Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.
1,2 herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis 3 dan 4.
Herpes zoster kian menjadi ancaman di Indonesia terutama seperti halnya
yang sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dan
bertambahnya usia harapan hidup. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada
10-15% kasus, komplikasi terbanyak biasanya adalah neuralgia paska herpetik
yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang
terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di
atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat
aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh
karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
Tercatat data dari biro pusat statistik jumlah lansia di Indonesia diperkirakan
mencapai 28,8 juta jiwa di tahun 2020. Jumlah lansia ini juga diprediksikan akan
meningkat 414% dari 1990 hingga 2025 mendatang. Selain itu, usia harapan
hidup di Indonesia pada 2014 juga meningkat menjadi 72 tahun. Sejauh ini
prevalensi padakasus herpes zoster dari 13 rumah sakit di Indonesia pada 2011
hingga 2013 mencapai 2.232 kasus. Puncak kasusnya terjadi pada penderita
berusia 45-64 tahun yaitu dengan jumlah 851 kasus atau 37,95% dari total kasus
herpes zoster.
Beberapa penelitian menyimpulkan herpes zoester belum dapat
disembuhkan. Namun jika penanganan tidak dilakukan segera penyakit ini bisa
berdampak serius secara cepat dan tepat. Untuk menghindari dampak negatif dari
herpes ini, pemberian vaksinasi kepada penderita adalah jalan terbaik, selain
terapi nyeri dan terapi psikis. Secara umumnya juga pengobatan herpes zoster

1
mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri
akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia
paska herpetik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan keperawatan dengan Herpes Zoester?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui Asuhan Keperawatan dengan Herpes Zoester
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi Herpes Zoester
b. Mengetahui etiologi Herpes Zoester
c. Mengetahui patofisiologi Herpes Zoester
d. Mengetahui manifestasi Herpes Zoester
e. Mengetahui komplikasi Herpes Zoester
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Herpes Zoester
g. Mengetahui penatalaksanaan medis Herpes Zoester
h. Mengetahui pengobatan Herpes Zoester
i. Mengetahui asuhan keperawatan dengan Herpes Zoester

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Herpes zoester (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik
viral di mana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vestikular yang terasa nyeri
di sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior.
Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang dikenal sebagai virus varisela-
zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus cacar air dan
herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela-zoester.
Herpes zoster adalah penyakit yang ditandai dengan lesi kulit yang
menyakitkan yang terjadi terutama pada pusat badan (punggung dan perut), tetapi
juga dapat berkembang pada wajah dan mulut. Herpes zoster disebabkan oleh
virus yang juga bertanggung jawab terhadap cacar air. Kebanyakan orang terkena
virus ini selama masa kanak-kanak. Setelah infeksi primer (cacar air), virus
menjadi dorman atau tidak aktif. Pada beberapa orang virus tersebut aktif kembali
setelah beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun kemudian dan menyebabkan
herpes zoster.
Menurut kelompok kami herpes zoester adalah penyakit yang ditandai
dengan lesi di kulit yang terasa nyeri. Herpes zoester disebabkan oleh virus
varisela atau virus yang sama seperti cacar air. Setelah seseorang terkena cacar air
virus itu akan menjadi tidak aktif. Tapi pada beberapa orang virus itu aktif
kembali dan menyebabkan herpes zoester

3
B. Etiologi
Herpes zoester disebabkan oleh infeksi virus varisela zoester (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan ke
dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskular. Selanjautnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus
herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari ganglion.
Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif
luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enzim yang
penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase darn virus
spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang
terinfeksi.

C. Patofisiologi
Patogenesis herpes zoester belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoester berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan

4
mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui
serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten,
virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoester pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang
terdapat. Aktivasi virus varisela zoester laten diduga karena keadaan tertentu yang
berhubungan dengan imunosupresi dan imunitas seluler yang merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Sesudah seseorang terkena cacar air, virus varisela-zoester yang diyakini
sebagai penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif (dormant) di dalam
sel-sel saraf di dekat otak dan medula spinalis. Kemudian hari ketika virus yang
laten ini mengalami reaktivasi, virus tersebut berjalan lewat saraf perifer ke kulit.
Virus varisela yang dorman diaktifkan dan timbul vesikel-vesikel meradang
unilateral di sepanjang satu dermaton. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan
perdarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan/atau rasa
terbakar.
Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf torakal, lumbal, atau kranial
agaknya paling sering terserang. Herpes zoester dapat berlangsung selama kurang
lebih tiga minggu.
Adanya keterlibatan saraf perifer secara lokal memberikan respons nyeri,
kerusakan integritas jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respons sistemik
memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh, perasaan tidak enak badan, dan
gangguan gastrointestinal. Respons psikologis pada kondisi adanya lesi pada kulit
memberikan respons kecemasan dan gangguan gambaran diri.

5
D. Pathway

Predisposisi pada klien pernah Reaktivasi virus varisela zoester


menderita cacar air, sistem imun
yang lemah dan yang menderita
kelainan malignitas
Vesikula yang tersebar

Respons inflamasi lokal Respons inflamasi sistemik Respons psikologis

Kerusakan Kerusakan Gangguan Kondisi kerusakan


saraf integritas gastrointestinal mual, jaringan kulit
perifer jaringan anoreksia

Nyeri Gangguan
Ketidakseimbangan gambaran diri
Gangguan
nutrisi kurang dari
istirahat dan
kebutuhan
tidur

E. Manifestasi Klinis
1. Mungkin timbul demam ringan dan malese 24 jam sebelum vesikel
muncul.
2. Ruam cacar air di awali dengan adanya macula kemerahan, biasanya
pertama kali muncul di badan dan menyebar ke wajah serta ekstremitas.
Dalam beberapa jam, macula menjadi vesikel berisi cairan yang muncul
di mulut, aksila, labium dan vagina. Vesikel ini akhirnya berisi cairan
yang pecah setelah beberapa hari dan meninggalkan krusta.
3. Pada saat yang bersamaan dapat di jumpai banyak macula, vesikel dan
keropeng berbagai stadium pembentukan dan krustasi.
4. Cacar ular biasanya terdapat di kulit secara unilateral (satu area tubuh) di
sepanjang dermatom yang terinfeksi. Tempat yang sering terinsfeksi
adalah wajah, leher, dan dada. Lesi dapat berukuran kecil atau besar

6
dalam jumlah yang sedikit atau banyak. Cacar ular dapat sangat
menyakitkan.

F. Komplikasi
Komplikasi herpes zoester dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia pasca-herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40
tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi
herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.
1. Infeksi bakteri sekunder pada vesikel.
2. Pneumonia,ensefalitis,radang sendi,dan nyeri dapar terjadi pada cacar air.
3. Dapat timbul sindrom Reye pada anak yang diberikan aspirin sewaktu
mengidap cacar air.
4. Orang dewasa yang terjangkit cacar air dapat mengalami perjalanan penyakit
yang parah dan berisiko lebih besar menderita pneumonia atau komplikasi
lain.
5. Cacar air dan cacar ular dapat menyebar secara internal pada orang dengan
gangguan sistem kekebalan,yang dapat menyebabkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas.
6. Neuralgia (nyeri) pascaherpes dapat terjadi pada banyak pasien herpes zoster
(10%-70%).neuralgia pascaherpes mengacu pada nyeri yang menetap lebih
dari 1 bulan setelah awitan akut herpes zoster.penyakit ini sering diderita
lansia dan sulit sembuh.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Tujuan dari pemeriksaan diagnostik adalah dilakukan untuk membedakan
dari impetigo, kontak dermatitis dan herpes simpleks. Pemeriksaan diagnostik
yang bisa dilakukan, meliputi hal-hal berikut ini.

