gagal ginjal akut (Leppert, 2004) :
1. Keseimbangan elektrolit tubuh
a. Hiperkalimia
b. Hiponatremia
c. Asidosis metabolik
d. Hipokalsemia
e. Hiperphospatemia
f. Hipermagnesia
2. Fungsi jantung dan paru
a. Edema pulmonal
b. Perikarditis
c. Hipertensi
3. Gastrointestinal
a. Nausea
b. Vomiting
c. Anoreksia
d. Perdarahan
4. Hematologi
a. Anemia
b. Disfungsi platelet
5. Neurologis
a. Pusing
b. Obtundation

14
c. Asterixis
d. Myoclonus
e. Seizures
f. Dialytic
6. Infeksi pada traktur urinarius, paru-paru, luka operasi, dan sepsis
7. Intiksikasi obat

G. Penatalaksanaan
Penaktalaksanaan pada klien gagal ginjal akut dilakukan secara
komprehensif baik dari disiplin medis, nurse practitionist, nutritionist dan
lain sebagainya. Berikut ini adalah manajemen penatalaksanaan pada klien
dengan gagal ginjal akut (Judith, 2002):
1. Tata laksana umum
Secara umum yang harus dilakukan pada klien gagal ginjal akut adalah
memberlakukan dan mengawasi secara ketat diet tinggi kalori dan rendah
protein, natrium, kalium, dengan pemberian suplemen vitamin tambahan.
Dan yang paling penting adalah membatasi asupan cairan. Untuk
mengontrol kadar elektrolit yang tidak seimbang dalam tubuh, maka
diperlukan tindakan dialisis (hemodilysis/ peritoneal dialysis).
2. Tata laksana medis
Penggunaan terapi medis pada gagal ginjal akut utamanya diperlukan
untuk menjaga volume cairan dalam tubuh sesuai dengan kompetensi
ginjal dan menjaga kondisi asam basa darah, terapi medis yang digunakan
adalah :
a. Furosemid
Pemberian 20 sampai 100 mg per IV setiap 6 (enam) jam akan
menjaga stabilitas volume cairan dalam tubuh.
b. Kalsium glukonat
Pemberian 10 ml/ 10% dalam cairan solut infus (IV) akan membantu
menjaga kadar kalium.
c. Natrium polystyrene

15
15 gr dalam dosis 4 kali sehari di campur dalam 100 ml dari 20%
sorbitol, 30 sampai 50 gr dalam 50 ml 70% sorbitol dan 150 ml dalam
air akan menjaga kadar kalium.
d. Natrium bikarbonat
Pemberian ini akan mengatasi kondisi asidosis metabolik.
3. Observasi ketat
Hasil pemeriksaan laboratorium (BUN, kreatinin dalam kadar kalium)
harus dimonitoring secara ketatat. Hal ini sangat bermakna dalam
mempertahankan hidup klien.

Gagal Ginjal Kronis

A. Definisi
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal).

B. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari peyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab yang sering
adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab
lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu (Robinson, 2013) :
1. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
2. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis)
3. Kelainan congenital (polikistik ginjal)
4. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)
5. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
6. Penyakit kolagen (systemic lupus erythematosus)
7. Obat-obatan nefrotoksik

16
C. Manifestasi Klinis
1. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan gusi.
2. Kardiovaskular
Biasanya terjadi hipertensi, perubahan elektro kardiografi (EKG),
pericarditis, efusi pericardium, gagal jantung.
3. Respirasi
Biasnya terjadi edema pulmonal, efusi pleura, sesak napas.
4. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kering dan ada scalp, biasaya
menunjukkan adanya purpura.
5. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya nyeri, pusing, kram pada otot.
6. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang.

D. Patofisiologi
Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal
dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20-50% dalam hal GFR
(Glomerular Filtration Rate ). Pada penurunan funsgi rata-rata 50%, biasanya
muncul tanda dan gejala axotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan
sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal
maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakekatnya
tanda dan gejala dan gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal
akut, namun awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal
ginjal kronis membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh
dan sering mengakibatkan komplikasi (Madara, 2008).

