Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH RESIKO BUNUH DIRI

KEPERAWATAN PSIKIATRI

RESIKO BUNUH DIRI

Oleh :

KELOMPOK 4
ANGGOTA :
1. Maria Ermelinda Ngadha (225070209111034)
2. Aras (225070209111035)
3. Ana maria imelda wea wona (225070209111036)
4. Helena wea ito (225070209111037)
5. Muzdalifa S. Taslim (225070209111038)
6. Indri agustina (225070209111039)
7. Falidat (225070209111040)
8. Maria pryadharsini narulita (225070209111041)
9. Jihan salsabila (225070209111042)
10. Sintha nurria (225070209111043)
11. Hanisa Iis Ariska (225070209111044)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DAPERTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT


yang telah melimpahkan rahmad dan karuniannya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Keperawatan Psikiatri dengan judul “Resiko Bunuh Diri”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat diselesaikan

Kami menyadari sepenuhnya bahwa mkalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenkan terbatasnya pengalaman dan pengetahuanyang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuksaran, masukan, kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhinya kami berharap maklah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan

Malang, September 2022

Penulis

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dewasa ini fenomena gangguan jiwa menjadi masalah yang cukup serius
dan menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengatasi hal ini. Kasus
gangguan jiwa terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan pola
hidup di era globalisasi. Tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama
dalam menyesuaikan dengan segala perubahan yang terjadi di dalam kehidupan
nyata, proses mengelola konflik serta stres yang di timbulkan oleh perubahan di
era globalisasi ini.
Oleh karenanya akan menimbulkan konflik dalam diri serta karena
ketidakmampuan mengelola konflik tersebut yang akan berdampak pada pola
pikir yang negatif terhadap lingkungan, orang-orang terdekat bahkan juga orang
lain. Akibat dari koping individu yang kurang pada perubahan yaang terjadi akan
mengakibatkan sesorang mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa dapat terjadi
pada siapa saja. Orang dengan gangguan jiwa memiliki resiko lebih tinggi dalam
percobaan melakukan bunuh diri karena klien lebih sering berperilaku impulsif
dan agresif pada orang lain dan dirinya sendiri (Rosso, et. al., 2019).
Selain itu, Brådvik L. (2018) menjelaskan bahwa kematian karena bunuh
diri disebabkan karena menderita gangguan mental dengan risiko bunuh diri pada
orang dengan gangguan jiwa seperti depresi, alkoholisme, dan skizofrenia sebesar
5-8%. Contohnya seperti pada orang yang mengalami gangguan jiwa dengan
masalah kesehatan skizofrenia, dimana diperkirakan 5-10% pasien dengan
skizofrenia akhirnya bunuh diri total karena adanya gangguan impulsivitas
disfungsional yang dikaitkan dengan adanya impulsif agresi atau kekerasan,
termasuk perilaku kekerasan ekstrim (Maurizio P., Gianluca S., 2013).

1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menganalisa masalah yang terjadi pada pasien dengan
gangguan jiwa generalis pada Resiko Bunuh Diri serta mampu merancang asuhan
keperawatan jiwa generalis pada pasien dengan resiko bunuh diri
2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teoritis pasien gangguan jiwa generalis
dengan Resiko Bunuh Diri
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan jiwa pada pasien
gangguan jiwa generalis dengan resiko bunuh diri
3. Mahasiswa mampu menyusun diagnosa keperawatan jiwa pada pasien
gangguan jiwa generalis dengan resiko bunuh diri
4. Mahasiswa mampu menganalisa hasil pengkajian keperawatan jiwa serta
mampu menerapkan intervensi dan implementasi pada pasien gangguan jiwa
generalis dengan resiko bunuh diri
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi dan melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan jiwa pada pasien gangguan jiwa generalis dengan resiko bunuh
diri
6. Mahasiswa mampu mengevaluasi dan melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan jiwa pada pasien gangguan jiwa generalis dengan resiko bunuh
diri
7. Mahasiswa mampu menganalisa proses interaksi asuhan keperawatan jiwa
generalis dengan resiko bunuh diri.

1.3 MANFAAT
Dapat dijadikan panduan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan di bidang kesehatan terutama keperawatan jiwa sehingga proses
pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa generalis dengan resiko bunuh diri
dapat di terapkan secara sistematis dan terarah demi peningkatan kesehatan
masyarakat pada umumnya terutama kesehatan jiwa pada khususnya.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN
Risiko bunuh diri adalah rentan terhadap menyakiti diri sendiri dan cedera
yang mengancam jiwa (NANDA-I,2018).Tindakan mengakhiri hidupnya
berupa isyarat,ancaman,dan percobaan bunuh diri
(Stuart,Keliat,Pasaribu,2016).

