Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE REMAJA

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Remaja


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : Maria Oktavia
NIM : PO.62.24.2.21.547

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Kebidanan Remaja


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Disusun oleh:
Nama : Maria Oktavia
NIM : PO.62.24.2.21.547

Koordinator MK. Palangka Raya, 2021


Stase Remaja Pembimbing Institusi

Septina, SST. Bdn Oktaviani, SSiT., M.Keb

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Terapan Kebidanan
Dan Pendidikan Profesi Bidan

Heti Ira Ayue, SST., M.Keb


NIP. 19781027 200501 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena
atas rahmat dankarunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan
Asuhan Kebidanan Holistic pada Remaja di PMB Septina, SST., Bdn
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pemb
imbing Institusi ibu Oktaviani, S.SiT., M. Keb dan Pembimbing Lahan Praktik
Ibu Septina, SST., Bdn dan kedua orangtua dan semua pihak yang membantu
dalam pembuatan laporan pendahuluan Asuhan Kebidanan Holistic pada Remaja
ini.
Demikianlah Laporan Pendahuluan ini dibuatkan saya dan berharap
laporan ini dapat dipergunauntuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi yang
membac makalah ini, Selain itu saya juga berharap makalah ini digunakan sebagai
mana mestinya.

Palangka Raya, September 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................3
C. Tujuan .......................................................................................................3
1. Tujuan Umum ....................................................................................3
2. Tujuan Khusus ...................................................................................3
D. Manfaat .....................................................................................................4
1. Klien ..................................................................................................4
2. Mahasiswa .........................................................................................4
3. Lahan Praktik .....................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Remaja ....................................................................................5
B. Pubertas, Perubahan fisik dan psikis Pada Remaja Putri ..........................5
C. Kesehatan Reproduksi Remaja .................................................................7
D. Gizi Seimbang Pada Remaja ....................................................................8
E. Anemia Pada Remaja Putri .......................................................................10
F. HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual ..................................................14
G. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainya (NAPZA) .....................20
BAB III EVIDANCED BASED MIDWIFERY ASUHAN KEBIDANAN
HOLISTIK PADA REMAJA
A. Penanganan Nyeri Haid (Disemenore) dengan Aromaterapi Lavender ...24
B. Penanganan Anemia dengan Menggunakan Ekstrak Tanaman Ciplukan
...................................................................................................................25
C. Pengaruh Penyuluhan Media Ular Tangga Terhadap Pengetahuan 13 Pesan
Umum Gizi Seimbang Pada Remaja............................................................. 26

iv
D. Efektifitas Peer Education Method Dalam Pencegahan HIV/AIDS Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Remaja ...............................................................27
E. Skrining Anemia Melalui Pemeriksaan Indeks Eritrosit Dan Sediaan Apus
Darah Tepi Pada Remaja ..........................................................................29
F. Skrining Gangguan Menstruasi Pada Remaja Putri ..................................30

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara
usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa
muda akan mengalami perubahan yang ditandai dengan kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial (Aprilia,
2018).
Dismenore adalah nyeri sewaktu haid. Dismenore atau nyeri haid
biasanya terjadi di daerah perut bagian bawah, pinggang, bahkan punggung
bisa juga berupa kram perut bagian bawah yang menjalar ke punggung atau
kaki dan biasanya disertai gejala gastrointestinal dan neurologis seperti
kelemahan. Permasalahan dismenore adalah permasalahan yang sering
dikeluhkan saat wanita datang ke dokter atau tenaga kesehatan yang berkaitan
dengan haid. Kondisi ini akan bertambah parah apabila disertai dengan
kondisi psikis yang tidak stabil. Terlebih lagi di kalangan wanita yang bekerja
dan harus tetap masuk kerja dalam kondisi kesakitan (Asih, Yuviska and
Astriana, 2020).
Anemia atau kekurangan sel darah merah yaitu suatu kondisi dimana
jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein yang membawa oksigen) dalam
sel darah merah berada di bawah normal.Sel darah merah itu sendiri mengandung
hemoglobin yang berperan untuk mengangkut oksigen dari paru – paru dan
mengantarkan ke seluruh bagian tubuh. (Hasdianah & Suprapto, 2016).
Survei yang di lakukan oleh World Health Organization (WHO)
adanya informasi yang baik dan benar, dapat menurunkan permasalahan remaja
salah satunya mengenai kesehatan reproduksi dan psikologis pada remaja,
hampir seperlima atau sekitar 17,5% dari penduduk dunia adalah remaja (orang
berusia 10-19 tahun) dalam jurnal (Johariyah and Mariati, 2018). Di Indonesia
sendiri kejadian dismenore cukup besar,menunjukkan penderita dismenore

1
mencapai 60-70% wanita di indonesia, angka kejadian dimenore tipe primer di
Indonesia adalah 54,89%,sedangkan sisanya 45,11% adalah tipe sekunder
(Lail, 2019). Penelitian yang dilakukan Pada Remaja Putri Di Madrasah Aliyah
Darul Ulum Dan Miftahul Jannah Palangka Raya mendapatkan hasil yaitu dari
160 responden didapatkan rerata usia menarche yaitu 12,89 tahun dengan
standar deviasi 1,24, usia menarche terendah 9 tahun, dan tertinggi 17 tahun,
mempunyai riwayat dismenore di keluarga 110 orang (69%), dan mengalami
nyeri haid 138 orang (86%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa sebagian
besar responden mengalami nyeri haid, dan mempunyai riwayat keluarga
dengan dismenore, serta rentang usia menarche 9-17 tahun dengan rerata 12,89
tahun.
World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar seperlima dari
penduduk dunia adalah remaja yang berumur 10-19 tahun dan sekitar 900 juta
berada di negara sedang berkembang. Data di Indonesia menunjukkan bahwa
sekitar 15% penduduk berusia remaja antara 10-19 tahun, dan hasil sensus
penduduk 2010 jumlah populasi remaja (10-24 tahun). Angka kejadian anemia
di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas 2018,
prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 %, artinya 3-4 dari 10 remaja
menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang
tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik. Menurut (Yunitasari, 2017) anemia
sebanyak 12,5%. Terdapat hubungan antara status gizi dengan menstruasi
(p=0,005). Factor determinan yang berisiko adalah sarapan pagi dan asupan
protein yang kurang Pada Remaja Putri Di Desa Tumbang Rungan, Kota
Palangka Raya (Yuliani, Trinovita and Ludjen, 2019)
Seseorang beranjak remaja, beberapa perubahan terjadi, baik dari segi
fisik maupun mental dan kesehatan diri, adapun penyebab masalah kesehatan
pada remaja lainya yang diakibatkan dari berbagai macam persoalan seperti
masalah anemia, gizi seimbang serta pola mestruasi, kekerasan orangtua, dan
permasalah kepercayaan diri yang dapat memicu kecemasan, bisa akibat dari
salah orang tua didalam cara mendidik atau orangtua yang terlampau sibuk
dengan pekerjaannya, juga dapat dikarenakan tidak tepatnya saat memilih

2
teman/lingkungan pergaulan hingga dapat mengakibatkan terjerumusnya
didalam pergaulan yang salah ataupun akibat dari indivudunya sendiri karena
krisis identitas dan pengetahuan remaja (Karlina, 2020)
Sehingga peran Tenaga kesehatan terutama bidan dapat memecahkan
masalah tersebut salah satunya dengan upaya promotive dan preventif apalagi
saat pandemi covid-19, maka bidan harus lebih bisa melakukan sebuah
promosi kesehatan berbasis poster ataupun leflet, kepada remaja dengan hal
yang menarik mengenai Kesehatan remaja, dimana para Tenaga kesehatan
melibatkan orangtua serta para tenaga kesehatan untuk memajukan masalah
kesehatan reproduksi remaja mulai dari masalah lingkungan, psikologi serta
psikis remaja, pengaruh orangtua terhadap remaja, menurut penelitian dari
(Lionetto et al., 2020) bahwa Promosi kesehatan terhadap remaja tentang
perlindungan terutama kesehatan reproduksi itu sangat penting karena promosi
kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu,
dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut maka masyarakat,
kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan
yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat
berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi
kesehatan tersebut, diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku dari sasaran. Promosi kesehatan juga sebagai suatu proses dimana
proses tersebut mempunyai masukan (input) dan (output) (Lestari et al., 2020).
B. Rumusan Masalah
“Bagimana pemberian Asuhan Kebidanan Secara Holistic pada Remaja
dengan berabagi masalah kesehatan”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan kebidanan holistic pada remaja dengan
berbagai masalah kesehatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan mengenai Remaja