17
E. Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Baughman, 2000)
1. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi
ginjal adalah dengan analisa creatine clearence (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar
elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menepis ada/tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada/tidak pendarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi Ginjal
Imaging (Gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan oarut
pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulankan dari penyakit gagal ginjal kronis
adalah (Baughman, 2000).
1. Penyakit tulang
Penuruan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi
rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur
pathologis.
2. Penyakit kardiovaskuler

18
Ginjal berbagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri)
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropeotin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemin.

G. Penatalaksanaan
Mengingatkan fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengambalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis
adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.
Sebagai penyakit yang komplek, gagal ginjal kronis membutuhkan
penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisir komplikasi
dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan penatalksanaan pada klien gagal ginjal
kronik (Robinson, 2013; Baughman,2000).
1. Perawatan kulit yang baik
Perhatikan hygine kulit pasien dengan baik melalui personal hygiene
(mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan
lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gatal. Jangan gunakan
gliserin/ sabun yang mengandung gliserin karena akan mengakibatkan
kulit tambah kering.
2. Jaga kebersihan oral

19
Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat
yang lembut/spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan manis) untuk
mengurangi rasa sakit tidak nyaman di mulut.
3. Beri dukungan nutrisi
Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu makanan
favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori,
rendah natrium dan kalium.
4. Pantau adanya hiperkalemia
Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada
lengan dan abdomen, dan diare. Selain itu pemantauan hiperkalemia
dengan hasil ECG. Hiperkalemia bisa diatasi dengan dialisis.
5. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia
Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan
pemberian antasida (kandungan alumunium/kalsium karbonat).
6. Kaji status hidrasi dengan hati-hati
Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena jugularis,
ada/tidaknya crackles pada auskultrasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa
dilihat dari keringat berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi,
dan edema perrifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah 500-600
ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam.
7. Kontrol tekanan darah
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah
dengan mengontrol volume intravaskular dan obat-obatan antihipertensi.
8. Pantau ada/tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.
9. Latih klien nafas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya
kegagalan nafas akibat obstruksi.
10. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan (pada
perawatan luka operasi)
11. Observasi adanya tanda-tanda pendarahan
Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin
selama klien emnjalani dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.

20
12. Observasi komplikasi dari penyakit
Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran
diliriumm, dan kejang otot. Berikan diazepam/fenition jika dijumpai
kejang.
13. Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi maka
harus dipantau secara ketat. Gagal jatung kongestif dan edema pulmonal
dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik,
preparat inotropik (digitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu.
Kondisi asidosis metabolik bisa diatasi dengan pemberian natrium
bikarbonat atau dialisis.
14. Laporkan segera jika ditemukan tanda-tanda perikarditis ( friction rub
dan nyeri dada)
15. Tata laksana dialysis/transplantasi ginjal
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan
dialisis. Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi
ginjal.

21
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Gagal Ginjal Akut


A. Pengkajian
Pengkajian untuk menegakkan permasalahan keperawatan pad klien gagal
ginjal, maka ada beberapa pengkajian dasar yang harus dilakukan untuk
menghasilkan data fokus , baik yang bersifat subyektif maupun obyektif .
Berikut ini adalah beberapa anamnesa dan kajian fisik pada klien dengan
gagal ginjal (kahan 2009) :
1. Kaji tanda-tanda vital untuk mengetahui kondisi hipo / hipertensi,
hipo/hipertermi, takirkardia atau distress napas dikarenakan oleh
penurunan cardicac output;
Pada klien gagal ginjal dimana sirkulasi sistemik mengalami gangguan
/penurunan, maka akan berdampak pada blood flow dalam sirkulasi yang
juga akan menurun (cardiac ouput decrease ). Namun, perlu di perhatikan
bahwa klien yang dirawat di Rumah Sakit pada fase akut sering
mengalami metabolik dan peningkatan kebutuhan cairan karena dampak
dari kondisi sekunder penyakitnya, misalnya adanya komplikasi sepsis dan
post operasi.
2. Analisa dan hitung haluaran urine secara akurat;
Dianjurkan untuk menghitung secara obyektif haluaran urine pada klien
gagal ginjal dengan membuat draf pada lembar kertas observasi urine
output. Hal ini akan bermanfaat untuk mengetahui fungsi ginjal dalam hal
eksresi dan seberapa besar cairan yang tetahan dalam tubuh.
3. Kaji masukan cairan(makanan, minuman, terapi cairan via parenteral dan
sumber input lainnya). Haluaran urine bisa di pengaruhi oleh besaran input
cairan, oleh karena itu, perhitungan keseimbangan antara input dan output
akan memberikan informasi yang akurat dalam penentuan fungsi ginjal.
4. Kaji riwayat gangguan dalam eliminasi urine;

