Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

“Analisis Topografi Wilayah, Kebudayaan, dan Sistem Kekerabatan Suku Yali”


Memenuhi Tugas Mata Kuliah Organisasi Sosial dan Kekerabatan

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3
1. Rismattus Fadila (072011733078)
2. Raihan Favian Azhar (072011733077)
3. Bima Kusmahendra (072011733083)

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Rustinsyah, Dra., M.Si

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari banyak suku, agama, ras, dan
antargolongan atau biasa disingkat dengan SARA. Banyaknya SARA juga
mengakibatkan munculnya keberagaman kebudayaan atau kesenian baru dari masing-
masing daerah di Indonesia. Selain itu banyaknya suku di Indonesia yang menganut
atau mempercayai kepercayaan mereka pun juga berbeda beda, dan itu tergantung pada
sudut pandang masyarakat atau suku tersebut. Salah satu contohnya adalah perkawinan.
Di Indonesia, perkawinan merupakan hal yang sangat sakral di agama atau di
suku-suku yang ada di Indonesia. Pasalnya, perkawinan juga merupakan bagian penting
dalam kehidupan. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Musyafah, 2020, p. 111). Setelah
menikah pun poligami juga diperbolehkan tetapi laki-laki harus berbuat secara adil
kepada istri-istrinya. Namun suku-suku di Indonesia juga mempunyai pandangan
sendiri-sendiri terkait dengan poligami. Seperti dalam pembahasan kami, suku Yali
merupakan salah satu contoh suku di Indonesia yang mewajibkan untuk poligami.
Poligami adalah sebuah kebolehan yang disertai dengan syarat-syarat yang tidak ringan
dan langkah terbaik untuk memelihara serta menyelamatkan suami dari jatuh ke lembah
perzinaan (Mustofa, 2017, p. 48). Maka dari itu, dalam pembahasan ini kami tertarik
untuk membahas poligami yang terjadi di suku Yali secara lebih dalam dan tidak hanya
mengetahui dari sisi luar dari suku Yali.

B. Rumusan Masalah
• Apa saja kebudayaan dari suku Yali?
• Bagaimana sistem kekerabatan dari suku Yali?

C. Tujuan Penelitian
• Mengetahui kebudayaan dari suku Yali
• Mengetahui sistem kekerabatan dari suku Yali
PEMBAHASAN

1. Topografi Wilayah Suku Yali


Suku Yali sendiri mendiami wilayah lembah baliem yang merupakan lembah
gunung Jayawijaya pada ketinggian kurang lebih 1600 meter di atas permukaan laut.
Selain itu, lembah Baliem juga dikelilingi oleh bukit-bukit dan gunung Jayawijaya. Di
malam hari, lembah Baliem memiliki suhu yang cukup dingin, yakni 10-15 derajat
Celcius. Bentuk dari lembah Baliem sendiri seperti memanjang atau seperti persegi
panjang. Memiliki panjang 80 kilometer dan lebar 20 kilometer. Suku Yali secara
administratif termasuk ke dalam penduduk Kabupaten Yahukimo.
Wilayah Kabupaten Yahukimo terletak antara 138o 14‘ – 140o 14‘ bujur timur
dan 03o39‘- 05o02‘ lintang selatan dan berada pada ketinggian 100 – 3.000 meter di atas
permukaan laut. Daerah ini memiliki luas wilayah 17.152 Km2 dengan Ibukota
Kabupaten adalah Distrik Dekai. Nama Yahukimo berasal dari nama empat suku yang
bermukim di daerah ini, yaitu Suku Yali, Hubla, Kimyal dan Momuna. Batas Wilayah
Kabupaten Yahukimo yaitu, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Jayawijaya,
Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Keerom, Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Asmat, Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Pegunungan Bintang dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
Nduga.
Pada tahun 2006, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Yahukimo Nomor
05 Tahun 2006, Kabupaten Yahukimo dimekarkan menjadi 51 distrik, 1 kelurahan dan
517 kampung, Distrik Kurima merupakan distrik dengan wilayah terluas, yaitu 605
km2, sedangkan Distrik Duram merupakan distrik dengan wilayah terkecil, yakni 100
km2. Adapun distrik dengan jumlah kampung terbanyak adalah Distrik Kurima yaitu
sebanyak 22 kampung, sedangkan Distrik Yahuliambut, Kona dan Dirwemna adalah
distrik yang memiliki jumlah kampung paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak
lima kampung. Kabupaten Yahukimo sendiri merupakan kabupaten hasil dari
pemekaran Kabupaten Jayawijaya. Suku Yali hidup dalam kampung-kampung kecil
yang menyebar di daerah Baliem. Dari golongan besar suku Yali terdapat dua golongan
kecil yang membaginya yaitu Yali Meek dan Yali Moo. Keduanya ini terbagi dengan
didasarkan atas budayanya masing-masing. Pembagian ini terjadi karena dulunya
beberapa ornag suku Yali pergi dari desa mereka dan turun ke lembah. Mereka menetap
di sana dan membuat kampung lain sehingga tercipta penggolongan baru suku Yali.
2. Unsur Kebudayaan Suku Yali
a. Unsur Sistem Bahasa
Suku Yali memiliki dua Bahasa utama yaitu bahasa Yali Moo dan bahasa Meek.
Bahasa-bahasa yang ada dalam suku Yali juga terbagi menjadi dialek-dialek.
Pengguna bahasa Yali yaitu Yali Angguruk, Yali Apahapsili, Yali Abenaho, dan
Yali Ninia. Masyarakat suku Yali memang pada dasarnya merupakan masyarakat
yang multilingual. Mereka dapat menggunakan beberapa Bahasa sekaligus.
Misalkan saja bahasa Yali, Meek, Dani, dan Lani dikuasai oleh satu orang. Di sisi
lain individu dari masyarakat suku Yali mayoritas juga menguasai bahasa Indonesia
yang baik dan benar (Paundria, no date).