2.2 PENYEBAB
Banyak factor yang menyebabkan seseorang melakukan bunuh diri,antara
lain:
1. Stres Yang Berlebihan
2. Gangguan Konsep Diri
3. Kehilangan Dukungan Social
4. Kejadian Negatif Dalam Hidup
5. Penyakit Kritis
6. Perpisahan Dan/ Atau Perceraian
7. Kesulitan Ekonomi
8. Korban Kekerasan
9. Riwayat Bunuh Diri Individu Dan/Atau Ke Luarga

2.3 TANDA DAN GEJALA


Seorang individu dengan risiko bunuh diri akan muncul tanda dan gejala:
Tanda Mayor
1. Subyektif :
a. Mengungkapkan kata-kata seperti”Tolong jaga anak-anak saya
karena saya akan pergi jauh!”atau “Segala sesuatu akan lebih baik
tanpa saya.”
b. Mengungkapkan kata-kata “Saya mau mati.”Jangan tolong
saya”,”Biarkan saya”,”Saya tidak mau di tolong”.
c. Memberikan ancaman akan melakukan bunuh diri
d. Mengungkapkan ingin mati
e. Mengungkapkan rencana ingin mengakhiri hidup
2. Objektif :
a. Murung,tak bergairah
b. Banyak diam
c. Menyiapkan alat untuk melakukan rencana bunuh diri
d. Memmbenturkan kepala
e. Menjatuhkan kepala dari tempat yang tinggi
f. Melakukan percobaan bunuh diri secara aktif dengan berusaha
memotong nadi,menggantung diri,meminum racun
Tanda Minor
1. Subjektif :
a. Mengungkapkan isyarat untuk melakukan bunuh diri,tetapi tidak di
sertai dengan ancaman melakukan bunuh diri ataupun percobaan
bunuh diri
b. Mengungkapkan perasaan bersalah,sedih,marah,putus asa,atau tidak
berdaya
c. Mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
2. Objektif:
a. Kontak mata kurang
b. Tidur kurang
c. Mondar-mandir
d. banyak melamun
e. Terlihat sedih
f. Menangis terus- menerus
2.4 ASUHAN KEPERAWATAN
a. Tujuan Asuhan Keperawatan
1. Kognitif
2. Psikomotor
3. Afektif

b. Tindakan Keperawatan
 Tindakan pada klien :
1. Pengkajian
2. Diagnosis
3. Tindakan keperawatan
 Tindakan pada keluarga ;
1. Mengkaji masalah klien yang di rasakan keluarga dalam merawat
pasien
2. Menjelaskan proses terjadinya resiko bunuh diri pada klien.
3. Mendiskusikan cara merawat resiko bunuh diri dan memutuskan cara
merawat sesuai dengan kondisi klien.
4. melatih keluarga cara merawat risiko bunuh diri.
5. Melibatkan seluruh anggota keluarga menciptakan suasana positif :
saling memuji, mendukung dan peduli.
6. Menjelaskan tanda dan gejala resiko bunuh diri (tidak dapat
mengendalikan dorongan bunuh diri) yang memerlukan rujukan segera
serta melakukan follow up kepelayanan kesehatan secara teratur.
 Tindakan Pada kelompok
1. Terapi aktifitas kelompok
2. Kelompok swabantu (self help group)

Standar Pelaksanaan Komunikasi ( SP) diagnosis keperawatan : risiko bunuh


Komunikasi yang dilakukan saat kunjungan rumah dibagi dalam beberapa tahap
yaitu
1. Perawat dengan keluarga atau care giver
2. Perawat dengan klien risiko bunuh diri
3. Perawat dengan keluarga atau care giver
Komunikasi akan dilanjutkan di Puskesmas, yaitu:
1. Perawat dengan Dokter menggunakan ISBAR dan TBaK
2. Perawat dengan klien dan keluarga.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian yang didapatkan ialah pasien Tn. A berusia 31 Tahun, jenis


kelamin laki-laki dengan diagnosa medis Depresi Berat Gejala Psikotik.
Pasien mengatakan mencoba bunuh diri dengan menusukkan pisau ke dada,
merasa bersalah kepada istri dan anaknya karena tidak bisa menafkahi dan
merasa putus asa karena sekarang di rawat di RS, dirinya sangat berdosa dan
pantas mati, dulu pernah menuduh tetangganya namun tidak terbukti, saat ini
merasa malu dan merasa bersalah. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak
mau makan selama kurang lebih satu minggu karena ingin mati.
Dari pengkajian tersebut, didapatkan pasien tampak bingung, sering
mondar mandir lalu berdiam diri di kasur, postur tubuh menunduk, enggan
mencoba hal baru, kontak mata tidak bisa dipertahankan, sering menyendiri,
tidak pernah memulai pembicaraan maupun perkenalan dan afek tumpul.
3.2 ANALISA DATA