22
Kaji adanya hesistensi, urgensi, rasa tidak puas setelah berkemih, disuria,
hematuria, kesulitan untuk mengeluarkan urine, riwayat penyakit
prostat(BPH).
5. Kaji riwatyat penyakit lainnya yang mempengaruhi fungsi ginjal;
Hal ini untuk mengekspolarasi apakah gangguan fungi ginjal diakibatkan
oleh fakor pre renal, renal atau post renal. Beberapa penyakit yang bisa
mengakibatkan komplikasi gagal ginjal misalnya hipertensi, diabetes,
mellitus, gagal jantung kongresif (Chronic Heart Failure) dan SLE (
Systemic Lupus Eritematous).
6. Kaji Riwayat penggunaan obat-obatan;
Obat yang bersifat efek samping nephrotoxic akan berdampak panda
gangguan fungsi ginjal jika di konsumsi dalam jangka panjang dan
terlebih jika tidak terkontrol oleh medis, misalnya NSAID, ACE
inhibitors, aminoglikosoida.
7. Kaji riwayat pembedahan pada area pelvis.
Infeksi ginjal bisa di akibatkan oleh adanya pembedahan pada area pelvis ,
sehingga akan mempengaruhi fungsi ginjal.
8. Jika terpasang kateter , maka kaji karakteristik urine;
Kaji warna, ada/tidaknya darah, ada/tidaknya sedimen dan kesepakatan
dan jumlah, klien gagal ginjal mengalami oliguria bahkan sampai retensio
urine. Jika kondisi ini berlanjut lama(kronis) , maka kemungkinan akan
terjadi hydronephrosis.
9. Cek fungsi ginjal melalui pemeriksaan laboratorium.
Hal ini untuk mengetahui bagaimana clearence ginjal untuk melakukan
filtrasi melalui analisa kreatinin, ureum, dan nitrogen.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

23
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi
5. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
6. Keletihan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik atau
pembatasan diet, anemia.
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 Kelebihan volume 1. Terbebas dari Fluid Management
cairan edema 1. Pertahankan intake dan
berhubungan 2. Bunyi nafas output yang akurat
dengan gangguan bersih, tidak ada 2. Monitor vital sign
mekanisme dyspneu 3. Monitor hasil Hb yang
regulasi 3. Terbebas dari sesuai dengan retensi
kelelahan, cairan
kecemasan atau 4. Monitor status nutrisi
kebingungan 5. Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
Fluid Monitoring
1. Monitor berat badan
2. Monitor tanda dan
gejala dari odema
3. Catat secara akurat
intake dan output
4. Monitor BP, HR, dan
RR
2 Ketidakefektifan 1. Tekanan systole Peripheral Sensation
perfusi jaringan dan diastole dalam Management
perifer rentang yang 1. Monitor adanya daerah
berhubungan normal tertentu yang hanya
dengan hipertensi 2. Tidak ada tanda- peka terhadap

