Anda di halaman 1dari 17

KONSEP KELIMPAHAN, INTENSITAS DAN PREVALENSI,

DISPERSE, FEKUNDITAS, KELULUSAN HIDUP


DALAM PENETAPAN POPULASI HEWAN LANGKA
“Program Mata Kuliah Ekologi Hewan”

Dosen Pengampu :
Nur Fitriana Sam, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh :
Muhamad Rivaldi (1840603015)
Armayana (1840603028)
Yusuf Sumar (1840603029)
Nurfasira (1840603031)
Fitra Diani (1840603042)
Hebrianti (1840603045)
Munirah (1840603058)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
KOTA TARAKAN
2021

Kelompok 3 Ekologi Hewan 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi standar kompetensi mata kuliah Ekologi Hewan
yang diampuh oleh Ibu Nur Fitriana Sam, S. Pd., M. Pd.
Di dalam makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kepada pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran
yang baik agar kami bisa membuat makalah dengan lebih baik lagi.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan
masukan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

Nunukan, 10 Juni 2021

Penyusun

Kelompok 3 Ekologi Hewan 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 2


DAFTAR ISI ....................................................................................... ............ 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kelimpahan Populasi ................................................................................... 7
2.2 Intensitas Dan Prevalensi............................................................................. 8
2.3 Dispersi ........................................................................................................ 8
2.4 Fekunditas .................................................................................................... 9
2.5 Kelulushidupan....................……………………................................….... 10
2.6 Kaitan Kelimpahan, Intensitas, Prevalensi, Dispersi, Fekunditas, Dan
Kelulushidupan Dengan Penetapan Hewan Langka.................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 16
3.2 Saran ......................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

Kelompok 3 Ekologi Hewan 3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Populasi mahluk hidup pada kenyataannya tidak selalu mempunyai kepadatan
yang sama dalam ruang dan waktu. Ada mahluk hidup yang pada suatu saat tersebar
luas dengan kerapatan yang tinggi, tetapi pada saat lain jumlahnya berkurang dan
begitu sulit untuk dijumpai. Adanya kenyataan itu membuat mahluk hidup itu
mempunyai sifat endemik, tersebar jarang dan relik (tersisa). Mahluk yang endemik
tersebar secara terbatas disuatu daerah atau bagian dari suatu daerah dan tidak
terdapat di tempat lain. Sedangkan spesies yang tersebar jarang tidak mempunyai
populasi dengan kerapatan tinggi, sulit berkembangbiak, dan terjadi persaingan antar
individu sejenis maupun tidak sejenis sehingga menyebabkan spesies tersebut
tergolong pada mahluk langka. Hewan langka adalah spesies hewan yang
populasinya semakin kecil dan memiliki resiko kepunahan lebih tinggi. Populasi
suatu jenis hewan ditetapkan sebagai hewan langka jika populasinya menurun cepat
dan jumlahnya di dunia kurang dari 10.000 ekor.

Jika tidak dilindungi, maka dalam waktu singkat spesies tersebut akan punah.
Kelangkaan suatu spesies hewan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepadatan populasi spesies tersebut. Jika membahas mengenai kelangkaan suatu
spesies hewan maka tidak lepas dari membahas jumlah populasi spesies tersebut.
Dimana kelangkaan suatu hewan tergantung pada dinamika populasinya. Oleh sebab
itu diperlukan kajian mengenai konsep kelimpahan, intensitas, prevalensi, dispersi,
fekunditas, kelulushidupan, dan interaksi populasi dalam kaitannya dengan
penetapan hewan langka. Hal ini termasuk dalam subbab yang akan penulis bahas
didalam makalah ini.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 4


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan pokok permasalahan


sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan kelimpahan?


2. Apakah yang dimaksud dengan intensitas dan prevalensi?
3. Apakah yang dimaksud dengan dispersi ?
4. Apakah yang dimaksud dengan fekunditas dan kelulushidupan ?
5. Bagaimana kaitan kelimpahan, intensitas, prevalensi, dispersi, fekunditas, dan
kelulushidupan dengan penetapan hewan langka?