7
A) Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoester dan herpes simpleks
B) Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
C) Immunofluororescent: mengidentifikasi varisella di sel kulit
D) Pemeriksaan histopatologik
E) Pemeriksaan mikroskop electron
F) Kultur virus
G) Identifikasi antigen/asam nukleat VVZ
H) Deteksi antibody terhadap infeksi virus

H. Penatalaksanan Medis
Tujuan tata laksana herpes zoester adalah untuk meredakan rasa nyeri dapat
mengurangi atau menghindari komplikasi. Rasa nyeri dikendalikan dengan
pemberian analgesic karena pengendlian nyeri yang adekuat selama fase akut
akan membantu mencegah terbentuknya pola nyeri yang persisten
Bila saraf saraf oftalmikus cabang dari trigeminus terkena, maka harus
dirujuk pada seorang dokter ahli penyakit mata karena dapat terjadi perforasi
kornea akibat infeksi tersebut. Pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat
membantu mencegah timbulnya neuralgia post-hepertika asiklovir oral 800 mg 5
kali sehari selama
1. Varisela dapat dicegah dengan vaksin varisela. Vaksin ini dapat diberikan
pada anak atau orang dewasa, dan efektivitasnya sangat tinggi dalam
mencengah infrksi.beberapa vesikel dapat muncul pada seiktar 10% pasien 10
sampai 20 hari setelah imunisasi dan sangat menular, pencegahan varisel ini
diharapkan dapat menekan insidensi herpes zozter meskipun hal ini belum
terbukti.
2. Penatalaksa varisela aktif terutama bersifat suportif dan ditujukan untuk
mencengah terjadinya infeksi kulit sekunder. mandi gandum,losion
kalamin,dan antihistamin dapat digunakan untuk mengurangi gatal. Anak

8
perlu dipotong kukunya atau menggunakan sarung tangan untuk menghindari
garukan.
3. Obat antivirus (asiklovir,vidarabin,sorivudim) dapat diberikan setelah pajanan
atau saat terjadi tanda-tanda paling awal infeksi varisela pada organ dewasa
atau pun anak dengan gangguan kekebalan untuk membatasi
infeksi.pengguanan antivirus pada anak sehat yang mengidap cacar air juga
dapat dipertimbangkan untuk mengurangi banyaknya lesi dan lam infeksi.
4. Penanganan herpes zozter meliputi analgesik untuk nyeri dan obat antivirus
untuk membatasi replikasi virus. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan
untuk menurunkan risiko neuralgia pascaherpes pasien penderita neuralgia
pascaherpes dapat ditangani dengan agens anestetik topikal,obat penstabil
neural,atau antidepresan trisiklik untuk meredakan nyeri.

I. Pengobatan
1. Agen antiviral (asiklovir adalah pengobatan pilihan) untuk membantu
menghentikan progresi ruam, mencegah komplikasi viseral, dan
memperpendek durasi nyeri dan gejala pada dewasa normal (mungkin
diberikan IV untuk mencegah penyakit yang mengancam nyawa pada
pasien-pasien dengan gangguan imun).
2. Gunakan losion calamin (atau antipruritik lain) dan analgetik (aspirin,
asetaminofen,kodein) untuk menghilangkan gatal dan nyeri neuralgik.
3. Antibiotik sistemik untuk mengobati vesikel yang ruptur dan terinfeksi
bakteri.
4. Follow-up segera ke dokter spesialis mata dan berikan salep indoxuridin
(atau agen anttiviral lain) untuk mengobati herpes zoster trigeminal yang
mengenai kornea.
5. Kortikosteroid (kortison) atau mungkin antidepresan antitrisiklik,agenagen
antikejang,atau blok saraf untuk mengeruangi inflamasi dan membantu
pasien mengatasi rasa nyeri hebat pada neuralgia pasca herpatik.

9
BAB III
Asuhan Keperawatan dengan Herpes Zoester

A. Pengkajian
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas: meliputi nama, jenis kelamin, umur, tanggal MRS, alamat,
diagnosa medis.
b. Keluhan utama: pada pasien herpes zoster mengeluh demam, pusing,
malaise, nyeri otot, gatal-gatal, pegal dan timbul aritema dan
kemudian menjadi vesikel.
c. Riwayat penyakit sekarang: adanya keluhan utama demam pusing,
malaise, nyeri otot, gatal-gata, nyeri kepala setelah itu timbul eritema
pada waktu singkat (1-2 hari timbul vesikel yang berkelompok).
d. Riwayat penyakit dahulu: untuk mengetahui penyakit yang pernah
diderita lain seperti penyakit kulit lain dan riwayat penyakit yang
sama.
e. Riwayat penyakit keluarga: untuk mengetahui adanya anggota
keluarga yang menderita penyakit menurun (HT, DM dan lain-lain)
atau penyakit kulit yang menular.
2. POLA-POLA FUNGSI KESEHATAN
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat: meliputi persepsi klien
terhadap kesehatan dan penyakitnya, serta tatalaksana hidup sehat
pasien.
b. Pola nutrisi dan metatolisme: pola pasien herpes zoster tidak terjadi
gangguan.
c. Pola aktivitas dan latihan: gangguan aktivitas dan latihan pada pasien
herpes zoster karena demam, pusing, malaise dan nyeri otot.
d. Pola eliminasi: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada
pola eliminasi.
e. Pola tidur dan istirahat: pola pasien herpes zoster terjadi gangguan
pola istirahat dan tidur karena pusing, demam dan nyeri otot.

