Anda di halaman 1dari 2

Nama : Astuti puji lestari

Nim : 21020007
Prodi : Pendidikan Seni Rupa

Ilmu Budaya Dasar


Seiring perkembangan zaman peregesran budaya semaki terlihat jelas contohnya dapat kita
lihat di kehidupan sehari-hari seperti :

1. Mulai lunturnya nilai kebudayaan lokal di Masyarakat seperti kebiasaan memberi salam
saat bertemu dengan orang yang lebih tua, kebiasaan baik dan terpuji itu sekarang sudah
jarang ditemui. Dulu sebelum berangakat ke selokah biasanya anak-anak akan
berpamitan kepada orang tua dan bila di sekolah memberi salam ke pada guru.
2. Kebudayaan lokal yang dianggap tertinggal oleh Masyarakat milenial sehingga mereka
lebih memilih meninggalkan kebudayaan tersebut agar tidak dianggap kuno, sehingga
saat ini hanya sedikit saja acara kebudayaan yang di selenggarakan karena hilangnya
minat Masyarakat.
3. Para remaja tidak ingin ingin dikatakan kuno, kampungan kalau tidak mengikuti cara
berpakaian seperti budaya luar karena dinilai modern, tren dan mengikuti
perkembangan zaman meski memperlihatkan auratnya yang dilarangan oleh ajaran
agama maupun bertentangan dengan adat istiadat masyarakat secara turun temurun
4. Terjadinya kesenjangan ekonomi yang diakibatkan perkembangan tren yang akan
menjadi jurang pemisah . Hal ini terjadi karena demi mengikuti tren yang setiap saat
selalu berkembang tak jarang orang-orang yang tidak sanggup mengikuti tren akan
merasa teringgal.
5. kebudayaan barat dapat dengan mudah masuk keIndonesia,sehingga mulai
mengubah pola pikir dan prilaku Masyarakat Indonesia.

Adapun contoh kebudayaan lokal yang telah diteinggalkan adalah Upacara bakar batu
Bakar batu merupakan tradisi suku Dani di Pegunungan Tengah Papua. Atau di suku Lani
disebut lago lakwi. Di Wamena, bakar batu lebih dikenal dengan sebutan kit oba isago,
sedangkan di Paniai disebut dengan mogo gapil. Sementara itu di masyarakat Papua pantai,
acara ini dikenal dengan istilah barapen.
Dalam tradisi bakar batu terdapat makna mendalam, yakni sebagai ungkapan syukur pada
Tuhan dan simbol solidaritas yang kuat. Bakar batu merupakan ritual memasak bersama yang
bertujuan untuk mewujudkan rasa syukur kepada sang pemberi kehidupan.
Bakar batu juga sebagai alat bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat, menyambut kabar
bahagia, atau mengumpulkan prajurit untuk berperang dan pesta setelah perang. Atau bahkan
media perdamaian antarkelompok yang berperang.
Ritual ini juga sering dilakukan untuk menghimpun orang pada prosesi pembukaan ladang,
kelahiran, kematian, berburu, membangun rumah, perkawinan, dan juga hal-hal lain yang
mengharuskan mobilisasi massa dalam jumlah besar.
Upacara bakar batu juga merupakan simbol kesederhanaan masyarakat Papua. Muaranya ialah
persamaan hak, keadilan, kebersamaan, kekompakan, kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan
yang membawa pada perdamaian.
Bahkan di komunitas muslim Papua, misalnya, di daerah Walesi Jayawijaya dan komunitas
muslim Papua daerah lain, dalam menyambut Ramadan, mereka juga melakukan bakar batu.
Namun media yang dibakar diganti ayam
Namun, upacara adat Bakar Batu semakin jarang dilakukan karena beberapa faktor, antara lain:
* Perubahan gaya hidup, seperti masyarakat Suku Karo yang semakin urban.
* Kurangnya sumber daya, seperti kayu dan batu yang dibutuhkan untuk upacara ini.
* Kurangnya kesadaran masyarakat Suku Karo akan pentingnya melestarikan upacara

Anda mungkin juga menyukai