1.3 Tujuan
Berdasarkan atas pokok permasalahan diatas, maka tujuannya adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian kelimpahan
2. Mengetahui pengertian intensitas dan prevalensi
3. Mengetahui pengertian dispersi
4. Mengetahui pengertian fekunditas dan kelulushidupan
5. Mengetahui kaitan kelimpahan, intensitas, prevalensi, dispersi, fekunditas, dan
kelulushidupan dengan penetapan hewan langka

Kelompok 3 Ekologi Hewan 5


BAB II
PEMBAHASAN

Populasi diartikan sebagai suatu kumpulan kelompok makhluk yang sama


spesies (atau kelompok lain yang individunya mampu bertukar informasi genetik),
yang mendiami suatu ruang khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang
digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik
individu dalam kelompok itu (Odum 1971). Smith (1990) mendefinisikan populasi
sebagai kelompok organisme spesies yang sama yang mengalami interbreeding. Jadi
dapat dikatakan bahwa Populasi adalah himpunan individu-individu suatu spesies
organisme yang terdapat di suatu tempat pada suatu waktu. Satuan terkecil
pembangun populasi adalah individu.

Empat parameter populasi yang mengubah kepadatan populasi adalah natalitas


(telur, biji, produksi spora, kelahiran), mortalitas (kematian), imigrasi dan emigrasi.
Populasi hewan memiliki dua ciri utama. Dua ciri dasar populasi yaitu ciri biologi,
yang merupakan ciri yang dimiliki oleh individu-individu pembangun populasi itu
dan ciri statistik yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan yang berinteraksi
satu dengan lainnya. Pengertiannya :

1. Ciri-ciri biologi seperti halnya suatu individu organisme, suatu populasi pun
mempunyai struktur dan organisasi tertentu yang bersifat konstan maupun
berfluktuasi seiring berjalannya waktu (umur). Mempunyai ontogeni
perkembangan kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, dan mati) dapat
dikenai dampak faktor lingkungan dan dapat memberikan respon pada faktor
lingkungan. Mempunyai hereditas yang terintegrasi oleh faktor genetik dan
lingkungan.
2. Ciri-ciri statistik atau ciri himpunan tidak dimiliki oleh suatu individu
organisme, namun timbul sebagai akibat dari aktivitas kelompok yang
berinteraksi. Beberapa ciri statistik penting pada populasi ialah kelimpahan,
kerapatan, natalisas, mortalitas, potensi biotik, sebaran umur, dispersi
(sebaran individu intra-populasi), genangan gen (gen pool) populasi serta
bentuk pertumbuhan. Di samping itu populasi juga memiliki karakteristik

Kelompok 3 Ekologi Hewan 6


genetik yang langsung berhubungan dengan ekologinya, ialah keadaptifan,
reproduktif, dan persistensi (yaitu kebolehjadian untuk meninggalkan
keturunan untuk waktu yang lama) (Odum 1971).

Penampilan dan kinerja suatu populasi sangat ditentukan oleh ciri-ciri


statistik. Ekologi populasi (yang membahas dinamika populasi) memusatkan
topik-topik bahasannya pada ciri statistik serta faktor yang mempengaruhinya
dalam skala ruang dan waktu. Dalam meneliti kelangkaan suatu hewan diperlukan
faktor-faktor yang mempengaruhi populasi, faktor yang seringkali menjadi
penentu kelangkaan suatu spesies hewan antara lain

2.1 Kelimpahan Populasi


Area suatu populasi umumnya tidak dapat ditentukan batasnya secara pasti,
sehingga kelimpahan populasi pun sulit ditentukan. Hal demikian terutama
berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nokturnal
atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat
kelimpahan populasi per-satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya
(kepadatannya).

