Anda di halaman 1dari 10

NAMA : TIZA AZIZAH GHASANI

NIM : 1708106076
KELAS/SEMESTER : BIOLOGI-B/3
MATA KULIAH : SOSIOLOGI PENDIDIKAN

TEORI KONFLIK SOSIAL


A. Pendahuluan
Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi
melalui proses peyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya
konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.1
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secaa sistematis berhubungan
atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang
saling kait-mengait yang menghadirkan uatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada
dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengn maksud
memberikan eksplorasi dan prediksi.
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional
pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah
pemikiran Karl Max pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori
konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural
fungsional.2
B. Pengertian Teori Konflik
Teori ini bukanlah suatu teori yang terpadu ataupun komprehensif. Mungkin karena
alasan inilah teori konflik kedengarannya kurang begitu cocok untuk diangkat sejajar
dengan teori - teori sosiologi lainnya. Fokus kajiannya adalah mengenal dan menganalisis
kehadiran konflik dalam kehidupan sosial, sebab dan bentuknya, sea akbatnya dalam
perubahan sosial. Namun sejak tahun 1950-an teori konflikmenjadi populer sebagai oposisi
terhadap Teori Fungsional Persons yang dianggapa berat sebelah pada konsensus nilai,
integrasi, dan solidaritas. Lockwood (1965:284) mengangap pendekatan persons itu terlalu
bersifat ormatif,padahal dalam sistem sosial tidak hanya tertib normatif, tetapi juga
substratum yang melahirkan konflik-konflik. Keduanya saling berpadu bergantian antara
stabilitas dan instabilitas, konflik-konflik, bahkan kondisi seperti ini menjadi sumber
perubahan maupu vision circle atau lingkaran yang mereka. Begitu pun perubahan sosial
tidak selalu berjalan secara gradual, tetapi dapat juga revolusioner(van den
berghe,1967:297;Supardan, 2004:44)
1
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Prestasi Pustaka Publiser,2007.Hlm.54
2
Fred. Schwarz, You Can Trust the Communists. New Jersey: Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs. 1960. Hlm. 71
Pengabaian kenyataan- kenyataan di atas pendekatan fungsional dapat dipandang
sebagai pendekatan raksioner, dan mengabaikan realita sosial yang sebenarnya. Di sinilah
teori konflik mengusung beberapa asumsi yang di kembangkannya, antara lain :
1. Setiap masyarakat senantiasa berada di dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir,
dengan perkataan lain perubahan sosial merupakan gejala yang merekat pada setiap
masyarakat.
2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, atau dengan perkataan
lain konflik adalah gejala yang melekat pada masyrakat ( Supandan, 2004:45)3
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan
atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang
saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada
dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabelvariabel dengan maksud
memberikan eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori
adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari
kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.
Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi
teoretis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis antara
konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus
terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep konsep, definisi-
definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang
menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu
kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila
mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan
antara konsep dan proposisi.
Konflik secara etimologis adalah pertengkaran, perkelahian, perselisihan tentang
pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan berlawanan dengan; atau berselisih
dengan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik mempunyai arti
percekcokan; perselisiah; dan pertentangan.4 Sedangkan menurut kamus sosiologi konflik
bermakna the overt struggle between inthviduals or groups within a society, or between
nation states.5
Teori konflik sosial yang muncul pada abad 18 dan 19 dapat di mengerti
sebagai respon dari lahirnya sebuah revolusi, demokratisasi dan industrialisasi.