3
b. Mampu menjelaskan Masa Pubertas, Perubahan Fisik dan Psikis pada
Remaja.
c. Mampu menjelaskan mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja.
d. Mampu menjelaskan mengenai Gizi Seimbang Pada Remaja.
e. Mampu menjelaskan mengenai Anemia Pada Remaja Putri.
f. Mampu menjelaskan mengenai HIV/AIDS dan Infeksi Menular
Seksual.
g. Mampu menjelaskan mengenai Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainya (NAPZA)
D. Manfaat
1. Klien
Asuhan kebidanan diberikan kepada para remaja untuk
meningkatkan derejat kesehatan reproduksi dan masalah kesehatan
lainya pada remaja serta mempersiapkan para remaja untuk lebih
mengetahui mengenai permasalah kesehatan yang akan dihadapi remaja
serta upaya peningkatan mutu kehidupan baik secara psikis, mental dan
kesiapan para remaja.
2. Mahasiswa
Mampu melakukan asuhan kebidanan holistic pada remaja yang
mengalami masalah kesehatan organ reproduksi yang bersifat fisiologis
sesuai kasus dilahan praktik, mahasiswa mampu memberikan asuhan
kebidanan berupa KIE kepada para remaja ataupun terapi yang yang
bisa digunakan secara mandiri yag sudah sesuai dengan Evidence
Based Midwifery sehingga dapat mengurangi resiko penyakit lainya
pada remaja.
3. Bagi Lahan Praktik
Kiranya bisa dijadikan panduan jika terdapat para remaja yang
mengalami masalah kesehatan di lahan praktik, sehingga bisa menjadi
suatu pemberdayaan berbasis KIE & Terapi Komplementer pada remaja
sehingga remaja di lahan praktik bisa sehat dan sejahtera.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Remaja
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19
tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014.
Masa remaja merupaka periode terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun
intelektual. Sifat khas remaja mempuanyai rasa keingintahuan yang besar,
menyukai petualangan dan tantang serta cenderung berani menanggung
resiko atas perbuatanya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang.
Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat,
merka akan jatuh kedalam perilaku berisiko dan mungkin harus
menanggung akibat jangka pendek dan jangka Panjang dalam berbagai
masalah Kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada
remaja tersebut memerlukan ketersedian pelayanan Kesehatan peduli
remaja yang dapat memenuhi kebutuhan Kesehatan remaja termasuk
pelayanan untuk kesehata reproduksi (Ellysa, 2017).
B. Pubertas, Perubahan Fisik dan Psikis Pada Remaja Putri
1. Pengertian Pubertas
Pubertas adalah masa yang relative singkat (yaitu, dua sampai
empat tahun) di mana pemuda mengalami perkembangan fisik,
termasuk mencapai kematangan rangka (yaitu, percepatan
pertumbuhan), pengembangan karakteristik primer dan sekunder
seksual (misalnya, payudara dan pertumbuhan penis), dan mencapai
kemampuan reproduksi (Husain and Sabur, 2017)
Perubahan masa puber secara psikologis diantaranya ingin
menyendiri, bosan, inkoordinasi, antagonisme sosial, emosi meningkat
(Di et al., 2021).

5
2. Perubahan Fisik pada Remaja Putri
Perubahan fisik pubertas pada remaja putri dimulai sekitar usia 10-
11 tahun. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh
sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, sementara itu
perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya sehingga
remaja merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut.
Apabila remaja sudah dipersiapkan dan mendapatkan informasi tentang
perubahan tersebut maka remaja tidak akan mengalami kecemasan dan
reaksi negatif lainnya, tetapi bila remaja kurang memperoleh informasi,
maka akan merasakan pengalaman yang negatif (Panjaitan, Angelia and
Apriani, 2020).
Perubahan – perubahan fisik terbesar terjadi pada panjang dan
tinggi. Selanjutnya, tanda dimulainya fungsi alat-alat reproduksi
ditandai dengan munculnya haid pada wanita dan terjadinya mimpi
basah pada laki-laki) dan tanda-tanda kematangan seksual yang tumbuh
pada remaja. Perubahan-perubahan fisik pubertas dapat membuat
remaja merasa canggung karena adanya penyesuaian diri dengan
perubahan yang terjadi secara alami pada remaja. Salah satu perubahan
yang terjadi pada remaja seperti terjadinya perubahan pembesaran
payudara yang dapat menyebabkan remaja merasa malu dan tersisihkan
dari temantemannya. Demikian pula dalam menghadapi haid yang
pertama, remaja akan merasa takut, perilaku yang berubah, dan suasana
hati sering berubah-ubah, anak-anak remaja itu perlu mengadakan
penyesuaian-penyesuaian dengan mengarah pada tingkah laku yang
terkadang dapat dilakukan oleh remaja dengan mulus terutama jika
tidak didukung oleh pengetahuan. Masa remaja atau pubertas berusia
antara 10 sampai 19 tahun dan merupakan peralihan dari masa kanak-
kanak menjadi dewasa. Kejadian yang dialami pada seorang remaja
ditandai dengan munculnya haid/menstruasi pertama yang disebut
dengan menarche. Pada umumnya menarche/ haid pertama kali
merupakan tanda kedewasaan, dan remaja putri telah siap untuk

6
melakukan tugas-tugas sebagai orang dewasa dan siap dinikahi.
Kategori untuk seorang remaja terjadi perubahan dramatis, dimana
remaja memproduksi hormon-hormon seksual untuk pertumbuhan dan
perkembangan (Sulistiyanti and Jifaniata, 2021).
3. Psikis pada Remaja Putri
a) Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yakni psychology
yang merupakan gabungan dari kata psyche dan logos. Psyche
berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Olehnya itu, secara harfiah
dapat dipahami bahwa psikologi adalah ilmu jiwa. Woodworth dan
Marquis menggambarkan bahwa psikologi sebagai proses aktivitas
manusia dalam arti yang luas, baik aktivitas motorik, kognitif,
maupun emosional serta aktivitas-aktivitas yang merupakan
refleksi dari kehidupan kejiwaan manusia (Saleh, 2018).
b) Psikis yang terjadi Pada Remaja Putri
Psikis yang terjadi pada masa remaja putri antara lain adalah
merasa kurang percaya diri, malu, menjauhkan diri dari pergaulan
serta menganggap hal tersebut sebagai penyakit. masalah yang
paling sering muncul adalah kecemasan dan ketakutan serta
diperkuat dengan keinginan remaja putri untuk dapat menolak dan
menghindari proses fisiologis tersebut, salah satu psikis yang
mempengaruhi pada remaja putri adalah Kecemasan yang terus
menerus merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan dan dapat
membuat seorang menjadi gelisah, sulit berkonsentrasi (Aprilia,
2018)
C. Kesehatan Reproduksi Remaja.
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang
menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh
remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata bebas penyakit atau
bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi

7
yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada
disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki
sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi (Rahayu et al., 2017).
Kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan reproduksi
remaja cenderung semakin tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena
berbagai masalah yang dihadapi remaja yang semakin kompleks. Masa
remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan psikis pada periode
yang dikenal sebagai pubertas serta diiringi dengan perkembangan seksual.
Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap masalah-
masalah perilaku berisiko, seperti melakukan hubungan seks sebelum
menikah dan penyalahgunaan napza, yang keduanya dapat membawa
risiko terhadap penularan HIV dan AIDS. Kompleksitas permasalahan
remaja tersebut perlu mendapat perhatian secara terus menerus baik dari
pihak pemerintah, LSM, masyarakat, maupun keluarga, guna menjamin
kualitas generasi mendatang (Rahayu et al., 2017).
D. Gizi Seimbang Pada Remaja
1. Pengertian Gizi Seimbang
Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik,
perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam
rangka mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah
gizi (Menkes RI, 2014)
2. Gizi seimbang untuk Remaja
Kelompok ini adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak
menjadi remaja muda sampai dewasa. Kondisi penting yang
berpengaruh terhadap kebutuhan zat gizi kelompok ini adalah
pertumbuhan cepat memasuki usia pubertas, kebiasaan jajan,
menstruasi dan perhatian terhadap penampilan fisik citra tubuh (body
image) pada remaja puteri. Dengan demikian perhitungan terhadap

8
kebutuhan zat gizi pada kelompok ini harus memperhatikan kondisi-
kondisi tersebut. Khusus pada remaja puteri, perhatian harus lebih
ditekankan terhadap persiapan mereka sebelum menikah (Menkes RI,
2014)
3. 4 Pilar Gizi Seimbang untuk Remaja, menurut (Rachmi et al., 2019)
a. Pilar 1 : Mengkonsumsi aneka ragam pangan
Konsumsi aneka ragam pangan sangat penting karena tidak
ada satupun jenis bahan pangan yang mengandung semua jenis zat
gizi yang dibutuhkan tubuh untuk tetap sehat, kecuali Air Susu Ibu
(ASI). ASI mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh,
tapi hanya untuk bayi baru lahir sampai berusia 6 bulan. Selain itu,
di dalam tubuh terjadi interaksi antar zat gizi, misalnya zat gizi
tertentu memerlukan zat gizi yang lainnya untuk dapat diedarkan
atau dicerna oleh tubuh. Misalnya, pencernaan karbohidrat, lemak,
dan protein memerlukan vitamin B yang dapat ditemukan pada
sayuran berdaun hijau.
b. Pilar 2 : Membiasakan perilaku hidup bersih
Hidup bersih mengurangi risiko terkena penyakit infeksi,
yang nantinya dapat mempengaruhi status gizi kita. Saat kita sakit,
zat gizi di dalam tubuh dipergunakan terutama untuk melawan
penyakit tersebut, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tubuh
kita tidak optimal. Kebiasaan hidup bersih misalnya cuci tangan,
menjaga kuku tetap pendek dan bersih, memakai alas kaki, dan
menutup makanan dengan baik.
c. Pilar 3 : Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik san at penting untuk menjaga kebugaran dan
meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot, serta menurunkan
risiko obesitas. Aktivitas fisik tidak harus selalu berupa olahra a,
segala macam aktivitas seperti bermain juga termasuk dalam
melakukan aktivitas fisik. A an dijelaskan lebih detail pada Sesi 12
dan 13.

9
d. Pilar 4 : Memantau berat badan secara teratur
Salah satu tanda keseimbangan zat gizi di dalam tubuh
adalah tercapainya berat badan normal, yaitu berat badan yang
sesuai untuk tinggi badan, yang biasa dikenal sebagai Indeks Masa
Tubuh (IMT). Pada anak usia sekolah dan remaja, penentuan status
gizi berdasarkan IMT harus disesuaikan dengan usianya. Dengan
rutin memantau berat badan (dan tinggi badan), maka kita dapat
mengetahui status gizi kita, dan mencegah atau melakukan
tindakan penanganan bila berat badan menyimpang dari yang
seharusnya.
4. Cara pemberian pengetahuan kepada Remaja mengenai Gizi seimbang
pada Remaja
Kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah meningkatkan
pengetahuan remaja terhadap makanan dan pentingnya menerapkan
pola hidup yang sehat dan aktif dalam kehidupan sehari- hari.
Penambahan pengetahuan ini diharapkan dapat merubah sikap dan
perilaku remaja dalam hal pola makan serta dapat menularkan perilaku
sehatnya kepada keluarga dan masyarakat di sekitarnya. Upaya yang
dilakukan yaitu melalui screening status gizi, pemberian pendidikan
mengenai gizi seimbang, serta demonstrasi aktivitas fisik bagi remaja
(Agnesia, 2020)
E. Anemia Pada Remaja Putri
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah keadaan di mana terjadi penurunan jumlah masa
eritrosit yang ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan hitung eritrosit. Sintesis hemoglobin memerlukan
ketersediaan besi dan protein yang cukup dalam tubuh. Protein
berperan dalam pengangkutan besi ke sumsum tulang untuk
membentuk molekul hemoglobin yang baru . Anemia yang terjadi

10
pada remaja putri merupakan risiko terjadinya gangguan fungsi fisik
dan mental, serta dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada
saat kehamilan nantinya. Status zat besi harus diperbaiki pada saat
sebelum hamil yaitu sejak remaja sehingga keadaan anemia pada saat
kehamilan dapat dikurangi (Astuti and Kulsum, 2020)
2. Klasifikasi Anemia
Secara morfologis, anemia dapat diklasifikasikan menurut ukuran sel
dan hemoglobin yang dikandungnya menurut (Fitriany and Saputri,
2018)
a. Makrositik Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah
bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah.
Ada dua jenis anemia makrositik yaitu :
1) Anemia Megaloblastik adalah kekurangan vitamin B12, asam
folat dan gangguan sintesis DNA.
2) Anemia Non Megaloblastik adalah eritropolesis yang
dipercepat dan peningkatan luas permukaan membrane.
b. Mikrositik Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan
oleh defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan heme
serta gangguan metabolisme besi lainnya.
c. Normositik Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak
berubah, ini disebabkan kehilangan darah yang parah,
meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-
penyakit.
3. Menurut (Fitriany and Saputri, 2018)Batas normal dari kadar Hb
dalam darah dapat dilihat pada tabel berikut :

11
Tabel 3.1. Batas Normal Kadar Hb Mneurut Umur dan Jenis
Kelamin

Kelimpok Umur Hemoglobin (gr/dl)

6 – 59 Bulan 11,0
Anak-Anak 5 – 11 Tahun 11,5
12-14 Tahun 12,0

Wanita > 15
Tahun 12,0
Dewasa Wanita Hamil 11,0
Laki-Laki 15 13,0
Tahun

(Fitriany and Saputri, 2018)


4. Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan
juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi
yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro
(sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas
(asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan
zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang
digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,
berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan

12
cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb, Bila sebagian dari feritin
jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin
serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan
simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin
serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan
anemia gizi bila kadar feritin serumnya (Fitriany and Saputri, 2018)
5. Macam-macam Faktor Resiko Anemia pada Remaja
1. Faktor yang menyebabkan tingginya angka kejadian anemia pada
remaja diantaranya rendahnya asupan zat besi dan zat gizi lainnya
misalnya A,C, folat, riboflavin dan B12, kesalahan dalam
konsumsi zat besi misalnya konsumsi zat besi bersamaan dengan
zat lain yang dapat mengganggu penyerapan zat besi tersebut
(Julaecha, 2020).
2. Faktor utama penyebab anemia adalah asupan zat besi yang
kurang. Rendahnya supan zat besi sering terjadi pada orang-orang
yang mengkonsumsi bahan makanan yang kurang beragam,
seperti protein. Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan
transportasi zat besi terlambat, sehingga akan terajadi defisiensi
zat besi. Disamping itu, makanan yang tinggi protein teruma
berasal dari daging, ikan dan unggas juga banyak mengandung
protein. Anemia defisiensi zat besi lebih banyak terjadi pada
remaja putri dibanding remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja
putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam
masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan asupan zat besi yang
lebih banyak (Maharani, 2020).
5. Macam-macam upaya Pencegahan Anemia Pada Remaja
a. Sistem pendidikan pada sekolah berbasis asrama berpeluang baik
bagi terlaksananya pendidikan gizi secara terpadu untuk
mengurangi risiko kejadian anemia pada remaja putri
(Styaningrum, Puspitarini and Sari, 2020)

13
b. Salah satu cara meningkatkan pengetahuan gizi adalah dengan
edukasi gizi. Jenis edukasi yang diberikan sebagai upaya
pencegahan anemia pada remaja putri berupa ceramah dan Teams
Games Tournament (TGT). TGT adalah jenis tipe pembelajaran
kooperatif yang menempatkan responden dalam kelompok–
kelompok belajar yang beranggotakan 5 hingga 6 orang
(Sulistiani, Fitriyanti and Dewi, 2021)
c. Program pembagian Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan
program rutin dari pemerintah untuk penanggulangan dan
pencegahan anemia pada remaja sehingga pentingnya
mengkonsumsi TTD untuk mencegah anemia pada remaja dimana
dengan pemberian TTD pada remaja putri bertujuan memenuhi
kebutuhan zat besi bagi remaja putri yang akan menjadi ibu di
masa akan datang. Sehingga, cukupnya asupan zat besi sejak dini
diarapkan dapat menurunkan angka kejadian anemia ibu hamil,
pendarahan saat persalinan, BBLR dan balita pendek (Pengabdian
and Masyarakat, 2021).
F. HIV / AIDS dan Infeksi Menular Seksual
1. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan suatu infeksi atau
penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral,
anal atau lewat vagina). Harus diperhatikan bahwa IMS tidak hanya
menyerang sekitar alat kelamin tapi dapat muncul dan menyerang
mata, mulut, dan kulit. Jika kita melakukan hubungan seksual dengan
orang lain yang menderita IMS, walaupun hanya sekali, kita dapat
terkena Infeksi Menular Seksual (Wells, et al., 2009 dalam Purnomo
2012). IMS juga bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang
disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk
dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui sex
bebas (Ramadhani and Ramadani, 2020)

