Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FUNGI BAHASA DAERAH (TOLAKI) KETIKA

TERJADI PERCAMPURAN BUDAYA


MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

OLEH:

Nama : Nirma
Nih : A1G119104
Kelas : B

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah

yang berjudul “FUNGSI BAHASA TOLAKI KETIKA TERJADI

PERCAMPURAN BUDAYA” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhu tugas

dari dosen pada matakuliah BAHASA INDONESIA. Selain itu, makalah ini

juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik matakuliah pada kali

ini yaitu unsur negara bagi para pembaca dan juga penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Mansyur M,S.Pd., M.Pd

selaku dosen pada matakuliah ini yang telah memberi tugas ini sehingga dapat

menambah wawasan dan pengetahuan kami.

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah ini. Saya menyadari makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karenanya kritik dan saran yang sifatnya membangun akan

saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Nirma , 18 April 2020

PENULIS

2
KATA PENGANTAR ..................................................................................i

DAFTAR ISI ..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1. LATAR BELAKANG ................................................................. 1


2. RUMUSAN MASALAH ............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. PENGERTIAN SUKU TOLAKI ............................................................ 6

B. TARIAN SUKU TOLAKI ..................................................................... 7

C NILAI KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI................................................9

D. RUMAH ADAT SUKU TOLAKI..........................................................12

BAB III PENUTUP ....................................................................................14

1. KESIMPULAN............................................................................16
2. SARAN......................................................................................17

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

       1.      LATAR BELAKANG

Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 3.500

mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh teluk dalam,

dengan dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua lainnya ke utara.

Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian

Tenggara, yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe,

Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka

Timur. Beberapa daerah kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi

bagian Tenggara.

Setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di sebabkan

mereka memiliki komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati

manusia di belahan dunia manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak

terkecuali di indonesia yang memiliki banyak keberagaman budaya. Perbedaan

kebudayaan ini sangatlah wajar karna perbedaan yang dimiliki seperti faktor

Lingkungan, faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainnya yang

menimbulkan Keberagaman budaya tersebut.

Demikian pula dengan suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, Kendari atau

tepatnya di Konawe. Mereka memiliki simbol adat yang yakni “Kalo.‘ Sedangkan

tradisinya disebut Kalosara. Kalo sendiri terbuat dari rotan dan dibuat secara

melingkar. Kalo merupakan simbol persatuan dan kesatuan. Biasanya, masyarakat

4
Mekongga dan Tolaki jika terjadi suatu masalah sosial yang memerlukan

penyelesaian, maka mereka akan kembali pada makna Kalo.

      2.      RUMUSAN MASALAH

1.      Pengertian Suku Tolaki

2.      Tarian Suku Tolaki

3.      Nilai-Nilai Kebudayaan Suku Tolaki

4.      Rumah Adat Suku Tolaki

      3.      TUJUAN

Tujuan pembuatan makalah yaitu untuk mengetahui lebih dalam tentang

identitas dan kebudayaan suku Tolaki, Dan Untuk menyelesaikan tugas MID yang

diberikan kepada bapak dosen penganjar.

5
BAB II
PEMBAHASAN
        1.      PENGERTIAN SUKU TOLAKI

Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau

Sulawesi di sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe,

Konawe Selatan, Konawe Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai

petani yang rajin dalam bekerja. Selain itu mereka juga punya semangat gotong

royong yang tinggi.

Nama suku Tolaki tidak begitu saja ada dan terjadi dibalik nama tersebut

tentu mengandung arti atau sejarahnya, nama suku Tolaki ini berasal dari kata

TOLAKI, TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis kelamin laki-laki, jadi artinya

adalah manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung

tinggi kehormatan diri/harga diri.

Sehingga dari hal tersebut  akhirnya Suku Tolaki menjadi salah satu suku

terbesar yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara di samping Suku Buton dan

Suku Muna yang tersebar di Kab. Kendari dan Kab. Kolaka,  yang berada di Kab.

Kolaka dan mendiami daerah Mowewe, Rate-rate dan Lambuya sedangkan yang

berada di Kab. Kendari mendiami daerah Asera, Lasolo, Wawotobi, Abuki dan

Tinanggea. Orang Tolaki pada mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang

dari langit). Mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan langit”

sebagaimana dikenal dalam budaya Cina. Dalam dugaannya, ada keterkaitan

antara kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo”

(Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.