DATA PATHWAY DIAGNOSA DIAGNOSA


KEPERAWATAN MEDIA
DS : Resiko
 ”Pasien mengatakan Bunuh Diri Resiko Bunuh Diri Depresi Berat
mencoba bunuh diri
dengan menusukkan
pisau ke dada karena Perubahan
merasa bersalah kepada persepsi
istri dan anaknya karena auditori
tidak menafkahi. halusinasi
 ”Pasien mengatakan
merasa malu dan merasa Diintegrasi
bersalah karena dulu sosial
pernah menuduh
tetangganya namun tidak
terbukti.” Isolasi sosial

DO :
 Pasien tampak Koping
bingung Individu
 Pasien mondar-mandir tidak efektif
lalu berdiam dikasur
 Postur tubuh
menunduk Gangguan
 Pasien tidak mau Harga diri
mencoba hal baru. rendah
 Kontak mata tidak bisa
dipertahankan.
Perasaan
 Sering menyendiri
malu terhada
 Tidak pernah memulai
diri sendiri
pembicaraan.maupun
perkenalan
 Efek tumpul.

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Resiko Bunuh Diri b.d gangguan perilaku dan harga diri rendah kronis
3.4 INTERVENSI

DIAGNOSA
KRITERIA
KEPERAWA TUJUAN TINDAKAN RASIONAL
HASIL
TAN
Resiko Bunuh Pasien Setelah dilakukan Observasi 1. Untuk memudahkan
Diri dapat tindakan 1. Identifikasi gejala resiko bunuh diri. menentukan Tindakan
mengendali keperawatan 2. Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin. yang diberikan kepada
kan diri selama 3×2 jam, 3. Monitor adanya perubahan mood dan perilaku. pasien.
dan diharakan control Terapeutik 2. Untuk mengetahui adanya
menurunka diri pasien 4. Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan bahaya yang dapat
n risiko meningkat, mudah dipantau. berisiko kepada pasien.
bunuh diri dengan kriteria Edukasi 3. Untuk menjalankan
menggunak hasil : 5. Ajarkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada Tindakan keperawatan.
an terapi 1. Perilaku oranglain 4. Untuk meminimalisir
relaksasi melukai diri 6. Jelaskan Tindakan pencegahan bunuh diri kepada resiko pasien melakukan
Guided sendiri keluarga atau orang terdekat. bunuh diri.
Imagery menurun 7. Latih pencegahan resiko bunuh diri ( Terapi Relaksasi 5. Untuk mengurangi beban
2. Verbalisasi Guided Imagery) masalah yang ada diri
keinginan Kolaborasi pasien.