14
Kenyataan menunjukkan bahwa diseluruh dunia remaja merupakan
kelompok umur yang jumlahnya terbanyak menderita IMS
dibandingkan kelompok umur lain. Tingginya angka pengidap IMS ini
pada remaja dan generasi muda sungguh memerlukan perhatian kita
semua karena bahaya dan dampaknya luas (Pada et al., 2021)
2. Patofisiologi Infeksi Menuluar Seksual (IMS)
Penyakit Menular Seksual (PMS) disebut juga Infeksi Menular
Seksual (IMS) salah satu jenis penyakit ims yaitu HIV dan AIDS. HIV
(human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4.
Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan
semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan hampir di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia (Pada et al., 2021)
3. Jenis-jenis Infeksi Penyakit Menular Seksual (IMS)
Menurut (Herlambang, 2020), Jenis-Jenis Infeksi Penyakit Menular
Seksual (IMS) adalah :
a. Gonore atau kencing nanah: Muncul 2-5 hari setelah terpapar,
Keluar nanah dari lubang kencing , dubur dan vagina, Sakit terasa
nyeri pada perut bagian bawah, Tanda infeksi di alat kelamin,
Komplikasi : Kemandulan , hamil diluar kandungan.
b. Sifilis atau Raja Singa : Muncul 6-8 minggu setelah terpapar,
Muncul bercak- bercak kemerahan pada seluruh tubuh, Luka lecet
dikemaluan , Kelainan kulit , kelainan saraf , jantung dan
kematian , menular pada bayi yang dikandung.
c. Herpes Kelamin : Muncul 3-7 hari setelah terpapar, Bintil
berkelompok , rasa panas , gatal , demam , nyeri otot lesu , resiko
cacat dan kematian pada janin bayi, Bersifat kambuhan, Tidak
dapat disembuhkan.
d. Klamidia : Muncul 7-21 hari setelah terpapar, Keluar cairan
berwarna putih bening pada pria dan keputihan pada wanita,

15
Muncul bercak-bercak darah setelah senggama , nyeri perut
bagian bawah.
Komplikasi : Kemandulan dan bayi lahir prematur , radang
saluran kencing.
e. Jengger Ayam atau Kutil Kelamin : Muncul 1-8 bulan setelah
terpapar, Adanya kutil (seperti kembang kol) di alat kelamin,
Komplikasi : Kanker leher rahi, Bersifat kambuhan, Tidak dapat
disembuhkan.
f. Hepatitis B dan C : Muncul 6-7 minggu setelah terpapar, Gejala
badan lemas kurang bergairah terkadang demam, Kulit dan
selaput mata berwarna kuning, Hepatitis B dan C menular melalui
hubungan seks dan darah penderita, Jenis IMS ini tidak dapat di
sembuhkan.
4. Gejala umum Infeksi Menular Seksual (IMS)
IMS seringkali tidak menampakkan gejala, terutama pada wanita.
Namun ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala umum sebagai
berikut :
a) Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari
biasanya
b) Rasa perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing,
atau menjadi sering kencing.
c) Adanya luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar
mulut (nyeri ataupun tidak).
d) Tumbuh seperti jengger ayam atau kutil di sekitar alat kelamin,
e) Gatal-gatal di sekitar alat kelamin.
f) Terjadi pembengkakan kelenjar limfa yang terdapat pada lipatan
paha
g) Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri
h) Pada wanita, sakit perut bagian bawah yang kambuhan (tetapi
tidak ada hubungannya dengan haid)
i) Mengeluarkan darah setelah berhubungan seks.

16
j) Secara umum merasa tidak enak badan atau demam (Herlambang,
2020)
5. Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)
Menurut (Herlambang, 2020) Penularan IMS sebagai berikut:
a) Hubungan seks lewat liang senggama tanpa kondom (zakar
masuk ke vagina atau liang senggama)
b) Hubungan seks lewat dubur tanpa kondom (zakar masuk ke
dubur)
c) Seks oral (zakar dimasukkan ke mulut tanpa zakar ditutupi
kondom)
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara lain, yaitu : Melalui
darah :
a) Transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV
b) Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba
c) Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak
sengaja
d) Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril
e) Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya
jika terluka dan menyisakan darah pada alat).
6. Faktor-Faktor Penyebab IMS di kalangan Remaja
Infeksi Menular Seksual (IMS) lebih berisiko bila melakukan
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. Remaja dengan rentang usia 15-24 tahun
dianggap sebagai kelompok yang mempunyai risiko secara seksual,
karena rasa keingintahuannya yang besar dan ingin mencoba sesuatu
yang baru. Dimana hal itu kadang tidak diimbangi dengan
pengetahuan dan kedewasaan yang cukup serta pengalaman yang
terbatas. Seringkali remaja tidak mendapatkan informasi yang akurat
dan benar tentang IMS, untuk menyikapi hal ini remaja akhirnya
mencari akses dan melakukan eksplorasi sendiri (Parida, Indriani and
Kartika, 2020).

17
7. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS)
a. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemanfaatan berbagai
sektor seperti tim medis, sekolah dan komunitas, serta situs internet
yang dirancang untuk memberikan informasi tentang seksualitas
kepada remaja kerja sama antara keluarga, sekolah dan seluruh
masyarakat dibutuhkan untuk meningkatkan program promosi
kesehatan dalam menjaga perilaku seksual remaja dimana
pendidikan seks bagi remaja Indonesia harus dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dan peran
pendidikan seks dalam hal ini yaitu menguatkan dan
mempertahankan perilaku abstinensi. Intervensi pendidikan
kesehatan berbasis sekolah telah terbukti efektif mencegah
kehamilan remaja, namun banyak juga ulasan melaporkan
perubahan perilaku yang lemah dan tidak konsisten (Rizki, Neherta
and Yeni, 2021).
b. Remaja perlu memperoleh informasi dari sumber yang akurat
sebagai bahan pertimbanagn untuk melakukan suatu tindakan
apabila hak remaja untuk memperoleh informasi kesehatan
reproduksi terpenuhi maka remaja akan memiliki pengetahuan,
sikap dan tingkah laku yang bertanggungjawab mengenai proses
reproduksi. Dampak dari tidak tersedianya informasi dan
pemahaman remaja tentang kesehatan reproduksi mengakibatkan
remaja melakukan perilaku berisiko seperti seks pranikah,
pernikahan dini, dan kehamilan yang tidak diinginkan
(Kusumastuti and Nina, 2020)
8. Pengertian HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,
sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS
singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS muncul
setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama
lima hingga sepuluh tahun atau lebih. Sistem kekebalan tubuh menjadi

18
lemah, dan satu atau lebih penyakit dapat timbul. Karena lemahnya
sistem kekebalan tubuh tadi, beberapa penyakit bisa menjadi lebih
berat daripada biasanya (Murni et al., 2016).
9. Patofisilogi HIV/AIDS
CD4 fungsinya seperti sakelar yang menghidupkan dan
memadamkan kegiatan sistem kekebalan tubuh, tergantung ada
tidaknya kuman yang harus dilawan. HIV yang masuk ke tubuh
menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut, dan kemudian
menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus. Ketika
proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke
sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati.
Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan
kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit.
Keadaan ini membuat kita mudah terserang berbagai penyakit (Murni
et al., 2016)
10. Penularan HIV/AIDS
Cara transmisi yang diketahui dan diakui pada saat ini adalah
melalui hubungan seksual (homo dan heteroseksual), tranfusi darah,
penggunaan jarum suntik yang tercemar, intrauterin, perinatal(kontak
dengan darah yang terinfeksi pada waktu partus) dan posnatal (melalui
air susu ibu). Cara hubungan anogenital merupakan perilaku seksual
dengan resiko tertinggi untuk penularan HIV, karena mukosa rektum
tipis dan mudah luka pada waktu berhubungan secara anogenital.
Menurut Frances M. Cowan dan Anne M. Johnson (Medicine
International). Transmisi transplasental atau peri-natal dari ibu
pengidap HIV kepada bayi terjadi sebelum atau pada saat atau dekat
sesudah dilahirkan (Tupan Tupan, 1996)
11. Tanda Gejala HIV/AIDS
Setelah terinfeksi, orang tidak langsung sakit tetapi mengalami masa
tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus di dalam tubuh, orang
yang kena tidak mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV,

19
dan merasa baik-baik saja. Masa tanpa gejala ini bisa bertahun-tahun
lamanya. Karena tidak ada gejala penyakit pada tahun-tahun awal
terinfeksi HIV, sebagian besar Odha tidak tahu ada virus itu di dalam
tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat kita mengetahui dirinya
terinfeksi HIV/AIDS.

12. Pengaruh HIV/AIDS pada Remaja


Tingginya perilaku berisiko pada remaja ini lah yang berpotensi
terhadap pengaruh HIV/AIDS yang merupakan resultante dari sifat
khas remaja, pengetahuan remaja tentang kesehatan, nilai moral yang
dianut serta ada tidaknya kondisi lingkungan yang kondusif. Faktor
lingkungan yang menyebabkan perilaku berisiko pada remaja adalah
kondisi lingkungan yang permisif terhadap perilaku berisiko
(ketersediaan fasilitas/sarana yang mendukung perilaku berisiko,
ketiadaan penegakan hukum terkait kesehatan) atau bahkan
mendorong perilaku berisiko (melalui informasi yang salah, iklan)
(Yani, Juniarti and Lukman, 2017). Serta
Perilaku remaja saat ini cenderung terjadi penyimpangan pada
masalah seksualitas, juga penyalahgunaan NAPZA. Perilaku remaja
yang seperti itu mampu mendekatkan remaja sebagai salah satu faktor
risiko penderita HIV/AIDS (Manafe, Kandou and Posangi, 2014)
13. Upaya Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja
Program Kesehatan Reproduksi Remaja diintegrasikan dalam
Program Kesehatan Remaja di Indonesia. Program Kesehatan peduli
Remaja (PKPR) telah dicangkan sejak tahun 2003. Selama lebih
sepuluh tahun, program ini lebih banyak bergerak dalam pemberian
informasi, berupa ceramah, tanya jawab dengan remaja tentang
masalah kesehatan melalui wadah Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),
Karang Taruna, atau organisasi pemuda lainnya dan kader remaja
lainnya yang dibentuk oleh Puskesmas. Staf puskesmas berperan
sebagai fasilitator dan narasumber. Pemberian pelayanan khusus

20
kepada remaja melalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan
keinginan, selera dan kebutuhan remaja belum dilaksanakan. Dengan
demikian, remaja, bila menjadi salah satu pengunjung puskesmas
masih diperlakukan selayaknya pasien lain sesuai dengan keluhan atau
penyakitnya (Yani, Juniarti and Lukman, 2017).

G. Narkotika, Psikotroika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)


1. Pengertian Napza
Narkoba (NAPZA) adalah singkatan untuk narkotika, alkohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya. Narkotika menurut farmakologi
adalah zat yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan membius (opiat)
(Fajriani1 and Fitria Yulastin, 2020).
2. Macam-Macam Napza
Setelah memahami definisi NAPZA, selanjutnya kita juga perlu tahu
apa saja jenis-jenis NAPZA yang ada di masyarkat. Sesuai UU No. 22
Tahun 1997, NAPZA dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
Menurut (Ferdinan Pasaribu, 2021) diantaranya adalah:
a. Narkotika Dari pengertian NAPZA di atas, narkotika adalah salah
satu yang termasuk golongan NAPZA dimana terbuat dari suatu
tanaman maupun non-tanaman baik yang sintetis maupun yang
semi sintetis dan bisa menyebabkan perubahan dan
penurunankesadaran.
b. Psikotropika Jenis kedua dari NAPZA yaitu psikotropika yang
merupakan bahan alami maupun bukan alami yang memiliki
khasiat psikoaktif. Dampak mengkonsumsi psikotropika dapat
mempengaruhi susunan saraf yang bisa menyebabkan
perubahanmental dan perilaku. Zat Adiktif
c. Zat adiktif tidak termasuk narkotika maupun psikotropika, dimana
zat ini merupakan bentuk inhalasi dan penggunaanya dapat
menimbulkan ketergantungan. Zat adiktif ini mudah kita temukan
di kehidupan sehari-hari, misalnya Nikotin pada rokok, Etanol

21
pada minuman beralkohol, dan pelarut yang mudahmenguap pada
thiner, lem, dan lain-lain.
3. Jenis-Jenis Napza
Menurut (Ferdinan Pasaribu, 2021) Jenis-Jenis Napza, adalah :
Adapun yang menjadi jenis-jenis Napza adalah :(Jenis-jenis Narkoba
dan Bahayanya bagi tubuh efeknya mengerikan n.d.) Narkotika :
Morfin, Kokain, Heroin, Opium, Ganja. Psikotropika : Ekstasi, Sabu-
sabu, Amphetamin. Zat Adiktif: Alkohol atau Etanol, Nikotin, Kafein.
4. Dampak Fisiki dan Psikis NAPZA bagi Remaka
a. Gangguan pada system syaraf (neurologis)
Seperti: kejang-kejang,halusinasi, gangguan kesadaran,
kerusakan syaraf tepi. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah
(kardiovaskuler) seperti:infeksi akut otot jantung, gangguan
peredaran darah. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti:
penanahan (abses), alergi, eksim. Gangguan pada paru-paru
(pulmoner) seperti. Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah
gangguan padaendokrin,seperti: penurunan fungsi hormon
reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan
fungsi seksual. Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada
remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi,
ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid). Bagi
pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian
jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit
seperti hepatitisB, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada
obatnya. Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi
Over Dosisyang dapat menyebabkan kematian (Ferdinan Pasaribu,
2021).
b. Dampak Psikis
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal. Sulit

22
berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan. Cenderung menyakiti
diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri. Gangguan mental,
anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan. Merepotkan
dan menjadi beban keluarga. Pendidikan menjadi terganggu, masa
depan suram (Ferdinan Pasaribu, 2021)

5. Faktor Penyalahgunaan Napza bagi Remaja


Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan
NAPZA adalah pengetahuan, dimana dalam suatu kondisi jika
seseorang itu tahu bahwa hal yang akan dilakukannya akan berakibat
buruk terhadap dirinya maka orang tersebut kemungkinan tidak akan
melakukan hal tersebut (Lolok and Yuliastri, 2020)

6. Pencegahan Napza Bagi Remaja


Menurut jurnal dari Lolok and Yuliastri, 2020, P4GN merupakan
program yang dicanangkan oleh pemerintah melalui BNN tahap tahun
2011-2015. Tujuan utama program P4GN adalah pemberdayaan
segenap potensi yang ada di seluruh lapisan masyarakat agar secara
sadar melakukan gerakan untuk menentang/menolak penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba. Permasalahan penyalahgunaan narkoba
telah merambah ke semua tatanan kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu diperlukan upaya-upaya pencegahan dan pemberdayaan masyarakat
yang komprehensif dan berkesinambungan. Dalam hal ini, para
penggiat anti narkoba sebagai agen P4GN, diharapkan dapat
berpartisipasi aktif, salah satunya adalah apabila ada di lingkungannya
yang terindikasi penyalahgunaan narkoba (Lolok and Yuliastri, 2020)

23
BAB III
EVIDENCE BASED MIDWIFERY

A. Penanganan Nyeri Haid (Disemenore) dengan Aromaterapi


Lavender
Menurut penelitian dari (Christiana and Jayanti, 2020) Aromaterapi
merupakan salah satu cara mengobati tubuh atau menyembuhkan
penyakit dengan menggunakan minyak esensial. Aroma terapi bekerja
dengan mempengaruhi kerja otak, saraf penciuman yang berhubungan
langsung dengan hipotalamus, bagian otak yang mengontrol sistem
kelenjar yang mengatur hormon yang mempengaruhi aktivitas tubuh, dan
memfasilitasi kerja sistem limbik yang terkait dengan sirkulasi darah.
Aromaterapi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan minyak
lavender. Minyak lavender yang memiliki banyak manfaat karena terdiri
dari beberapa bahan. Dalam 100 gram bunga lavender terdiri dari
beberapa bahan, seperti: essential oil, alphalinalool, borneol, linalyl
acetate. Yang bertindak sebagai relaksasi dan obat penenang sehingga
dapat digunakan dengan terapi pereda nyeri (dismenore primer).
Hasil dari penelitian ini 33 responden sebelum dilakukan
pengobatan terapi aroma lavender 58% (19 responden) mengalami
dismenore sedang, dan setelah dilakukan pengobatan terapi aroma
lavender sebagian besar 58% (19 responden) mengalami dismenore
ringan. Dari perhitungan SPSS 24 for windows dengan uji wilcoxon
diperoleh nilai Asymp.Sig.(2tailed) = 0,000 < α 0,05 maka Ho ditolak Ha
diterima yang artinya ada pengaruh pemberian aroma terapi lavender