6
      2.      TARIAN SUKU TOLAKI
Mengenakan busana tradisional berwarna kuning menyala, dilengkapi

selendang biru, dan ikat kepala merah, serta aksesoris kalung etnik. Para penari

wanita muda dan cantik ini berlenggak-lenggok atraktif dan kadang gemulai

mengikuti irama musik. Tarian itu kerap disuguhkan di berbagai acara khusus

untuk menerima atau menjemput tamu kehormatan.

Soal seni budaya, Kota Kendari pun tak kalah dengan daerah lain. Kalau

Aceh identik dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari Topeng Betawi,

maka Kota Kendari pun memiliki beberapa tarian tradisional yang khas dan pantas

dibanggakan, seperti Tari Monotambe dan Lulo.

Tari Monotambe atau tari penjemputan misalnya merupakan tarian khas

Suku Tolaki yang kerap ditampilkan saat ada event berskala besar untuk

menjemput tamu besar. Misalnya saat pembukaan Festival Tekuk Kendari

(Festek) yang kerap dihadiri beberapa tamu penting dari Jakarta dan daerahlain.

Sebagai catatan Suku Tolaki merupakan penduduk asli Kota Kendari sebagaimana

Suku Betawi di Kota Jakarta.

Tarian ini dilakoni oleh 12 penari perempuan muda dan 2 penari lelaki

sebagai pengawal. Para penari perempuanyya mengenakan busana motif Tabere

atau hiasan, sarung tenun Tolaki, dan aksesoris seperti Ngaluh atau ikat kepala,

dan kalung. Dalam tarian berdurasi sekitar 5 sampai 10 menit ini, beberapa penari

perempuan membawa Bosara atau bokor dari rotan, sedangkan dua penari

lelakinya memegang senjata tradisional.

7
Sementar Tari Lulo merupakan tari pergaulan khas Sulawesi Tenggara yang juga

populer di Kota Kendari. Tarian ini biasanya dilakukan oleh kawula muda sebagai

ajang perkenalan. Kini Tari Lulo juga kerap disuguhkan saat ada tamu

kehormatan sebagai tanda persahabatan antara warga Kota Kendari dengan

pendatang, dalam hal ini wisatawan.

Gerakan Tari Lulo tidaklah serumit tarian tradisonal lain. Para penarinya saling

berpegang tangan satu sama lain membetuk lingkaran yang saling menyambung.

Dalam sebuah acara besar yang dihadiri pengujung dari luar Kota Kendari, para

penari Lulo selalu mengajak tamu dengan ramah untuk ikut menari. Setiap tamu

yang tidak bisa menari akan dianjarkan cara melangkah atau menari ala Tari Lulo

oleh penari yang mengajaknya hingga terbiasa.

Tari Lulo ini pun kerap ditampilkan pada Festek. Bahkan pada perayaan tersebut,

tari ini pernah ditampilkan secara kolosal dengan mengikutsertakan warga kota

dan wisatawan yang datang

       3.      NILAI-NILAI KEBUDAYAAN SUKU TOLAKI

ota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku

bangsa Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain

suku Muna dari Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton.

Sekitar abad ke-10 daratan Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu

kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten Konawe) dan Kerajaan Mekongga

(Wilayah Kabupaten Kolaka) secara umum kedua Kerajaan ini serumpun dan

8
dikenal sebagai suku Tolaki. Dalam artikel ini saya akan membahas secara singkat

tentang Kebudayaan masyarakat Tolaki.

Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Konawe yang berkedudukan di Unaaha

pernah menerapkan perangkat pemerintahan yang dikenal dengan SIWOLE

MBATOHU sekitar tahun 1602/1666 yaitu :

1) Tambo I ´Losoano Oleo

2) Tambo I´ Tepuliano Oleo

3) Bharata I´Hana;

4) Bharata I´ Moeri

Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan mereka terdapat satu

simbol peradaban yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau

persoalan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatan mereka

disebut: “KALO SARA” serta kebudayaan Tolaki ini yang lahir dari budi,

tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi ketentraman, kesejahteraan

kebersamaan dan kehalusan pergaulan dalam bermasyarakat.

Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai

luhur lainnya yang merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi pegangan ,

adapun filosofi kebudayaan masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah

atau perumpamaan, antara lain sebagai berikut :

– Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga

adat), masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan

secara adat sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa

maupun pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam

9
masalah sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati

dan mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan

masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi.

– Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari

pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun

berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa

dibuktikan dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah

jika dikatakan , pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas

dan sebagainya. Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap

pribadi masyarakat tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan

terdorong untuk selalu meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk

menjadi yang terdepan.

– Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini

merupakan budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun,

saling hormat-menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi

kehidupan masyarakat tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai

berikut:

Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”

Artinya :

Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain akan

banyak sopan kepadanya.

Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”

10
Artinya :

Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan dibela

oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum adat maka ia

akan dikenakan sanksi / hukuman

Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”

Artinya :

Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan kebaikan

– Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka

tolong menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam menghadapi

setiap permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat,pesta

pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai

warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-

membantu .

– Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri

sebagai orang tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu”

(budaya malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat

sifat mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki .

Mudah-mudahan dari sekian banyak nilai-nilai budaya masyarakat Tolaki

yang ada, apa yang saya berikan pada artikel ini bisa lebih membuka mata dan

memberi sedikit gambaran tentang kebudayaan Masyarakat Tolaki.

Khasanah kehidupan masyarakat di Kota Kendari Khususnya dan Sulawesi

Tenggara Umumnya bukan hanya dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur suku bangsa

Tolaki tetapi juga oleh masyarakat suku lainnya yang berada di “bumi anoa”,

11
kesemuanya menjadi daya perekat dalam kehidupan bemasyarakat di daerah ini

.kerukunan antar ummat beragama juga memberi warna tersendiri ditengah-

tengah kepercayaan dan keyakinan untuk menyerahkan diri kepada Tuhannya

masing-masing.

       4.      RUMAH ADAT SUKU TOLAKI

Rumah adat Tolaki telah lenyap. Upaya rekonstruksi digalakkan, antara lain

lewat Seminar Penelusuran Arsitektur Tradisional Tolaki Fak. Tek. Universitas

Haluoleo, Maret 2004 . Dari studi intensif dan keterangan para nara sumber yang

ada, beberapa hal dapat disimpulkan (Faslih, 2004). Antara lain, bahwa rumah

adat Tolaki dapat berupa komali (rumah istana raja) atau laika (rumah tempat

orang tinggal). Namun antara rumah raja dan rumah rakyat, yang membedakan

adalah besar dan luasnya saja: rumah raja 40 depa rumah rakyat minimal 3 depa.

Rumah hanya salah satu dari beberapa jenis shelter dalam peradaban arsitektur

Tolaki, yaitu: tempat berlindung sementara (pineworu), pondok berlantai tanah

ditengah ladang (laikawatu), tempat berlindung yang dipindah-pindahkan (payu),

dangau (patande) dan lumbung (o ala). Pola tatanan permukiman pun tak lepas

dari konsep kalo: konsentrik dengan posisi rumah raja/kepala suku berada di

bagian tengah (Tarimana 1993).

Menurut para nara sumber adat dalam hasil studi arsitektural dan etnografi,

yang menjadi core element dalam rumah adat Tolaki adalah 9 jajar tiang dengan

diperkuat balok melintang (powuatako) dan memanjang (nambea). Dalam jajaran

tiang ini terdapat satu tiang utama yang disebut dengan tiang petumbu yang

terletak ditengah baris dan lajur ke-9 tiang ini. Tiang petumbu adalah tiang yang

12
pertama kali ditanam dan pemasangannya dilakukan pada waktu subuh (sebelum

matahari terbit). Setelah petumbu didirikan, 4 hari atau lebih baru didirikan tiang-

tiang lainnya dengan maksud untuk melihat dalam jangka waktu tertentu apakah

akan terjadi sesuatu pada tiang petumbu. Jika tidak terjadi sesuatu maka dilakukan

pemasangan ke-9 tiang yang lainnya.

Setelah ke-9 tiang berdiri yang pertama dipasang adalah balok powuatako

(A) pada sisi dalam tiang arah bagian belakang rumah, selanjutnya balok B dan C.

Setelah balok powuatako dipasang selanjutnya pemasangan balok nambea (1)

dimulai dari arah kanan rumah, kemudian menyusul nambea 2 dan nambea 3.

Semua Powuatako dan nambea, baik yang melintang maupun yang memanjang

yang menempel pada tiang dipinggir luar badan bangunan, harus ditempatkan di

belakang tiang. Agar setelah dinding dipasang tiang tak akan kelihatan dari luar,

karena terhalang oleh dinding.

Rumah Komali berbentuk rumah panggung yang menggunakan tiang-tiang

bundar (tusa), tidak menggunakan pondasi seperti halnya rumah-rumah adat yang

lain. Tiang ditanam sedalam satu hasta, tiang yang akan ditanam ke dalam tanah

sebelumnya dibakar pada bagian selubung (permukaan tiang) hingga menjadi

arang, selanjutnya tiang yang dibakar tadi dibungkus dengan ijuk dan diikat

persegmen dengan menggunakan rotan. Makna kedalaman satu hasta tidak ada,

hanya terkait dengan kemudahan penggalian dan pengang-katan tanah ke

permukaan. Tiamh dibakar dan dibung-kus bertujuan agar permukaan selubung

tiang menjadi arang agar tiang tidak mudah dimakan rayap dan agar arang

tersebut tetap melekat pada selubung tiang.

13
Tinggi tiang dari permukaan tanah hingga ke permukaan lantai diperkirakan

kerbau bisa masuk dibawahnya, kurang lebih 2 m. Jumlah tiang untuk Komali

adalah 40 tiang di luar tiang dapur dan tiang teras. Makna dari jumlah 40 tiang ini

terkait dengan suatu jumlah yang disaratkan dalam meminang yaitu 40 pinang dan

40 lembar daun sirih. Jadi perwujudan ini diejawantahkan dalam tiang-tiang

penopang rumah. Jika dianalisis dari segi fungsi maka jumlah 40 tiang merupakan

jumlah tiang yang mewakili satu rumah besar, yang hanya dibangun oleh tokoh

tertinggi adat (Mokole).

Hubungan antara balok powuatako, nambe dengan tiang, diikat dengan

rotan. Cara mengikat; pertama rotan pengikat diikatkan pada powuatako atau

nambea bukan pada tiang. Putaran pertama kali silang ke arah kanan sebanyak 4

putaran selanjutnya pada arah silang kiri sebanyak 3 kali putaran terakhir di tinohe

di antara tiang dan powuatako atau nambea. Setelah pemasangan kesembilan tiang

ini barulah bisa dilakukan pemasangan tiang-tiang tambahan lainnya sesuai

dengan luasan dan kebutuhan yang dikehendaki.

Kesembilan tiang yang merupakan core element dalam rumah adat Tolaki

merupakan symbol dari siwolembatohu yaitu delapan penjuru mata angin. Tiang

petumbu merupakan pusat dari siwolembatohu. Oleh karena itu, inilah yang

menjadi dasar pemikiran mengapa tiang petumbulah yang pertama kali dibangun

bahkan dalam pemasangannya diikuti oleh upacara ritual dan pada bagian

puncaknya diberi ramuan guna memohon kepada Tuhan agar seisi rumah yang

menempati rumah ini dapat terhindar dari berbagai bahaya yang datang dari

delapan penjuru mata angin.

14
BAB III

PENUTUP

       1.      KESIMPULAN

Kebudayaan di Indonesia sungguhlah sangat banyak ragamnya dan

seluruhnya hampir menyebar diseluruh daerah di Indonesia. Dan disetiap daerah

tersebut memiliki keunikan masing-masing dan antara satu daerah dengan daerah

lainnya itu sangatlah berbeda.

Salah satu kebudayaan tersebut adalah di Sulawesi Tenggara yaitu yang

terdapat pada suku Tolaki di Konawe. Disana ada ada sebuah simbol tradisi yang

menjadi pemersatu dan juga bisa dikenal sebagai sumber hukum didalam suku

tersebut yaitu Kalo. Jika dilihat kebudayaan itu sungguh sarat dengan pesan

dan makna yang baik misalnya saja untuk menyelesaikan masalah antar

masyarakat disana maka digunakanlah Kalo sebagai media untuk menyelesaikan

masalah.

Bisa dibilang keunikan dari setiap kebudyaan tersebut perlu kita lestarikan

dan kita budayakan ataupun mungkin kita jadikan pedoman. Sewajarnya juga kita

sebagai generasi muda harus bisa mengenali karena hal tersebut adalah jati diri

bangsa.

2. SARAN

Selaku para Tolaki dan pemudi Tolaki kita hendaknya tetap melestarikan apa
yang menjadi bagian dari budaya kita salah satunya adalah bahasa. Jangan
sampai bahasa yang kita banggakan ini tergerus oleh masuknya budaya asing.
Jadi kita harus pintar-pintar menempatkan mana yang seharusnya ditempatkan

15
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

ttp://arta-suharta.blogspot.com/2010/04/sejarah-kebudayaan-dan-adat-suku-

tolaki.html

http://lumanda.wordpress.com/2010/03/11/pengertian-tolaki/

http://anwarhapid.blogspot.com/2013/01/kalosara-sebagai-instrumen-utama-

dalam.html

http://lucykeroppi.wordpress.com/

16

Anda mungkin juga menyukai