10
f. Pola sensori dan kognitif: pada pasien herpes zoster terdapat rasa
nyeri otot, kepala, dan pada pola kognitif pasien biasanya tidak
mengerti penyebab penyakitnya.
g. Pola persepsi dan konsep diri: Pada pasien herpes zoster mengalami
gangguan gambaran diri karena adanya eritema dan vesikel yang
bergerombol.
h. Pola hubungan: pada pasien herpes zoster tidak ada gangguan pola
hubungan peran.
i. Pola reproduksi dan sexsual: pada pasien herpers zoster tidak ada
gangguan pola reproduksi dan sexsual.
j. Pola penanggulangan stress: pada pasien herpes zoster tidak ada
gangguan pola penanggulangan stress.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan: pada pasien herpes zoster tidak ada
gangguan pada pola tata nilai dan kepercayaan.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum: kesadaran, tekanan darah, suhu, nadi frekuensi dan
kualitas, pernapasan frekuensi, iramanyam tipe pernapasan.
b. Kepala: terdapat nyeri kepala pada pasien herpes zoster
c. Muka: Pada sindrom rumsay hunt terdapat kelainan pada otot muka
dan kelainan kulit muka
d. Mata: pada herpes zoster oftaimikus terdapat kelainan pada mata
e. Telinga: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada telinga
f. Hidung: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada hidung
g. Mulut dan faring: tidak terjadi gangguan pada mulut dan faring
h. Leher: tidak terjadi gangguan pada leher
i. Thorak: pada pasien herpes zoster daerah yang paling sering terkena
adalah daerah thorakal.
j. Paru: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada paru
k. Jantung: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada
jantung

11
l. Abdomen: pada pasien herpes zoster tidak terjadi gangguan pada
abdomen
m. Inguinal, genital dan anus: pada pasien herpes zoster terjadi
pembesaran, kelenjar getah bening
n. Integumen: terdapat eritema, gatal-gatal, vesikel yang bergerombol
dengan dasar kulit yang eritematosa dan odema, vesikel berisi cairan
jernih kemudian dapat menjadi pustul dan krustu.
o. Ektrimitas dan neurologis: herpes zoster oftalmikus terdapat gangguan
pada nervus trigeminus. Pada sindrom ramsay hunt terdapat gangguan
nervus fasialis dan otikus

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi local sekunder dan kerusakan
saraf perifer kulit
2. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat, respons sekunder dari
mual, muntah, dan anoreksia
3. Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik
4. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan struktur kulit
5. Kebutuhan pemenuhan informasi berhubungan dengan tidak adekuatnya
sumber informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan Pain Management:
dengan respon tindakan keperawatan a. Lakukan
inflamasi local selama 2 x 24 jam di pengkajian
sekunder dan harapkan klien dapat nyeri
kerusakan saraf kriteria hasil: b. Observasi reaksi
perifer kulit a. Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri ketidaknyamana

12
b. Nyeri berkurang n
c. Mampu mengenai c. Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi
d. Menyatakan rasa respon nyeri
nyaman setelah nyeri d. Ajarkan teknik
berkurang nonfarmakologi
seperti teknik
relaksasi dan
distraksi
Analgesic
administration:
a. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
b. Cek riwayat
alergi
c. Tentukan
pilihan
analgesic
tergantung tipe
dan beratnya
nyeri
d. Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik

13
pertama kali
e. Evaluasi
efektivitas
analgesic, tanda
dan gejala.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Nutrition
pemenuhan nutrisi tindakan keperawatan management:
kurang dari selama 2 x 24 jam di a. Berikan
kebutuhan harapkan klien dapat makanan yang
berhubungan kriteria hasil: terpilih (sudah
dengan intake a. Adanya peningkatan konsultasikan
nutrisi tidak bebar badan dengan ahli
adekuat, respons b. Berat badan ideal gizi)
sekunder dari mual, sesuai dengan tinggi b. Ajarkan pasien
muntah, dan badan bagaimana
anoreksia c. Mampu membuat
mengidentifikasi catatan
kebutuhan nutrisi makanan
d. Tidak ada tanda tanda harian
malnutrisi c. Monitor
e. Tidak terjadi jumlah nutrisi
penurunan berat dan
badan yang berarti kandungan
kalori
d. Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition

14
Monitoring:
a. BB pasien
dalam batas
normal
b. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
c. Monitor mual
muntah
d. Monitor kalori
dan intake
nutrisi
3 Hipertermi Setelah dilakukan Fever treatment:
berhubungan tindakan keperawatan a. Monitor suhu
dengan respons selama 1 x 24 jam di sesering
inflamasi sistemik harapkan klien dapat mungkin
Kriteria hasil: b. Monitor
a. Suhu tubuh dalam tekanan darah,
rentang normal nadi dan RR
b. Nadi dan RR dalam c. Monitor
rentang normal penurunan
kesadaran
d. Monitor intake
dan output
e. Berikan anti
piretik
f. Selimuti
pasien
g. Berikan
pengobatan

15
untuk
mencegah
terjadinya
menggigil
4 Gangguan gambaran Setelah dilakukan Body image
diri berhubungan tindakan keperawatan enchancement:
dengan perubahan selama 1 x 24 jam di a. Kaji secara
struktur kulit harapkan klien dapat verbal dan non
Kriteria hasil: verbal respon
a. Body image positif klien terhadap
b. Mampu tubuhnya
mengidentifikasi b. Monitor
kekuatan personal frekuensi
c. Mendiskripsikan mengkritik
secara factual dirinya
perubahan fungsi c. Jelaskan
tubuh tentang
d. Mempertahabkan pengobatan,
interaksi sosial perawatan,
kemajuan dan
prognosis
penyakit
d. Dorong klien
mengungkapk
an
perasaannya
e. Fasilitasi
kontak dengan
individu lain
dalam
kelompok

16
kecil
5 Kebutuhan Setelah dilakukan Teaching: disease
pemenuhan tindakan keperawatan process
informasi selama 1 x 24 jam di a. Berikan
berhubungan harapkan klien dapat penilaian
dengan tidak Kriteria hasil: tentang tingkat
adekuatnya sumber a. Pasien dan keluarga pengetahuan
informasi, menyatakan pasien tentang
ketidaktahuan pemahaman tentang proses
program perawatan penyakit, kondisi, penyakit
dan pengobatan prognosis dan b. Jelaskan
program pengobatan patofisiologi
b. Pasien dan keluarga dari penyakit
mampu dan bagaimana
melaksanakan hal ini
prosedur yang berhubungan
dijelaskan secara dengan
benar anatomi dan
c. Pasien dan keluarga fisiologi,
mampu menjelaskan dengan cara
kembali apa yang yang tepat
dijelaskan c. Gambarkan
perawat/tim tanda dan
kesehatan gejala yang
biasa muncul
pada penyakit,
dengan cara
yang tepat
d. Gambarkan
proses
penyakit,

17
dengan cara
yang tepat
e. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi,
dengan cara
yang tepat
f. Diskusikan
perubahan
gaya hidup
yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang
akan dating
atau proses
pengontrolan
penyakit
g. Diskusikan
pilihan terapi
penanganan

D. Implementasi
Implementasi sama seperti intervensi

18
E. Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi
1 Nyeri berhubungan dengan S:
respon inflamasi local O:
sekunder dan kerusakan saraf A: masalah belum teratasi
perifer kulit P: lanjutkan intervensi
2 Ketidakseimbangan S:
pemenuhan nutrisi kurang O:
dari kebutuhan berhubungan A: masalah belum teratasi
dengan intake nutrisi tidak P: lanjutkan intervensi
adekuat, respons sekunder
dari mual, muntah, dan
anoreksia
3 Hipertermi berhubungan S:
dengan respons inflamasi O:
sistemik A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
4 Gangguan gambaran diri S:
berhubungan dengan O:
perubahan struktur kulit A: masalah sudah teratasi
P: hentikan intervensi
5 Kebutuhan pemenuhan S:
informasi berhubungan O:
dengan tidak adekuatnya A: masalah sudah teratasi
sumber informasi, P: hentikan intervensi
ketidaktahuan program
perawatan dan pengobatan

