Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas MK Keperawatan Kesehatan Jiwa I

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. B DENGAN MASALAH


RESIKO BUNUH DIRI

Dosen Pengampu:

Khoridatul Bahiyah, S.Kep.Ns.M.Kep.Sp.Kep.J

Disusun oleh:

Kelompok 4

Ananda Hanna Pratiwi (131711133005)

Rahmalia Hidayanti (131711133083)

Muhamad Rafly Bagus N. (131711133119)

Anita Tria Purnamasari (131711133140)

Elsye S. A. Maniagasi (131711133158)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah “Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. B dengan Masalah Resiko Bunuh
Diri” ini tepat waktu. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya.
Atas dukungan moral dan materiil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Khoridatul Bahiyah, S.Kep.Ns.M.Kep.Sp.Kep.J selaku dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa 1 di Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga, yang memberikan bimbingan dan
saran.
2. Teman-teman kelas A1 2017 Program Studi S1 Pendidikan Ners
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, yang memberikan
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada
penulis.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan sangat kami
butuhkan demi penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.

Surabaya, 20 Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................5

1.1 Latar Belakang................................................................................................5


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Tujuan.............................................................................................................6
1.4 Manfaat...........................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................8

2.1 Definisi Resiko Bunuh Diri.............................................................................8

2.2Rentang Respons Protektif Diri........................................................................9

2.3 Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri.........................................................10

2.4 Klasifikasi Bunuh Diri...................................................................................10

2.5 Pengelompokan Bunuh Diri..........................................................................11

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Resiko Bunuh Diri...........................................12

2.7 Bentuk Bunuh Diri........................................................................................15

2.8 Motif Bunuh Diri...........................................................................................15

2.9 Tahap-Tahap Resiko Bunuh Diri...................................................................16

2.10 Tanda dan Gejala Bunuh Diri......................................................................17

2.11Respon Terhadap Stress...............................................................................17

2.12 Kemampuan mengatasi masalah/sumber coping.........................................18

2.13 Mekanisme Koping.....................................................................................19

2.14 Pencegahan Tindakan Bunuh Diri...............................................................21

3
2.15 Asuhan Keperawatan Proses Keperawatan.................................................21

BAB III STUDI KASUS....................................................................................37

3.1 Studi Kasus....................................................................................................37

3.2 Asuhan Keperawatan.....................................................................................38

BAB IV PENUTUP............................................................................................41

4.1 Kesimpulan....................................................................................................41

4.2 Saran...............................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................42

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah masalah yang sudah mendunia. Dalam beberapa


tahun terakhir, bunuh diri menjadi fenomena yang sering muncul dalam
pemberitaan media cetak maupun media elektronik. Jumlah kematian yang
diakibatkan oleh bunuh diri semakin meningkat, dalam 45 tahun terakhir
angka kejadian bunuh diri di dunia meningkat hingga 60% (Befrienders
Worldwide, 2009). Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, bunuh diri terletak
pada peringkat ke-7 untuk semua umur (CDC, 2010). Lebih dari 5.000 remaja
melakukan bunuh diri setiap tahunnya di Amerika Serikat, yaitu satu remaja
setiap 90 menit (Kaplan, 2010). Data tentang insidensi di Indonesia sendiri
belum jelas sehingga masih banyak dilakukan survei mengenai angka
percobaan bunuh diri di Indonesia.
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri sering disertai gangguan depresi. Ide
bunuh diri terbesar terjadi jika gangguan depresi sudah parah. De Catanzaro
menemukan bahwa antara 67% hingga 84% pikiran bunuh diri bisa dijelaskan
dengan masalah hubungan sosial dan hubungan dengan lawan jenis, terutama
yang berkaitan dengan loneliness dan perasaan membebani keluarga. Adapun
dua motivasi yang paling sering muncul dalam pikiran bunuh diri adalah
untuk melarikan diri dari masalah dalam kehidupan dan untuk membalas
dendam pada orang lain (Maris, et al 2000). Tapi seringkali didapatkan
banyak usaha bunuh diri dengan sebab yang berbeda, sehingga banyak sekali
hal yang bisa membuat seseorang ingin melakukan bunuh diri. Faktor budaya
juga berpengaruh terhadap usaha bunuh diri. Seperti hara-kiri di Jepang, di
Denmark bunuh diri merupakan jalan untuk bertemu kembali dengan orang
yang mereka cintai, di Swedia banyak orang melakukan bunuh diri akibat
gagal dalam mencapai ambisinya, dan di India seorang istri yang ditinggal
mati oleh suami akan menenggelamkan dirinya di sungai temoat abu suaminya
dibuang (Maris, et al, 2000).