3
Suardi.Moh.2016.Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: penerbit Paraha Ilmu
4
Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, Hlm. 746
5
David Jary dan Julia jary, Sosiology Dictionary, New York: HarperCollins, 1991, Hlm. 7
Teori sosiologi konflik adalah alternatif dari sebuah ketidakpuasan terhadap
fungsionalisme struktural Talcot Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai
masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya. Dan perspektif
konflik dalam melihat masyarakat ini dapat dilihat pada tokoh-tokoh klasik
seperti Kral Marx, Max Weber, dan George Simmel.
Teori konflik muncul sebagai bentuk reaksi atas tumbuh suburnya teori
fungsionalisme struktural yang dianggap kurang memperhatikan fenomena
konflik sebagai salah satu gejala di masyarakat yang perlu mendapatkan
perhatian. “Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori
konflik ini adalah pemikiran Karl Marx dan pada tahun 1950-an, teori konflik
yang semakin mulai merebak”.6
“Konflik berasal dari kata kerja latin “Configere” yang berarti ”saling
memukul”. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih yang mana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya”.7
C. Teori Strukrural Konflik
Teori stuktural konflik menjelaskan bagaimana struktur memiliki konflik. Berbeda
dengan teori struktural fungsional yang menekankan pada fungsi dari elemen-elemen
pembentuk struktural, teori struktural konflik melihat bahwa setiap struktur memiliki
berbagai elemen yang berbeda. Elemen yang berbeda ini memiliki motif, maksud,
kepentingna , atau tujuan yang berbeda-beda pula. Perbedaan ini memberikan sumbangan
bagi terjadinya disintegrasi, konflik, dan perpecahan. Konflik ada dimana-mana. Setiap
struktur terbangun didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.
Melaui teori oini dipahami bahwa buta huruf terjadi karena adnaya perbedaan akses antara
berbagai orang terhadap sumber-sumber langka seperti barang, jasa, informasi dan
keuasaan. Perbedaan akses ini terjadi karena struktur tertentu yang tercipta atau diciptakan
oleh kelompok tertentu dipakaikan terhadap kelompok lain.8
Teori struktural konflik muncul dalam sisiologi Amerika Serikat pada tahun 1960-an
yang merupakan kebangkitan kembali berbagai gagasan yang diungkapkan oleh Karl Marx
dan Max Weber. Kedua tokoh ini merupakan teoritis konflik meski satu sama lain mereka
berbeda.
Kedua teoritisi konflik ini, Marx dan weber menolak tegas terhadap gagasan bahwa

6
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007) 54.
7
Dany Haryanto, S.S andG. Edwi Nugroho, S.S., M.A.,Pengantar Sosiologi Dasar,(Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya, 2011) 113
8
Prof.Dr. Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group
masyarakat cenderung kepada beberapa consensus dasar atau harmoni, di mana struktur
masyarakat bekerja untuk kebaikan setiap orang. Kedua teoritisi ini memandang konflik dan
pertentangan kepentingan serta concern dri berbagai individu dan keompok yang salaing
bertentangan adalah determinan utama dalam pengorganisasian kehidupan sosial.9
D. Asumsi Teori Struktural Konflik
1. Setiap masyarakat, dalam setiap hal, Tunduk pada proses perubahan-perubahan
sosial terdapat di mana-mana
Berbeda dengan teori struktural fungsional yang melihat masyarakat selalu dalam
keadaan keseimbangan (ekuilibrium), teori stuktural konflik melihat masyarakat pada
proses perubahan. Hal ini terjadi karena elemen-elemen yang berbeda sebagai
pembentuk masyrakat ( struktur sosial). memepunyai perbedaan pula dalam motif,
maksud, kepentingan, atau tujuan. Perbedaan yang ada ini menyebabkan setiap elemn
berusaha untuk mengusung motf atau tujuan yang dipunyai menjadi motif, atau tujuan
dari struktur. Ketika motif atas tujuan diri dari suatu elemen telah menjadi bagian dari
struktur, maka elemen ini cenderung untuk mempertahankannya di satu sisi. Adapun
pada sisi lain, elemen lain terus berjuang megusung motif atau kepentingan dirinya
menjadi motif atau kepentingan struktur. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah
perubahan yang senantiasa di perjuangkan oleh setiap elemen terhadap motif, maksud,
kepentingan atau tujuan diri.
2. Setiap masyarakat, dalam setiap hal, memeperlihatkan pertikaian dan konflik: konflik
Sosial terdapat di mana-mana.
Bahwa setaip struktur soial terdiri dari beberapa elemen yang memilki motif,
makasud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini
merupakan sumber terjadinyan pertikaian dan konflik diantara di dalam struktur, maka
selama ini pula pertikaian dan konflik di mungkinkan ada.
3. Setiap elemen dalam suatu masyarkat menyumbang disibtegrasi dan perubahan
Perbedaan motif, maksud, kepentingan atau tujuan dari berbagai elemen,
merupakan sumber pertiakian dan konflik. Pertikaian dan konflik menyebabkan
disintegrasi dan perubahan dalam struktur sosial. Itu berarti bahwa berbagainya lemen
yang membentuk struktur ini memepunyai sumbangan terhadap terjadinya disintegrasi
dan perubahan dalam struktur.
4. Setiap masyarakat di dasarkan pada paksaan dari beberapa Aangotanya atas orang
lain
Keteraturan, keharmonisan atau kenormalan yang terlihat dala masyarkat,