ii
bunuh diri 8. Kolaborasi pemberian obat antiasietas, atau antisikotik 6. Untuk memandirikan
menurun sesuai indikasi. keluarga dalam menangani
3. Verbalisasi Strategi Pelaksanaan : pasien RBD.
isyarat bunuh 1. SP 1 : 7. Untuk mengalihkan
diri menurun Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh perhatian pasien agar
4. Verbalisasi diri pikiran bunuh diri tidak
rencana bunuh 2. SP 2 muncul.
diri menurun Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat 8. Untuk membantu
5. Alam bunuh diri menenangkan pasien agar
perasaan 3. SP 3 mudah menerima
depresi Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam Tindakan.
menurun menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri.
4. SP 4
Mendiskusikan harapan dan masa depan
Berdasarkan studi kasus diatas, intervensi yang diberikan kepada Tn. A
dengan RBD melalui asuhan keperawatan dengan pendekatan Evidance Based
Nursing Practice adalah penerapan strategi pelaksanaan dengan melatih pencegahan
risiko bunuh diri melalui Terapi Relaksasi Guided imagery.. Hal ini sejalan dengan
dengan analisis studi kasus Rosdiana Saputri dan Desi Ariana Rahayu (2020) yang
mengatakan bahwa terapi relaksasi Guided Imagery terbukti efektif dalam
menurunkan resiko bunuh diri (RBD). Tingkat resiko bunuh diri dapat diturunkan
dengan memberikan perhatian, memberikan motivasi dan keyakinan bahwa hidup
adalah anugerah yang harus disyukuri dan dapat dilakukan dengan tindakan terapi
relaksasi Guided Imagery (Maulana,2021).
Terapi relaksasi Guided Imagery sangat berpengaruh untuk membangun rasa
penerimaan diri (self acceptance) sehingga klien tidak merasa depresi lagi dan
menyesali nasibnya. Sebaliknya klien akan mampu mengekspresikan perasaannya
kepada kehidupan dan Kesehatan yg mental lebih baik. Tahap-tahap pelaksanaan
terapi relaksasi guided imagery yaitu dimulai dengan meminta pasien untuk menutup
mata dan focus pada pernapasan mereka kemudian pasien diminta untuk mengalihkan
pasien dari pikiran yang negatif dan menggantinya dengan pikiran imajinasi yang
dapat membuat pasien merasa bahagia sehingga pasien merasa rileks dan nyaman
(Smeltzer, 2014).
Menurut Skeens (2017) Tiga prinsip dari Guided imagery yaitu pertama
menghubungkan pikiran dengan tubuh, dengan mengisyaratkan kepada tubuh tentang
perasaan dan pengalaman yang dialami saat berada pada fase konsentrasi di alam
bawah sadar. Prinsip kedua adalah bahwa jika kita membayangkan sesuatu hal yang
indah diubah kekeadaan kesadaran seolah-olah menjadi kenyataan dan dialami oleh
tubuh kita, aktivitas gelombang otak dan biokimia dapat berubah, yang dapat
menyebabkan kognitif (proses berpikir) dan perubahan emosional. Terakhir, locus of
control adalah hal penting dari konsep ini. Jika seseorang percaya dengan dirinya
sendiri bahwa dia dapat mengontrol aspek kehidupannya sendiri, sehingga harga diri
meningkat.
Menurut Beck (2015) dalam Saputri dan Rahayu (2020) memaparkan bahwa
relaksasi Guided Imagery dapat mengatasi stress, gangguan mood, depresi,
kecemasan dan gejala tekanan fisik dengan efek menurunkan hormone kortisol. Hal
ini sesuai dan dapat diterapkan pada kasus Tn.A yang mengalami risiko bunuh diri
karena depresi berat.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Risiko bunuh diri merupakan perilaku yang rentan terhadap menyakiti diri sendiri
dan cedera yang mengancam jiwa. Banyak faktor yang dapat menyebabkan risiko bunuh
diri ini terjadi, diantaranya stress yang berlebihan, gangguan konsep diri, kehilangan
dukungan sosial, kejadian negatif dalan hidup, riwayat kekerasan, dll. Tanda gejala klien
dengan risiko bunuh diri diantaranya memberikan ancaman akan melakukan bunuh diri,
mengungkapkan ingin mati, mengungkapkan rencana ingin mengakhiri hidup, murung,
tak bergairah, banyak diam, menyiapkan alat untuk melakukan rencana bunuh diri,
tampak bingung, sering mondar mandir lalu berdiam diri di kasur, postur tubuh
menunduk, enggan mencoba hal baru, kontak mata tidak bisa dipertahankan, sering
menyendiri, tidak pernah memulai pembicaraan maupun perkenalan dan afek tumpul,
dst.
Klien dengan diagnosa keperawatan risiko bunuh diri dapat diberikan rencana
asuhan keperawatan dengan terapi Relaksasi Guided Imagery sebagai pencegahan bunuh
diri terjadi. Dengan terapi ini diharapkan resiko bunuh diri dapat diturunkan, yaitu
dengan cara meminta pasien untuk menutup mata dan focus pada pernapasan mereka
kemudian pasien diminta untuk mengalihkan pasien dari pikiran yang negatif dan
menggantinya dengan pikiran imajinasi yang dapat membuat pasien merasa bahagia
sehingga pasien merasa rileks dan nyaman.

4.2 SARAN
Dari kesimpulan diatas, maka kita sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat
diharapkan memahami secara rinci tentang gangguan psikiatri terutama pada klien
dengan risiko bunuh diri, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik
dan benar terhadap klien tersebut. Diharapkan terapi relaksasi Guided Imagery ini dapat
digunakan dalam rencana asuhan keperawatan, karena dalam berbagai sumber literatur
terapi relaksasi Guided Imagery dapat mengatasi stress, gangguan mood, depresi,
kecemasan dan gejala tekanan fisik dengan efek menurunkan hormone kortisol, sehingga
terapi ini efektif sebagai upaya pencegahan risiko bunuh diri terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna Keliat,Achir Yani s.Hamid,Yossie Susanti Eka Putri,Novy H.C Daulima,Yulia Wardani,Herni
Susanti,Giur Hargiana,Ria Utami Panjaitan. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

saputri, R., & rahayu, D. A. (2020). penurunan resiko bunuh diri dengan terapi relaksasi
guidedimagery pada pasien depresi berat. ners muda, 165-171.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik
((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai