Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

A. KASUS / MASALAH UTAMA : Risiko Bunuh diri

1. Pengertian Bunuh Diri

Bunuh diri didefinisikan oleh Herdman (2015) sebagai tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Bunuh diri merupakan suatu
sindrom yang merupakan manifestasi dari trauma psikologis yang sangat dalam, tidak
mempunyai harapan, dan harapan yang rendah untuk mendapatkan pertolongan terhadap
penderitaan yang dialami (Brendel et al, 2008 dalam Varcarolis & Halter, 2010). Bunuh
diri adalah tindakan sengaja membunuh diri sendiri. Menyakiti diri adalahistilah yang
lebih luas mengacu pada disengaja keracunan diri sendiri secara sengaja ataucedera, yang
mungkin tidak memiliki niat fatal atau hasil (WHO, 2014). Bunuh diri adalah penyebab
keempat kematian untuk usia 25-44, dan penyebab utama kedelapan kematian bagi
individu usia 45-64. (Townsend, 2014). Bunuh diri adalah penyebab kesepuluh kematian,
jumlah lebih banyak dari pembunuhan, yang merupakan lima belas penyebab utama
kematian di Amerika Serikat (American Association of Psikologi) (dalam, Stuart, 2013).

2. Jenis Bunuh Diri

a. Bunuh diri egoistik adalah karena kecewa terhadap masyarakat, maka ia


meninggalkan masyarakat itu.

b. Bunuh diri altruistik adalah bunuh diri demi orang lain atau membersihkan
kesalahannya.

c. Bunuh diri anomik adalah bunuh diri dalam keadaan masyarakat yang kacau (tidak
ada hukuman, pegangan agama menurun, dukungan sosial tidak ada).
3. Tingkatan/Fase Resiko Bunuh Diri
a. Bunuh diri langsung
Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk
mengakhiri hidup seperti pengorbanana diri (membakar diri), menggantung diri,
menembak diri sendiri, meracuni diri, melompat dari temapt yang tinggi,
menenggelamkan diri, atau sufokasi.
b. Bunuh diri tidak langsung
Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak disadari
untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko sepereti penyalahgunaan
zat, makan berlebihan, aktivitas seks bebas, ketidakpatuhan terhadap program medis,
atau olahraga atau pekerjaan yang membahayakan.