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
varisela yang berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella.
Insiden herpes zoster angka kesakitan antara pria dan wanita tidak memiliki
perbedaan. Angka kesakitan meningkat diukur dengan peningkatan usia atau
bertambahnya usia seseorang. Lebih dari 2 atau 3 kasus berada pada usia di atas
50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, penyebaran virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit ke
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion
terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.
Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi
ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular
yang merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi
endogen.
Oleh sebab itu kami menyimpulkan untuk menghindari dampak negatif dari
herpes zoster ini, pemberian dengan vaksinasi kepada penderita adalah jalan
terbaik selain terapi nyeri dan terapi psikis. Perlu di ingat jika penanganan tidak
dilakukan dengan cepat dan tepat penyakit ini bisa berdampak serius. Adapun
tujuan dari pengobatan herpes zoster yaitu: mengatasi inveksi virus akut,
mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah
timbulnya neuralgia paska herpetik.

20
B. Saran
Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas, maka penulis
mencoba mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik
dokter, perawat sebagai pelaksana, klien maupun keluarga klien untuk
mendapatkan kemudahan di dalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi
terwujudnya mutu asuhan keperawatan yang lebih baik.
2. Untuk mahasiswa bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi
virus Herpes Zoster.

21
DAFTAR PUSTAKA

Bolognia J.L., Jorizzo J.L., dan Rapini R.P. Dermatology. Volume 1. St. Louis:
Mosby
Freedberg I.M., Irwin M., Eisen A.Z., Wolff K., Austen K.F., Goldsmith L.A.,
Katz S.I (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6th ed.
New York: McGraw-Hill
Johnson J.Y. et al. 1998. Nurses Guide to Home Healt Procedures. Baltimore
Maryland: Lippincott-Raven Publisers. Williams & Wilkins
Lewis, S.M. et al. 2000. Medical-Surgical Nursing Assesment and Management of
Clinical Problem. Missouri: Mosby Company.
Prince,S.A. dan Wilsin L.M.1995.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit.Edisi 4.Jakarta:EGC
Smeltzer,S.C dan Bare, B.G.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi
8.Jakarta:EGC

22

Anda mungkin juga menyukai

  • Luka Trauma
    Luka Trauma
    Dokumen24 halaman
    Luka Trauma
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • BAB VI Sistem Perkemihan
    BAB VI Sistem Perkemihan
    Dokumen8 halaman
    BAB VI Sistem Perkemihan
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Kel 9
    Kel 9
    Dokumen14 halaman
    Kel 9
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Askep Luka
    Askep Luka
    Dokumen31 halaman
    Askep Luka
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen19 halaman
    Gizi
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Poa MMD
    Poa MMD
    Dokumen4 halaman
    Poa MMD
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Komunitas KLMPK 1
    Komunitas KLMPK 1
    Dokumen20 halaman
    Komunitas KLMPK 1
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Kel 10
    Kel 10
    Dokumen9 halaman
    Kel 10
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Komunitas
    Asuhan Keperawatan Komunitas
    Dokumen57 halaman
    Asuhan Keperawatan Komunitas
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Makalah Komunitas Kel 1
    Makalah Komunitas Kel 1
    Dokumen15 halaman
    Makalah Komunitas Kel 1
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Mencederai Diri
    Mencederai Diri
    Dokumen26 halaman
    Mencederai Diri
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Makalah Askep Isolasi Sosial
    Makalah Askep Isolasi Sosial
    Dokumen34 halaman
    Makalah Askep Isolasi Sosial
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri
    Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri
    Dokumen10 halaman
    Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat
  • Fistula
    Fistula
    Dokumen22 halaman
    Fistula
    utamisrijuliastuti
    Belum ada peringkat