ABSTRACT: The pandemic caused by the Corona Virus which has infected major
countries has affected the world community from various sides. This pandemic not
only has a physical impact but also has a psychological impact. The distress of a
few individuals because of this pandemic, so that they justify all means and look for
a more instant solution. Some people have taken the way out of this problem by
committing suicide. This seemingly more instantaneous path became popular and
increased rapidly during the pandemic. In fact, it has become a trend not only
among young people and even among the elderly. In this case, the church seems to
have lost its empathy in the application of the attitude of Christian Hospitality. The
author uses Emile Durkheim's Theory to see the background of this suicide
phenomenon. The writer uses Emile Durkheim's theory because it uses a
sociological perspective, so that this theory is at least able to answer the
phenomenon of suicide. The purpose of writing this article is first, to specifically
involve the church to take part in breaking the chain of this trend and preventing
suicidal intentions by implementing hospitality (Hospitalitas). Second, so that
readers can empathize with various individuals with real hospitalities in various
aspects of life.
PENDAHULUAN
Muhammad Adam Hussein dalam “Ebook Kajian Bunuh Diri”
menjelaskan Bunuh diri secara etimologi diartikan sebagai tindakan
mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang lain. Adam Hussein
mengutip Sigmund Freud bahwa bunuh diri merupakan tampilan agresi
yang diarahkan ke diri melawan suatu introyeksi, ambivalensi akan
kehilangan objek cinta. Ia melakukan bunuh diri karena sebelumnya ia
merepresi keinginan untuk membunuh seseorang. Adam Hussein juga
mengutip Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri
sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat
psikiatri karena individu berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping maladaptif. Jadi, kesimpulan bunuh diri oleh Adam
Hussein adalah salah satu perbuatan tercela dengan menghakimi diri
sendiri secara berlebihan dan ingin mendahului takdir kematian yang
ditentukan Ilahi Robbi dengan usaha bunuh diri dilakukan dengan
berbagai cara atau langkah.1
Maraknya kasus bunuh diri di Indonesia yang memuncak pada
tahun 2019 sampai awal 2021 menjadikan fenomena ini mendapatkan
perhatian secara khusus dari Kementrian Kesehatan RI. Kementrian
Kesehatan RI secara khusus dalam situs resmi
(www.pusdatin.kemkes.go.id) memberikan penyuluhan kepada
masyarakat terkait bunuh diri yang tengah marak menghantui
masyarakat dunia dan secara khusus bagi Bangsa Indonesia. Secara global,
Kementrian Kesehatan mengungkapkan bahwa jumlah kematian akibat
bunuh diri di dunia mendekati angka 800.000 kematian pertahun atau
kematian setiap 40 detik. Kementrian Kesehatan mengungkapkan bahwa
negara-negara di dunia telah berkomitmen untuk menurunkan 10%
angka kematian karena bunuh diri (Suicide Rate) pada tahun 2020
sebagaimana yang terdapat di dalam WHO Mental Health Action Plan
1
Muhammad Adam Husein,Ebook Kajian Bunuh Diri(Adamssein Media
2021),hlm17-21
2
Fetty Ismandari,dkk,Infodatin Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri(Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019),hlm 1
2013-2020. Setiap tanggal 10 September diperingati sebagai Hari
Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk
meningkatkan perhatian dan kepedulian masyarakat akan kebutuhan
orang yang beresiko bunuh diri, dengan beragam kegiatan untuk
mempromosikan pemahaman tentang bunuh diri dan kegiatan
pencegahan yang efektif. 3 Sehingga penulis mengambil tema Bunuh Diri
dengan maksud memutus rantai fenomena ini dengan melihat berbagai
pencegahan yang mampu dilakukan oleh gereja maupun masyarakat
secara umum.
PEMBAHASAN:
LATAR BELAKANG BUNUH DIRI
Secara ringkas Emile Durkheim dalam Luh Ketut Suryani dalam
buku berjudul “Hidup Bahagia - Perjuangan Melawan Kegelapan”
mengajukan teorinya bahwa ada tiga kelompok dalam bunuh diri: egoistic,
mereka melakukan tindakan bunuh diri karena tidak mempunyai ikatan
kuat dengan kelompok sosialnya ;altruistic, mereka melakukan bunuh diri
untuk menunjukkan loyalitas, pengabdian pada kelompoknya; dan
anomic, mereka yang tidak mampu menghadapi perubahan di masyarakat
mengenai nilai dan standar hidup.4
Dalam sebuah buku oleh Elsevier Singapore terbitan Emergency
Nurses Assosiation dan telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia
menjadi “Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy”
mengungkapkan hasil penelitian dengan pengkajian yang dikelompokkan.
Melihat dari Gender , kaum perempuan tiga kali melakukan percobaan
bunuh diri lebih sering daripada kaum lelaki, sedangkan kaum lelaki
empat kali lebih sering betul-betul melakukan bunuh diri daripada kaum
perempuan. Faktor risiko lain dalam kasus bunuh diri dipengaruhi oleh
karena penggunaan obat terlarang, memiliki penyakit mental, perasaan
tidak dihargai, putus asa dan merasa tidak berdaya, menarik diri atau
3
Fetty Ismandari,dkk,Infodatin Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri(Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019),hlm 1
4
Luh Ketut Suryani, Hidup bahagia – Perjuangan Melawan Kegelapan(Jakarta:
Pustaka Obor Populer 2008),Hlm.12
isolasi sosial.5 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia juga
mengemukakan secara singkat faktor rentannya individu dalam
percobaan bunuh diri, yaitu:6
1. Membicarakan bunuh diri, menyakiti diri sendiri, dan kematian
2. Mulai mencari akses memiliki senjata api
3. Menarik diri dari teman, keluarga dan sahabat
4. Perubahan suasana hati yang parah
5. Merasa putus asa atau terjebak di suatu masalah
6. Konsumsi minuman keras meningkat
7. Tidur jauh lebih lama dari biasanya atau malah memiliki masalah
tidur
8. Mudah marah yang tak terkendali
9. Mulai memberikan barang-barang pribadi untuk orang lain
10. Perilaku merusak atau menyakiti diri sendiri
11. Mengatakan selamat tinggal pada orang-orang seolah mereka tak
akan bersama lagi
12. Berkembangnya perilaku cemas atau gelisah ketika mengalami
beberapa tanda sebelumnya
5
Amelia Kurniati,dkk.Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy(Singapura:Emergency Nurses Asosiation 2018).Hlm.454
6
Fetty Ismandari,dkk,Infodatin Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri(Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019),hlm 9-10
Contoh negara besar yang terkait fenomena bunuh diri ini adalah
Jepang. Bahkan media berita www.bbc.com menyatakan selama pandemi
covid-19 jumlah bunuh diri di kalangan perempuan di negara Jepang
meningkat hingga 70% di tahun sebelumnya.
7
Sylvia Donna, “Keselamatan Dari orang Kristen yang Bunuh Diri”, VERITAS
Vol.14 No.1,April 2013,Hlm.55
harus dipelihara sebaik-baiknya merupakan modal dasar untuk
membantu mencegah suatu tindakan bunuh diri.8
Mengutip pernyataan Yohanes K. Susanta dalam “Hospitalitas
Sebagai Upaya Mencegah Kekerasan dan Memelihara Kerukunan dalam
Relasi Islam-Kristen di Indonesia” salah satu contoh kecil yang dapat
dilakukan di dalam menyatakan hospitalitas yaitu dengan menyapa orang lain.9
Menyapa dan sedikit berbincang bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan. Hal
yang nampaknya kecil ini memiliki pengaruh yang luarbiasa bagi individu yang
mungkin saja mengalami pergumulan hidup. Sikap empati terhadap sesama
merupakan langkah lanjutan dalam mewujud nyatakan Hospitalitas. Salah satu
contoh, membantu perekonomian orang yang terdampak pandemi covid-19,
sedikit banyaknya bantuan sangatlah berguna bagi korban yang terdampak.
Dalam hal ini pula gereja juga harus lebih berempati dalam perwujudan
Hospitalitas yang nyata. Fenomena bunuh diri yang nampaknya menjadi
tren ini haruslah dihentikan segera. Sehingga Gereja baik melalui
organisasi pemuda ataupun menyeluruh, hendaknya saling merangkul
baik sesama anggota organisasi maupun mewujud nyatakan hospitalitas
dalam kehidupan beragama yang majemuk.
8
Fetty Ismandari,dkk,Infodatin Situasi dan Pencegahan Bunuh Diri(Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019),hlm 8
9
Yohanes K, Susanta,”Hospitalitas Sebagai Upaya Mencegah Kekerasan dan
Memelihara Kerukunan dalam Relasi Islam-Kristen di Indonesia”, Societas Dei: Jurnal
Agama dan Masyarakat Vol. 2, No. 1, (April 2015),hlm.309
DAFTAR PUSTAKA