5
Di Indonesia dengan beragam agama dan budaya, bunuh diri adalah
sesuatu hal yang berkonotasi negatif, namun masih banyak orang yang
melakukan bunuh diri seperti contohnya dengan bom bunuh diri. Depresi
seringkali disebut sebagai faktor yang mempunyai korelasi signifikan dengan
tingkah laku bunuh diri. Namun tidak semua orang yang melakukan usaha
bunuh diri mengalami depresi dan sebaliknya orang depresi tidak selalu
melakukan usaha bunuh diri. Depresi dikombinasikan dengan beberapa faktor
risiko yang lainnya akan meningkatkan risiko terjadinya usaha bunuh diri.
Freud (1963) mengkaitkan dengan rasa duka setelah kehilangan seseorang
yang dicintai karna kematian, perpisahan atau berkurangnya kasih sayang.
Secara tidak sadar orang tersebut menyimpan perasaan negatif terhadap orang
yang dicintai. Pasien depresi menjadi objek kemarahan dan kebenciannya
sendiri. Selain itu, ia tidak suka diabaikan dan merasa bersalah atas dosa-
dosanya yang nyata atau yang dibayangkan terhadap orang yang
meninggalkannya. Selanjutnya, kemarahan terhadap orang yang
meninggalkannya terus-menerus dipendam, berkembang menjadi proses
menyalahkan diri sendiri, menyiksa diri sendiri, dan depresi yang
berkelanjutan. Oleh karena banyaknya percobaan bunuh diri dengan penyebab
dan faktorfaktor yang sangat bervariatif maka peneliti ingin mengetahui
bagaimana gambaran dinamika percobaan bunuh diri pada pasien depresi
berat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa faktor penyebab bunuh diri?

2. Bagaimana tanda dan gejala awal bunuh diri?

3. Apa saja tindakan pencegahan bunuh diri?

4. Bagaimana gambaran dinamika terjadinya usaha bunuh diri?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan resiko bunuh diri?

1.3 Tujuan

6
1. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor penyebab bunuh diri.

2. Mahasiswa dapat membedakan serta mengidentifikasi tanda dan gejala


bunuh diri.

3. Mahasiswa dapat memberikan prevelensi terhadap bunuh diri kepada orang


lain sebagai bentuk kewaspadaan.

4. Mengetahui gambaran dan alur dinamika terjadinya bunuh diri.

5. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan


resiko bunuh diri.

1.4. Manfaat

1. Mengetahui faktor penyebab bunuh diri.


2. Mengetahui tanda dan gejala bunuh diri.
3. Mengetahui apa saja tindakan pencegahan bunuh diri dan meningkatkan
kewaspadaan.
4. Mengetahui gambaran dinamika terjadinya usaha bunuh diri.
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko bunuh diri.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resiko Bunuh Diri


Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2015).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Risiko bunuh diri
dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakiti diri sendiri,
mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2018).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan
rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif. Respon
adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon aladaptive
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat.
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat
mengarah kepada kematian. Rentang respon protektif diri mempunyai
peningkatan diri sebagai respon paling adaptif, sementara perilaku destruktif
diri, pencederaan diri, dan bunuh diri merupakan respon aladaptive. Pikiran
bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood,

8
terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja
untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008).