24
tanda peningkatan panas/dingin/tajam/tum
tekanan pul
intracranial (tidak 2. Instruksikan keluarga
lebih dari 15 untuk mengobservasi
mmHg) kulit jika ada lesi atau
laserasi
3 Intoleransi 1. Mampu melakukan Activity Therapy
aktivitas aktivitas sehari- 1. Bantu klien untuk
berhubungan hari secara mandiri mengidentifikasi
dengan imobilitas 2. Tanda-tanda vital aktivitas yang mampu
normal dilakukan
3. Berpartisipasi 2. Bantu pasien untuk
dalam aktivitas mengidentifikasi
fisik tanpa disertai aktivitas yang disukai
peningkatan 3. Bantu pasien untuk
tekanan darah, mengembangkan
nadi dan RR motivasi diri dan
penguatan
4. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual
4 Kerusakan 1. Integritas kulit Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk
integritas kulit yang baik bisa
menggunakan pakaian
berhubungan dipertahankan
longgar
dengan penurunan 2. Perfusi jaringan
2. Hindari kerutan pada
sirkulasi baik
tempat tidur
3. Mampu
3. Jaga kebersihan kulit
melindungi kulit
agar tetap bersih dan
dan
kering
mempertahankan
4. Mobilisasi pasien (ubah

25
kelembaban kulit posisi pasien) setiap
dan perawatan dua jam sekali
alami
5 Ketidakefektifan 1. Mendemonstrasika Airway Management
pola napas n batuk efektif dan 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan suara napas yang memaksimalkan
dengan bersih, tidak ada ventilasi
hiperventilasi sianosis dan 2. Pertahankan jalan
dyspneu napas yang paten
2. Menunjukkan jalan 3. Pertahankan posisi
napas yang paten pasien
3. Tanda-tanda vital Vital Sign Monitor
dalam rentang 1. Monitor TD, suhu,
normal nadi,RR
2. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
3. Monitor pola
pernapasan abnormal
4. Monitor suara paru
6 Keletihan 1. Menjelaskan Energy Management
berhubungan penggunaan 1. Kaji adanya faktor
dengan penurunan energy untuk yang menyebabkan
produksi energi mengatasi kelelahan
metabolik atau kelelahan 2. Monitor nutrisi dan
pembatasan diet, 2. Istirahat cukup sumber energy yang
anemia. 3. Kualitas hidup adekuat
meningkat 3. Monitor pola tidur dan
4. Mempertahankan lamanya tidur atau
kemampuan untuk istirahat pasien
berkonsentrasi 4. Monitor pasien akan

26
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan

Gagal Ginjal Kronis


A. Pengkajian
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan
klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada
support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh
(hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal,
maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang
kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem
tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal
ginjal kronis:
1. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insiden
gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.
2. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas
berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan
(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal
mengalami kegagalan filtrasi.
3. Riwayat penyakit sekarang

27
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine
output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea
pada napas. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolisme
(sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea dan
vomit sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit
terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat
penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis)
khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang
mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang
langsung mempengaruhi / menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes
mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis).
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Gagal ginjal kronisbukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada peyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga
yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit.
6. Riwayat Psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memilki koping adatif
yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial
terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan
menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak
berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang
dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami
kecemasan.
7. Keadaaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

28
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV
sering didapatkan RR meningkat (tachypneu), hipertesi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
8. Sistem Pernapasan
Adanya bau area pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis
gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk
kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi(Kussmaull).
9. Sistem Hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi
jantung, chest pain, dyspneu, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semkain akan semaki parah jika zat sisa
metabolism semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam
ekskresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan
anemia karena penurunan eritropoetin.
10. Sistem Neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan
sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan
terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.
11. Sistem Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis
salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang
kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan
memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban
jantung.
12. Sistem Endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis
akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon
reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan

29
dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi
insulin yang berdampak pada proses metabolism.
13. Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria
(tidak adanya urine output).
14. Sistem Pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress
effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
15. Sistem Muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak
pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis
tinggi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan proses
penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah, dan diet yang ketat
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit
4. Ansietas berhubungan dengan informasi inadekuat
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 Kelebihan volume 1. Terbebas dari edema Fluid Management
cairan berhubungan 2. Bunyi nafas bersih, 1. Pertahankan intake
dengan penurunan tidak ada dyspneu dan output yang
haluaran urine, diet 3. Terbebas dari akurat
berlebihan dan kelelahan, kecemasan 2. Monitor vital sign
retensi cairan serta atau kebingungan 3. Monitor hasil Hb

30
natrium yang sesuai
dengan retensi
cairan
4. Monitor status
nutrisi
5. Monitor masukan
makanan / cairan
dan hitung intake
kalori
Fluid Monitoring
1. Monitor berat
badan
2. Monitor tanda dan
gejala dari odema
3. Catat secara akurat
intake dan output
4. Monitor BP, HR,
dan RR
2 Ketidakseimbangan 1. Adanya peningkatan Nutrition
nutrisi kurang dari berat badan sesuai Management
kebutuhan tubuh dengan tujuan 1. Kaji adanya alergi
berhubungan 2. Tidak ada tanda-tanda makanan
dengan anoreksia, malnutrisi 2. Anjurkan pasien
mual, muntah, dan 3. Tidak terjadi untuk
diet yang ketat penurunan berat meningkatkan
badan yang berarti protein dan
vitamin C
3. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandunagn kalori
Nutrition Monitor

31
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor mual dan
muntah
3 Kerusakan 1. Integritas kulit yang Pressure
integritas kulit baik bisa Management
berhubungan dipertahankan 1. Anjurkan pasien
dengan perubahan 2. Perfusi jaringan baik untuk
turgor kulit 3. Mampu melindungi menggunakan
kulit dan pakaian yang
mempertahakan longgar
kelembaban kulit dan 2. Monitor kulit akan
perawatan alami adanya kemerahan
3. Jaga kebersihan
kulit agar tetap
bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien
(ubah posisi
pasien) setiap dua
jam sekali

4 Ansietas 1. Klien mampu Anxiety Reduction


berhubungan mengidentifikasi dan (penurunan
dengan informasi mengungkapkan kecemasan)
inadekuat gejala cemas 1. Gunakan
2. Mengidentifikasi, pendekatan yang
mengungkapkan dan menenangkan

32
menunjukkan tehnik 2. Identifikasi tingkat
untuk mengontrol kecemasan
cemas 3. Jelaskan semua
3. Vital sign dalam batas prosedur dan apa
normal yang dirasakn
selama prosedur

5 Intoleransi aktivitas 1. Berpartisipan dalam Activity Therapy


berhubungan aktivitas fisik tanpa 1. Bantu klien untuk
dengan kelemahan, disertai peningkatan mengidentifikasi
anemia tekanan darah, nadi, aktivitas yang
RR mampu dilakukan
2. Tanda-tanda vital 2. Bantu pasien
normal untuk
3. Mampu melakukan mengembangkan
aktivitas sehari-hari motivasi diri dan
penguatan
3. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
4. Monitor respon
fisik, emosi,
sosial, dan
spiritual

33
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal akut merupakan gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara
mendadak dengan tanda gejala khas berupa oliguiria/anuria dengan
peningkatan BUN (blood ureum nitrogen) atau kreatinin serum. Penyebab
gagal ginjal akut ini yaitu : penyebab prerenal, penyebab intrarenal, penyebab
postrenal. Tanda dan gejala nya : Kulit dan membrane mukosa kering,
hyperkalemia, anemia, asidosis metabolic. Pemeriksaan penunjang yang di
dapatkan: Kadar kimia darah, urinalisis, USG, darah lengkap, ECG.
Komplikasi : Keseimbangan elektrolit tubuh, fungsi jantung dan paru,
gastrointestinal, hematologi, neurologis. Penatalaksaan nya meliputi : Tata
laksana umum, tata laksana khusus, obervasi ketat.

Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat


fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang
beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau
transplantasi ginjal). Penyebab gagal ginjal kronis sering kali menjadi
penyakit komplikasi dari peyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit
sekunder. Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi.
Tanda dan gejala yang dialami : adanya inflamasi, edema, nyeri, kulit pucat,
hipertensi. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan : biokimiawi, urinalisis,
ultrasonografi ginjal. Komplikasi yang timbul yaitu : penyakit tulang,
kardiovaskuler, anemia, disfungsi seksual. Penatalaksanaan yang dilakukan
yaitu : Perawatan kulit yang baik, jaga kebersihan oral, beri dukungan nutrisi,
pantau adanya hiperkalemia, kaji status hidrasi dengan hati-hati, control
tekanan darah, observasi adanya tanda-tanda pendarahan.

34

Anda mungkin juga menyukai