9
Nasrullah Nazsir, M.s, Teori-teori Sosisologi.Bandung: Widya Padjajaran. Hlm.17
dipandang oleh teoretisi konflik, sebagai suatu hasil paksaan dari sebagian anggota
masyarakat berasal dari kemampuan mereka untuk memeproleh kebituhan dasar yang
bersifat langka seperti hak istimewa, kekuasaan, kekayaan, pengetahuan dan prestise
lainnya.10
E. Tokoh-Tokoh Teori Konflik
Tokoh-tokoh teori konflik terbagi ke dalam dua fase yakni tokoh sosiologi klasik dan
tokoh sosiologi modern. Adapun tokoh-tokoh teori konflik sosiologi adalah sebagi
berikut :11
1. Polybus
Polybus lahir pada tahun 167 masehi. Teori konflik yang dikemukakan oleh
polybus bertolak dari yang diinginkan manusian yang membentuk suatu komunitas
sehingga teori konflik yang dikemukakan oleh polybus diformulasikan sebagi berikut :
Sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal adalah kekeuasaan terkuat yang
merupakan bentuk pertama komunitas manusia.
Transisi dari sistem pemerintahan penguasa tunggal yang didasarkan pada
kekuatan atau kekuasaan, kingship kepada kekuasaan yang didasarkan pada keadilan
dan wewenang yang sah.
2. Nicolo Machiavelli
Nicolo Machiabelli adalah seorang berkebangsaan Italia (1469-1527). Menurut
Nicolo pada aawalnya manusia hidup liar bagaikan binatang buas, ketika ras
manusiasemakin meningkat jumlahnya mulai dirasakan ebutuhan akan adanya dan
memilih seseorang yang sangat berani dan kuat untuk dijadikan sebagai pemimpin
mereka yang harus dipatuhinya. Kemudia mereka mengenal baik dan buruk yang
dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat.12
3. Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adaah Abu Zaid ‘Abdul Rahman Ibn Khaldun dilahirkan di
Tunisia pada tahun 1332 Masehi. Ibnu Khaldun adalah Sosiolog sejati. Hal ini
didasarkan pada pernyataanya tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan
peristiwa-peristiwa sosial dan peritiwa-peristiwa sejarah. Prinsip yang sama juga
dijumpai dalam analisis Ibnu Khaldun terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-
negara.13
4. Thomas Hobbes.

10
Prof.Dr.Damsar.2011.Pengatar sosiologi pendidikan.Jakarta:Pt. Kharisma Putra Jaya
11
Wardi Bachtiar, Sosiologi Klasik dari Comte hingga Parsons, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006. Hlm 108
12
Ibid, Hlm. 112
13
Wardi Bachtiar .Op.Cit. Hlm. 110-111
Teori Konflik yang dikemukakannya adalah bahwa pada dasarnya dorongan
utama dari tindakan manuisa diformulasikan sebagai berikut : pada tingkatan
pertama manusia dengan keinginannya terus-menerus dan kegelisahannya akan
kekuasaan setelah berkuasa, artinya rasa ingin berkuasa akan berhenti bilamana
sudah masuk liang kubur. Hal ini terwujud dalam dua hal, seorang raja dan
problematikanya karena keinginan untuk berkuasa adalah sesuatu hal yang tak
pernah mengalami kepuasan.14
5. Jean Bodin
Inti pemikiran Jean Bodin pada komsepsi titah kedaulatan sebagai esensi dari
masyarakat sipil. Akan tetapi, kedaulatan tidak pernah bisa dipisahka dari
prerogative formal. Hukum diperlakukan sebagai ttah kedaulatan. Hukum adat
dipandang sah apanila didukung oleh kedaulatan, karena kedaulatan memiliki
wewenang tak terhingga untuk memebuat hukum.15
Adapun tokoh sosiologi modern yang mengemukakan tentang teori konflik
ialah sebagai berikut :
1. Lewis A.Coser
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam
pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat
menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok16
Coser 17Mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan ketegangan yang
terjadi dalam suatu kelompok. Dia menjelaskan bukti yang berasal dari hasil
pengamatan terhadap masyarakat Yahudi bahwa peningkatan konflik
kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan
masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti
menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan masyarakat.
Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya
suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang
selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan
merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur
sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik
sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.
2. Ralf Dahrendrorf