4. Rentang Respon

 peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan di tempat kerjanya.
 Pengambilan resiko yang meningkatkan pertumbuhan
Seseorang memiliki kecenderungan atau berisiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak
loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
 Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (Maladaptif) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya karena pandangan
pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
 Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atay pencederaan diri akibatnya
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
 Bunuh Diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri Sampai dengan nyawanya hilang.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Faktor predisposisi
a. Teori genetik dan biologis
1) Genetik
Perilaku bunuh diri menurut Sadock dan Sadock (2011) serta Varcarolis dan
Halter (2010). merupakan sesuatu yang diturunkan dalam keluarga kembar
monozigot memiliki risiko lebih tinggi melakukan bunuh diri (Stuart, 2011:
Videbeck, 2011). Selanjutnya riwayat keluarga dengan bunuh diri secara
signifikan berperan sebagai faktor risiko terhadap perilaku destruktif terhadap diri
sendiri (Stuart, 2011: Videbeck, 2011: Sadock & Sadock, 2011).
2) Hubungan Neurokimia
Neurotransmitter adalah zast kimia otak yang ditransmisikan dari dan ke sel-sel
saraf. Peningkatan atau penurunan neurotransmitter akan berakibat perubahan
pada perilaku. Neurotransmitter yang dikaitkan dengan perilaku bunuh diri adalah
dopamine, norepinefrin, asetilkolin, asam amino, dan GABA ( Stuart, 2011:
Videbeck, 2011). Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa bunuh diri
berhubungan dengan kadar serotonin dalam otak yang rendah. Keseimbangan
serotonin akan memfasilitasi adaptasi respon emosi (Stuart, 2011). Bunuh diri
menurut Fortaine (2009) juga berhubungan dengan trauma di otak, adanya riwayat
cedera kepala mempengaruhi perilaku agresif, impulsive yang bisa terjadi pada
anak dan orang dewasa. Bukti yang berkembang menunjukkan asosiasi antara
bunuh diri atau kecenderungan bunuh diri disebabkan oleh rendahnya tingkat
serotonin neurotransmitter otak (5HT). (Stuart, 2013)
3) Diagnosis Psikiatri
Lebih dari 90Y6 orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mengalami gangguan jiwa. Empat gangguan jiwa yang membuat individu
beresiko untuk bunuh diri adalah gangguan mood, penyalahgunaan zat,
skizofrenia, dan gangguan kecemasan. (Stuart, 2013).
b. Faktor Psikologi
1) Kebencian terhadap diri sendiri
Bunuh diri merupakan hasil dari bentuk penyerangan atau kemarahan terhadap
orang lain yang tidak diterima yang dimanifestasikan atau ditunjukkan pada diri
sendiri (Stuart, 2011, Videbeck, 2011, Varcarolis & Halter, 2010).
2) Ciri Kepribadian
Keempat aspek kepribadian yang paling erat terkait dengan peningkatan risiko
bunuh diri adalah permusuhan, impulsif, depresi, dan putus asa. (Stuart, 2013).
3) Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik menyatakan bahwa depresi yang terjadi karena kehilangan
sesuatu yang dicintai, rasa keputusasaan, kesepian, dan kehilangan harga diri
(Sadock & Sadock, 2011). Bunuh diri merupakan cara mengakhiri semua rasa
sakit yang dirasakan (Fortinash8&Worret, 2004).
c. Faktor Sosial Budaya
1) Beberapa faktor sosial yang mengarahkan pada bunuh diri adalah kemiskinan dan
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, pernikahan yang hancur, keluarga
dengan orang tua tunggal, penggangguran, dan kesulitan dalam mempertahankan
keterikatan personal, struktur keluarga dan kontrol sosial (Townsend, 2009).
Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor ras, budaya, ekonomi dan
faktor lingkungan memiliki peran dalam timbulnya perilaku bunuh diri (Stuart,
2011: Videbeck, 2011, Sadock & Sadock, 2010).
2) Faktor budaya yang di dalamnya ada faktor spiritual, hilai yang dianut oleh
keluarga, pandangan terhadap perilaku yang menyebabkan kematian, berdampak
pada angka kejadian bunuh diri (Karch et al, 2008 dalam Varcarolis & Halter,
2010). Durkheim (2010) dalam bukunya yang berjudul Suicide menyatakan
kegagalan sistem sosial dalam mengontrol penlaku impulsive seseorang.menjadi
penyebab terjadinya bunuh diri.
3) Kehilangan, kurangnya dukungan sosial, peristiwa kehidupan yang negatif, dan
penyakit fisik kronis. Baru-baru ini kehilangan, perpisahan atau perceraian, dan
penurunan dukungan sosial merupakan faktorfaktor penting yang berhubungan
dengan potensi bunuh diri. (Stuart,2013).

2. Faktor Presipitasi
a) Akibat stress berlebihan yg dialami individu
b) Masalah interpersonal
c) Kehilangan pekerjaan
d) Ancaman pengurungan
e) Dipermalukan di depan umum

3. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tingkat yang bermakna. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor risiko bunuh diri yang diketahui pada setiap
individu dan menentukan makna setiap elemen ini terhadap potensial perilaku bunuh
diri.

4. Mekanisme Koping
Seorang pasien dapat menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mengatasi
perilaku yang merusak diri sendiri termasuk penyangkalan, rasionalisasi, regresi, dan
pemikiran magis (Stuart, 2013)
5. Sumber Koping
a) Seseorang dapat mengatasi risiko bunuh diri dengan menggunakan sumber koping
internal dan eksternal yang tersedia (Stuart, 2011). Sumber koping terdiri atas
kemampuan personal, dukungan sosial, aset material dan keyakinan. Empat
komponen tersebut dapat membantu seseorang dalam mengintegrasikan pengalaman
penuh tekanan dan belajar tentang mekanisme koping yang adaptif.
Ketidakseimbangan pada empat komponen sumber koping akan menyebabkan
perilaku yang negatif dalam mengontrol risiko bunuh diri. Pada klien dengan risiko
bunuh diri kemampuan personal yang harus dimiliki meliputi kemampuan secara
fisik dan mental (Stuart, 2011, Videbeck, 2011).
b) Kemampuan secara fisik teridentifikasi dari kondisi fisik yang sehat. Kemampuan
mental meliputi kemampuan kognitif, afektif, perilaku dan sosial. Kemampuan
kognitif meliputi mengidentifikasi masalah, menilai dan menyelesaikan masalah.
Kemampuan afektif meliputi kemampuan untuk meningkatkan konsep diri terkait
adanya masalah. Kemampuan perilaku terkait dengan kemampuan melakukan
tindakan yang adekuat dalam menyelesaikan stressor yang dialami (Stuart, 2011).
Seluruh kemampuan ini digunakan dalam rangka mengontrol kondisi risiko bunuh
diri yang dirasakan oleh klien.
c) Sumber dukungan sosial pada klien dengan risiko bunuh diri meliputi dukungan
dalam membantu klien mengontrol perasaan sedih berkepanjangan. Dukungan yang
diberikan dapat berupa dukungan fisik dan psikologis. Dukungan fisik diperoleh dari
keterrlibatan aktif keluarga, kader dan significant other dalam membantu klien
mengontrol perasaan. Apabila dukungan sosial tidak terjadi maka yang muncul
adalah hubungan yang kurang baik dengan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat, kurang terlibat dalam organisasi sosial/kelompok sebaya, serta ada
konflik nilai budaya (Stuart, 2011).
d) Aset material yang dapat diperoleh klien dengan risiko bunuh diri meliputi dukungan
finansial yang membantu perawatan klien di rumah sakit, meliputi ketersediaaan
dana baik dari asuransi maupun tabungan. Tidak terpenuhinya aset material seperti
penghasilan kurang, sulit memperoleh layanan kesehatan, tidak memiliki
pekerjaan/posisi akan berpotensi menimbulkan risiko bunuh diri pada klien akibat
tidak optimalnya sumber koping yang dimiliki oleh klien.
e) Keyakinan positif pada klien dengan risiko bunuh diri diperoleh dari keyakinan klien
terhadap kondisi kesehatan dan kemampuan diri dalam mengontrol perasaan sedih
berkpanjangan yang dirasakan. Adanya keyakinan yang positif akan berpotensi
meningkatkan motivasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
Sebaliknya keyakinan yang negatif akan meningkatkan risiko bunuh diri yang
dialami oleh klien dan jelas berpotensi menimbulkan perilaku maladaptif pada klien.
Pada klien risiko bunuh diri umumnya tidak memiliki kemampuan untuk membuat
keputusan secara rasional. Orang dengan risiko bunuh diri ini cenderung menghindar
(Stuart, 2011, Videbeck, 2011, Sadock & Sadock, 2010).

C. POHON MASALAH

Risiko Bunuh Diri

Ketidakberdayaaan

Keputusasaan

Harga Diri Rendah Kronis


DAFTAR MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

Daftar Masalah
a. Risiko Perilaku Kekerasan terhadap diri
b. Risiko bunuh diri
c. Ketidakpatuhan
d. Mutilasi diri
e. Ketidak berdayaan
f. Keputusasaan
g. Kecemasan
h. Koping individu in efektif
i. Harga diri kronik

Data Yang Perlu dikaji


Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan
keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan didukung dengan data hasil wawancara
dan observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Merasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya
b. Data Objektif':
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Banyak diam
4) Ada bekas percobaan bunuh diri, (Kemenkes 2012)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Bunuh Diri