b. Unsur Sistem Pengetahuan


Suku Yali dikenal dengan pengetahuan mereka mengenai obat-obatan tradisional
yang mereka ramu dimana bahan-bahannya terdapat dari alam. Biasanya mereka
menggunakan daun-daunan yang berasal dari hutan untuk mengatasi rasa sakit.
Contohnya saja daun gatal bernama Yabi digunakan untuk mengatasi rasa sakit di
badan. Ada juga obat-obatan tradisional yang disebut dengan Gayuh dimana Gayuh
ini digunakan untuk obat diare. Pengolahan Gayuh ini dilakukan dengan memasak
di belanga kemudian diminum. Pengolahan ini sama dengan pengolahan Yabi untuk
obat sakit badan. Mereka juga memanfaatkan hasil alam lain berupa kerang untuk
dijadikan sebagai perhiasan dan alat lainnya (Paundria, no date).

c. Unsur Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial


Sistem kemasyarakatan Papua menjadi acuan sistem kemasyarakatan suku-suku
lain yang ada di dalamnya. Masyarakat Papua dapat dikelompokkan menjadi dua
sistem pewarisan yang mereka kenal yaitu sistem pewarisan patrilineal yaitu
pewarisan yang diberikan dari ayah kepada anak laki-laki atau anggota keluarga
laki-laki lainnya dan sistem matrilineal yaitu pewarisan diturunkan melalui pihak
perempuan. Terkhusus masyarakat Yali mereka menganut sistem kekerabatan
patrilineal dimana di dalamnya mereka juga menganut poliandri sebagai suatu
keharusan seorang pemimpin laki-laki dalam sebuah keluarga (Netralnews.com,
2017).
d. Unsur Sistem Religi
Masyarakat suku Yali masih mempercayai adanya kepercayaan animism dan
dinamisme. Penduduk suku Yali sendiri mempercayai dan mayoritas memusatkan
kepercayaannya dengan menyembah ular sebagai kepercayaan tradisional. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya upcara-upacara tradisional yang mengharuskan
masyarakat suku Yali ini melakukan persembahan dengan memotong babi yang
darahnya diletakkan di daun keladi. Daging babi tersebut kemudian dimasak dan
dibawa untuk diberikan kepada ular. Di samping itu sebagai masyarakat juga masih
mempercayai tuan tanah dan masih menganggap sacral benda-benda dan alam
seperti hutan ataupun gunung. Meski demikian, nyatanya sekarang ini sudah mulai
banyak masyarakat Yali yang memeluk agama formal seperti Kristen Protestan
(Putri, 2017).

e. Unsur Peralatan Hidup dan Teknologi


Hampir sama seperti suku lain di Papua, suku Yali sudah mengenal teknologi sejak
ratusan tahun yang lalu. Mereka sudah mengenal kapak batu, bambu, pisau yang
terbuat dari tulang binatang, atau pun tombak yang terbuat dari kayu galian pilihan
sebagai bentuk teknologi tradisional mereka. Seiring berjalannya waktu, suku Yali
yang semakin berpengetahuan tentu semakin meluaskan bentuk-bentuk kebudayaan
melalui penyempurnaan. Contohnya saja karena keseharian mereka dalam
memenuhi kebutuhan hidup tidak terbatas pada aktivitas pertanian saja, melainkan
juga pada aktivitas berburu maka mereka mengembangkan senjata tradisional untuk
mempermudah aktivitas perburuan dan peperangan. Khusus untuk suku Yali,
mereka menggunakan busur dan panah sebagai senjata tradisional yang utama
masyarakatnya. Beberapa suku lainnya di Papua sebenarnya juga memiliki busur
dan panah sebagai senjata mereka. Tetapi, busur dan panah dari masing-masing
suku biasanya memiliki perbedaan dan kekhasan tersendiri. Tidak hanya itu, fungsi
dan penyebutannya biasanya juga berbeda-beda (Kompas.com, 2022).

