Anda di halaman 1dari 6

Pie Apel Mika

"Mikaa!! Jangan berlari di dalam rumah, nanti kamu bisa terjatuh!" teriak seorang
wanita yang sedang berada di dapur. "Yaa Mamaa, lihat aku membawakan bunga cantik
untukmu." Jawab seorang anak kecil yang sedang berlari dari taman.

Musim semi akan segera datang di Kota Hilmure. Siang itu cuacanya dingin, tetapi
Jemika masih ingin bermain di luar, berharap agar waktu cepat berlalu. Setelah mencium
aroma yang manis dan hangat, anak kecil itu langsung berlari menuju rumahnya, ia sangat
bahagia menyambut pie apel buatan ibunya. “Kapan aku mulai sekolah ma?” Tanya Jemika
dengan mulut yang sedang mengunyah pie apel hangat. “Dua hari lagi sayang.” Jawab mama
yang sedang menjahit baju.

“Karena aku tahun ini aku masuk kelas 1, aku mau tas baru ma, yang warna merah
muda dengan hiasan pita.” pinta anak itu. Mama pun menghela napas dan menjawab “Baiklah
mama akan membuatkannya setelah ini.” Betapa girangnya wajah anak itu, karena sebentar
lagi ia akan memulai tahun pertama sekolahnya. Setelah menghabiskan pie apel kesukaannya,
Jemika pergi mengambil bola lalu menghampiri anjing kesayangannya yang bernama Dofie.
Di samping itu, sang Mama sangat sibuk menyelesaikan pekerjaannya yaitu menjahit.

Clara namanya, suaminya pergi saat Jemika masih berumur 3 tahun. Sejak saat itu ia
harus menjahit untuk menghidupi keluarga kecilnya. Rumah yang ditinggalinya sangat kecil
tapi muat untuk ditinggali. Penghasilannya dari menjahit tidak seberapa, namun ia berusaha
untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit di Hilmure. Ia percaya dengan bersekolah
disitu, anaknya bisa mengenal lingkungan yang baru dan bisa berkembang lebih baik lagi.

“Wahh mama, baju yang kau jahit sangat cocok dengan tas baru ini. Aku pasti akan
menjadi yang paling cantik di kelas” ucap Jemika yang sangat terpukau dengan baju dan tas
buatan Mamanya. “Anak mama satu ini memang yang paling cantik di desa ini.” ucap Mama
yang juga senang. “Ini mama bawakan bekal pie apel kesukaanmu” lanjut sang MamaSang
Mama kemudian memegang pundak anaknya dan berpesan, “Bertemanlah dengan siapa saja,
dengarkan guru dengan baik-baik, dan tetaplah bangga menjadi dirimu sendiri.”

“Iya mama sayang.” jawab Jemika. Mereka lalu berpelukan dan Jemika berangkat ke
sekolah. Sesampainya di sekolah, anak itu terkagum-kagum dengan bangunan yang mewah.
Ruang kelas yang sangat luas, papan tulis yang mengkilap, dan pastinya orang-orang dengan
penampilan yang berbeda-beda. Dibuat bingunglah anak itu, selama ini dia tidak pernah
melihat orang-orang seumurannya yang berpakaian mahal, tas yang mahal, sepatu yang mahal
dan lainya. Namun disisi lain anak itu juga sedih karena teman-teman lainya datang bersama
kedua orangtuanya, sedangkan ia berangkat sendiri karena Mamanya sibuk bekerja. Saat
sedang memandangi fenomena itu, tiba-tiba bel berbunyi dan semua anak memasuki kelasnya
masing-masing.

Disaat Jemika sedang kebingungan mencari tempat duduk, seorang anak perempuan
memanggilnya. Namanya adalah Cerrie, ia kemudian mengajak Jemika untuk duduk di
sebelahnya. Setelah berbincang mereka menjadi akrab dan ternyata mereka tinggal di daerah
yang sama yaitu pinggiran kota Hilmur. Ibu guru kemudian masuk ke kelas, dan pelajaran pun
dimulai. Satu persatu anak akan maju memperkenalkan diri kepada teman-teman yang lain.
Lalu tibalah giliran seorang anak perempuan bernama Stella, ia adalah anak perempuan yang
menggunakan gaun berwarna kuning mewah.

“Halo teman-teman semua, namaku Stella Krueger. Ayahku adalah seorang walikota
dan ibuku mempunyai toko perhiasan, aku suka membaca dan minum teh, aku juga memiliki
kemampuan untuk bermain biola. Senang mengenal kalian.” begitulah perkenalan seorang
Stella. Anak-anak dalam kelas itu masih kagum dengan sikap elegannya.