24
terhadap tingkat nyeri haid (dismenore primer). Dimana Aroma terapi
lavender efektif untuk tingkat nyeri haid (dismenore primer), yang
mudah dan sederhana bisa dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja.
Membutuhkan alat tungku, korek api, lilin, cairan lavender dan air
hangat, maka disarankan untuk penderita dismenore melakukan
penghirupan uap aroma terapi lavender ini agar skala nyeri saat
menstruasi dapat berkurang bahkan hilang.
Sehingga penelitian ini sejalan dengan penelitian dari
(MaulidaRahmah and Astuti, 2019) Skala nyeri dismenore sebelum
dilakukan intervensi nilai rata-ratanyanya 5,40. Sedangkan skala nyeri
dismenore sesudah dilakukan intervensi rata-ratanya adalah 2,90. Ada
pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap intensitas dismenore,
dan lebih efektif menurunkan dismenore.
B. Penanganan Anemia dengan Menggunakan Ekstrak Tanaman
Ciplukan
Menurut penelitian dari (Safitri and Julaecha, 2021) Penggunaan
makanan dan nutraceutikal merupakan salah satu terapi komplementer
dan sesuai dengan teori keperawatan Florence Nigtingale dalam konsep
nutraceutikal diyakini bahwa makanan atau bagian dari makanan
memberikan manfaat bagi kesehatan dan dapat digunakan sebagai obat
termasuk sebagai pencegahan penyakit. Salah satu sumber makanan yang
termasuk dalam nutraceutikal adalah buah kurma. Buah Kurma memiliki
kandungan nutrisi yang berguna bagi tubuh. Kandungan utama dalam
kurma adalah glukosa yang kadarnya mencapai 50% dari seluruh
kandungan buahnya. Selain itu kurma mengandung berbagai vitamin
yang diperlukan oleh tubuh. Dalam setiap 100 gram kurma kering
mengandung 50 IU vitamin A, 0,4 mg vitamin C, 0,09 mg tiamin, 0,10
mg riboflavin, 2,20 mg niasin, asam nikotionat dan zat besi. Mengingat
manfaat kurma yang sangat banyak dan baik untuk kesehatan, sebaiknya
remaja putri mengkonsumsi buah kurma buah sebanyak lima sampai
tujuh butir setiap pagi hari sebelum mengkonsumsi makanan apapun

25
terutama pada remaja putri yang sedang mengalami menstruasi sebagai
pencegahan anemia dan dapat dijadikan terapi non farmakologi dalam
mengatasi anemia.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan pengukuran kadar Hb setelah
mengkonsumsi buah kurma kadar Hb tertinggi 14,0 gr/dL dan kadar Hb
terendah 9,5 gr/dL. Kadar Hb rata-rata setelah mengkonsumsi buah
kurma adalah 12,65. Rata-rata peningkatan kadar Hb setelah
mengkonsumsi buah kurma sebesar 1,5 gr/dL. Namun dalam penelitian
ini ada 1 responen yang kadar Hb tidak meningkat dan 2 responden yang
kadar Hb tetap setelah konsumsi buah kurma, sehingga simpulan dari
penelitian ini adalah mengkonsumsi buah kurma dapat meningkatkan
kadar hemoglobin, hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan
kadar hemoglobin setelah mengkonsumsi buah kurma dan buah kurma
dapat dijadikan terapi non farmakologi untuk mengatasi anemia pada
remaja putri, jika remaja putri tidak mengkonsumsi tablet tambah darah.
C. Pengaruh Penyuluhan Media Ular Tangga Terhadap Pengetahuan
13 Pesan Umum Gizi Seimbang Pada Remaja.
Menurut penelitisn dari (Nurzihan, Prasetyo and Ismawanti, 2020)
Pendekatan yang terstruktur agar tercapai efektif dan efisien sehingga
diperlukan metode yang tepat dalam menyempaikan. Metode dengan
permainan edukatif akan memiliki keunggulan dalam proses
pembelajaran yang akan menyenangkan dan mendorong untuk partisipasi
remaja secara aktif . Cara yang efektif dalam memberikan informasi dan
edukasi adalah dengan membuat permainan sederhana yang berguna
untuk penyampaian pesan dan informasi bisa mudah untuk dipahami oleh
para remaja, salah satunya adalah dengan permainan ular tangga.
Permainan ular tangga memenuhi beberapa syarat sebagai alat permainan
edukatif diantaranya tahan lama, mendorong remaja bermain tradisional
dan mudah didapat. Pada aspek psikologis, ular tangga terbukti dapat
meningkatkan kemampuan dalam manusia berinteraksi dengan
kehidupan social. Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa simulasi

26
dengan permainan ular tangga yang efektif diberikan pada remaja dapat
meningkatkan aspek pengetahuan mengenai materi kesehatan. Oleh
karena itu, perlu adanya penelitian tentang pengaruh penyuluhan pada
remja dengan menggunakan media ular tangga yang menberikan
informasi terkait gizi seimbang.
Hasil dari penelitian ini Pada kelompok perlakuan hampir semua
responden mengalami peningkatan skor pengetahuan, sedangkan pada
kelompok kontrol skor tingkat pengetahuan bervariasi. Hasil analisis
dengan menggunakan wilcoxom signed rank test pada kelmpok
perlakuan (p>0.05) menunjukkan tidak terdapat perubahan pengetahuan
pada kelompok perlakuan setelah diberikan edukasi dengan media ular
tangga gizi. Sedangkan pada kelompok kontrol (p>0.05) menunjukkan
tidak terdapat perubahan pengetahuan pada kelompok kontrol. Hasil uji
mann whitney u test setalah dilakukan interbensi didapatkan nilai
signifkan 0.002 (p>0.05), sehingga saat edukasi dilakukan dengan
menggunakan media ular tangga, responden mudah memahami materi
yang telah diberikan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan
jumlah responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
Responden tertarik untuk bermain ular tangga disebabkan karena dapat
berdiskusi dengan peserta lainnya.
Sehingga penelitian ini sejalan dengan penelitian dari (Hidayah,
Jauhari, M and Al Fariki, 2021) Hasil penelitian yang telah dianalisa
secara statistic menunjukkan pengaruh antara penggunaan metode ular
tangga selama sosialsisasi terhadap peningkatan pengetahuan anak-anak.
Setelah dilakukan pos-tes, hasil tes anak-anak menunjukkan peningkatan.
Nilai mean ketika pre-tes yaitu 11,9 sedangkan ketika pos-tes sekitar 15.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
metode pembelajaran merupakan prinsip yang penting untuk
dipertimbangkan dalam dunia Pendidikan karena hal tersebut
berpengaruh terhadap penerimaan siswa terutama anak-anak. Metode
ular tangga merupakan metode yang sering digunakan dalam

27
penyampaian informasi terutama pada anak-anak karena merupakan
metode yang tidak membosankan sehingga penyuluhan makanan bergizi
dengan menggunakan metode ular tangga memberikan pengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan anak-anak di Desa Golong kecamatan
Narmada.
D. Efektifitas Peer Education Method Dalam Pencegahan HIV/AIDS
Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja
Menurut penelitian dari (Sumartini and Maretha, 2020) Metoda
informasi secara langsung yaitu melalui metode seminar atau ceramah
maupun metode diskusi. Adapun, yang dilakukan komunikasi tidak
langsung antara lain menggunakan media elektronik maupun cetak.
Meskipun demikian, kasus HIV/AIDS pada remaja masih tetap terjadi
dan cenderung meningkat Salah satu pendekatan yang efektif program
pendidikan kesehatan pada remaja untuk mencegah maraknya kasus
HIV/AIDS yaitu dengan metode Peer Education (pendidikan sebaya),
melalui metoda tersebut diharapkan terbinanya kelompok-kelompok
motivator remaja dalam penanggulangan penyebaran HIV/ AIDS
Pendidikan sebaya telah banyak dianjurkan sebagai alternatif atau
pelengkap intervensi yang disajikan oleh orang dewasa dan menjadi
metode yang semakin populer untuk mempromosikan perubahan perilaku
dalam program pencegahan HIV. Pendekatan secara kolektif sangat
bermakna, komunikasi menjadi lebih lancar dan mampu membuat
perubahan sikap dikalangan remaja. Tabunya pendidikan seks dikalangan
tertentu dalam hal ini adalah remaja, membutuhkan Komunikasi,
Informasi serta Edukasi (KIE) yang benar, tepat penyampaian informasi
melalui metoda pendidikan sebaya (peer education method) secara
berkesinambungan pada kalangan remaja sebagai upaya pemberian
informasi tentang Kesehatan reproduksi dan Penyakit Menular Seksual
yang integral dalam penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS . Para
remaja dapat mengembangkan pesan maupun memilih media yang lebih
kreatif sehingga informasi yang diterima dapat dimengerti oleh sesama

28
mereka melalui peer education method. Kelebihan metode ini salah
satunya yaitu kebebasan remaja untuk mengemukakan pendapatnya.
Hasil dari penelitian ini adalah pengetahuan remaja pretest
sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup dan postest
sebagian besar responden pengetahuan tentang HIV/AIDS baik, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat efektifitas peer education
method dalam pencegahan HIV/AIDS terhadap pengetahuan remaja (
value = 0,000), sehingga Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
efektifitas peer education method dalam pencegahan HIV/AIDS terhadap
pengetahuan remaja ( value = 0,000)
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dari (Andayani, L.
S., & Juliandi Harahap 2017), Mengungkapkan bahwa perasaan,
pemikiran, pengetahuan, keyakinan dan pengalaman akan membentuk
sikap seseorang akan menjadi lebih baik karena dibekali dengan
pengetahuan yang baik untuk membangun sikap dan nilai positif di
kalangan remaja dalam menanggulangi HIV/AIDS perlu adanya sautu
metode yang efektif dan salah satunya dapat menggunakan peer
education method, karena diskusi di kalangan remaja dan oleh remaja
lebih tebuka serta akan menghasilkan komunikasi yang aktif di kalangan
remaja. Sikap yang didasari oleh pengetahuan akan menghasilkan
tindakan yang dapat bersifat langgeng. Peer educator sebagai pemberi
informasi mampu mempengaruhi teman sebayanya, untuk melihat secara
positif mengenai masalah-masalah yang terjadi pada penyakit
HIV/AIDS.
E. Skrining Anemia Melalui Pemeriksaan Indeks Eritrosit Dan Sediaan
Apus Darah Tepi Pada Remaja
Menurut penelitian dari (Novilla, Herawati and Eritrosit, 2019)
Pada anemia ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya
hitung darah lengkap (full blood count, FBC). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menggunakan alat otomatis (haemotology analyzer) sebagai
pemeriksaan penunjang awal. Penggunaan alat tersebut dimaksudkan

29
untuk melihat keadaan indeks eritrosit yang akan memberikan indikator
jenis anemia, misalnya defisiensi besi atau makrositik. Indeks eritrosit
adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit
terdiri atas volume atau ukuran eritrosit (MCV : Mean Corpuscular
Volume atau volume eritrosit ratarata), berat (MCH : Mean Morpuscular
Hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), dan konsentrasi (MCHC :
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration atau kadar konsentrasi
hemoglobin eritrosit rata-rata). Nilai MCV dapat menurun jika eritrosit
lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena
kekurangan zat besi. Pemeriksaan apusan darah tepi (ADT) juga sangat
penting, karena dari apusan darah tepi kita bisa mendapatkan banyak
informasi, bukan saja berkaitan dengan morfologi sel darah, tetapi juga
dapat memberi petunjuk keadaan hematologik yang semula tidak
diduga,preparat ADT yang layak untuk diperiksa harus memenuhi
beberapa syarat yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat diambil
kesimpulan bahwa dari 30 sampel yang telah diperiksa Indeks eritrosit dan
gambaran SADT diperoleh gambaran hasil yang normal normositik
normokrom sebanyak 12 orang (40 orang), anemia normositik hipokrom11
orang (37%) dan anemia mikrositik hipokrom yang mengarah ke anemia
defisiensi Fe sebanyak 7 orang (23%).
Penelitian ini sejala dengan penelitian dari Hasil di atas sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Abidin, Supriyadi, &
Sumbara (2012)terlihat bahwa penyebab anemia pada masa remaja
menunjukkan angka prevalensi yang cukup besaryaitu pada
penelitian, 31 orang (56.4%) mengalami anemiasiswiSMA Kifayatul
Achyar Bandung.
F. Skrining Gangguan Menstruasi Pada Remaja Putri
Menurut penelitian dari (Sammantha, 2016) Di Indonesia masalah
kesehatan reproduksi masih memprihatinkan karena penyebaran penduduk
yang belum merata tingkat sosial ekonomi dan pendidikan, serta tingkat

30
kesehatan yang belum memadai dan terjangkau, menurut WHO anak usia
remaja merupakan suatu periode transisi dalam upaya menemukan jati diri
dan kedewasaan biologis serta psikologi. Usia tersebut merupakan periode
kritis sehingga perlu dibina dan dibimbing dengan benar. remaja yang
dimaksudkan adalah mereka yang berusia antara 10 - 19 tahun (Suwarni,
2010). Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui gangguan
menstruasi pada remaja putri kelas VII di SMP Al Hikmah Mayong
Kabupaten Jepara Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Al Hikmah
Jepara, menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross
sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil
dari penelitian ini adalah Sebagian besar mengalami gangguan menstruasi
amenorea sebanyak 58 (66,7%) siswi . Hasil analisis data dengan
menggunakan analisa univariat yang menghasilkan distribusi frekuensi
dan presentasi dari masing-masing variabel.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada gangguan menstruasi
amenorea sebagian besar remaja putri mengalami karena dipengaruhi oleh
faktor pubertas yang terlambat, stress atau depresi, nutrisi yang kurang.
Selain faktor itu juga dapat dikarenakan berat badan yang turun atau
obesitas, serta kebiasaan olahraga yang berlebihan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Agnesia, D. (2020) ‘Peran Pendidikan Gizi Dalam Meningkatkan Pengetahuan,


Sikap Dan Perilaku Gizi Seimbang Pada Remaja Di Sma Yasmu Kecamatan
Manyar Kabupaten Gresik’, ACADEMICS IN ACTION Journal of Community
Empowerment, 1(2), p. 64. doi: 10.33021/aia.v1i2.847.
Aprilia, E. N. (2018) ‘Pengetahuan Tentang Menarche Sebagai Upaya
Mengurangi Kecemasan pada Remaja Putri dalam Menghadapi Menarche’,
Jurnal Keperawatan Notokusumo, VI(1), pp. 32–39.
Asih, S. N., Yuviska, I. A. and Astriana (2020) ‘Pengaruh Dark Chocolate
Terhadap Pengurangan Nyeri Haid’, Jurnal Kebidanan, 6(4), pp. 499, 501.
Available at:
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/download/680/408%0Ahttps://d
ocplayer.info/42489606-Dark-chocolate-dan-nyeri-dysmenorrhea.html.
Astuti, D. and Kulsum, U. (2020) ‘Pola Menstruasi Dengan Terjadinya Anemia
Pada Remaja Putri’, Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan, 11(2), p. 314. doi:
10.26751/jikk.v11i2.832.
Christiana, I. and Jayanti, D. (2020) ‘PENGARUH PEMBERIAN AROMA
TERAPI LAVENDER TERHADAP TINGKAT NYERI HAID (DISMENORE
PRIMER) DI ASRAMA PUTRI STIKES BANYUWANGI TAHUN 2020’,
34(5), pp. 155–163.
Di, M. et al. (2021) ‘1,2,3,4’, 2(1), pp. 1–3.
Ellysa (2017) ‘Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja’, Situasi Kesehatan
Reproduksi Remaja.

32
Fajriani1, E. and Fitria Yulastin (2020) ‘Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Bahaya NAPZA Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja’, Jurnal Kesehatan,
10(2), pp. 1359–1364. doi: 10.38165/jk.v10i2.17.
Ferdinan Pasaribu, R. B. A. T. (2021) ‘TINJAUAN ETIKA KRISTEN
TERHADAP KORBAN NAPZA’, 4, pp. 93–103.
Fitriany, J. and Saputri, A. I. (2018) ‘Anemia Defisiensi Besi’, AVERROUS:
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), p. 1. doi:
10.29103/averrous.v4i2.1033.
Herlambang (2020) ‘Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi
GWLmuda BAB’, pp. 1–12.
Hidayah, N., Jauhari, M, T. and Al Fariki, M. Z. (2021) ‘Pengaruh penyuluhan
makanan bergizi dengan metode ular tangga terhadap peningkatan pengetahuan
anak-anak’, Jurnal Gizi Prima (Prime …, 6(1), pp. 61–65. Available at:
http://jgp.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/article/view/249.
Husain, H. and Sabur, F. (2017) ‘Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap
Peningkatan Perubahan Fisik Menjelang Masa Pubertas’, Jurnal Media
Kebidanan.
Johariyah, A. and Mariati, T. (2018) ‘Efektivitas Penyuluhan Kesehatan
Reproduksi Remaja Dengan Pemberian Modul Terhadap Perubahan Pengetahuan
Remaja’, Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo, 4(1), p. 38. doi:
10.29241/jmk.v4i1.100.
Julaecha, J. (2020) ‘Upaya Pencegahan Anemia pada Remaja Putri’, Jurnal
Abdimas Kesehatan (JAK), 2(2), p. 109. doi: 10.36565/jak.v2i2.105.
Karlina, L. (2020) ‘Fenomena Terjadinya Kenakalan Remaja’, Edukasi
Nonformal, 1(Vol 1 No 2 (2020): Jurnal Edukasi NonFormal), pp. 1–12.
Kusumastuti, I. and Nina (2020) ‘Program Pencegahan Infeksi Menular Seksual
Melalui Pemberdayaan Kader Kesehatan Remaja “Jaka Resi” di SMAN 1
Dramaga Kabupaten Bogor’, IAKMI Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia,
1(2), pp. 67–74.
Lail, N. H. (2019) ‘Hubungan Status Gizi, Usia Menarche dengan Dismenorea
pada Remaja Putri Di SMK K Tahun 2017’, Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia,
9(02), pp. 88–95. doi: 10.33221/jiki.v9i02.225.
Lestari, F. S. et al. (2020) ‘Pemetaan Berita Online tentang Imunisasi Measles
Rubella Tahun 2018 di Indonesia’, Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 30(1), pp. 27–36. doi: 10.22435/mpk.v30i1.1944.
Lionetto, F. et al. (2020) ‘Perbandingan Promosi Kesehatan Dengan Media
Leaflet Dan Media Video Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang

33
Perlindungan Diri Dari Kekerasan Di Kelas Vii Dan Viii Smpn 14 Kota
Tasikmalaya’, Composites Part A: Applied Science and Manufacturing, 68(1), pp.
1–12.
Lolok, N. and Yuliastri, W. O. (2020) ‘Efektivitas Program P4GN Terhadap
Pencegahan Penyalahgunaan Napza di SMP Negeri 10 Kota Kendari’, Jurnal
Mandala Pengabdian Masyarakat, 1(1), pp. 33–38. doi: 10.35311/jmpm.v1i1.8.
Maharani, S. (2020) ‘Penyuluhan tentang Anemia pada Remaja’, Jurnal Abdimas
Kesehatan (JAK), 2(1), p. 1. doi: 10.36565/jak.v2i1.51.
Manafe, L. A., Kandou, G. D. and Posangi, J. (2014) ‘Hubungan antara
Pengetahuan, Sikap, Peran Guru, Media Informasi (Internet) dan Peran Teman
Sebaya dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa di SMA Negeri 4
Manado’, Jikmu, 4(4), pp. 644–655.
MaulidaRahmah, A. and Astuti, Y. (2019) ‘Pengaruh Terapi Murottal dan
Aromaterapi Terhadap Intensitas Dismenore pada Mahasiswi Keperawatan’, IJNP
(Indonesian Journal of Nursing Practices), 3(1), pp. 1–8. doi: 10.18196/ijnp.3186.

Murni, S. et al. (2016) ‘Hidup dengan HIV-AIDS’, (10), p. 21.


Novilla, A., Herawati, I. and Eritrosit, I. (2019) ‘skrining anemia melalui
pemeriksaan indeks eritrosit dan’, 2(1), pp. 91–95.
Nurzihan, N. C., Prasetyo, B. and Ismawanti, Z. (2020) ‘Original Article
Pengaruh Penyuluhan Media Ular Tangga Terhadap Pengetahuan 13 Pesan
Umum Gizi Seimbang Pada Remaja The Effect of Counseling Snake Media on
Knowledge 13 General of Balanced Nutrition in Adolescent’, 3(2), pp. 99–104.
Pada, S. et al. (2021) ‘Analisis Perilaku Terhadap Sikap Pencegahan Infeksi
Menular Seksual Pada Remaja Di Desa Negeri Baru Ketapang’, 2(3), pp. 88–96.
Panjaitan, A. A., Angelia, S. and Apriani, N. (2020) ‘Sikap Remaja Putri Dalam
Menghadapi Perubahan Fisik Saat Pubertas’, Jurnal Vokasi Kesehatan, 6(1), p.
42. doi: 10.30602/jvk.v6i1.213.
Parida, D., Indriani, I. and Kartika, S. (2020) ‘Analisis Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Pencegahan Ims Pada Kelompok Usia Produktif 15-24 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Menteng Palangka Raya’, Dinamika Kesehatan: Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1), pp. 49–60. doi: 10.33859/dksm.v11i1.612.
Pengabdian, J. and Masyarakat, K. (2021) ‘Upaya Pencegahan Anemia Pada
Remaja Putri Melalui Konsumsi Tablet Tambah Darah’, 4(2), pp. 91–99.
Rachmi, C. N. et al. (2019) ‘Buku Panduan Siswa AKSI BERGIZI’, Kemenkes
RI, pp. 1–188.

34
Rahayu, A. et al. (2017) Kesehatan Reproduksi Remaja & Lansia, Journal of
Chemical Information and Modeling.
Ramadhani, A. and Ramadani, M. L. (2020) ‘Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Dengan Metode Ceramah Dan Audiovisual Terhadap Pengetahuan Tentang
Infeksi Menular Seksual Pada Remaja’, Jurnal Keperawatan Muhammadiyah,
(September).
Rizki, I. P., Neherta, M. and Yeni, F. (2021) ‘Intervensi Berbasis Komunitas
Terhadap Perilaku Seksual Remaja : Review Sistematis’, 6(2).
Safitri and Julaecha (2021) ‘Konsumsi Buah Kurma Meningkatkan Kadar’, 6(1),
pp. 127–134.
Sammantha, B. dkk (2016) ‘Jurnal Ilmu Kebidanan dan Kesehatan ( Journal of
Midwifery Science and Health ) Jurnal Ilmu Kebidanan dan Kesehatan’, Jurnal
Ilmu Kebidanan dan Kesehatan, 7(2), pp. 62–72.
Styaningrum, S. D., Puspitarini, Z. and Sari, S. P. (2020) ‘The integrated
education program in boarding-based schools for the prevention of anaemia in the
adolescent girl’, Ilmu Gizi Indonesia, 3(2), p. 145.
Sulistiani, R. P., Fitriyanti, A. R. and Dewi, L. (2021) ‘Pengaruh Edukasi
Pencegahan Anemia dengan Metode Kombinasi Ceramah dan Team Game
Tournament pada Remaja Putri’, Sport and Nutritional Journal, 3, No. 1(56), pp.
39–47.
Sulistiyanti, A. and Jifaniata, A. A. (2021) ‘Tingkat Pengetahuan dan Sikap pada
Remaja Putri Tentang Perubahan Fisik Pubertas Pada Siswi SMP Negeri 1
Sukoharjo’, Infokes: Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan …, 11(1).
Sumartini, S. and Maretha, V. (2020) ‘Efektifitas Peer Education Method dalam
Pencegahan HIV/AIDS terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja’, Jurnal
Pendidikan Keperawatan Indonesia, 6(1), pp. 77–84. doi:
10.17509/jpki.v6i1.21130.
Tupan Tupan (1996) ‘PENULARAN DAN PENCEGAHAN AIDS Dl
INDONESIA’, Baca: Jurnal Dokumentasi Dan Informasi, 21(5), pp. 2–8. doi:
http://dx.doi.org/10.14203/j.baca.v21i5.130.
Yani, D. I., Juniarti, N. and Lukman, M. (2017) ‘Gambaran Pengetahuan Dan
Sikap Tentang Hiv/ Aids Pada Remaja Di Pangandaran’, Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 1(1), pp. 1–5.
Yuliani, N. N. S., Trinovita, E. and Ludjen, M. U. (2019) ‘Analisis Determinan
Status Gizi Dan Anemia Pada Remaja Putri Di Desa Tumbang Rungan, Kota
Palangka Raya’, Jurnal Kedokteran, pp. 854–858. Available at: http://e-
journal.upr.ac.id/index.php/JK/article/view/589.

35
Yunitasari, R. (2017) ‘Hubungan Karakteristik Dan Tingkat Stres Dengan
Kejadian Dismenore Primer’, Jurnal Imiah, pp. 9–28. Available at:
repository.unimus.ac.id/937/3/BAB II.pdf.
Menkes RI. (2014). ‘Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 41 Tahun 2014
tentang Pedoman Gizi Seimbang.

Monks, F.J, Knoers, A.M.P, Haditono, S.R.2002. Psikologi Perkembangan:


Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Lowdermilk, D, Shannon, P, Mary, C.C, 2013, Keperawatan Maternitas, Ed. 8.


Elsevier, Singapura

36
37

Anda mungkin juga menyukai