f. Unsur Sistem Mata Pencaharian Hidup


Mayoritas masyarakat suku Yali memenuhi kebutuhan hidup dengan bertani.
Komoditas yang biasa mereka tanam antara lain seperti ubi, oetani betatas, memori,
dan keladi. Tetapi, terkadang pula masyarakat suku Yali juga berburu untuk
mencari makan. Mereka juga memanfaatkan hasil alam dari hutan untuk dijadikan
makanan mereka. Tidak hanya sebatas makanan, masyarakat Yali juga memenuhi
kebutuhan lainnya dengan memanfaatkan apa saja yang ada di alam.

g. Unsur Kesenian
Suku Yali memiliki beberapa bentuk kesenian. Tetapi, terdapat salah satu
bentuk kesenian dari suku Yali yang popular yaitu Yunggul. Yunggul ini
merupakan sebuah tarian dansa yang dilakukan oleh masyarakat suku Yali dengan
berdansa berkeliling sembari berlari-lari kecil. Selain Yungguluk, suku Yali juga
memiliki Suni yang merupakan sejenis tarian yang dilakukan sambil bernyanyi.
Kebudayaan Yali memiliki unsur kesenian yaitu seni vokal dan seni instrumental.
Seni vokal yang dinyanyikan berhubungan dengan berbagai unsur kehidupan
masyarakat Suku Yali, didalamnya terdapat berbagai macam lagu-lagu yang
menggambarkan nilai-nilai budaya masyarakat suku Yali tersebut, antara lain: lagu
ritus keagamaan, lagu untuk pengokohan tanah, lagu-lagu penyembuhan, lagu
pembukaan pesta pada masyarakat Yali, lagu kemenangan, lagu perdamaian, lagu
cinta dalam, lagu-lagu ratapan, lagu untuk kekayaan alam, lagu-lagu kritik, lagu-
lagu transformatif. Masyarakat suku Yali juga mempunyai nilai budaya di dalam
seni menghias tubuh dan memiliki arti khusus dalam hubungan dengan banyak hal.
Seluruh perhiasan dalam bahasa Yali disebut Ebenangge atau Enfenangge. Hiasan
di kepala memiliki arti khusus dan dalam bahasa Yali disebutkan antara lain (Enum;
Suluki; Werene; Buali; Kare-Kare; Piong, Sue Bimbig; Ilahe Hisa; Meyum Ag;
Melani Ahap; Wam Ayeg; Bonggi; Tanggulinang; dan lainnya). Hiasan leher dalam
bahasa Yali terdiri atas empat jenis (Meli atau Meikhag; Walimu; Ilemambani;
Kanggin). Hiasan Tubuh (Sabiyab; Humi; Kem; Sum; Wam Ahe Sum; Sing;
Boblik; Ukiran Tubuh). Hiasan kaki dan lengan, pada hiasan lengan orang Yali kita
dapat mengelompokkan menjadi lima macam hiasan, yaitu Sehena, Sue Lahe, Sue
Tog-Tog, Sehe. Sedang di kaki, terdapat satu jenis hiasan yaitu Habik. Melalui
kesenian orang Yali mengekspresikan nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, kehidupan alam semesta, emosional, kritikan, harapan dan
cita-cita serta identitasnya (Frank and DKK, 2013).
3. Deskripsi Budaya Poligami Suku Yali
Poligami merupakan suatu topik yang masih menjadi perdebatan dewasa ini, hal
ini dikarenakan adanya pemahaman yang mengartikan bahwa sejatinya cinta, dalam hal
ini cinta laki-laki terhadap perempuan tidak bisa diduakan atau dimadu. Perkawinan,
pada umumnya masyarakat setuju bahwa perkawinan yang sempurna adalah
perkawinan yang didefinisikan sebagai perkawinan sehidup semati bersama satu
pasangan seumur hidup sampai ajal memisahkan. Lalu apa korelasi poligami dengan
pernikahan?, bahwa poligami seringkali dipandang dengan konotasi negatif terutama
di zaman modern dimana poligami menjadi topik yang semakin ramai dibahas,
terutama di kalangan agama Islam, Karena poligami terkadang diidentikkan sebagai
cara “halal” bagi segelintir orang untuk menyalurkan hawa nafsunya tanpa perlu takut
berzina dan dengan iming-iming bahwa akan berlaku adil terhadap pasangan-
pasangannya, hal ini tentunya sangat melenceng dari pengertian poligami menurut Nabi
Muhammad SAW yang mengartikan poligami sebagai cara hamba-hambanya untuk
menafkahi para janda-janda “tua” yang tidak bisa hidup mandiri lagi bukan sebagai
ajang pemuas nafsu dan pabrik untuk memproduksi anak sebanyak mungkin. Tetapi
ada satu keunikan yang menjadi ciri khas suatu suku di Papua, yakni Suku Yali
Suku Yali di Papua malah berkebalikan dengan tradisi, kebiasaan atau
pemahaman masyarakat pada umumnya yang masih menganggap aneh praktik
poligami karena seringkali dianggap melukai hati perempuan, Tetapi Suku Yali
memiliki alasan tersendiri mengapa para penduduk atau yang menjadi bagian dari
sukunya menjadikan poligami sebagai suatu kewajiban yang harus dipenuhi hukumnya.
Mengutip (Netralnews.com, 2017) Ciska Abugau, salah satu anggota Mejelis Rakyat
Papua (MRP) dari pokja perempuan menuturkan, sejak Papua dianeksasikan sebagai
bagian dari Negara Kesatauan Republik Indonesia (NKRI), banyak Rakyat Papua telah
menjadi korban kekerasan Militer.
Oleh karena itu, generasi Papua perlu terapkan Budaya Poligami. “Agar orang
Papua tidak punah dari atas Negeri kita sendiri,” Kemudian Ciska melanjutkan bahwa
jika kebiasan atau budaya poligami tidak diterapkan oleh generasi muda Papua, maka
orang Papua akan punah dengan sendirinya di kemudian hari (Netralnews.com, 2017).
Ciska juga menambahkan belum lagi sering terjadinya konflik, baik konflik antar suku,
konflik militer di Papua yang menewaskan tidak sedikit korban jiwa menjadi salah satu
faktor angka kelahiran di Papua sangat rendah, Sehingga mau tak mau budaya poligami
ini mesti dilanjutkan dan menjadi perhatian dan pengecualian khusus. Ciska kemudian
menutupnya dengan mengatakan bahwa budaya poligami yang ia dukung dan gaungkan
bukan semata-mata soal nafsu, atau kecenderungan setiap laki-laki ingin kawin lebih
dari satu istri, atau alasan egoistik lainnya. Alasan-alasan agama juga tidak perlu
dipikirkan dulu. Alasannya tetap satu itu, yakni supaya orang-orang Papua, khususnya
suku Yali, tidak punah. Sulit dibayangkan jika satu saat suku Yali atau suku-suku lain
di Papua bisa punah (Netralnews.com, 2017).