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa SP / Kemampuan Klien Sp / Keluarga
Keperawatan
Defisit perawatan diri SP 1 SP 1.:
1. identifikasi beratnya masalah
resiko bunuh diri, isyarat, 1. diskusikan masalah yang
ancaman, percobaan ( jika dirasakan dalam merawat pasien
percobaan segera dirujuk) 2. jelaskan pengertian, tanda dan
2. identifikasi benda benda gejala, dan proses terjadinya
berbahaya dan mengamankanya bunuh diri
(lingkungan aman untuk pasien) 3. jelaskan cara merawat resiko
3. latih cara mengendalikan diri bunuh diri
dari dorongan bunuh diri: buat 4. latih cara memberikan pujian
daftar aspek positif diri hal positif pasien, memberi
sendiri,latihan afirmasi/berfikir dukungan pencapaian masa
positif yang dimiliki depan
4. masukan pada jadual latihan
berfikir positif 5x/hari SP 2:

SP 2: 1. Evaluasi kegiatan keluarga


1. Evaluasi kegiatan berfikir dalam memberikan pujian dan
positif tentang diri sendiri, beri penghargaan atas keberhasilan
pujian,kaji ulang resiko bunuh dan aspek psiti pasien.Beri
diri pujian
2. latih cara mengendalikan diri 2. Latih cara memberi
dari dorongan bunuh diri : buat penghargaan pada pasien dan
aspek daftar positif ' keluarga menciptakan suasana positif
dan lingkungan, latih dalam keluarag tidak
afirmasi/berfikir positif ! membicaraka n anggota
keluarga dan lingkungan keluarga
3. masukan jadual latihan 3. anjurkan membantu pasien
berfikir positif tentang diri, sesuai jadual dan memberi
keluarga dan lingkungan pujian

SP 3: SP 3:
1. Evaluasi kegiatan berfikir
positif tentang , keluarga dan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
lingkunagan. beri pujian. Kaji dalam memberikan pujian dan
resiko bunuh diri penghargaan pada pasien serta
2. Diskusikan harapan dan masa menciptakan suasana positif
depan dalam keluarga. Beri pujian .
3. diskusikan cara mencapai 2. Bersama keluarga
harapan dan masa depan mendiskusikan dengan pasien
4. latih cara-cara mencapai tentang harapan masa depan
harapan dan masa depan secara serta langkahlangkah
bertahap mencapainya .
5. Masukan pada jadual latihan 3. membantu pasien sesuai
berfikir positif tentang jadual dan berikan pujian
diri,keluarga dan lingkungan
kegiatan yang dipilih

SP 4,

1. Evaluasi kegiatan berfikir


positif tentang diri, keluarga dan
lingkungan serta kegiatan yang
dipilih Beri pujian
2. Latih tahap keua kegiatan
mencapai masa depan
3. masukan jadual pada jalatihan
berfikir positif pada diri,
keluarga serta kegiatan yang
dipilih untuk persiapan masa
depan.

sp 5 s.d 12

1. Evaluasi kegiatan latihan


peningkatan positif diri, keluarga
danlingkungan. Beri pujian
2. Evaluasi tahapan kegiatan
mencapai harapan masa depan
3. latih kegiatan harian
4. Nilai kemampuan yang telah
mandiri
5. nilai apakah resiko bunuh diri
teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

American Phychiatric Association (2012). Definition of a Mental Disorder. www. dsm5.org.com.


diakses pada tanggal 24 Mei 2012
Depkes (2011). Program Kesehatan Jiwa. Www. depkes.go.id. diakses pada tanggal 23 Mei
2013.
Fortaine, K.L.(2009). Mental health nursing. (6 ed.).New Jersey: Pearson Education,Inc
FIK-UI, (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa, Workshops Ke-7,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta
NANDA Internasional (2012). Diagnosis keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Sadock, B.J & Sadock, V.A. (2010). Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri Klinis (edisi 2).
Jakarta: EGC
Stuart, G.W. (2013). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 10th edition, Elsevier
Mosby, St. Louis
Townsend, M.C. (2014). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-
Based Practice, 6th ed, Philadelphia: F.A. Davis company
Varcarolis, E.M & Halter, M.J (2010). Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing : a
Clinical approach. St. Louis : Saunders Elsevier.
Videbeck, S.L..(2011). Buku ajar keperawatan jiwa. : (Renata Komalasari, dkk, penerjemah).
Jakarta :EGC.
WHO. (2014).Fact Sheet Suicide.diakses pada September 2014

Anda mungkin juga menyukai