Adiba
Adibaaja292@gmail.com
I. PENDAHULUAN
Papua merupakan salah satu pulau dengan wilayah terluas di Indonesia yang
terdiri dari bermacam-macam suku yang masih kental dan erat dengan adat istiadat
serta tradisinya tanpa ada pengaruh dari budaya luar. Kesedihan yang terjadi
ditinggal pergi oleh orang yang dicintai ataupun salah satu anggota keluarga.
Berlinangan air mata menggambarkan perasaan kehilangan begitu mendalam yang
terkadang butuh waktu yang begitu lama untuk mengembalikan kembali perasaan
sakit karena kehilangan dan kadang masih membekas di hati. Melambangkan perasaat
tersebut suku Dani di Papua melaksanakan upacara yang cukup ekstrem yaitu dengan
memotong jari mereka (Hasmika, 2021)
Tradisi memotong jari pada suku Dani Papua biasa disebut Iki Palek. Tradisi Iki
Palek dilakukan tradisi Iki Palek adalah karena jari dianggap sebagai simbol harmoni,
persatuan, dan kekuatan. Bagian tubuh tersebut juga menjadi lambang hidupbersama
sebagai satu keluarga, satu marga, satu rumah, satu suku, satu nenek moyang, satu
bahasa, satu sejarah dan satu asal. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh kaum Wanita
karena memiliki perasaan yang mendalam terhadap seseorang yang dicintainya
seperti ibu, suami, atau anak mereka. Jumlah jari yang di potong menandakan
banyaknya jumlah keluarga yang sudah meninggal (Zonggonau, 2017)
Pada umumnya seorang suku Dani yang sudah menuntaskan kewajibannya
menjalani tradisi Niki Paleg akan menyandang rasa bangga dan lebih diterima di
lingkungan sekitarnya karena telah melunasi keharusan adat istiadat yang dimiliki
sebagai simbol pilu atas kepergian orang terkasih. Bagi yang tidak mau melaksanakan
tradisi tersebut akan secara tidak langsung mendapatkan sanksi sosial dari Masyarakat
sekitarnya seperti akan dikucilkan (Putro, 2019)
II. PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini akan diuraikan beberapa poin penting, poin penting
tersebut diuraikan sebagai berikut.
II.I Konsep Kedukaan
Pengalaman duka cita setiap orang di masyarakat tentunya akan berbeda. Tidak
ada kesedihan yang lebih besar dari kehilangan orang yang sangat dicintai. Di
masyarakat, khusus kelompok tertentu, terdapat pengaruh tradisi yang kuat, kaidah
yang berlaku secara turun temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi
bawahnya. Pewarisan tradisi ini tentunya tanpa mengalami perubahan.
Kematian merupakan hal integral bagi setiap manusia, maka setiap kebudayaan
memiliki cara tersendiri untuk membantu masyarakatnya melewati kedukaan dan juga
kematian. Tak dapat dimungkiri bahwa orang di sisi dunia mana pun memiliki cara
pandang tersendiri untuk memandang sebuah kematian dengan jalan yang telah
mereka pilih. Dampak dari kehilangan orang terdekat yang sudah dianggap sebagai
separuh nyawa bagi orang lain adalah rasa duka yang mendalam. Disaat duka
mendalam tersebut mereka mengungkapkan rasa duka yang mereka rasakan dengan
perilaku potong jari. Jari yang dipotong adalah keempat jari mereka. Tradisi ini
tumbuh dan berkembang di suku Moni. Mereka melakukan kebudayaan ini dengan
sadar dan dilakukan sebagai simbol peluapan rasa duka yang amat mendalam, selain
itu juga digunakan untuk menghormati orang terkasih dalam keluarganya, dalam hal
ini bisa anak, suami, ibu, ayah, istri yang telah pergi untuk selamanya.
Di kehidupan ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan bahkan
menghindari duka cita yang mendalam apalagi berpikir untuk melupakannya, karena
perasaan duka itu memengaruhi pikiran, perasaan serta perilaku manusia tersebut.
Dapat disebutkan bahwa dukacita memiliki makna kesedihan yang mendalam, seperti
itulah tradisi yang dilakukan suku Moni, mereka mengalami keadaan emosi yang
berubah-ubah juga bahkan dapat memengaruhi perilaku mereka seperti perilaku
melukai diri sendiri sebagai pengalihan rasa duka yang dialami.
Tradisi potong jari biasanya disebut dengan hane Zambaya. Tujuan dari
pemotongan jari tersebut adalah untuk membuat arwah tetap menetap di Honai
sampai luka jari tersebut sembuh. Hane zambaya dilakukan sendiri oleh orang
tersebut. Biasanya budaya ini dilakukan ketika pemakaman selesai. Tradisi ini berlaku
untuk semua jari kecuali ibu jari. Biasanya batasnya adalah dua ruas jari.