SIMPULAN

Pada akhirnya, Suku Yali memiliki pemahaman yang berbeda mengenai poligami,
mereka menganggap poligami merupakan jalan keluar untuk keberlangsungan suku-suku di
Papua, terutama Suku Yali yang disebabkan oleh peristiwa sejarah dan berbagai macam konflik
yang membuat angka kelahiran rendah dan menyebabkan populasi orang Papua menjadi
semakin sedikit seiring berjalannya waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Frank, A. S. K. and DKK (2013) ‘KESENIAN ORANG YALI DI KABUPATEN


YAHUKIMO’, in KESENIAN ORANG YALI DI KABUPATEN YAHUKIMO.
Kompas.com (2022) ‘4 Senjata Tradisional Papua dan Kegunaannya’, Kompas, p. 1.
Netralnews.com (2017) ‘Inilah Suku yang Semua Suami Wajib dan Harus Poligami’,
netral.news.com, October, p. 1.
Paundria (no date) ‘Suku Yali, Tetangga Suku Dani yang Tingginya Kurang dari 150 cm’,
Phinemo.com, p. 1.
Putri, P. (2017) ‘Suku Yali di Lembah Baliem’, Majalah Bobo, April, p. 1. Available at:
https://bobo.grid.id/read/08674830/suku-yali-di-lembah-baliem.
Frank, A. S. K. and DKK (2013) ‘KESENIAN ORANG YALI DI KABUPATEN
YAHUKIMO’, in KESENIAN ORANG YALI DI KABUPATEN YAHUKIMO.

Kompas.com (2022) ‘4 Senjata Tradisional Papua dan Kegunaannya’, Kompas, p. 1.

Netralnews.com (2017) ‘Inilah Suku yang Semua Suami Wajib dan Harus Poligami’,
netral.news.com, October, p. 1.

Paundria (no date) ‘Suku Yali, Tetangga Suku Dani yang Tingginya Kurang dari 150 cm’,
Phinemo.com, p. 1.

Putri, P. (2017) ‘Suku Yali di Lembah Baliem’, Majalah Bobo, April, p. 1. Available at:
https://bobo.grid.id/read/08674830/suku-yali-di-lembah-baliem.

Anda mungkin juga menyukai