14
Wardi Bachtiar , Lok.Cit, Hlm. 115
15
Ibid, Hlm. 113
16
Lewis Coser , The Function of Social Conflict. New York: Free Press. 1956. Hlm. 151-210
17
Lewis Coser, Continuities in the Study of Social Conflict. New York: Free Press. 1967. Hlm. 32-70
Ralf Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat
mempunyai dua wajah yakni konflik dan konsensus. Sehingga teori sosiologi
harus dibagi dua bagian: teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus
harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoriritis konflik harus
menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat
masyarakat bersama dihadapan tekanan tersebut. Dahrendorf mengakui bahwa
terbentuknya sebuah masyarakat tidak akan terlepas dari adanya dua unsur
yakni konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lainnya18
Meski ada hubungan timbal balik antara konsensus dan konflik, Dahrendorf
tidak optimis mengenai pengembangan teori sosiologi tunggal yang mencakup
kedua proses itu. Dia menyatakan “Mustahil menyatukan teori untuk
menerangkan masalah yang telah membingungkan pemikir sejak awal
perkembangan filsafat barat”. Untuk menghindarkan dari teori tunggal
tersebut, Dahrendorf membangun teori konflik Masyarakat19
3. Karl Marx berpendapat bahwa Konflik kelas diambil sebagai titik sentral
dari masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di
masyarakat. Segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan
konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi
pada segelintir orang saja. Kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produktif dari
semua generasi dalam sejarah sebelumnya. Tetapi kelas-kelas itu juga berlawanan
antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kelas
besar yaitu borjuis dan proletar