“Hai teman-teman, namaku Rosie Jean. Ayahku adalah seorang dokter dan ibuku
memiliki 5 toko sepatu. Aku suka bermain dengan kucing-kucingku, dan aku memiliki
kemampuan untuk menunggangi kuda. Kemudian majulah giliran anak-anak selanjutnya,
hingga sampailah kepada giliran Jemika.

“Hai semuanya, namaku Jemika tapi panggil saja aku Mika. Aku tinggal di pinggiran
kota, Aku suka bermain dengan anjingku, Dofie. Aku juga suka makan pie apel buatan ibuku.
Dan kemampuanku… Oh ya aku memiliki penciuman yang tajam.” Belum sempat ia
menyelesaikan perkenalannya, seluruh kelas tertawa mendengar ucapan Jemika.

“Apakah penciuman yang tajam adalah kemampuan yang sangat keren sehingga kamu
bangga?” Tanya Rosie sambil tertawa. “ Ibu guru langsung memarahi mereka yang
menertawakan Jemika.

“Lalu apakah pekerjaan ayah dan ibumu? Mungkin kamu bisa ceritakan?” Tanya Ibu
guru

“Ehmm, Mamaku adalah seorang penjahit, d..dan.. Papaku pergi meninggalkan kami
berdua saat aku masih kecil” jawab Mika. Kembali tertawalah anak-anak di kelas. “Mika,
apakah pakaianmu itu juga menggunakan bahan bekas yang dijahit kembali oleh ibumu?”
Ejek anak lainya. Dengan mata yang berkaca-kaca akhirnya Jemika kembali ke tempat
duduknya.

“Jangan sedih Mika, kamu lebih beruntung daripada aku, papa dan mamaku
meninggal saat aku masih kecil dan aku juga tidak punya sahabat seperti Dofie dirumah,
tetapi aku bersyukur pamanku bisa menyekolahkanku disini.” Ucap cerrie sambil menepuk
punggung Mika.

Akan tetapi Jemika masih merasa dipermalukan atas kejadian tadi. Saat makan siang
bersama teman-teman sekelas. Jemika melihat bekal teman-temannya sangat beragam, ada
yang membawa kue, ada yang membawa donat, ada yang membawa roti lapis daging, dan
masih banyak lagi. Ia terlalu menaruh perhatian pada makanan milik teman-temannya yang
enak itu, sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa Cerrie tidak membawa bekal.

“Hei Mika, apakah kamu sibuk sore nanti? maukah kamu ikut berkuda denganku?”
Tanya Stella kepadanya. Namun Rosie menyela “Memangnya Mika punya kuda, nanti dia
malah menunggangi Dofienya hahaha.” Siang itu Clara menyambut anaknya yang pulang dari
sekolah dengan wajah yang murung.

“Bagaimana sekolah hari ini? Tanya sang Mama. 1“Ini semua karena Mama miskin,
aku jadi dipermalukan di depan teman-temanku!” seru Jemika marah.

“Aku mau gaun yang indah maa, bukan gaun dengan kain bekas. Aku mau kuda yang
bisa aku tunggangi ma, aku capek berjalan jauh. Aku mau makan daging setiap hari ma, aku
tidak mau makan sup dan pie apel terus-terusan. Aku mau rumah yang besar ma, agar aku
bisa memamerkannya kepada teman-temanku” lanjut Jemika.

Sang Mama masih bingung dengan apa yang terjadi pada anaknya. Kemudian ia
mencoba untuk menjelaskan pada anaknya. “Mika.. kamu tidak seharusnya malu dengan
teman-temanmu. Ada baiknya bersyukur dengan apa yang kamu punya sekarang. Toh kamu
juga bahagia dengan apa yang kamu miliki sekarang kan?”

“Darimana Mama tahu kalau aku Bahagia?” Tanya anak malang itu sambil
meneteskan air mata.“Mama selalu berpesan, bahwa kamu harus tetap bangga dengan dirimu
sendiri. Terkadang bukanlah kebahagiaan yang mendatangkan syukur, tetapi dengan kita
bersyukur maka kebahagiaan itu akan datang pada kita. Ucap mama sambil memeluk anak
kesayangannya itu.

Tetapi kerasnya kepala anak itu telah menutup telinganya akan pesan-pesan ibunya.
Hari-hari berlalu dan di sekolah selalu saja Jemika merasa iri dengan apa yang dimiliki
teman-temannya. Ia ingin bisa diterima oleh teman-teman elitnya sehingga ia berambisi untuk
memiliki seperti apa yang dimiliki teman-temannya.

Walaupun hari-harinya dipenuhi dengan iri dengki, tetapi Cerrie selalu ada untuk
mendengarkan keluh kesahnya. “Cerrie, bagaimana caranya agar aku bisa membeli rumah
yang besar dan bagaimana caranya agar aku bisa membeli gaun-gaun yang mewah itu?”
Tanya Jemika yang sedang kesal itu.

“Haha, bekerjalah dulu agar kamu bisa dapat uangnya” Jawab seorang Cerrie. “
Tapi… Mika, aku pernah membaca di buku dongeng jika kamu menyalakan 100 lilin lalu
kamu membuat permohonan, maka permohonan itu akan terkabul” , “Tapi jika itu bisa benar
terjadi, aku mau memohon agar aku diberikan keluarga yang bahagia” Andai Cerrie. “Tapi
darimana aku bisa mendapat 100 lilinnya?” Namun sebelum Mika mendapat jawaban dari
Cerrie, ia telah memikirkan sebuah rencana.

Sepulang sekolah, Jemika menuju ruang kerja Mamanya saat Mamanya sedang
memasak. Lalu ia mencuri sejumlah uang dan membeli 100 lilin. Malam hari pun datang dan
Jemika diam-diam menyalakan 100 lilin tersebut. Di lilin ke-99, Mama terbangun dan terkejut
melihat perbuatan anaknya itu. Setelah Jemika menyalakan lilin ke-100, ia pun berteriak.
“Aku ingin rumah yang besar, gaun-gaun mewah dan sepatu hak tinggi, kuda poni yang bisa
kutunggangi setiap hari, aku ingin makan daging mewah setiap hari, aku ingin kucing-kucing
peliharaan, dan aku ingin mama dan papa yang kaya raya.
Tiba-tiba munculah seorang ibu peri. Ibu peri tersebut berkata “Aku akan
mengabulkan semua permintaanmu itu, tetapi konsekuensinya kamu harus pergi jauh dari
Mama mu.”

“Iya ibu peri, aku rela meninggalkan Mamaku demi hidup yang bahagia itu” Jawab
Mika yang sangat bahagia itu. Dalam kedipan mata, Jemika beralih tempat ke suatu rumah
yang sangat luas dan mewah. Disana ada pasangan suami istri yang menyambut Jemika,
merekalah mama dan papa Jemika yang baru. Anak itu kemudian mengenakan gaun indah
dan sepatu hak tinggi layaknya seorang putri. Dan ia makan malam bersama dengan mama
papa barunya, dan benar saja semua makanan di meja makan sangat mewah. Mulut yang kecil
itu melahap semua daging yang ada di piringnya. Hatinya sangat senang karena ia telah
mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Wahh, kucing peliharaanku banyak sekali… yang putih akan kunamai Tori, yang
hitam akan kunamai Moli, yang abu-abu akan kunamai Woli, dan yang belang-belang akan
kunamai Roli.” ucap Jemika sambil bermain bersama kucing-kucingnya, tetapi tidak lama
kemudian adalah waktunya untuk tidur. Mama Papa barunya menggandengnya ke depan
kamar tidur. Spontan anak itu bertanya, “Mama dan Papa tidak menemaniku tidur?”

“Tidak anakku, kami harus tidur di kamar kami sendiri” Jawab sang Papa sambil
tersenyum. Namun anak itu tidak tersenyum kembali, karena ia biasanya tidur bersama mama
dan sekarang ia harus tidur sendiri.

Keesokan harinya, Jemika berangkat ke sekolah. Namun bukan menggunakan kaki


lagi, anak itu duduk manis di dalam kereta kuda yang mewah. Maka tak heran jika semua
murid sekolah itu saling berlarian untuk melihat kemewahan kereta kuda itu. Dengan perlahan
turunlah seorang anak perempuan dengan gaun dan sepatu hak tinggi. Semua murid dan guru
di sekolah itu menyambutnya dengan senang hati.

Dengan jalannya yang anggun kemudian ia berjalan ke dalam ruang kelasnya, dan
berdiri di depan lalu berkata, “Halo teman-temanku semua, Namaku Jemika kalian bisa
memanggilku Jemi. Papaku adalah seorang pengusaha kaya dan Mamaku mempunyai banyak
butik. Aku suka bermain dengan kucing-kucingku dan minum teh bersama keluargaku.”