Ritual ini sudah dilarang dilakukan sejak Tahun 2000, Pemerintah daerah
melarang ritual ini. Masuknya agama ke pelosok Papua juga menjadi faktor
pendukung yang memperkuat larangan ini.
III. PENUTUPAN
Papua merupakan salah satu pulau dengan wilayah terluas di Indonesia yang
terdiri dari bermacam-macam suku yang masih kental dan erat dengan adat istiadat
serta tradisinya tanpa ada pengaruh dari budaya luar. Kesedihan yang terjadi
ditinggal pergi oleh orang yang dicintai ataupun salah satu anggota keluarga.
Berlinangan air mata menggambarkan perasaan kehilangan begitu mendalam yang
terkadang butuh waktu yang begitu lama untuk mengembalikan kembali perasaan
sakit karena kehilangan dan kadang masih membekas di hati. Melambangkan perasaat
tersebut suku Dani di Papua melaksanakan upacara yang cukup ekstrem yaitu dengan
memotong jari mereka (Hasmika, 2021)
Di kehidupan ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan bahkan
menghindari dukacita yang mendalam apalagi berpikir untuk melupakannya, karena
perasaan duka itu memengaruhi pikiran, perasaan serta perilaku manusia tersebut.
Dapat disebutkan bahwa dukacita memiliki makna kesedihan yang mendalam, seperti
itulah tradisi yang dilakukan suku Moni, mereka mengalami keadaan emosi yang
berubah-ubah juga bahkan dapat memengaruhi perilaku mereka seperti perilaku
melukai diri sendiri sebagai pengalihan rasa duka yang dialami.
Beberapa suku memiliki kebudayaan sendiri untuk mengungkapkan rasa
kesedihan mereka ditinggal oleh orang yang tersayang. Hal wajar yang dilakukan
orang ketika mengalami dukacita adalah menangis. Tetapi berbeda hal dengan
masyarakat pegunungan tengah serta khususnya masyarakat Ugidimi, mereka
mengungak-kan perasaan sedihnya dengan melumuri tubuhnya dengan lumpur dalam
beberapa waktu tertentu. Hal lain pula dilakukan oleh suku Moni di Papua, mereka
memotong jari mereka untuk mengungkapkan rasa dukacita. Tidak beda jauh dengan
Kelompok Yakuza di Jepang jika mereka melanggar aturan maka mereka akan
memotong jari mereka sebagai bentuk penyesalan. Hal serupa juga dilakukan
masyarakat paniai suku Moni di Pegunungan Tengah Papua. Mereka memotong jari
mereka jika terdapat anggota keluarga mereka yang meninggal seperti suami, istri,
ayah, ibu, anak, kakak ataupun adik mereka meninggal dunia.
Kebudayaan ini melambangkan kepedihan serta rasa sakit kehilangan anggota
keluarga yang amat sangat dicintai. Salah satu ungkapan yang mendalam, hingga rela
kehilangan anggota tubuh
Pemotongan jari ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada yang memotong
jarinya dengan benda tajam seperti parang, pisau ataupaun kapak. Selain itu ada cara
lain, yakni mengikat jari dengan seutas tali untuk beberapa waktu hingga jaringan
yang terikat mati dan kemudian dipotong
Ritual ini sudah dilarang dilakukan sejak Tahun 2000, Pemerintah daerah
melarang ritual ini. Masuknya agama ke pelosok Papua juga menjadi faktor
pendukung yang memperkuat larangan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alicia, N. (2019). Iki Palek, Tradisi Potong Jari Sebagai Tanda Kehilangan dan Kesetiaan. Iki
Palek, Tradisi Potong Jari Sebagai Tanda Kehilangan dan Kesetiaan - National Geographic
(grid.id) . Diakses 5 Januari 2024
Basri, N.A., Tindakan Niki Paleg Suku Dani Papua. Universitas Negeri Makassar:Makassar.
Hasmika. (2021). Eksistensi Tradisi “Iki Paleg” Suku Dani Pada Masyarakat PedalamanPapua.
Raflesia, 6(30 Juni 2021), 47–57. https://journals.unihaz.ac.id/index.php/georafflesia
Putro, B. B. (2019). Makna Dibalik Tradisi Niki Paleg Suku Dani di Papua. Commed : Jurnal
Komunikasi Dan Media, 3(2), 159–167. https://doi.org/10.33884/commed.v3i2.1257
Salsabila Ananda. (2019). Makna dibalik tradisi Niki Paleg Suku Dani di Papua. Jurnal
komunikasi dan media. Vol.3 No.2
Zonggonau, A. (2017). HOLISTIK, Tahun X No. 19 / Januari – Juni 2017. Kebudayaan Potong
Jari Sebagai Simbol Duka Suku DANI, 19, 1–20.
BIODATA