Kerapatan populasi suatu spesies hewan adalah rata-rata jumlah individu per
satuan luas area (m2, ha, km2) atau per satuan volume medium (cc, liter, air) atau
per satuan berat medium (g, kg, tanah). Dalam hal-hal tertentu kerapatan lebih
memberikan makna bila dinyatakan per satuan habitat atau mirohabitat. Misalnya,
sekian individu cacing usus per individu inang atau sekian individu wereng per
rumpun padi. Sehingga terdapat dua pengertian, kerapatan kasar diukur atas
satuan ruang habitat secara menyeluruh dan kerapatan ekologis (spesifik) diukur
atas satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempatinya (microhabitat).
Kerapatan spesifik lebih memberikan makna antar-hubungan ekologis. Seperti,
dengan makin turunnya permukaan air danau, kerapatan populasi ikan dalam
danau secara keseluruhan (kerapan kasar) menjadi berkurang, sedang kerapatan
ekologisnya makin bertambah.

Kelimpahan populasi tidak selalu dinyatakan sebagai jumlah individu.


Apabila ukuran tubuh individu-individu sangat bervariasi, tingkat kerapatan

Kelompok 3 Ekologi Hewan 7


populasi sering dinyatakan sebagai kerapatan biomasa (B). Terdapat
suatu kecenderungan hubungan berbanding terbalik antara kerapatan dan ukuran
tubuh hewan. Spesies hewan yang berukuran tubuh kecil tingkat kerapatannya
tinggi, sedang hewan berukuran besar tingkat kerapatannya rendah. Proses yang
tergantung pada kerapatan memainkan peranan penting dalam penentuan
kelimpahan spesies dengan mekanisme pengaturan atau penstabilan.

2.2 Intensitas dan Prevalensi


Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam
area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area
yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (sebaran). Spesies
hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut:
• prevalensi tinggi (= prevalen) dan intensitasnya tinggi
• prevalensi tinggi (= prevalen) tetapi intensitasnya rendah
• prevalensi rendah (= terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi
• prevalensi rendah (= terlokalisasi) dan intensitasnya rendah.

Kategorisasi status spesies dengan memperhitungkan dua aspek tersebut


sangat penting terutama dalam menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk
melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah.
Penyebab kelangkaan spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah
dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya
tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut.
Contohnya saja Badak Jawa dan Jalak Bali bersifat endemik dan merupakan
spesies langka yang terancam kepunahan.

2.3 Dispersi (Pola Penyebaran Populasi )


Dalam melakukan penyebaran, populasi cenderung membentuk
kelompok- kelompok dari ukuran tertentu. Beberapa tipe penyebarannya adalah
seragam, acak, dan berkelompok. Berkaitan dengan keterbatasan daya dukung
lingkungan, khususnya ketersediaan sumberdaya makanan, dan ruang setiap

Kelompok 3 Ekologi Hewan 8


individu mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan teritorinya dengan
cara mengisolasikan diri.
Sebaran dapat membantu natalitas dan mortalitas dalam memberi bentuk
pertumbuhan dan kerapatan pada populasi. Seringkali beberapa individu masuk
atau meninggalkan populasi. Sebaran yang lambat pengaruhnya tidak tampak
pada keseluruhan populasi (terutama pada satuan populasi ukuran besar),
mungkin emigrasi mengimbangi imigrasi atau dengan kata lain hilang serta
bertambahnya individu akan diimbangi oleh natalitas dan mortalitas. Dalam
kejadian yang lain sebaran yang besar melibatkan perubahan cepat dan
mempengaruhi populasi. Sebaran dipengaruhi oleh hambatan dan daya gerak
yang ada pada individu atau bentuk tubuh (besar dan kecil) suatu individu (Odum
1971).

Sebaran merupakan salah satu cara supaya kawasan populasi mengalami


kolonisasi dan memperoleh keseimbangan keragaman. Cara yang umum untuk
terlaksananya sebaran adalah pemencaran dalam jumlah sangat besar telur, spora,
kista, atau larva sedemikian rupa hingga mereka tiba di tempat yang sesuai untuk
tumbuh, sedangkan yang tiba di tempat yang tidak cocok dapat musnah atau
kurang berkembang.

2.4 Fekunditas
Salah satu yang mempengaruhi kepadatan populasi adalah reproduksi.
Dalam reproduksi ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yang pertama fertilitas
ialah tingkat kinerja perkembangbiakan yang direalisasikan dalam populasi dan
tinggi rendahnya aspek ini diukur dari jumlah telur atau individu yang dilahirkan.
Aspek yang kedua fekunditas ialah tingkat kinerja potensial (atau kapasitas fisik)
populasi itu untuk menghasilkan individu baru. Sebagai contoh, laju fertilitas
suatu populasi manusia sesungguhnya mungkin hanya satu kelahiran per delapan
tahun per wanita dalam umur mampu melahirkan anak, sedangkan laju fekunditas
untuk manusia adalah satu kelahiran per sembilan sampai sebelas bulan per
wanita dalam umur mampu melahirkan anak.

Fekunditas secara umum berarti kemampuan untuk bereproduksi (Kusmini,


2018). Dalam biologi, fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme

Kelompok 3 Ekologi Hewan 9


atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet atau biji. Fekunditas berada
di bawah kontrol genetik maupun lingkungan dan merupakan ukuran utama
kebugaran biologi suatu spesies. Biasa juga disebut umur spesifik laju kelahiran
individu yang diukur dengan menghitung jumlah total biji atau telur yang
dihasilkan selama tiap interval umur dan dibagi dengan jumlah individu yang
hidup. Fekunditas juga dapat diartikan jumlah sel telur yang dihasilkan oleh
seekor hewan betina pertahun atau persatuan berat hewan. Natalitas erat kaitannya
dengan fekunditas.

Natalitas dapat berwujud kelahiran, menetasnya telur, pembuahan, atau


timbulnya individu oleh pembelahan sel. Laju natalitas dapat dinyatakan sebagai
cacah makluk yang dilahirkan perbetina persatuan waktu. Pengukuran laju
natalitas sangat tergantung pada jenis makluk yang dikaji. Beberapa spesies
berkembangbiak sekali setahun, ada pula yang berkernbangbiak beberapa kali
setahun, dan yang lain malah berkembangbiak berkesinambungan. Beberapa
makhluk menghasilkan telur yang banyak, sedangkan lainnya hanya sedikit.
Misalnya sebuah kerang dapat menghasilkan 55 sampai 144 juta telur, udang 400
sampai 600 ribu telur, ikan ribuan telur, katak ratusan telur, burung antara 1
sampai 20 telur, dan mamalia jarang melahirkan lebih dari sepuluh dan sering satu
atau dua saja. Fekunditas berbanding terbalik dengan jumlah asuhan induk
terhadap hewan anakan. Sedangkan mortalitas menunjukkan kernatian individu
dalam populasi. Seperti natalitas, mortalitas dapat dinyatakan sebagai individu
yang mati dalam waktu tertentu (kernatian per waktu), atau laju spesifik dalam
satuan populasi total.

2.5 Kelulushidupan
Dalam suatu penelitian kelulushidupan adalah perbandingan antara jumlah
individu yang hidup pada akhir percobaan dengan jumlah individu yang hidup
pada awal percobaan. Kelulushidupan disebut juga dengan istilah kohort, yaitu
suatu kelompok individu dengan umur yang sama, dari lahir sampai mereka mati
(Surya,2012).
Pada kenyataannya kelulushidupan merupakan peluang hidup dalam suatu
saat tertentu. Kelulushidupan hewan dipengaruhi oleh faktor biotik dan biotik.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 10


Faktor biotik yang mempengaruhi yaitu kompetitor, parasit, umur, predasi,
kepadatan populasi, kemampuan adaptasi dari hewan dan penanganan manusia.
Faktor abiotik yang berpengaruh antara lain yaitu sifat fisika dan sifat kimia dari
suatu lingkungan perairan (Effendi, 1979)

Menurut Smith (1990), prosentase kelulushidupan suatu populasi hewan


tertentu dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti kemampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan, penanganan manusia, jumlah populasi, kompetitor, penyakit,
umur serta ada atau tidaknya predator.

2.6 Hubungan Kelimpahan, Intensitas, Prevalensi, Dispersi, Fekunditas,


dan Kelulushidupan dalam Kaitannya dengan Penetapan Hewan
Langka
Faktor-faktor yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat
banyak. Namun, faktor-faktor tersebut mungkin saja tidak sama antara spesies di
suatu tempat tertentu dengan spesies di tempat lain. Kelangkaan suatu spesies
dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut:

- Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang
kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah
teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut. Berubahnya
kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies
tersebut. Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni
dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan
daya pemencaran spesies hewan.
- Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat
ditempati akibat kehadiran spesies atau populasi spesies lain yang
merupakan pesaing, parasit atau predatornya.
- Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti
makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang.
- Variasi genetik spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang
dapat dihuninya pun terbatas.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 11


Kelangkaan suatu hewan dapat ditinjau dari aspek kelimpahan, tepatnya
intensitas (kerapatan) dan prevalensi menunjukkan jumlah atau ukuran area-area
yang di tempati spesies itu atau cacah dan besarnya daerah yang dialami oleh
makhluk di dalam kawasan secara keseluruhan.

Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (= prevalen) dapat lebih


sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas, maka lebih mudah di jumpai
dimana-mana. Berbeda halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah,
karena daerah penyebarannya sempit hanya dapat di jumpai pada tempat-tempat
tertentu saja (= terlokalisasi). Di samping itu fekunditas, dan kelulushidupan juga
mempengaruhi kepadatan suatu populasi.

Bila fekunditas tinggi maka bisa dikatakan populasi juga meningkat sebab
fekunditas akan mempengaruhi jumlah kelahiran, bila fekunditas rendah maka
populasi suatu spesies juga menurun. Sedangkan kelulushidupan suatu hewan
dipengaruhi oleh banyak faktor baik biotik maupun abiotik. Pada populasi ikan
misalnya, kondisi biotik perairan seperti predator ikan mempengaruhi populasi
ikan, jika predator tinggi maka ikan cenderung menurun, begitupula sebaliknya,
sedangkan dari segi abiotik misalnya adanya limbah perairan berupa insektisida,
akan berpengaruh terhadap kelulushidupan ikan, sebab ikan tidak bisa bertahan
hidup bila terus menerus terpapar limbah insektisida. Sehingga populasi ikan
menurun dan dapat mengakibatkan kelangkaan pada spesies tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa jika kelimpahan suatu hewan meningkat maka


akan mempengaruhi intensitas dan prevalensi. Suatu spesies hewan yang
prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai sedangkan spesies yang
prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas hanya ditemui di
tempat tertentu. Dari intensitas dan prevalensi spesies hewan akan membentuk
pola pola dispersi yang diantaranya bergerombol, seragam dan acak. Setelah
membentuk pola-pola dispersi akan melakukan fekunditas dan setelah itu hewan
akan mengalami persaingan hidup untuk mempertahankan angka kelulushidupan
hewan.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 12


Disamping faktor alami, penyebab kelangkaan dan kepunahan suatu spesies
juga dapat disebabkan oleh manusia. Adapun faktor-faktor penyebab punahnya
hewan yang berkaitan dengan tindakan manusia itu antara lain sebagai berikut :

1. Habitat hilang atau mengalami degradasi


Manusia banyak mengganggu habitat dalam melakukan tindakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Gangguan habitat dapat
menyebabkan habitat hilang, mengalami degradasi atau habitat
terganggu. Beberapa contoh habitat yang hilang, rusak atau terganggu
oleh perbuatan manusia adalah sebagai berikut:

a. Hutan di tebang untuk di jadikan daerah permukiman. Ini


merupakan contoh hilangnya habitat. Perubahan hutan
menjadi daerah perumahan, menyebabkan pohon-pohonan
dan tumbuhan lain ditebang habis.
b. Kerusakan terumbu karang karena ledakan dinamit yang
digunakan orang untuk menangkap ikan. Penangkapan
ikan dengan menggunakan dinamit pada umumnya
dilakukan di daerah yang dangkal yang banyak dihuni oleh
hewan- hewan karang. Ledakan dinamit di tempat tersebut
dapat merusak terumbu karang.

2. Fragmentasi habitat
Pembuatan jalan, pengembangan daerah pertanian dan pembuatan
daerah pemukiman di lingkungan habitat yang luas tidak
menghilangkan habitat secara keseluruhan. Jalan, perkebunan, dan kota
yang dibangun orang menyebabkan habitat terpisah-terpisah. Pemisahan
itu menyebabkan habitat terpecah menjadi kecil-kecil, sehingga
menyebabkan hewan terkungkung pada lingkungan sempit yang tidak
memungkinkan hewan tumbuh dan berkembangbiak secara optimal.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 13


3. Pemburuan komersial.
Pemburuan komersial adalah pemburuan binatang sebagai upaya
untuk memperoleh penghasilan bukan untuk rekreasi.

4. Faktor lain
Di negara-negara yang wilayahnya luas, misalnya Amerika
Serikat, jalan raya yang menghubungkan kota dengan kota lain amat
panjang. Jalan tersebut melintasi tempat-tempat yang masih dihuni oleh
hewan liar, misalnya hutan dan padang rumput. Jalan tersebut
memisahkan kawasan di sekitarnya menjadi dua bagian, yaitu di kiri dan
di kanan jalan. Hewan-hewan liar yang hidup di kawasan itu sering kali
menyeberang jalan pada malam hari. Di antara hewan-hewan itu banyak
yang terlindas kendaraan yang melintas di jalan tersebut.

Di dunia ini diperkirakan ada tiga sampai sepuluh juta spesies hewan serta
300.000 spesies tumbuhan, yang kebanyakan telah langka dan mulai punah, jika
ada pun jumlahnya sangat terkelompok. Dengan membedakan antara prevalensi
suatu spesies dan intensitas spesies bersangkutan, dapat dimengerti bahwa istilah
"biasa" dan "langka" kurang memuaskan karena kurang kualifikasi. Satu spesies
mungkin terdapat dalam satu agihan yang :

a) prevalen dan intensitas tinggi (tersebar luas dengan kerapatan tinggi ).

b) prevalen dan densitas rendah,


c) hanya setempat dengan intensitas tinggi, dan
d) hanya setempat dengan intensitas rendah.

Kelimpahan dan kelangkaan spesies hewan dapat ditentukan oleh frekuensi


dan agihan daerah yang dapat dihuni, penjelasannya:

1) Suatu Spesies dapat menjadi langka sebab daerah yang dapat dihuninya
terlalu kecil. Kondisi fisiko-kimiawi sendiri yang tidak bisa ada di alam
dapat mengandung flora dan fauna yang mengkhususkan diri untuk
kondisi langka ini.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 14


2) Suatu spesies dapat langka sebab tempat yang dapat dihuni hanya sebentar
saja bersifat dapat dihuni. Atau tempat yang dapat dihuni itu di luar
jangkauan kisaran sebaran.

3) Suatu spesies dapat langka sebab spesies lain menyebabkan tempat itu
tidak dapat dihuni, dengan memusnahkan spesies yang pertama
menghuninya, dengan pengucilan kompetitif atau dengan pemangsaan
atau parasitisme.

Kasus 1) sampai 3) di atas berkenaan dengan aspek prevalensi


kelimpahan. Semuanya menentukan cacah besarnya daerah yang dapat dihuni
oleh suatu spesies. Sebaliknya kasus 4) dan 5) di bawah ini menyangkut
intensitas atau kerapatan individu dalam daerah yang dapat dihuni.

4) Suatu spesies dapat langka karena ketersediaan sumberdaya rendah,


misalnya makanan, tempat yang aman, dan sebagainya. Sebagai contoh
burung pemangsa maupun mammalia pemangsa jelas lebih langka
daripada populasi yang mereka mangsa.

5) Suatu spesies dapat langka sebab keragaman genetik di antara anggotanya


membatasi dan menyebabkan sempitnya kisaran daerah yang dapat
dihuninya

6) Suatu spesies dapat langka sebab plastisitas fenotipik individu di


dalamnya membatasi kisaran daerah yang dapat dihuninya.

Menurut PP Nomor 7 tahun 1999, suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib
ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria
sebagai berikut :

1. Mempunyai populasi yang kecil;

2. Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam;

3. Daerah penyebaran yang terbatas (endemik).

Kelompok 3 Ekologi Hewan 15


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada makalah diatas dapat


disimpulkan bahwa:

1. Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan


menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan
populasi itu.
2. Kelimpahan populasi mengandung dua aspek, yaitu aspek intensitas
(menunjukkan tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni
spesies) dan aspek prevalensi (menunjukkan jumlah dan ukuran area-area
yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (sebaran).
3. Sebaran adalah gerakan individu makhluk atau bentuk kecilnya (misalnya
spora, biji, telur, kista, larvae, clan sebagainya) ke dalam atau ke luar populasi
atau daerah populasi.
4. Fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang
diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual.
5. Kelulushidupan suatu spesies merupakan peluang hidup dalam suatu saat
tertentu.
6. Penetapan hewan langka dipengaruhi oleh kepadatan suatu populasi,
sedangkan kelangsungan hidup suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor utama yaitu kelimpahan, intensitas, prevalensi, dispersi, fekunditas dan
kelulushidupan spesies.

3.2 Saran
Jika pembaca mendapati kata atau kalimat yang belum dipahami, pembaca
diharapkan untuk mencari informasi dari literatur maupun jurnal yang lain agar
kiranya bisa membuat pembaca mejadi paham.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 16


DAFTAR PUSTAKA

Odum, Eugene Pleasants, and Gary W. Barrett. Fundamentals of ecology. Vol. 3.

Philadelphia: Saunders, 1971.

Gelfand, A. E., Hills, S. E., Racine-Poon, A., & Smith, A. F. (1990). Illustration of
Bayesian inference in normal data models using Gibbs sampling. Journal of the
American Statistical Association, 85(412), 972-985.
Effendi, T. N. (1979). Pattern of migration to an industrial area: a case study in
Lhokseumawe, Aceh, Sumatera, Indonesia. The Indonesian journal of
geography, 9(37), 33-44.
Surya, E., Asmadi, A., Ridhwan, M., & Armi, A. (2019). Tingkat Kelimpahan Parasitoid
Terhadap Hama Serangga Di Lahan Jagung Gampong Lam Lumpu Kecamatan
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Prosiding Biotik, 5(1).
Kusmini, I. I., Subagja, J., & Putri, F. P. (2018). Hubungan Panjang Dan Berat, Faktor
Kondisi, Fekunditas, Dan Perkembangan Telur Ikan Tengadak (Barbonymus
Schwanenfeldii) Dari Sarolangun, Jambi Dan Anjongan, Kalimantan Barat,
Indonesia. Berita Biologi, 17(2), 195-203.

Kelompok 3 Ekologi Hewan 17

Anda mungkin juga menyukai