2.2 Rentang Respons Protektif Diri

Keterangan
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan,
yakin, dan kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang
yang masih normal dialami individu yang mengalami perkembangan
perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti
perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang
menyimpang secara sosial, dan perilaku yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri
yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri
sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk
melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk
melukai dan membakar kulit, membenturkan kepala atau anggota tubuh,
melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari. Bunuh diri,
yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan.

9
2.3 Proses Terjadinya Perilaku Bunuh Diri

2.4 Klasifikasi Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006) :
1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin
bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara
nonverbal.
2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh
diri, meliputi:
a) Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
b) Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan
tugasnya.
c) Bunuh diri egoistik

10
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan
faktor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

2.5 Pengelompokan Bunuh Diri


1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya.” Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa
bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga
mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan
harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, yang berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif
pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, tetapi tidak disertai dengan
percobaan bunuh diri. Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah
mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh
dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba
bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Resiko Bunuh Diri


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak

11
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam
manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri
nyawa sendiri. Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan
eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat
bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC)
pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang
meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama.
Depresi timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan
yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan
kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita terdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh
darah. Di dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin.
Ketiga cairan dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia.
Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga
cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para
korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak adalah adanya
masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi.
Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para
korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah
melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak
hanya itu, bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses
pembelajran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori
seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat
pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Sering
kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan
yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah

12
diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang yang
pernah mencoba bunuh diri denngan cara yang halus, seperti minum racun
bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila yang
sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat
terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang
lain yang disayangi. Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat
alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena
perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan
usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap
bunuh diri.

2.7 Bentuk Bunuh Diri


Metode yang digunakan sebagai percobaan bunuh diri umumnya selain
memiliki fungsi untuk mengakhiri hidup juga memiliki makna tersendiri
seperti motif atau harapan yang mendasari. Secara umum metode yang
digunakan untuk bunuh diri sebagai berikut:
1) Gantung diri
2) Melukai diri dengan benda tajam seperti tradisi hara-kiri di Jepang,
memotong urat nadi, atau menembak dirinya dengan senjata api atau pistol
3) Menelan racun atau obat-obatan sampai over dosis
4) Menjatuhkan diri dari atap gedung
5) Membakar diri

13
6) Menabrakkan diri

2.8 Motif Bunuh Diri


Pada dasarnya, segala sesuatu itu memiliki hubungan sebab akibat (ini adalah
sistematika). Dalam hubungan sebab akibat ini akan menghasilkan suatu
alasan atau sebab tindakan yang disebut motif. Motif bunuh diri ada banyak
macamnya. Disini penyusun menggolongkan dalam kategori sebab, misalkan:
1) Dilanda keputusasaan dan depresi
2) Cobaan hidup dan tekanan lingkungan.
3) Gangguan kejiwaan / tidak waras (gila).
4) Himpitan Ekonomi atau Kemiskinan (Harta / Iman / Ilmu)
5) Penderitaan karena penyakit yang berkepanjangan

2.9 Tahap – Tahap Resiko Bunuh Diri


1) Suicidal Ideation
Sebuah metode yang digunakan tanpa melakukan aksi atau tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila
tidak ditekan.
2) Suicidal Intent
Pada tahap ini klien mulai berfikir dan sudah melakukan perencanaan yang
kongkrit untuk melakukan bunuh diri.
3) Suicidal Threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang
dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
4) Suicidal Gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan prilaku destruktif yang diarahkan pada
diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya, tetapi
sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
5) Suicidal Attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu
ingin mati dan tidak mau diselamatkan, misalnya minum obat yang
mematikan.

14
2.10 Tanda dan Gejala Bunuh Diri
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4) Impulsif.
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang
obat dosis mematikan).
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah
dan mengasingkan diri).
9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang
depresi, psikosis dan menyalahgunakan alkohol).
10) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

2.11 Respon Terhadap Stress


1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan nyata
akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi
dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons
lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka secara
refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome (GAS)
adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku

15
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi sosial
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
2.12 Kemampuan mengatasi masalah/sumber coping
1) Kemampuan personal
Kemampuan yang diharapkan pada klien dengan resiko bunuh diri yaitu
kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
2) Dukungan social
Dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga, teman, kelompok,
atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan
oleh klien adalah dukungan keluarga.
3) Asset material
Ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan, dana
atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan
lain-lain.
4) Keyakinan positif
Keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat
menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping adaptif
walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus
dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah keyakinan bahwa klien
mampu mengatas masalahnya.

2.13 Mekanisme Koping


Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien secara
sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan bahwa

16
mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku destruktif
diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan rentang harapan-putus
harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
pengerusakan diri tak langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara,
mekanisme koping yang paling menonjol adalah rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang
mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.

Keterangan:
a) Peningkatan diri : seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahan diri.
b) Beresiko destruktif : seseorang memiliki kecenderungan atau
beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri
terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti
seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap
tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan
secara optimal.

17
c) Destruktif diri tidak langsung : seseorang telah mengambil sikap
yang kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
d) Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e) Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang.

2.14 Pencegahan Tindakan Bunuh Diri


Ada beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, menurut Edwin
Sneidman seorang pelopor mengembangkan strategi umum dalam
pencegahan bunuh diri mengungkapkan tiga hal yaitu sebagai berikut:
(Davison. 2014:433)
a. Mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam.
b. Membuka pandangan, yaitu memperluas pandangan yang terbatas
dengan membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan
esktreem dengan membiarkan penderitaan dan ketiadaan terus
berlangsung.
c. Mendorong orang yang bersangkutan meskipun hanya selangkah dari
tindakan yang menghancurkan diri sendiri.

2.15 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Resiko Bunuh Diri


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat
dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik dan
rencana spesifik. Perawat harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri,
faktor predisposisi, presipitasi, mekanisme koping, dan sumber koping
pasien. Beberapa kriteria untuk menilai tingkat risiko bunuh diri seperti
pada tabel berikut.
1) Faktor Resiko
a. Menurut Hatton, Valente, dan Rink, 1977 (dikutip oleh Shiver,
1986)

18
b. Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.
Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh
diri,
tidakmengancam bunuh diri.
Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada
percobaan bunuh diri.
Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan
saya
sendiri atau saya bunuh diri”.
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.
c. Menurut Stuart dan Sundeen (1987)

19
2) Faktor Perilaku
a. Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan
yang dilakukan (pemberian obat). Pasien dengan keinginan
bunuh diri memilih untuk tidak memperhatikan dirinya.
b. Pencederaan diri
Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja. Pencederaan diri
dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan
cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh.
c. Perilaku bunuh diri
Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
- Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal
bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa
iatidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mungkin juga mengomunikasikan secara nonverbal melalui
pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
- Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada
diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarahkan pada kematian jika tidak dicegah.
- Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan upaya
bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin
akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada
waktunya.

20
3) Faktor Lainnya
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien
destruktif diri (bunuh diri) adalah sebagai berikut (Stuart dan
Sundeen, 1995).
a. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.
- Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
- Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur
rencana, membicarakan tentang bunuh diri, memberikan
barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
- Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih
mematikan.
- Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
- Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
b. Petunjuk gejala
- Keputusasaan.
- Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak
berharga.
- Alam perasaan depresi.
- Agitasi dan gelisah.
- Insomnia yang menetap.
- Penurunan berat badan.
- Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan
sosial.
c. Penyakit psikiatrik
- Upaya bunuh diri sebelumnya.
- Kelainan afektif.
- Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
- Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
- Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
- Kombinasi dari kondisi di atas.
d. Riwayat psikososial
- Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.

21
- Hidup sendiri.
- Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang
baru dialami.
- Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan
yang berarti, masalah sekolah, ancaman terhadap krisis
disiplin).
- Penyakit medis kronis.
- Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
e. Faktor-faktor kepribadian
- Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
- Kekakuan kognitif dan negatif.
- Keputusasaan.
- Harga diri rendah.
- Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
f. Riwayat keluarga
- Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
- Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau
keduanya.
4) Faktor Predisposisi

Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku


destruktif diri sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.

1. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan
penyalahgunaan zat.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya
risiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial

22
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,
kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor risiko penting untuk perilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan
dopaminergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan
perilaku merusak diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai
berikut (Cook dan Fontaine, 1987).
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja.
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a. Self ideal terlalu tinggi.

23
b. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan
kasih sayang orang tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial.
e. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f. Sumber hidup bergantung.

5) Faktor Presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

B. Diagnosis Keperawatan

24
Pohon Masalah

Risiko Bunuh Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Rendah

Diagnosis
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.

C. Rencana Intervensi
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan risiko
bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
2. Tindakan
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
maka Anda dapat melakukan tindakan berikut.
a) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan
ke tempat yang aman.
b) Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang.
c) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya,
jika pasien mendapatkan obat.
d) Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.

25
2. Tindakan
a) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta
jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
b) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
c) Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun
sendiri.
d) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat
secara teratur.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Isyarat Bunuh Diri
1. Tujuan
a) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
b) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya.
c) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
d) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
2. Tindakan
a) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri,
yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara berikut.
- Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
- Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif.
- Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
- Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien.
- Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
c) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara
berikut.
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan
masalahnya.
- Mendiskusikan dengan pasien efektivitas masing-masing cara
penyelesaian masalah.

26
- Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga dengan Pasien Isyarat
Bunuh Diri
1. Tujuan
Keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
2. Tindakan
a) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
- Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
yang pernah muncul pada pasien.
- Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya
muncul pada pasien berisiko bunuh diri.
b) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku
bunuh diri.
- Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga
bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
- Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain
sebagai berikut.
1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di
tempat yang mudah diawasi. Jangan biarkan pasien
mengunci diri di kamarnya atau meninggalkan pasien
sendirian di rumah.
2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa
digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar
minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, serta
zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun
serangga.
3) Selalu mengadakan dan meningkatkan pengawasan
apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan
pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak
menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.

27
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di
atas.
d) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan
apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain
sebagai berikut.
1) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka
masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
2) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas
mendapatkan bantuan medis.
e) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang
tersedia bagi pasien.
1) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga
kesehatan.
2) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien
berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya.
3) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat
sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar
obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, dan
benar waktu penggunaannya
D. Evaluasi Keperawatan
1. Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan
keadaan pasien yang tetap aman dan selamat.
2. Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai
dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3. Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a) Pasien mampu mengungkapkan perasaanya.
b) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.

28
c) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang
baik.
4. Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga
keluarga mampu melakukan hal berikut.
a) Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh
diri.
b) Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi
anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.
5. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia
dalam merawat anggota keluarga yeng berisiko bunuh diri.

BAB III

STUDI KASUS

29
3.1 Studi Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, dibawa keluarganya ke RSJ karena mencoba
bunuh diri dengan meminum pembersih lantai. Beberapa hari sebelum
percobaan bunuh diri, klien terlihat murung dan kusut, suka menyendiri, tidak
mau makan dan minum kalau tidak di bujuk oleh kakaknya. Padahal
sebelumnya klien adalah orang yang pekerja keras dan humoris. Penyebab
klien mencoba bunuh diri karena frustasi akan keadaan rumah tangganya yang
gagal karena klien di PHK dari pekerjaannya. Istri klien meminta cerai karena
klien tidak memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Sebelum klien di PHK,
klien adalah seseorang yang semangat, murah senyum, dan humoris. Tetapi
keadaan klien yang saat ini, membuat klien menjadi orang yang pendiam,
pemurung dan suka menyendiri, dan pada akhirnya klien memiliki pikiran
untuk mengakhiri hidupnya dengan meminum pembersih lantai.

A. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas klien :
Nama : Tn. B
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Surabaya
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 27 Maret 2019
Tanggal Pengkajian : 27 Maret 2019
b) Faktor predisposisi
Klien di PHK dari pekerjaannya dan istri klien meminta cerai.
c) Faktor presipitasi
Klien frustasi atas kegagalan rumah tangganya dan klien di PHK dari
pekerjaannya.
d) Penilaian primer

30
Stressor bermakna bagi klien, alasan : klien frustasi dengan
keadaannya, klien mengatakan hidupnya tidak berguna lagi dan klien
mencoba bunuh diri
e) Support (penilaian sekunder)
Klien suka menyendiri, dan tidak mau makan minum kalau tidak di
bujuk oleh kakaknya
f) Mekanisme koping
Maladaptive : klien frustasi, suka menyendiri dan murung,
mengungkapkan hidupnya sudah tidak berguna lagi, sehinggan klien
melakukan percobaan bunuh diri

B. Analisa Data

C. Pohon Masalah
Perilaku kekerasan : Resiko
Menciderai Diri Sendiri

Risiko Bunuh Diri

Gangguan Interaksi Sosial : Menarik


Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Rendah
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri
Tujuan umum : Klien tidak menciderai dirinya sendiri

31
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling
percaya

Kriteria Evaluasi :

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata,


mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam,
mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.

Rencana Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

Rasional :

Hubungan saling percaya akan menimbulkan kepercayaan klien pada


perawat sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan tindakan
selanjutnya.

TUK 2 :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Kriteria evaluasi :

Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri

Rencana Tindakan :

1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan

32
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3

Klien dapat meningkatkan harga diri.

Kriteria evaluasi :

Klien dapat meningkatkan harga dirinya

Rencana Tindakan :

1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan
antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan)

TUK 4

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan koping yang adaptif

Rencana Tindakan :

1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang


menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.

TUK 5

Klien dapat menggunakan dukungan sosial,

Kriteria evaluasi :

Klien dapat menggunakan dukungan sosial.

Rencana Tindakan :

33
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

DIAGNOSA PASIEN KELUARGA


KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri SP 1 : TUK 1 – 2 SP 1

1. Membina hubungan saling 1. Mengidentifikasi masalah


percaya dengan klien keluarga dalam merawat
2. Melindungi klien dari pasien.
perilaku bunuh diri 2. Menjelaskan proses
a. Jauhkan klien dari benda terjadinya harga diri rendah
yang dapat kronis sehingga
membahayakan menimbulkan resiko bunuh
( misalnya : pisau, silet, diri
gunting, kaca, dll ) 3. Mengajari keluarga cara
b. Tempatkan klien di mencegah resiko bunuh diri
tempat yang tenang dan 4. Menjelaskan cara merawat
selalu terlihat oleh pasien
perawat. 5. Bermain peran cara merawat
c. Awasi klien secara ketat pasien
setiap saat.
3. Mengajarkan cara
mengendalikan dorongan
untuk bunuh diri

34
SP 2 : TUK 3 SP 2

1. Mengevaluasi kegiatan 1. Mengevaluasi kemampuan


yang telah di lakukan ( SP keluarga di SP 1
1) 2. Latih keluarga untuk
2. Meningkatkan harga diri komunikasi langsung dengan
klien : klien
a. Bantu klien untuk 3. Menyusun jadwal keluarga
memahami bahwa klien untuk merawat klien
dapat mengatasi
keputusasaannya
b. Kaji dan kerahkan
sumber – sumber
internal individu
c. Bantu mengidentikasi
sumber – sumber
harapan (misal :
hubungan antar sesama,
keyakinan, hal- hal untuk
diselesaikan)
3. Masukkan dalam jadwal
kegiatan klien
SP 3 : TUK 3, 4, 5 SP 3

1. Mengevaluasi kegiatan 1. Mengevaluasi kemampuan


yang telah di lakukan ( SP 1 keluarga
& 2) 2. Mengevaluasi kemampuan
2. Mengidentifikasi pola pasien
koping yang biasa di 3. RTL keluarga :
gunakan klien a. Health Education
3. Menilai pola koping yang di perawatan di rumah
miliki klien - Jangan biarkan klien
4. Mengajarkan klien sendiri
mekanisme koping yang - Jauhkan benda –

35
adaptif benda yang dapat di
5. Membantu klien gunakan untuk bunuh
merencanakan masa depan diri
yang realistis - Temani klien
6. Memobilisasi dukungan melakukan aktivitas
social yang di sukai
7. Masukkan dalam jadwal b. Rencana pulang
kegiatan klien

E. Implementasi Keperawatan

SP 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya, dapat terlindung dari


perilaku bunuh diri, mampu mengendalikan dorongan untuk bunuh diri.

SP 2 : Mengevaluasi kegiatan yang telah di lakukan, meningkatkan harga


diri klien.

SP 3 : Mengevaluasi kegiatan yang telah di lakukan, mengidentifikasi pola


koping yang biasa di gunakan klien, menilai pola koping yang di miliki
klien, mengajarkan klien mekanisme koping yang adaptif, membantu klien
merencanakan masa depan yang realistis, memobilisasi dukungan sosial.

F. Evaluasi Keperawatan

1. Evaluasi SP 1
Untuk pasien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan
bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan
pasien yang tetap aman dan selamat.
2. Evaluasi SP 2
Untuk keluarga pasien yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri, keberhasilan asuhan keperawatan ditandai
dengan kemampuan keluarga berperan serta dalam melindungi anggota
keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
3. Evaluasi SP 3

36
- Untuk pasien yang memberikan isyarat bunuh diri, keberhasilan
asuhan keperawatan ditandai dengan hal berikut.
a. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya.
b. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
c. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang
baik.
- Untuk keluarga pasien yang memberikan isyarat bunuh diri,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan kemampuan
keluarga dalam merawat pasien dengan risiko bunuh diri, sehingga
keluarga mampu melakukan hal berikut
a. Keluarga mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala bunuh
diri.
b. Keluarga mampu memperagakan kembali cara-cara melindungi
anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.
c. Keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia
dalam merawat anggota keluarga yang berisiko bunuh diri.

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah masalah yang sudah mendunia. Beberapa tahun
terakhir, bunuh diri menjadi fenomena yang sering muncul dalam
pemberitaan media cetak maupun media elektronik. Data tentang insidensi
di Indonesia sendiri belum jelas sehingga masih banyak dilakukan survei
mengenai angka percobaan bunuh diri di Indonesia. Ide, isyarat dan usaha
bunuh diri sering disertai gangguan depresi. Ide bunuh diri terbesar terjadi
jika gangguan depresi sudah parah. De Catanzaro menemukan bahwa
antara 67% hingga 84% pikiran bunuh diri bisa dijelaskan dengan masalah
hubungan sosial dan hubungan dengan lawan jenis, terutama yang
berkaitan dengan loneliness dan perasaan membebani keluarga. Adapun
faktor yang mempengaruhi resiko bunuh diri ada lima diantaranya; Faktor
Mood dan Biokimiawi otak, faktor riwayat gangguan mental, faktor
meniru, imitasi, dan pembelajaran, faktor isolasi sosial dan Human
Relations, dan faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan
dasar.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan kepada mahasiswa keperawatan sebagai calon
perawat yaitu, mahasiswa perlu untuk memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam merawat pasien dengan resiko bunuh diri agar pasien
tidak melakukan tindakan bunuh diri. Perawat harus mampu memotivasi
pasien untuk tidak melakukan tindakan bunuh diri dan mampu melakukan
pengkajian yang akurat mengenai rencana bunuh diri pasien.

38
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan


Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.

Yusuf, A., Fitryasari, R., Nihayati, H. E. 2015. Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta:
Salemba Medika.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20358645-TA-Khusnul%20Aini.pdf (Diakses
pada tanggal 17 Maret 2019)

repository.maranatha.edu/21948/3/1310091_Chapter1.PDF (Diakses pada tanggal


17 Maret 2019)

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/download/6347/5214 (Diakses pada


tanggal 19 Maret 2019)

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpkk60c4d11a8cfull.pdf (Diakses
pada tanggal 19 Maret 2019)

39

Anda mungkin juga menyukai