F. Analisis Model Konflik


Analisis lonflik bertolak dari teori konflik ( Blackledge,1985) yang salah satu utamanya
adalah Karl Marx (1818-1883), sosilog jerman. Oleh karena itu, model analis konflik biasa
juga disebut model analisis Karl Marx (Marxis). Pola berpikir Karl Marx bercorak
determinisme ekonomi. Ekonomi dipandang sebagai infrastruktur yang menentukan segi-
segi kehidupan politik, hukum,kepercayaan dan lain-lain yang dipandang sebagi
supstruktur. Pada level individu determinasi ekonomi itu berlangsung dan menetukan
penampilan. Pola berpikir, cita-cita, dan perilaku seseorang. Artinya, orang yang memilki
tahap ekonomi berbeda akan berbeda pula dalam pola pikir, bercita-cita, berperilkau dan
berpenampilan. Jadi infrastuktur menentukan suprastruktur.
Selanjutnya, menurut Karl Marx, dalam masyarakat kapitalis terdapat dua kategori
18
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory, 6th Edition, Jakarta: Kencana. 2008, Hlm. 154.
19
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Op.Cit. Hlm. 154
manusia, yaitu kaum borjuis dan proletar. Kaum bosjuis adalah kaum miniritas yang
mengusai faktor produksi (modal, tanah, dan mesin-mesin industri), sedang kaum proleta
yang merupakan mayoritas warga masyarakat hanya memilki tenaga dan keterampilan
faktor produksi seperti kam borjuis. Kaum borjuis mengeruk keuntungan besar dari
hubungan sosial ekonomi yang eksploitatif itu, dan berkeinginan untuk mempertahankannya
selama-lamanya (memepertahan status quo). kaum proletar sebaliknya, mereka merupakan
kaum merupakan kaum tertindas yang menghendaki secara revolusioner terlepas dari
cengkeraman situasi eksploitatif itu.20
Meski ada hubungan timbal balik antara konsensus dan konflik, Dahrendorf tidak
optimis mengenai pengembangan teori sosiologi tunggal yang mencakup kedua proses itu.
Dia menyatakan “Mustahil menyatukan teori untuk menerangkan masalah yang telah
membingungkan pemikir sejak awal perkembangan filsafat barat”. Untuk menghindarkan
dari teori tunggal tersebut, Dahrendorf membangun teori konflik Masyarakat21
G. Fungsi - Fungsi Konflik
Menurut Lewis A. Coser bahwa konflik mempunyai beberapa fungsi sebagai
berikut:
1) Konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang berstruktur secara
longgar. Masyarakat yang mengalami disintegrasi atau berkonflik dengan masyarakat lain,
dapat memperbaiki kepaduan integrasi.
2) Konflik dapat membantu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain.
Contoh, konflik antara bangsa Arab dan Israel akan menimbulkan aliansi antara Israel dan
Amerika Serikat. Sehingga berkurangnya konflik Israel dengan Arab mungkin dapat
memperlemah hubungan antara Israel dan Amerika Serikat.
3) Konflik dapat membantu mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi. Protes
terhadap perang Vietnam memotivasi kalangan anak muda untuk pertama kali berperan
dalam kehidupan politik di Amerika. Dengan berakhirnya konflik Vietnam muncul kembali
semangat apatis dikalangan pemuda Amerika.
4) Konflik juga dapat membantu fungsi komunikasi. Sebelum konflik,
kelompokkelompok mungkin tidak percaya terhadap posisi musuh mereka, tetapi akibat
konflik, posisi dan batas antar kelompok ini sering menjadi diperjelas. Oleh karena itu
individu bertambah mampu memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam
hubungannya dengan musuh mereka. Konflik juga memungkinkan pihak yang bertikai
menemukan ide yang lebih baik mengenai kekuatan relatif mereka dan meningkatkan
kemungkinan untuk saling mendekati atau saling berdamai.
20
Prof. Drs.H. Adiwikarta, Sudarja.M.A,Ph.D.2016.Sosiologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Offset
21
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Op.Cit. Hlm. 154
H. KRITIK UTAMA DAN UPAYA MENGHADAPINYA
Teori konflik telah dikritik dengan berbagai alasan. Misalnya teori ini diserang karena
mengabaikan ketertiban dan stabilitas, sedangkan fungsionalisme structural diserang karena
mengabaikan konflik dan perubahan. Teori konflik juga dikritik karena berideologi radikal,
sedangkan fungsionalisme structural dikritik karena ideology konservatifnya. Bila dibandingkan
dengan fungsionalisme structural, teori konflik tergolong tertinggal dalam perkembangannya.
Teori ini hamper tak secanggih fungsionalisme, mungkin karena merupakan teori turunan.22
Teori konflik Dahrendorf menjadi sejumlah analisis kritis. Hasil analisis kritis itu sebagai
berikut:
Model Dahrendorf tidak secara jelas menjelaskan pemikiran Marxian seperti yang ia
nyatakan.
Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf lebih banyak persamaannya dengan
fungsionalisme struktural dibandingkan dengan teori Marxian. Seperti halnya teori
fungsionalisme struktural teori konflik hampir seluruhnya bersifat makroskopik dan akibatnya
sedikit sekali untuk kita memahami pemikiran dan tindakan individu. Model Struktural-
Fungsional
Masyarakat manusia sering dibandingkan dengan suatu organisme raksasana yang
terdiri dari banyak strutur , semuanya berfungsi secara bersama-sama untuk memelihara
keseluruhan sistem. Sama halnya dengan kita yang hidup, paru0paru, ginjal dan organ lain
berfungsi untuk memelihra tubuh ini. Mengikut model ini, jika anda ingin memehami
struktur apa pun apat dilihat dalam fungsi-fungsinya dalam masyarakat. Dua konsep terkait
ini, yakni struktur dan fungsi telah digunakan ole Spencer dan Durkheim, sosiologi
Amerika, menjadi penting perannya terutama pengaruh Takron Parsons. Beliau telah
melahirkan apa yang saat ini diketahui sebagi model sosiologi atau struktural fungsional
yang sring disebut dengan fungsionalisme, yakni kepercayaan suatu pola sosial adalah hal
terbaik untuk dipahami dalam kaitan dengan fungsional dalam masyrakat yang ditentukan
I. Model konflik
Menurut ahli eori konflik, ahli fungsionalis sedang mendukung status quo dengan
menguraikan masyakat seolah-olah dalam keadaan yang terbaik, sama dengan yang
diharapkan. Padahal dengan perubahan tidaklah selalu berjalan senantiasa ada dalam
masyarakat, konflik merupakan bagian integral dalam dinamika kehidupan baik yang neatif
maupun positif.
Para ahli teori konflik mengatakan pernyataan yang sungguh penting dalam tiap-tiap

22
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Op.Cit. Hlm. 154-157-158
masyrakat berhubungan dengan itu, siapakah yang mendominasi, dan siapa yang
didominasi, kelompok mana yanag berada di atas dan bagaimana cara mereka memelihara
agar tetap berada diatas. Ahli teori konflik berasumsi bahwa sangat yang tidak statis .
sebagai implikasinya, mereka berada dalam suatu sistem yang tidak statis. Sebagai
implikasinya, mereka berasumsi bahwa kapan saja, suatu kelompok yang berbeda, besar
kemungkinan akan mengusai kelompok yang lain.
Walaupun sebagaian besar para ahli teori konflik mengakui betapa besar pengaruh Karl
Marx lainnya, seperti Georg Simmel , Ralf Dahrendrof, Lewis Caser maupun Randal
Collins.

Anda mungkin juga menyukai