Anda di halaman 1dari 5

MENANGIS

CERITA RAKYAT BATU MENANGIS

Dahulu. Di sebuah bukit yang jauh dari desa, di daerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin
dan seorang anak gadisnya. Janda itu bemama Mak Dasah dan anak gadisnya bernama Jelita.
Mereka tinggal di sebuah rumah kecil sederhana. Rumah itu adalah peninggalan suami Mak ‘
Dasah yang meninggal dunia sejak Jelita berumur satu tahun.

Ia disebut jelita karena memang wajahnya cantik sekali. Jelita menjadi anak kesayangan ibunya.
Demi cinta kasihnya pada sang anak Mak Dasah walau sudah agak tua tapi rela bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pekerjaan Mak Dasah mencari kayu bakar di hutan kemudian dijual ke perkampungan. Iajuga
merawat belasan pohon pisang bekas peninggalan suaminya. Namun pohon pisang itu tidak
berbuah setiap saat. Jika pohon pisang berbuah ia akan menjualnya ke perkampungan penduduk
yang jaraknya puluhan kilo meter dari tempat tinggalnya.

Semakin hari Si Jelita semakin bertambah dewasa. Sementara si janda bertambah tua. Tapi sayang
sekali …… si Jelita yang sangat dikasihi oleh ibunya itu berkelakuan buruk. Pohon pisang yang
jumlahnya enam belas batang tak pernah ditengoknya.

Angin yang membawa debu dan daun-daun kering ke dalam rumahnya ia biarkan saja Jangankan
halaman rumah, dinding dan lantai kamarnya sendiri ia tak mau membersihkannya. Ia selalu
menunggu ibunya turun tangan. Gadis itu memang amat pemalas, tak pernah membantu ibunya
melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.

Selain pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap
kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya
yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap nasi.

Pada suatu hari Jelita berkata kepada ibunya.

“Mak hari ini engkau harus belikan aku baju yang baru dan indah.”

“Lho? Bajumu kan Sudah banyak, masih banyak yang baru juga?”

“Alaaaah, jangan banyak cakap, bajuku memang banyak tapi sudah ketinggalan jaman, aku ingin
model yang baru!”
“Tapi nak, ibu tidak punya uang yang cukup untuk membelikanmu baju baru lagi. Bukankah
sebulan yang lalu sudah kubelikan baju yang cukup mahal?”

“Kalau Mak sayang turuti kemauanku…!”

Tak bisa tidak Mak Dasah akhirnya mengambil semua simpanan Uangnya dan esok harinya
mereka berangkat ke pasar yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka. Sebenarnya uang
simpanan itu digunakan untuk keperluan-keperluan yang mendesak, seperti ketika Jelita sakit dan
lain-lain.

Letak pasar desa amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak
gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus, dan bersolek agar orang di
jalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya. Sementara ibunya berjalan di
belakang sambil membawa keranjang dengan pakaian yang sangat dekil. Karena mereka hidup di
tempat yang terpencil tak seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu
adalah ibu dan anak

Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu
terpesona melihat kecantikan anak gadis itu terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya
memandang wajah gadis itu Namun ketika melihat orang yang berjalan di belakang anak gadis itu,
sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya tanya.

Aneh sekali ….. si gadis wajah sangat cantik, dan pakaiannya luar biasa indahnya, tapi wanita di
belakangnya berpakaian kumal dan bertambal-tambalan.

“Iya, mengapa wanita itu berjalan di belakang si gadis? Padahal wajahnya mirip sekali dengan si
gadis, tidak mungkin wanita tua itu pembantunya …… ”

“Kawan…jangan berburuk sangaka, siapa tahu wanita itu memang pembantu yang mengawal si
gadis.”

Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu.
“Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan di belakang itu ibumu ?”

Namun, apajawaban anak gadis itu ?


“Bukan,” katanya dengan angkuh. “Ia adalah pembantuku !”

Kedua ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak sebera pajauh, mendekat lagi
seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadisitu.

“Hai, gadis manis, siapa namamu?”

“Oh, abang.. .namu Jelita…

“Hem, cocok benar dengan orangnya.”

“Kenapa bang?”

“Wajahmu juga cantik jelita…!”

“Apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu ?”

“Bukan, bukan,””jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. “Ia adalah budakku !”

Begitulah setiap gadis itu bertemu dengan seseorang di sepanjang jalan yang menanyakan perihal
ibunya, selalu jawabannya itu.la malu mengakui Mak Dasah sebagai ibunya.

Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau budaknya.

Pada mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat
menahan diri. Ketika berjalan di tempat yang sepi Mak Dasah bertanya kepada anaknya.

“Anakku mengapa kau menyebutku sebagai pembantumu?”

“Ibu….! Tenang saja, ini hanya sekedar berpura-pura, aku tidak bersungguh mengangagap ibu
sebagai pembantuku. ”
“Tapi sudah tiga kali ini kau menyebutku sebagai budak, aku tak ingin kau melakukannya lagi.”

“Ah, Emak ….. ini kan hanya pura-pura!”

Mereka meneruskan perjalanan. Hingga suatu ketika ada seorang muda yang sangat tampan
datang mendekati si Jelita.

“Hai, cantik, siapa namamu?”

“Namaku Jelita….!”

“Serasi benar nama dan wajahmu, cantik jelita…!”

“Apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu ?”

“Bukan, bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. “Ia adalah budakku !”

Mak Dasah masih bisa menahan diri. Ia mencoba memperingatkan anaknya lagi. Namun tak
berapa lama kemudian mereka bertemu lagi dengan seorang pemuda tampan. Jelita kembali
menyebut ibunya sebagai pembantunya. Sesungguhnya ia malu mengakui Mak Dasah sebagai
ibunya. Kini sang ibu tak bisa bersabar lagi.

“Jelita anakku, kau sungguh kelewat batas, kau durhaka berkali-kali menyebutku sebagai
budakmu. Padahal aku yang merawat dan membesarkanmu sejak kecil. Teganya kau berbuat
seperti itu!”

“Emak….kenapa Emak marah….percayalah ini hanya sekedar sandiwara. Nanti setelah pulang dari
pasar Emak beli baju yang baru dan indah. Jika bertemu dengan pemuda tampan maka aku akan
mengakui Emak sebagai ibuku.”

“Tidak kau terlalu menyakitkan hatiku, bagaimanapun keadaan Emak seharusnya kau mau
mengakuiku sebagai ibumu.”

“Nanti Mak, kalau sudah beli baju baru!”


Sang ibu tak bisa menahan diri lagi. Ia tak mau berdebat lagi dengan anaknya ia berdo’a kepada
tuhan.

“Ya, Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya
memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah
dia …… “

Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi
batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak
gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.

“Oh, Ibu. Ibu. Ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. Ibu ….. ibu ……
ampunilah anakmu ….. “ Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya.
Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu.
Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air
mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat
kutukan ibunya itu disebut “Batu Menangis”.

Anda mungkin juga menyukai