“Tapi apakah penciuman tajam masih menjadi kemampuanmu?” Tanya Rosie dengan
tertawa. Tetapi Jemika hanya mengabaikannya. Semua orang masih terpukau dengan
penampilannya yang baru, terlebih Cerrie. Jemika kemudian duduk disebelah Cerrie dan
menceritakan semua yang telah terjadi.

“Mik… eh Jemi, apakah kamu tidak rindu dengan Mamamu di rumah?” tanya Cerrie.

“Tidak, aku lebih sayang pada mamaku yang baru karena dia bisa mengabulkan semua
permintaanku.” Jawab Jemika dengan angkuh.

Anak itu terlalu terlena dengan kekayaan dan kekuasaan yang ia miliki. Tetapi setelah
sekian lama, ia tetap merasa tidak diterima oleh teman-teman di kelas. Teman-temannya
menganggap bahwa seorang Jemika yang baru sangatlah angkuh, dan teman yang dia miliki
hanyalah Cerrie seorang. Hari demi hari berlalu. Ia mulai jenuh dengan kehidupan barunya.

Saat itu sudah hampir musim panas, di suatu sore. Jemika terlihat sedang kesusahan
saat menunggangi kuda poni nya. “Aduhh kenapa kamu tidak menurutiku kuda nakal, ayo
kita berlari ke arah sini.” omel anak kecil itu. Dan tiba-tiba, “brukk!” anak kecil itu terjatuh
dari kudanya dan menangis karena kakinya terluka.

Setelah pulang ke rumah dan diobati, tibalah saatnya makan malam. Saat makanan
dihidangkan, Jemika berseru “Kenapa daging lagi? Aku tidak mau, aku sudah bosan makan
daging terus. Aku mau makan yang lain!” “Tidak ada yang lain selain daging nak, ini
makanan yang mahal dan enak.” ucap mamanya

Karena kesal, Mika tidak melanjutkan makan malamnya dan pergi ke kamar. Jalannya
tertatih-tatih karena kakinya sakit, namun jalan menuju kamarnya sangat jauh karena
rumahnya yang besar, gaun yang ia kenakan juga membebani dirinya karena sangat berat.
Sesampainya di kamar ia melihat empat kucingnya sedang bermain sambil mencakar
gaun-gaun yang dipajang di kamarnya. “Dasar kucing-kucing nakal, keluar dari kamarku!”
Seru Jemika.

Di malam yang dingin, ia kemudian teringat akan Mama Clara dan Dofie. Jemika
kemudian menangis dan berseru, “Hei ibu peri, dimanakah kamu. Aku ingin pulang ibu peri,
aku sangat jenuh dengan keluarga kaya yang payah ini. Gaun dan sepatu hak tinggiku sangat
membebaniku saat berjalan, kucing-kucing peliharaanku sangat nakal, mulutku sudah bosan
memakan daging terus menerus, kuda poniku sangat bandel dan susah ditunggangi, terlebih
papa mamaku sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga aku selalu sendiri ibu peri… Aku
rinduk pelukan mama Clara yang hangat… AKU INGIN PULANG IBU PERI” Teriak Jemika
sambil menangis.

Tiba-tiba ia terbangun dari tidurnya. Jemika menyadari bahwa ia tertidur saat


menyalakan lilin ke-99. Anak itu langsung berlari ke kamar dan memeluk Mamanya lalu
menangis. "Maa, aku bersyukur bisa jadi anak Mama, aku bahagia bisa hidup seperti ini."
Mama tersenyum bahagia, karena anak kesayangannya akhirnya mengerti apa arti bersyukur."

Keesokan harinya, di siang yang panas. Jemika membagikan pie apel hangat buatan
Mamanya kepada teman-temannya. "Wow, apakah Mamamu seorang koki?, pie ini sangat
enak dan lembut." Puji Stella. Dengan cara unik, akhirnya Jemika bisa akrab dengan
teman-teman sekelasnya. Cerrie bahagia karena akhirnya sahabatnya bisa diterima oleh
teman-teman kelasnya. "Jemi… Kapan-kapan aku ingin bertemu dengan Mamamu, agar aku
bisa makan pie sepuasnya." kata Cerrie sambil tertawa

"Datanglah ke rumahku hari ini, Dofie akan sangat senang punya teman baru…. Ehh
kenapa kamu tiba" memanggilku Jemi??? “ Tanya Jemika kebingungan

"Ah… entahlah" Jawab Cerrie. Lalu mereka berdua tertawa bersama.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai