Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN MULTIPLE INTELLIGENCES


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu:
Dian Utami, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 5 (lima):


Aisyah Ananda Putri 2313034011
Rahma Irsya Hulwana 2313034012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Belajar dan Pembelajaran dengan judul “Teori Belajar
Humanistik dan Multiple Intelligences” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Teori belajar humanistik dan multiple intellligences dan implikasinya dalam konsep
pembelajaran. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dian Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
2. Kedua orang tua kami, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang.
3. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi semester 2 (dua) yang telah membantu
dalam berjalannya perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi dan pembaca.

Bandar Lampung, 27 Februari 2024

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1 Hakikat Pembelajaran......................................................................................................4
2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran.......................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................................8
3.1 Teori Belajar Humanistik.................................................................................................8
3.2 Teori Belajar Humanistik dalam Model Pembelajaran....................................................9
3.3 Teori Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk)....................................................12
3.3.1 Jenis-Jenis Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk)....................................13
3.4 Konsep Pembelajaran Multiple Intelligences.................................................................17
3.5 Implikasi Teori Belajar Humanistik dan Multiple Intelligences dalam Proses
Pembelajaran........................................................................................................................18
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................20
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................20
4.2 Saran...............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan pada dasarnya adalah proses pembelajaran dan pengajaran yang
bertujuan untuk mengembangkan potensi dan keterampilan seseorang, baik secara kognitif,
emosional, sosial, maupun fisik. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
individu, membantu setiap individu mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan mereka,
mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan, baik
dalam karier maupun dalam kehidupan sosial, memajukan pengetahuan dan budaya, serta
membentuk karakter yang berkualitas dan bertanggung jawab.

Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, Bab II pasal 3, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri da menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam mewujudkan tujuan dari
pendidikan tersebut, diperlukan sebuah proses pendidikan yang mampu untuk membentuk
karakter peserta didik melalui nilai-nilai pembentukan karakter seperti jujur, kerja sama,
disiplin, dan saling menghormati. Proses pendidikan dalam pembentukan karakter peserta
didik dianggap penting karena membantu menciptakan lingkungan sekolah yang aman,
inklusif, dan bermakna bagi semua peserta didik. Selain itu, pendidikan karakter juga
berperan dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan moral dan
sosial yang kompleks di dunia yang terus berubah.

Pendidikan sebagai proses pembelajaran memerlukan teori belajar yang berperan


penting dalam pengembangan pendidikan yang berpusat pada siswa agar dapat berlangsung
secara terarah dan efektif. Belajar merupakan sebuah proses di mana peserta didik
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui interaksi dengan lingkungan,
pengalaman, dan pemrosesan informasi, sedangkan, pendidikan merupakan sistem yang
dirancang untuk memfasilitasi proses pembelajaran tersebut secara lebih terstruktur dan
terarah. Pendidikan dan teori belajar memiliki hubungan yang erat karena pendidikan adalah
proses di mana individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui

1
pengalaman belajar. Teori-teori belajar memberikan kerangka kerja untuk memahami
bagaimana orang belajar dan bagaimana proses pendidikan dapat diarahkan agar efektif.
Misalnya, teori belajar behavioristik menekankan pada stimulus dan respons, sedangkan teori
kognitif memfokuskan pada pengolahan informasi dan pemahaman. Pendidik dapat
menggunakan pemahaman tersebut untuk merancang strategi pengajaran yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik peserta didik, memahami cara belajar mereka dan potensi yang
dimiliki oleh setiap peserta didik, sehingga, proses pembelajaran akan berlangsung secara
efektif.

Teori belajar tidak hanya terbatas pada teori behavioristik dan kognitif, namun dalam
perkembangannya terdapat berbagai teori belajar yang telah dikembangkan oleh para ahli
dalam bidang psikologi dan pendidikan. Terdapat juga teori humanistik yang menekankan
pada aspek psikologis dan emosional dalam pembelajaran. Teori humanistik dalam konteks
pendidikan menempatkan fokus pada pengembangan potensi penuh individu dan kebutuhan
psikologis mereka. Humanistik menekankan penghargaan terhadap keunikan dan potensi
setiap individu, memahami bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan, minat, dan potensi yang
berbeda. Dalam penerapan teori humanistik pada kegiatan belajar, pendidik hendaknya
menuntun peserta didik untuk berpikir secara induktif, mengutamakan praktik serta
menekankan pentingnya partisipasi peserta didik dalam pembelajaran. Proses belajar
menurut pandangan humanistik bersifat pengembangan kepribadian, kerohanian,
perkembangan tingkah laku serta mampu memahami fenomena di masyarakat. Tanda
kesuksesan penerapan tersebut yaitu peserta didik merasa nyaman dan bersemangat dalam
proses pembelajaran serta adanya perubahan positif cara berpikir, tingkah laku serta
pengendalian diri.

Konsep pembelajaran dalam teori belajar humanistik memiliki keterkaitan dengan


teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk, di mana kedua teori tersebut
menekankan pada pentingnya mengakui dan memfasilitasi pengembangan potensi penuh
individu dalam konteks pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Kecerdasan majemuk
sendiri merupakan konsep yang dikembangkan oleh psikolog, Howard Gardner yang
menyatakan bahwa kecerdasan tidak hanya terbatas pada kemampuan verbal dan logis-
matematis, tetapi ada berbagai jenis kecerdasan yang berbeda dalam diri individu. Konsep
kecerdasan majemuk menyoroti keberagaman bakat dan kemampuan individu serta
menekankan pentingnya mengakui dan mengembangkan berbagai jenis kecerdasan dalam
konteks pendidikan dan pengembangan pribadi peserta didik.

2
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik?


2. Bagaimana penerapan teori belajar humanistik dalam model pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud dengan multiple intelligences (kecerdasan majemuk)?
4. Bagaimana konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences (kecerdasan
majemuk)?
5. Bagaimana implikasi teori belajar humanistik dan multiple intelligences (kecerdasan
majemuk) dalam model pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari teori pembelajaran humanistik.


2. Untuk mengetahui penerapan teori belajar humanistik dalam model pembelajaran.
3. Untuk mengetahui definisi dari multiple intelligences (kederdasan majemuk).
4. Untuk memahami konsep pembelajaran berbasis multiple intelligences (kecerdasan
majemuk).
5. Untuk memahami implikasi teori belajar humanistik dan multiple intelligences
(kecerdasan majemuk) dalam proses pembelajaran.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis, memberikan wawasan dan informasi terkait teori belajar humanistik
dan multiple intelligences atau kecerdasan majemuk dalam proses pembelajaran,
sehingga pembaca dapat memahami teori belajar tersebut dan penerapannya dalam
proses pembelajaran.
2. Manfaat Praktis, memberikan wawasan dan informasi kepada pembaca terkait
implementasi dan implikasi teori belajar humanistik dan multiple intelligences atau
kecerdasan majemuk dalam proses pembelajaran, sehingga pendidik dapat memahami
potensi, minat dan bakat peserta didik sehingga mampu meningkatkan efektivitas
pembelajaran.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Pembelajaran


Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan
kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan
kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat
berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi.


Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang membantu. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


pasal1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Konsep pembelajaran menurut
Corey (Syaiful Sagala, 2011: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara
disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran
merupakan subset khusus dari pendidikan.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu


seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada
awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa
meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam
pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator
suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

4
Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk
membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
yang relative lama dan karena adanya usaha.

2.2 Teori Belajar dan Pembelajaran


Menurut Winkel, belajar merupakan aktivitas mental ataupun psikis yang berlangsung
baik di lingkungan dengan interaksi yang aktif. Selain itu belajar diharuskan atau
menghasilkan perubahan yang secara langsung ataupun tidak langsung dalam pribadi yang
melakukannya. Dalam belajar akan ada hasil perubahan dalam pengelolaan pemahaman
dalam sisi apapun. Terutama untuk anak-anak yang baru mengenal. Sedangkan, menurut
Moh. Surya (1981:32), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil
dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri
seseorang.

Selanjutnya, menurut Sardiman dalam (Nurjaman, 2016, hlm. 15) belajar adalah suatu
perubahan perilaku atau tampilan, dengan rangkaian aktivitas seperti membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lainnya. Perubahan tersebut dibuktikan dari seluruh tingkah laku
dari individu yang belajar, dan aktivitas pembelajaran seperti membaca dan mengamati
menjadi cara konkret untuk meraihnya.

Berdasarkan pengertian dari para ahli mengenai belajar yang telah dipaparkan di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh ilmu pengetahuan dan
keterampilan, melalui serangkaian aktivitas dan melibatkan aktivitas mental maupun psikis
dalam proses pembelajaran.

Dalam dunia psikologis pendidikan, terdapat teori-teori belajar yang merupakan


upaya untuk menggambarkan bagaimana peserta didik belajar, sehingga membantu pendidik
memahami proses kompleks inhern pembelajaran. Menurut Cahyo dalam Rachmawati
(2015), teori belajar dapat diartikan sebagai konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar yang
bersifat teoritis, serta telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Teori belajar merupakan
suatu teori yang di dalamnya terdapat cara pengaplikasian kegiatan pembelajaran dan

5
pengajaran antara pendidik dan peserta didik, perancangan konsep pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas atau pun di luar kelas. Teori belajar berguna bagi pendidik untuk
merumuskan tujuan pembelajaran yang tepat, memilih strategi pembelajaran yang sesuai,
memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik, menciptakan iklim belajar yang kondusif,
berinteraksi dengan peserta didik secara tepat dan memberikan penilaian secara adil terhadap
hasil pembelajaran.

Ada beberapa prespektif dalam teori belajar yang digunakan oleh para pendidik, teori
tersebut terbagi menjadi beberapa teori, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif,
teori belajar konstruktivistik dan teori belajar humanistik. Adapun penjabaran terkait dengan
keempat teori tersebut, yaitu:

1. Teori Belajar Behavioristik


Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang dicetuskan oleh Gagne dan
Berliner (1984). Teori tersebut menjelaskan tentang perubahan tingkah laku yang
terjadi karena pengalaman belajar. Dalam perkembangannya, teori belajar
behavioristik menjadi aliran psikologi belajar yang memiliki pengaruh terhadap
tujuan peningkatan teori belajar dan praktik dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran.
2. Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan teori yang dikembangkan oleh seorang psikolog
asal Swiss yaitu Jean Piaget, sehingga teori belajar kognitif disebut juga dengan teori
belajar Piaget. Berkat teori dari Piaget terlahir perkembangan psikologi yang
berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori belajar kognitif
merupakan pendekatan dalam psikologi yang menekankan pada peran proses kognitif,
seperti persepsi, pemahaman, dan pemikiran, dalam pembentukan perilaku. Teori
kognitif berbicara tentang manusia membangun kemampuan kognitifnya dengan
motivasi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap lingkungannya. Dalam proses
pembelajaran, teori belajar kognitif menyoroti bagaimana individu mengkonstruksi
pengetahuan dan memahami informasi baru melalui proses kognitif, mendorong
peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, seperti berdiskusi,
bertanya, dan mencoba menerapkan konsep yang dipelajari, mendukung peserta didik
dalam mengembangkan keterampilan pemikiran kritis melalui pertanyaan yang
menantang, diskusi, dan analisis kasus, sehingga membantu peserta didik
memperbaiki pemahaman mereka dan mengembangkan strategi belajar yang efektif.

6
3. Teori Belajar Konstruktivistik
Teori belajar konstruktivistik merupakan teori belajar yang dipelopori oleh Lev
Vygotsky. Dalam perkembangannya, teori belajar konstruktivistik menerima pengaruh
dari ilmu psikologi, khususnya psikologi kognitif Piaget yang di mana kognitif Piaget
sangat berkorelasi dengan psikologis manusia untuk mendapatkan pengetahuan. Jadi,
bisa dikatakan bahwa “belajar” adalah suatu proses yang dilakukan oleh murid atau
peserta didik dalam membangun pengetahuan. Teori belajar konstruktivisme adalah
suatu usaha yang dilakukan untuk membangun tata hidup yang berbudaya modern.
Teori belajar ini berlandaskan pembelajaran kontekstual. Dengan kata lain, manusia
membangun pengetahuan sedikit demi sedikit yang hasilnya disebarkan melalui
konteks yang terbatas dan dalam waktu yang direncanakan.
4. Teori Belajar Humanistik
Teori belajar humanistik merupakan teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
dipelopori oleh Abraham Maslow, seorang psikolog Amerika yang dikenal sebagai
bapak psikologi humanistik. Menurut Maslow, teori belajar humanistik merupakan
teori yang menyerukan potensi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang, dan
kebebasan untuk menemukan arah dalam hidup. Teori humanistik juga
memperlakukan peserta didik sebagai subjek mandiri yang menetapkan tujuan
hidupnya sendiri. Humanis juga percaya bahwa peserta didik perlu dituntun untuk
memilih sifat bertanggung jawab atas kehidupan mereka sendiri dan orang-orang di
sekitar mereka. Teori belajar humanistik menekankan pada aspek-aspek seperti
kebebasan, kemandirian, pengalaman, dan kebutuhan personal individu dalam proses
pembelajaran.

Teori yang dikemukakan oleh Abraham Maslow tersebut memiliki kombinasi yang
kuat dengan teori belajar lainnya yaitu teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk
yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, kedua teori tersebut
menekankan pada kebutuhan dan keunikan setiap individu dalam proses pembelajaran.
Dengan memadukan kedua teori tersebut, pendidik dapat merancang pengalaman belajar
yang memperhatikan kebutuhan personal dan kecerdasan beragam peserta didik. Hal tersebut
bisa dilakukan dengan memberikan ruang bagi peserta didik untuk mengeksplorasi dan
belajar sesuai dengan preferensi dan kecenderungan kecerdasan mereka masing-masing,
namun, tetap memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mereka.

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Teori Belajar Humanistik


Pada dasarnya kata “humanistik” merupakan suatu istilah yang mempunyai banyak
makna sesuai dengan konteksnya. Misalnya, humanistik dalam wacana keagamaanberarti
tidak percaya adanya unsur supranatural atau nilai transendental serta keyakinan manusia
tentang kemajuan melalui ilmu dan penalaran. Di sisi lain humanistik berarti minat terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang tidak bersifat ketuhanan. Sedangkan humanistik dalam tataran
akademik tertuju pada pengetahuan tentang budaya manusia, seperti studi-studi klasik
mengenai kebudayaan Yunani dan Roma (Roberts, 1975).

Pendidikan humanistik sebagai sebuah nama pemikiran/teori pendidikan dimaksudkan


sebagai pendidikan yang menjadikan humanisme sebagai pendekatan. Dalam istilah/nama
pendidikan humanistik, kata “humanistik” pada hakikatnya adalah kata sifat yang merupakan
sebuah pendekatan dalam pendidikan (Mulkhan, 2002).

Pembelajaran humanistic memandang siswa sebagai subjek yang bebas untuk


menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggung jawab penuh atas
hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Beberapa pendekatan yang layak digunakan
dalam metode ini adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis
mengajak siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak sebagai
guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara
keseluruhan ,namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan partner dialog (Arbayah,
2013).

Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya (Arbayah, 2013).

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow


percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.
Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of

8
Needs (hirarki kebutuhan). Manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs
(kebutuhan fisiologis), safety andsecurity needs (kebutuhan akan rasa aman), love and
belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih saying dan rasa memiliki), esteemneeds
(kebutuhan akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).
Sehingga pendidikan humanistik haruslah pendidikan yang mencakup lima kebutuhan
tersebut (Arbayah, 2013).

3.2 Teori Belajar Humanistik dalam Model Pembelajaran


Teori Humanistik adalah salah satu teori dalam pendidikan yang memandang manusia
sebagai makhluk yang seutuhnya dan memiliki potensi besar untuk mengembangkan dirinya.
Tujuan dari teori humanistik adalah untuk memahami perubahan lingkungan dan diri peserta
didik sendiri sehingga manusia dapat menjadi seutuhnya dan dapat memanfaatkan potensi
yang dimiliki.

Dalam pendidikan humanistik, manusia dipandang sebagai makhluk yang memiliki


keunikan dan memiliki fitrah sebagai makhluk Allah SWT. Oleh karena itu, pendidikan
humanistik bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya, sehingga individu dapat
memahami perubahan lingkungan dan dirinya sendiri dengan memperhatikan nilai- nilai
kemanusiaan. Dalam hal ini, Paradigma pendidikan memiliki harapan besar terhadap nilai
pragmatis iptek yang tidak bisa mematikan kepentingan dan kemanusiaan. Sehingga peserta
didik terjaga dari dampak negatif teknologi serta keadaan kehidupan manusia menjadi
kondusif dan aman.

Psikologi humanistik menganjurkan pendidik sebagai fasilitator. Pendidik humanistik


adalah pendidik yang manusiawi. Psikologi humanistik mengarahkan peserta didik untuk
meningkatkan potensi intelektual yang dimiliki oleh peserta didik. Pendidik membimbing
siswa dengan tidak membebani peserta didik di pembelajaran tetapi menanamkan nilai-nilai
atau perilaku positif dan perilaku negatif. Proses pengajaran humanistik memiliki tujuan
untuk memahami multiple intelligences peserta didik yang berbeda oleh pendidik yang hebat.
Pengajaran humanistik menitikberatkan pada ide-ide siswa yang dianggap sebagai ide yang
unik menurut teori, praktik, dan keadaan kehidupan mereka. Contoh model-model
pembelajaran humanistik adalah pembelajaran kooperatif, tandur, dan CTL.

Pada Psikologi humanistik, pendidik menjadi fasilitator. Pendidik merupakan individu


yang manusiawi yang paham terhadap gaya belajar dan sikap peserta didiknya. Pendidik
9
mengarahkan siswa untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan-kemampuan
intelegensi yang dimiliki. Pendidik membimbing peserta didik dengan tidak membebani
peserta didik dalam proses pembelajaran tetapi menanamkan nilai-nilai atau perilaku positif
dan perilaku negatif.

Dalam Teori Belajar Humanisme, pendidik menjadikan peserta didik meningkatkan


potensi dirinya baik secara intelegensi maupun bakatnya. Manusia dapat mempertanggung
jawabkan tindakan positif dan negatif, sebagai pilihan kehidupan tindak-tanduk positif yang
digunakan untuk membangun diri ke arah yang lebih baik, yang kemudian digunakan untuk
mengaktualisasikan potensi diri. Teori belajar humanisme dipelopori oleh beberapa tokoh
seperti Abraham Maslow, Arthur Combs, dan Carl Rogers. Maslow mengembangkan teori
kebutuhan (Hierarchy of Needs) yang menjelaskan bahwa manusia dapat memahami dan
menerima dirinya sebisa mungkin dengan memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
keamanan dan ketenangan, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, kebutuhan untuk
dihargai, dan kebutuhan untuk meningkatkan aktualisasi diri.

Arthur Combs dan Donald (1904-1967) menjelaskan tentang Meaning. Belajar


dikatakan berhasil jika ada kebermaknaan yang dicapai peserta didik baik materi maupun
bermakna bagi kehidupannya sendiri. Pendidik harus memahami tingkah laku dengan
mengkonstruksi dunia peserta didik itu, jadi ada perubahan tingkah laku maka pendidik bisa
membuat keyakinan positif peserta didik. Carl Rogers menyatakan saling toleransi dan tidak
ada prasangka dalam mengatasi permasalahan dalam hidup. Pendidik harus menekankan
supaya pembelajaran aktif yaitu membelajarkan manusia dan mempelajari materi bermakna
bagi dirinya.

Belajar paham humanisme mempunyai tujuan untuk menjadikan manusia yang


memanusiakan manusia. Kegiatan pembelajaran akan berhasil ketika peserta didik melek
terhadap lingkungan sekitar dan dirinya sendiri. Teori ini menitikberatkan pada gaya peserta
didik dalam belajar. Pendidik hanya mengarahkan peserta didik agar belajar dengan baik.
Teori belajar humanisme beranggapan bahwa perilaku peserta didik ditentukan oleh diri
sendiri bukan dari lingkungan dan pengetahuan. Sehingga peserta didik menemukan
aktualisasi pada diri mereka. Kebermaknaan aktualisasi diri sendiri maupun oleh lingkungan.
Dalam artian peserta didik bisa memotivasi diri sebagai faktor internal diri peserta didik.

Dalam teori humanistik, pendidik harus memiliki beberapa ciri-ciri seperti


memberikan motivasi belajar pada peserta didik, memiliki sikap empati dan terbuka,

10
memberikan kehangatan, bersikap tidak dibuat-buat, dan bertanggung jawab sesuai dengan
kemampuan yang dicapai peserta didik. Dalam pembelajaran humanistik, kreativitas siswa
dan kemampuan critical thinking sangat diharapkan sehingga mereka bisa menghadapi
dampak negatif dari lingkungan sekitar.

Dalam kesimpulannya, teori humanistik menekankan pada pentingnya


memperlakukan manusia sebagai makhluk yang utuh dan memiliki potensi besar untuk
mengembangkan dirinya. Pendekatan pembelajaran humanistik juga menitikberatkan pada
ide-ide siswa yang dianggap sebagai ide yang unik dan harus dipahami oleh pendidik yang
hebat. Pendekatan ini memberikan kebebasan pada peserta didik untuk memilih apa yang
ingin mereka pelajari dan membimbing mereka untuk mengaktualisasikan potensi diri
mereka. Oleh karena itu, pendidikan humanistik dapat membantu peserta didik untuk
membangun diri ke arah yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan mereka dalam
menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.

Dalam era digital saat ini, pendekatan humanistik dalam pendidikan masih relevan
dan penting untuk diterapkan. Dalam sebuah lingkungan yang penuh dengan teknologi dan
informasi, pendekatan humanistik dapat membantu peserta didik untuk tetap memperhatikan
nilai-nilai kemanusiaan dan memanfaatkan teknologi secara bijak. Pembelajaran humanistik
dapat membantu peserta didik untuk tetap merasa manusiawi dan tidak kehilangan esensi
sebagai makhluk yang memiliki keunikan dan potensi besar.

Namun, dalam penerapan pendekatan humanistik dalam pembelajaran, pendidik perlu


memperhatikan beberapa hal seperti kemampuan peserta didik, lingkungan belajar, dan jenis
materi yang disampaikan. Pendidik harus mampu menyesuaikan pendekatan pembelajaran
humanistik dengan karakteristik peserta didik dan memastikan bahwa peserta didik
memperoleh manfaat yang maksimal dari pembelajaran tersebut.

Dalam hal ini, teknologi dapat menjadi alat yang berguna dalam mendukung
penerapan pendekatan humanistik dalam pembelajaran. Misalnya, penggunaan platform
pembelajaran online dapat membantu peserta didik untuk mempelajari materi secara mandiri
dan mengembangkan kemampuan kreativitas dan critical thinking mereka. Selain itu,
pendidik juga dapat menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses pembelajaran
kooperatif dan tandur

11
3.3 Teori Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk)
Multiple Intellegences yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda merupakan teori yang dikembangkan oleh
Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan guru besar pendidikan pada
Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat dan juga guru besar di
bidang Neurologi, Boston University School Of Medicine. Teori yang berkaitan dengan
multiple intellegences dipublikasikan pada tahun 1983 oleh Howard Gardner. Konsep ini
memiliki esensi bahwa setiap individu adalah pribadi yang unik, Setiap individu perlu
menyadari dan mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya.
Setiap individu berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.

Konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences berawal dari karya Howard
Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang didasarkan atas hasil penelitian
selama beberapa tahun tentang kapasitas kognitif manusia (Human Cognitif Capacities).
Gardner menolak asumsi bahwa kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu
hanya mempunyai kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan
penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan bergabung menjadi
satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup tinggi. Sebelum munculnya teori
multiple intelligences oleh Howard Gardner pada tahun 1983, pandangan yang dominan
adalah bahwa kecerdasan dapat diukur secara tunggal melalui tes intellegence quotient (IQ).
Teori-teori sebelumnya, seperti teori kecerdasan ganda oleh Charles Spearman, juga
menekankan pada kecerdasan umum tunggal. Gardner berhasil mendobrak dominasi teori
dan tes intellegence quotient yang telah ada dan digunakan sejak 1905 oleh para pakar
psikolog di seluruh dunia.

Gardner memiliki definisi kecerdasan yang sangat berbeda dengan definisi kecerdasan
yang telah berlaku sebelumnya. Gardner mengatakan bahwa “Intelligence is the ability to
solve problems, or to create products, that are valued within one or more cultural”. Menurut
Gardner kecerdasan seseorang tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat
dilihat dari kebiasaan seseorang menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving) dan
kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang mempunyai nilai budaya
(creativity). Dalam hal ini, diartikan bahwa setiap orang memiliki berbagai kemampuan untuk
memecahkan masalah yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi ketika dihadapkan

12
dengan sebuah permasalahan. Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan
dengan berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan
membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam kelompok guna bersama-
sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain. Sementara itu “menciptakan suatu
produk” meliputi kemampuan membentuk sesuatu dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu
bentuk tarian, dan sebagainya. Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang budaya
tertentu” berkaitan dengan apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan yang dapat dipetik
oleh orang lain.

Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor tertentu seperti


intellegence quotient (IQ) yang telah memiliki nilai standar melainkan kecerdasan yang
terbentuk berdasarkan ukuran kemampuan yang dikuasai oleh setiap individu. Pendekatan ini
mencoba memahami bagaimana pikiran individu dalam menjalankan kehidupan, baik yang
berkaitan dengan benda-benda konkret maupun hal-hal yang bersifat abstrak sehingga bagi
Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih
menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang lain.

Teori multiple intellegences atau kecerdasan majemuk menyoroti keberagaman


potensi manusia dan menekankan pentingnya mengakui dan menghargai berbagai jenis
kecerdasan dalam konteks pendidikan dan pengembangan manusia secara lebih luas. Teori
yang menekankan bahwa kecerdasan manusia tidak dapat diukur hanya dengan satu
parameter tunggal seperti intellegence quotient (IQ), melainkan ada beberapa jenis
kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik, logika-matematika, visual-ruang,
interpersonal, intrapersonal, musikal, kinestetik, dan naturalistik. Teori ini menekankan
bahwa setiap individu memiliki kombinasi unik dari kecerdasan-kecerdasan tersebut, yang
mempengaruhi cara mereka belajar, berinteraksi dengan dunia, dan menunjukkan keahlian.\

3.3.1 Bentuk Multiple Intellegences (Kecerdasan Majemuk)


Temuan kecerdasan menurut konsep multiple intelligences atau kecerdasan
majemuk, telah mengalami perkembangan sejak pertama kali teori tersebut ditemukan.
Pada bukunya Frame of The Mind (1983) Howard Gardner pada awalnya hanya
menemukan tujuh kecerdasan. Setelah itu, berdasarkan kriteria kecerdasan yang telah
terkonsep dalam teori Multiple Intellegences, Gardner menemukan kecerdasan yang ke-

13
8, yakni naturalis. Dan terakhir Howard Gardner memunculkan adanya kecerdasan yang
ke-9, yaitu kecerdasan eksistensial.

Menurut Gardner, kecerdasan dalam multiple intelligences meliputi Kecerdasan


verbal-lingustik (cerdas kata), kecerdasan logis-matematis (cerdas angka), kecerdasan
visual-spasial (cerdas gambar-warna), kecerdasan musikal (cerdasmusik-lagu),
kecerdasan kinestetik (cerdas gerak), Kecerdasan interpersonal (cerdas sosial),
kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), kecerdasan naturalis (cerdas alam), kecerdasan
eksistensial (cerdas hakikat). Setiap kecerdasan dalam multiple intelligences memiliki
indikator tertentu.

1. Kecerdasan Linguistik (Cerdas Kata)


Kecerdasan linguistik adalah kemampuan seseorang dalam memahami,
menggunakan, dan memanipulasi tata bahasa secara efektif. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik, mengerti makna kata-
kata, serta mengapresiasi struktur dan nuansa bahasa. Ciri-ciri seseorang
memiliki kecerdasan linguistik yang menonjol biasanya mampu untuk
menyampaikan gagasan dan pemikiran dengan jelas dan persuasif, menikmati
membaca berbagai jenis teks dan menulis dengan baik, memiliki jangkauan
kosakata yang luas dan mampu mengingat kata-kata dengan mudah, mereka
cenderung cepat belajar dan menguasai bahasa baru dengan relatif mudah,
mampu untuk memanfaatkan bahasa dengan kreatif untuk menyampaikan
gagasan dan konsep dengan cara yang menarik dan unik, mereka mampu
berbicara secara lancar dan efektif, serta mendengarkan dengan baik untuk
memahami pesan yang disampaikan orang lain.
2. Kecerdasan Logis-matematis (Cerdas Angka)
Kecerdasan logis-matematis adalah Kemampuan menggunakan angka dengan
baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini meliputi
kemampuan seseorang dalam menggunakan logika, menganalisis masalah,
dan menggunakan angka serta pola-pola matematis untuk menyelesaikan
masalah atau membuat keputusan. Orang yang memiliki kecerdasan logis-
matematis yang baik cenderung mampu menyelesaikan permasalahan
matematika, ilmu pengetahuan, dan memecahkan masalah kompleks secara
efektif. Seseorang dengan kecerdasan logis matematis yang tinggi biasanya
memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan,

14
memiliki ketertarikan yang kuat pada angka, pola, dan hubungan logis.
Ketekunan dalam mencari solusi untuk masalah yang kompleks dan memiliki
keterampilan dalam menggunakan alat atau teknik matematika untuk
memecahkan masalah dunia nyata.
3. Kecerdasan Visual-Spasial (Cerdas Gambar dan Warna)
Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan
memanipulasi objek dalam ruang, serta memvisualisasikan informasi dengan
baik. Kemampuan mempersepsikan dunia visual-spasial secara akurat dan
mentrasformasikan persepsi dunia visual-spasial tersebut. Kecerdasan ini
meliputi kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual
atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam atriks spasial.
Seseorang dengan kecerdasan dalam visual dan spasial biasanya suka
menggambar, melukis dan merancang sesuatu dengan baik, memiliki
ketertarikan kepada bentuk, warna, dan pola, mempunyai kreativitas dalam
merancang karya seni, desain, atau arsitektur, memiliki kemampuan untuk
memvisualisasikan objek atau gambar dalam pikiran dan mampu untuk
memahami dan menganalisis peta, grafik, atau representasi visual lainnya.
4. Kecerdasan Musikal (Cerdas Musik-Lagu)
Kecerdasan musikal merupakan kemampuan menangani bentuk-bentuk
musical, dengan cara mempersepsi, membedakan, menggubah, dan
mengekspresikan. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada, irama, pola titik
nada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Adalah
kemampuan seseorang untuk memahami, menghasilkan, dan mengekspresikan
musik dengan baik. Orang yang memiliki kecerdasan musikal yang tinggi
biasanya senang bernyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan
instrumen musik, menghafal lagu, menghasilkan musik, atau memahami
elemen-elemen kompleks dalam komposisi musikal.
5. Kecerdasan Kinestik (Cerdas Gerak)
Kecerdasan kinestetik adalah jenis kecerdasan yang melibatkan kemampuan
dalam menggunakan tubuh secara fisik, seperti olahraga, tari, atau aktivitas
yang melibatkan gerakan fisik. Kecerdasan ini meliputi keahlian
menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaandan
keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah
sesuatu. Orang dengan kecerdasan kinestetik yang tinggi cenderung memiliki
15
kemampuan yang baik dalam mengkoordinasikan gerakan tubuh dan
memahami ruang dan waktu dengan baik.Kecerdasan Interpersonal (Cerdas
Sosial)
6. Kecerdasan Intrapersonal (Cerdas Diri)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri
dengan baik, kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen, dan
keinginan termasuk mengenali kekuatan dan kelemahan, memiliki introspeksi
yang dalam, memiliki kesadaran diri yang tinggi terhadap perasaan, tujuan,
dan nilai-nilai pribadi, serta mampu mengelola emosi dan menciptakan
hubungan yang positif dengan diri sendiri. Seseorang yang intrapersonal
memiliki kecenderungan untuk lebih memahami dan mengenal diri mereka
sendiri dengan baik. Mereka cenderung introspektif, reflektif, dan memiliki
kesadaran diri yang tinggi.
7. Kecerdasan Interpersonal (Cerdas Sosial)
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan
berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Kemampuan mempersepsi dan
membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain.
Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak isyarat;
kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal; dan
kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan
pragmatis tertentu. Seseorang orang yang memiliki kecerdasan interpersonal
biasanya suka mengamati dalam memahami, merasakan perasaan dan
pengalaman orang lain. Mampu membaca dan merespons perasaan orang lain,
serta memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok dan
menyelesaikan konflik secara konstruktif.
8. Kecerdasan Naturalis (Cerdas Alam)
Kecerdasan naturalis merupakan kemampuan seseorang dalam memahami dan
berinteraksi dengan alam serta makhluk hidup di dalamnya. Kecerdasan ini
meliputi keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di
lingkungan sekitar dan kepekaan pada fenomena alam lainnya dan bagi
mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan dan kemampuan
membedakan benda tak hidup. Orang yang memiliki kecerdasan naturalis
biasanya memiliki kemampuan dalam mengamati, mengelompokkan, dan
menggunakan pengetahuan tentang dunia alam secara efektif. Mereka
16
cenderung memiliki ketertarikan dan kepekaan yang tinggi terhadap
lingkungan, tumbuhan, hewan, dan fenomena alam lainnya.
9. Kecerdasaan Eksistensial (Cerdas Hakikat)\
Kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang berhubungan dengan
kapasitas dan kemampuan. kemampuan seseorang untuk mempertimbangkan
dan memahami makna serta tujuan hidup mereka, serta bagaimana mereka
berinteraksi dengan isu-isu filosofis yang mendasari keberadaan manusia.
Kecerdasan ini melibatkan refleksi mendalam tentang eksistensi, nilai-nilai,
kebebasan, dan makna hidup. Seseorang yang memiliki kecerdasan
eksistensial cenderung mencari pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya
sendiri.

3.4 Konsep Pembelajaran Multiple Intelligences


Menurut Gardner, kesembilan jenis inteligensi yang telah dijabarkan di atas terdapat
dalam diri setiap individu. Namun, tidak semua memiliki kemampuan yang sama,. untuk
individu tertentu suatu inteligensi lebih menonjol daripada inteligensi lain. Inteligensi
bukanlah suatu kemampuan yang bersifat tetap. Inteligensi dapat dikembangkan dan
ditingkatkan secara memadai sehingga dapat berfungsi bagi pemiliknya. Pendidik memiliki
pengaruh untuk membantu perkembangan inteligensi peserta didik. Dengan demikian,
pendidik perlu memahami teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk agar
pembelajaran di kelas berlangsung secara tearah, efektif dan optimal, masing-masing dari
peserta didik memiliki kecerdasan dan kemampuan berbeda dalam memahami sebuah mata
pelajaran. Sehingga pendidik perlu untuk merancang lingkungan pembelajaran yang kaya
dengan rangsangan kognitif, seperti pertanyaan terbuka untuk merangsang pemikiran kritis
dan kreatifitas peserta didik. Pendidik dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan
metakognisi, yaitu kesadaran mereka tentang cara mereka belajar dan memecahkan masalah.
dengan memahami strategi pembelajaran yang efektif, peserta didik dapat belajar untuk
mengatur diri sendiri dan mengoptimalkan proses pembelajaran.

Menurut Abdi & Rostami (2012), pembelajaran berbasis multiple intelligences


adalah strategi yang didasarkan pada teori kecerdasan majemuk yang diarahkan untuk
merangsang kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Pembelajaran berbasis multiple
intelligences membantu peserta didik untuk mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya.

17
Setiap peserta didik diciptakan dengan memiliki berbagai macam karakteristik salah satunya
adalah kecerdasan. Peserta yang memiliki kecerdasan tinggi akan memiliki kemampuan yang
lebih baik. Pembelajaran berbasis multiple intelligences atau kecerdasan majemuk dapat
membantu peserta didik untuk meningkatkan kecerdasannya dan mendongkrak
kekurangannya melalui kelebihan yang ia miliki. Selain itu, sebagai pendidik akan semakin
dimudahkan dalam mengembangkan keterampilan, bakat yang dimiliki oleh peserta didiknya.
Dalam proses pembelajaran berbasis multiple intelligences atau kecerdasan majemuk,
pendidik menggunakan berbagai metode dan materi pembelajaran yang sesuai dengan
kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik untuk meningkatkan pemahaman dan
keterampilan mereka.

3.5 Implikasi Teori Belajar Humanistik dan Multiple Intelligences dalam Proses
Pembelajaran
Teori humanistik memiliki implikasi yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Teori humanistik menekankan pentingnya pengalaman dan persepsi peserta didik dalam
pembelajaran. Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran harus mempertimbangkan
pengalaman individu dan bagaimana persepsi mereka terhadap materi pelajaran. Proses
pembelajaran humanistik memperhatikan pengembangan pribadi dan emosional siswa. Hal
ini mencakup peningkatan kepercayaan diri, motivasi intrinsik, serta pengembangan
keterampilan sosial dan emosional.

Implikasi teori humanistik dalam proses pembelajaran sering dikritik karena cukup
sulit diterapkan dalam konteks yang lebih praktis. Akan tetapi karena sifatnya yang ideal,
yaitu memanusiakan manusia, maka teori humanistik mampu memberikan arah terhadap
semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut. Aspek
emosional dan karakteristik individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh pendidik dalam
merencanakan pembelajaran guna mewujudkan tujuan ideal yang ingin dicapai. Teori
humanistik dapat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar pada dimensi yang
lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan pada konteks manapun akan selalu
diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.

Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke dalam langkah-langkah


pembelajaran yang praktis dan operasional, namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide,
konsep- konsep, taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat membantu

18
para pendidik dan guru untuk memahami hakekat kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat
membantu mereka dalam menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti perumusan
tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi,
ke arah pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut. Namun, hal yang paling penting
dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan teori humanistik adalah membangun
hubungan baik yang bersahabat antara pendidik dan peserta didik. Dengan demikian peserta
didik dengan sendirinya akan menyadari diri dan termotivasi untuk mengikuti proses
pembelajaran.

Selanjutnya, teori belajar multiple intelligences atau kecerdasan majemuk


mengimplikasikan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, dan
pendekatan pembelajaran yang memperhatikan variasi tersebut dapat meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, pendidik dapat memanfaatkan
beragam metode dan strategi untuk mengakomodasi berbagai jenis kecerdasan, seperti
penggunaan materi yang beragam, proyek kolaboratif, dan penilaian yang
mempertimbangkan berbagai bentuk kecerdasan. Hal tersebut dapat membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensi mereka secara lebih optimal sesuai dengan keunikan
individu mereka. Pembelajaran menggunakan multiple intelligences memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk menggunakan inteligensi selain inteligensi bahasa dan logis-
matematis. Konsep ini juga memberi peluang pada peserta didik untuk menggunakan
inteligensi terkuatnya dalam mempelajari materi pelajaran.

Keterkaitan antara teori belajar humanistik dan kecerdasan majemuk adalah bahwa
keduanya menempatkan individu sebagai pusat dari proses pembelajaran. Sementara teori
belajar humanistik menekankan pentingnya pengalaman pribadi, pertumbuhan diri, dan
kemandirian, teori kecerdasan majemuk menyoroti bahwa setiap individu memiliki
kecerdasan yang beragam dan unik. Dalam proses pembelajaran, keduanya menekankan
penghargaan terhadap individualitas peserta didik. Pendidik perlu memahami dan menghargai
perbedaan individual dalam gaya belajar, minat, dan kekuatan kecerdasan. Teori belajar
humanistik mendorong kemandirian siswa dalam pembelajaran, sementara teori kecerdasan
majemuk menyoroti pentingnya memungkinkan siswa mengeksplorasi dan mengembangkan
berbagai jenis kecerdasan mereka secara mandiri. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek
teori belajar humanistik dan kecerdasan majemuk dalam proses pembelajaran, pendidik dapat
menciptakan lingkungan yang inklusif, mendalam, dan efektif kepada setiap peserta didik.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Teori belajar Humanistik menekankan pada pengembangan potensi individu,
penekanan pada kebebasan, dan pengalaman pribadi dalam proses belajar. Dalam pendekatan
ini, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk mengeksplorasi minat,
bakat, dan kebutuhan mereka sendiri. Proses belajar dipandang sebagai pengembangan diri
yang holistik, dengan fokus pada aspek emosional, sosial, dan spiritual. Sementara itu, teori
belajar multiple intelligences atau kecerdasan majemuk menyatakan bahwa setiap individu
memiliki beberapa jenis kecerdasan yang berbeda. Howard Gardner mengidentifikasi delapan
jenis kecerdasan, seperti kecerdasan verbal-linguistik, logika-matematika, kinestetik, dan
lain-lain. Dalam pendekatan ini, pendidikan harus memperhitungkan keberagaman
kecerdasan dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kecerdasan
mereka yang berbeda.

Kesimpulannya, kedua teori belajar ini menekankan pentingnya melihat peserta didik
sebagai individu yang unik dan menghargai keberagaman dalam kemampuan dan potensi
mereka. Pendekatan Humanistik menekankan pada pengembangan diri secara holistik,
sementara teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk menekankan pada pengakuan
terhadap berbagai jenis kecerdasan. Keduanya memiliki dampak yang signifikan dalam
konteks pendidikan dan pembelajaran.

4.2 Saran
Dalam menggunakan teori belajar humaniistik dan multiple intelligences (kecerdasan
majemuk) dalam pembelajaran diperlukan fokus yang berpusat pada peserta didik sebagai
individu dengan memberikan perhatian pada kebutuhan, minat, dan pengalaman yang baik
kepada peserta didik dan mendukung pengembangan potensi dan kemampuan yang dimiliki
oleh mereka. Peserta didik dapat diberikan pilihn dalam cara mereka mengeksplorasi dan
mengekspresikan diri melalui pemahaman mereka sehingga memberikan peserta didik
kesempatan dalam mengembangkan kecerdasan dan kemampuan yang mereka miliki.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, A., & Rostami, M. (2012). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Procedia-Ilmu
Sosial dan Perilaku, 47, 105-108.

Arbayah. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu, 13(2), 204-220.

Berliana, D., & Atikah, C. (2023). Teori Multiple Intelligences dan Implikasinya dalam
Pembelajaran. Jurnal Citra Pendidikan, 3(3), 1108-1117.

Gardner, H., 1983, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York: Basic
Books.

Gusnarib, G., & Rosnawati, R. (2021). Teori-teori belajar dan pembelajaran.

Hamzah, A. (2009). Teori multiple intelligences dan implikasinya terhadap pengelolaan


pembelajaran. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 4(2).

Istiadah, F. N. (2020). Teori-teori belajar dalam pendidikan. Edu Publisher.

Mahrus, M., & Itqon, Z. (2020). Implikasi Teori Humanistik Dan Kecerdasan Ganda Dalam
Desain Pembelajaran Pai. Piwulang: Jurnal Pendidikan Agama Islam , 3 (1), 75-91.

Mahyus, A., & Marli, S. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Dengan Teknik Jigsaw Ilmu
Pengetahuan Sosial Sdn 21 Sungai Pinyuh. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa (JPPK), 3(7).

Abdul Munir Mulkhan, 2002. Nalar Spiritual Pendidikan, Solusi Problem Filosofis
Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nurjaman, Syarifan. (2016). Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group.

Putri, F. K. A., Husna, M. J., & Nihayah, S. A. (2023). Implementasi Teori Belajar
Humanistik dalam Pembelajaran dan Pembentukan Karakter Anak. Tinta Emas: Jurnal
Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 2(1), 33-40.

Qodir, A. (2017). Teori Belajar Humanistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar


Siswa. Pedagogik: Jurnal Pendidikan, 4(2).
Rachmawati, T. (2015). Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik. Gava Media.

Roberts, T. (1975). Four Psychologies Applied to Education. New York: Jhon Niley and Sons.

Shahbana, E. B., & Satria, R. (2020). Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam
Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 9(1), 24-33.

Sagala, Syaiful. (2013). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alvabeta.

Surya, Moh, 1981. Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya

Wijaya, S. E., Sari, N., Sutarto, S., & Suryana, E. (2023). Teori Kecerdasan Ganda dalam
Praktek Pembelajaran PAI. Jurnal Al-Qiyam, 4(2), 97-109.

Winkel. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai