i
kalam, semoga Allah SWT, tetap melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................... 1
Latar Belakang ....................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI.......................................... 4
A. Teori Belajar ...................................................... 4
B. Psikologi Pendidikan ....................................... 13
C. Tahap Perkembangan Anak ............................. 16
BAB III KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN ...... 22
A. Prinsip Kurikulum ........................................... 22
B. Perencanaan Pembelajaran .............................. 27
C. Strategi Pembelajaran ...................................... 31
D. Pengembangan Bahan Ajar ............................. 41
E. Metode Evaluasi .............................................. 46
BAB IV PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN .... 51
A. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran
Matematika ...................................................... 51
B. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran IPA ..... 54
C. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran IPS...... 58
D. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa
Indonesia ......................................................... 60
E. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran PKN.... 62
iii
BAB V MANAJEMEN PENDIDIKAN ....................... 68
A. Prinsip Manajemen Pendidikan ....................... 68
B. Kepemimpinan Sekolah................................... 69
C. Manajemen Kelas ............................................ 72
D. Hubungan Sekolah-Masyarakat ...................... 75
BAB VI PENDIDIKAN INKLUSIF ............................. 79
A. Pengertian Pendidikan Inklusi ......................... 79
B. Pendekatan dan Strategi Pembelajaran Inklusif ..
......................................................... 83
BAB VII TEKNOLOGI PENDIDIKAN ....................... 97
A. Penggunaan TIK Dalam Pendidikan ............... 97
B. E-Learning ..................................................... 106
C. Manfaat TIK dan E-Learning ........................ 110
BAB VIII EVALUASI DAN PENILAIAN ................ 114
A. Prinsip evaluasi pembelajaran ( formatif dan
sumatif) ........................................................ 114
B. Pengembangan Instrumen Penelitian, (Sikap,
Pengetahuan, dan Keterampilan) ................... 121
DAFTAR PUSTAKA .................................................. 126
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buku ini dikembangkan sebagai respons terhadap
meningkatnya kebutuhan akan pemahaman yang
mendalam tentang berbagai aspek penting dalam
pendidikan. Dalam era globalisasi dan perubahan yang
cepat, penting bagi para pendidik dan praktisi pendidikan
untuk memiliki pemahaman yang luas dan mendalam
tentang konsep, teori, dan isu-isu dalam dunia pendidikan.
Buku ini mencakup berbagai subtopik dalam
pendidikan, termasuk kurikulum dan pembelajaran,
pembelajaran dan pengajaran, manajemen pendidikan,
pendidikan inklusif, teknologi pendidikan, serta evaluasi
dan penilaian. Setiap subtopik akan dijelaskan secara
mendalam dengan memadukan teori dengan penelitian
terkini. Buku "Kapita Selekta Pendidikan" bertujuan untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Kapita Selekta
Pendidikan.
Buku ini ditujukan untuk para mahasiswa
pendidikan, guru, administrator sekolah, dan praktisi
pendidikan lainnya yang ingin meningkatkan pemahaman
1
mereka tentang prinsip-prinsip pendidikan yang relevan
dan penting. Dengan didukung oleh landasan teori yang
kuat dan penelitian terkini, buku ini diharapkan dapat
memberikan wawasan berharga bagi pembaca dalam
memahami dan menghadapi tantangan-tantangan
pendidikan masa kini dan masa depan.
Pentingnya pendidikan dalam konteks sosial dan
individu yakni memberikan manfaat signifikan baik dalam
konteks sosial maupun individu. Hal ini meliputi
kemajuan sosial, kesetaraan, kesadaran sosial,
pengembangan pribadi, kemajuan karir, dan kemandirian.
Dengan investasi yang tepat dalam pendidikan,
masyarakat dapat mencapai pertumbuhan yang
berkelanjutan, dan individu dapat mewujudkan potensi
mereka dan menjalani kehidupan yang lebih baik.
Pendidikan bukan hanya tentang mentransfer
pengetahuan, tetapi juga tentang mempersiapkan individu
untuk hidup secara penuh dan berkontribusi dalam
masyarakat. Dengan investasi yang tepat dalam
pendidikan, masyarakat dapat mencapai pembangunan
yang berkelanjutan dan individu dapat mewujudkan
potensi mereka secara maksimal.
2
Pendidikan memainkan peran yang sangat penting
dalam konteks sosial dan individu. Konsep dasar
mengenai pentingnya pendidikan melibatkan beberapa
aspek yaitu landasan teori, kurikulum dan pembelajaran,
pembelajaran dan pengajaran , manajemen pendidikan,
pendidikan inklusif, teknologi pendidikan serta evaluasi
dan pendidikan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Belajar
1. Teori Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage, Gagne, dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar (Wahab & Rosnawati, 2021).
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan belajar sebagai aktivitas yang menuntut
pebelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks/ buku wajib
dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut.Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil belajar.
4
a. Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
1) Obyek psikologi adalah tingkah laku
2) Semua bentuk tingkah laku dikembalikan
pada reflek
3) Mementingkan pembentukan kebiasaan
4) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna
tersendiri
5) Aspek mental dari kesadaran yang tidak
memiliki bentuk fisik harus dihindari.
5
2) John Waton
Menurut Watson dalam beberapa
karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu
yang obyektif, oleh karena itu ia tidak
mengakui adanya kesadaran yang hanya
diteliti melalui metode introspeksi. Watson
juga berpendapat bahwa psikologi harus
dipelajari seperti orang mempelajari ilmu
pasti atau ilmu alam.Oleh karena itu,
psikologi harus dibatasi dengan ketat pada
penyelidikan penyelidikan tentang tingkah
laku yang nyata saja.
3) Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah
hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan.
Hukuman (punishment) memegang peranan
penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu
mengubah tingkah laku seseorang.
6
Konsep-konsep yang dikemukakan
tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Respon yang
diterima seseorang tidak sesederhana konsep
yang dikemukakan tokoh sebelumnya,
karena stimulus-stimulus yang diberikan
akan saling berinteraksi dan interaksi antar
stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini
memiliki konsekuensi-
konsekuensi.Konsekuensi-konsekuensi
inilah yang nantinya mempengaruhi
munculnya perilaku.
2. Teori Kognitivisme
Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa
para peserta didik memproses informasi dan pelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model
ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
7
1) Belajar adalah proses mental bukan
behavioral
2) Siswa aktif sebagai penyalur
3) Siswa belajar secara individu dengan pola
deduktif dan induktif
4) Intrinsik motivation, sehingga tidak perlu
stimulus
5) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun
penemuan
6) Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.
2) Schemata Piaget
Menurut Piaget pikiran manusia
mempunyai struktur yang disebut dengan
skema atau skemata (jamak) yang sering
disebut dengan struktur kognitif. Dengan
menggunakan skemata itu seseorang
9
mengadaptasi dan mengkoordinasi
lingkungan sehingga terbentuk schemata
yang baru.
Dengan kata lain, apabila suatu
informasi (pengetahuan) baru dikenalkan
pada seseorang dan pengetahuan itu cocok
dengan skema yang telah dimilikinya maka
pengetahuan itu akan diadaptasi melalui
proses asimilasi dan terbentuklah
pengetahuan baru. Sedangkan apabila
pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak
cocok dengan struktur kognitif yang sudah
ada maka akan terjadi equilibrium, sehingga
pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan
selanjutnya diasimilasikan menjadi skemata
baru.
3) Bandura
Bandura berpendapat manusia dapat
berfikir dan mengatur tingkah lakunya
sendiri sehingga mereka bukan semata-mata
bidak yang menjadi obyek pengaruh
lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki
10
sendirian oleh lingkungan, karena orang dan
lingkungan saling mempengaruhi. Bandura
mempercayai bahwa model akan
mempunyai pengaruh yang paling efektif
apabila mereka dianggap atau dilihat sebagai
orang yang mempunyai kehormatan,
kemampuan, status tinggi, dan juga
kekuatan, sehingga dalam banyak hal
seorang guru bisa menjadi model yang
paling berpengaruh.
3. Teori Konstruktivisme
Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam
konteks filsafat pendidikan dapat diartikan
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir
(filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Secara sederhana, konstruktivisme, yang
dipelopori oleh J. Piaget, beranggapan bahwa
11
pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari
kita yang menganalisis sesuatu. Seseorang yang
belajar itu berarti membentuk pengertian/
pengetahuan secara aktif (tidak hanya menerima dari
guru) dan terus menerus. Metode trial and error,
dialog dan partisipasi pebelajar sangat berarti sebagai
suatu proses pembentukan pengetahuan dalam
pendidikan (Suparno, 2010). Menurut teori belajar
konstruktivisme pengetahuan tidak bisa dipindahkan
begitu saja dari guru kepada murid. Artinya,
peserta didik harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya (Masgumelar
& Mustafa, 2021).
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat
berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea
dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham
karena mereka terlibat langsung dalam membina
pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan
mampu mengaplikasikannya dalam semua situasi.
Selain itu, siswa terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
12
B. Psikologi Pendidikan
1. Psikologi
2. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik”,
dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”,
mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan
sebagainya). Istilah pendidikan ini awalnya berasal
dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
dengan “education” yang berarti pengembangan atau
bimbingan.
Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan
dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-
metode tertentu sehingga orang memperoleh
13
pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku
yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian
yang luas, pendidikan ialah seluruh tahapan
pengembangan kemampuan-kemampuan dan
perilaku-perilaku manusia, juga proses penggunaan
hampir seluruh pengalaman kehidupan
3. Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan merupakan ilmu
pengetahuan yang berbicara tentang tingkah laku
manusia dalam proses belajar-mengajar dan ia
memiliki hubungan erat dengan ilmu mengajar. Di
mana dalam proses mengajar, para pendidik dituntut
untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang
materi yang diajarkan, dan juga menguasai berbagai
metode dalam penyampaian agar apa yang
disampaikan dapat dimengerti dan mudah dipahami
oleh anak didik. Jadi penguasaan terhadap ilmu jiwa
pendidikan (psikologi pendidikan) merupakan suatu
tuntutan bagi para pendidik. Adapun psikologi
pendidikan diartikan secara sederhana adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
14
manusia yang berlangsung dalam proses belajar-
mengajar (Ichsan, 2016).
Muhibbin Syah mengatakan bahwa dapat
dipastikan bahwa disiplin psikologi pendidikan pada
dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perbuatan
atau tindak tanduk orang-orang yang belajar dan
mengajar. Oleh karenanya, psikologi pendidikan
mempunyai dua objek riset dan kajian. (1) Siswa,
yaitu orang-orang yang sedang belajar, termasuk
pendekatan, strategi, faktor yang mempengaruhi, dan
prestasi yang dicapai., (2) Guru, yaitu orang-orang
yang berkewajiban atau bertugas mengajar, termasuk
metode, model, strategi dan lain-lain yang
berhubungan dengan aktivitas penyajian materi
pelajaran.
Psikologi dalam pendidikan menggarap masalah
tenaga batin, dorongan, dan motif yang memengaruhi
perilaku orang- seorang ataupun kelompok dalam
proses belajar, baik sebelum, ketika, ataupun setelah
pembelajaran dilaksanakan (Rusli & Kholik, 2013).
15
C. Tahap Perkembangan Anak
1. Perkembangan Intelektual
Berbicara masalah pertumbuhan dan
perkembangan intelektual (kognitif) pada umumnya
merujuk teori Jean Piaget Yang mengemukakan
bahwa perkembangan intelektual merupakan hasil
interaksi dengan lingkungan dan kematangan anak
(Nurgiyantoro, 2005).
16
Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa
skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi
interaksi awal anak dengan lingkungannya.
Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh
skemata sensorimotor ini. Piaget percaya, bahwa kita
semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun
mungkin setiap tahap dilalui dalam usia berbeda.
Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup
matang untuk memungkinkan logika jenis baru atau
operasi.
17
selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk
melalui proses penyesuaian struktur fisik sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan (Mohd.
Surya, 2003: 57).
a. Tahap 1
Penghormatan tanpa pertanyaan terhadap
kekuatan yang di luar jangkauan; masalah baik
dan buru, boleh dan tidak boleh, ditentukan oleh
konsekuensi fisik yang diterima terhadap suatu
tindakan yang dilakukan.
b. Tahap 2
Hubungan dipandang dalam pemahaman
“marketplace” daripada loyalitas, keadilan, atau
rasa terima kasih. Anak berprinsip bahwa “Jika
anda mencubit saya, saya pun akan mencubit
anda”.
c. Tahap 3
Berorientasi pada anak baik, pada tingkah
laku anak yang baik; anak mengkonfirmasikan
gambaran stereotip dari tingkah laku yang
20
mendapat persetujuan, demikian pula yang
sebaliknya.
d. Tahap 4
Orientasi sampai ke pemilik otoritas, aturan
yang pasti, dan konvensi sosial. Tingkah laku
yang baik kini juga dipahami sebagai berupa
melakukan tugas dan kewajiban, hormat kepada
orang lain, dan tunduk pada aturan sosial.
e. Tahap 5
Kriteria tingkah laku yang benar kini
dipahami atau didasarkan dalam kaitannya
dengan aturan umum yang standar dan yang
disetujui oleh atau telah menjadi konvensi
masyarakat.
f. Tahap 6
Keputusan-keputusan individual kini
didasarkan pada kata hati, hati nurani, dan etika
yang berlaku secara konsisten dan universal.
21
BAB III
KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
A. Prinsip Kurikulum
Sebelum membahas mengenai prinsip kurikulum
lebih dalam, penulis akan menjelaskan mengenai
pengertian prinsip kurikulum menurut beberapa para ahli,
sebagai berikut :
1. Russel Swanburg, Prinsip adalah kebenaran yang
mendasar, hukum atau doktrin yang mendasari
gagasan.
2. Toto Asmara, Prinsip adalah hal yang secara
fundamental menjadi martabat diri atau dengan kata
lain, prinsip adalah bagian paling hakiki dari harga
diri.
3. Ahmad Jauhar Tauhid, Prinsip adalah pandangan
yang menjadi panduan bagi perilaku manusia yang
telah terbukti dan bertahan sekian lama.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa prinsip adalah sebuah pedoman untuk
berpikir ataupun bertindak.
Adapun prinsip dari kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Relevansi
22
Dalam Oxford Advanced Dictionary of Current
English, kata relevansi atau relevan mempunyai arti
(closely) connected with what is happening, yakni
kedekatan hubungan dengan apa yang terjadi. Apabila
dikaitkan dengan pendidikan, berarti perlunya
kesesuaian antara (program) pendidikan dengan
tuntutan kehidupan masyarakat (the needs of society).
Pendidikan dikatakan relevan bila hasil yang
diperoleh akan berguna bagi kehidupan seseorang.
2. Efektivitas
Prinsip efektivitas yang dimaksudkan adalah
sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai
sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan.
Dalam proses pendidikan, efektivitasnya dapat dilihat
dari dua sisi, yakni:
a. Efektivitas mengajar pendidik berkaitan dengan
sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang
telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan
baik.
b. Efektivitas belajar anak didik, berkaitan dengan
sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran yang
diinginkan telah dicapai melalui kegiatan
belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
23
Efektivitas belajar mengajar dalam dunia
pendidikan mempunyai keterkaitan erat antara
pendidik dan anak didik. Kepincangan salah satunya
akan membuat terhambatnya pencapaian tujuan
pendidikan, atau efektivitas proses belajar mengajar
tidak tercapai. Faktor pendidik dan anak didik, serta
perangkat-perangkat lainnya yang bersifat
operasional, sangat penting dalam hal efektivitas
proses pendidikan atau pengembangan kurikulum
(Darajat, 1996: 126).
3. Efisiensi
Prinsip efisiensi sering kali dikonotasikan dengan
prinsip ekonomi, yang berbunyi: dengan modal atau
biaya, tenaga dan waktu yang sekecil-kecilnya akan
dicapai hasil yang memuaskan. Efisiensi proses
belajar mengajar akan tercipta, apabila usaha, biaya,
waktu dan tenaga yang digunakan untuk
menyelesaikan program pengajaran tersebut sangat
optimal dan hasilnya bisa seoptimal mungkin,
tentunya dengan pertimbangan yang rasional dan
wajar.
4. Kesinambungan
24
Prinsip kesinambungan/kontinuitas dalam
pengembangan kurikulum menunjukkan adanya
saling terkait antara tingkat pendidikan, jenis program
pendidikan dan bidang studi.
a. Kesinambungan di antara berbagai tingkat
sekolah:
Bahan pelajaran (subject matter) yang
diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah
diajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya
atau di bawahnya. Bahan pelajaran yang telah
diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebih
rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, sehingga terhindar
dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan
dalam proses belajar mengajar.
b. Kesinambungan di antara berbagai bidang studi:
Kesinambungan di antara berbagai bidang
studi menunjukkan bahwa dalam pengembangan
kurikulum harus memperhatikan hubungan
antara bidang studi yang satu dengan yang
lainnya. Misalnya, untuk mengubah angka
temperatur dari skala Celcius ke skala Fahrenheit
25
dalam IPA diperlukan keterampilan dalam
pengalian pecahan. Karenanya, pelajaran
mengenai bilangan pecahan tersebut hendaknya
sudah diberikan sebelum anak didik mempelajari
cara mengubah temperatur itu (Abdullah Idi,
2007: 126).
5. Fleksibilitas (Keluwesan)
Fleksibilitas berarti tidak kaku, dan ada
semacam ruang gerak yang memberikan
kebebasan dalam bertindak. Di dalam kurikulum,
fleksibilitas dapat dibagi menjadi dua macam:
a. Fleksibilitas dalam memilih program
pendidikan:
Fleksibilitas disini maksudnya adalah
bentuk pengadaan program program pilihan
yang dapat berbentuk jurusan, program
spesialisasi, ataupun program-program
pendidikan keterampilan yang dapat dipilih
murid atas dasar kemampuan dan minatnya.
26
Fleksibilitas disini maksudnya adalah
dalam bentuk memberikan kesempatan
kepada para pendidik dalam mengembangkan
sendin program-program pengajaran dengan
berpatok pada tujuan dan bahan pengajaran di
dalam kurikulum yang masih bersifat umum
(Ibid: 127).
B. Perencanaan Pembelajaran
Adapun definisi pembelajaran menurut
Cunningham mengemukakan bahwa perencanaan ialah
menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta,
imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang
dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil
yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan
perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan
digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan di sini
menekankan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan
sesuatu dengan kepentingan masa yang akan datang serta
usaha untuk mencapainya. Apa wujud yang akan datang
itu dan bagaimana usaha untuk mencapainya merupakan
perencanaan.
27
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng
adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam
pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat
kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode
untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan.
Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini
didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini
pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan
pembelajaran. Konsep pembelajaran yang dipakai dalam
buku ini memiliki maksud yang sama dengan konsep
pembelajaran yang telah disusun sebelumnya perencanaan
atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar,
siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah
satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan
keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu,
pembelajaran memusatkan perhatian pada "bagaimana
membelajarkan siswa", dan bukan pada "apa yang
dipelajari".
Adapun perhatian terhadap apa yang dipelajari siswa
merupakan kajian dari kurikulum, yakni mengenai apa isi
pembelajaran yang harus dipelajari siswa agar dapat
28
tercapainya tujuan. Pembelajaran lebih menekankan
bagaimana cara agar tercapai tujuan tersebut. Dalam
kaitan ini hal-hal yang tidak bisa dilupakan untuk
mencapai tujuan adalah bagaimana cara
mengorganisasikan pembelajaran, bagaimana
menyampaikan isi pembelajaran, bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar
dapat berfungsi secara optimal. Pembelajaran yang akan
direncanakan memerlukan berbagai teori untuk
merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun
benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan
pembelajaran. Untuk itu pembelajaran sebagaimana
disebut oleh Degeng (2009), Reigeluth (2013) sebagai
suatu disiplin ilmu menaruh perhatian pada perbaikan
kualitas pembelajaran dengan menggunakan teori
pembelajaran deskriptif, sedangkan rancangan
pembelajaran mendekati tujuan yang sama dengan
berpijak pada teori pembelajaran preskriptif.
Perlunya Perencanaan pembelajaran sebagaimana
disebutkan diatas, dimaksudkan agar dapat dicapai
perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran
ini dilakukan dengan asumsi sebagai berikut:
29
- Pertama, untuk memperbaiki kualitas pembelajaran
perlu diawali dengan perencanaan pembelajaran
yang diwujudkan dengan adanya desain
pembelajaran;
- Kedua, untuk merancang suatu pembelajaran perlu
menggunakan pendekatan sistem;
- Ketiga, perencanaan desain pembelajaran diacukan
pada bagaimana seseorang belajar;
- Keempat, untuk merencanakan suatu desain
pembelajaran diacukan pada siswa secara
perorangan;
- Kelima, pembelajaran yang dilakukan akan
bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran,
dalam hal ini akan ada tujuan langsung
pembelajaran, dan tujuan pengiring dari
pembelajaran;
- Keenam, sasaran akhir dan perencanaan desain
pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk belajar;
- Ketujuh, perencanaan pembelajaran harus
melibatkan semua variabel pembelajaran;
- Kedelapan; inti dari desain pembelajaran yang
dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang
30
optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
C. Strategi Pembelajaran
Strategi kadang-kadang dipahami sebagai
keseluruhan rencana yang mengarahkan pengalaman
belajar, seperti mata pelajaran, mata kuliah, atau modul.
Strategi mencakup cara yang direncanakan oleh
pengembang pembelajaran untuk membantu peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, strategi
pembelajaran juga dipahami sebagai rencana khusus yang
mengarahkan setiap bagian dari pengalaman belajar,
seperti satuan atau pelajaran dalam suatu mata pelajaran,
mata kuliah, atau modul (Rothwell dan H. C. Kazanas,
2004).
Strategi pembelajaran menggambarkan komponen
umum materi pembelajaran dan prosedur yang digunakan
dalam men- apai hasil belajar. Konsep strategi
pembelajaran tergambar dalam peristiwa pembelajaran
sebagaimana yang dijelaskan secara rinci dalam bukunya
Gagne yang berjudul The Condition of Learning and
Theory of Instruction (1985). Peristiwa pembelajaran
adalah gambaran sederhana tentang paradigma aktivitas
peserta didik dan pendidik yang terjadi secara
31
komplementer (saling isi-mengisi) dan saling
ketergantungan dalam suatu situasi belajar. Peristiwa
belajar menggambarkan aktivitas peserta didik dalam
menerima, mempraktikkan, menciptakan, dan lain-lain.
Peristiwa pembelajaran menggambarkan aktivitas
pendidik (guru) dalam memindahkan ilmu, membina,
memberikan kenyamanan belajar, dan lain-lain (Leclercq
dan Pou May, 2011). Peristiwa belajar didesain untuk
mengaktifkan proses informasi atau paling tidak
melipatgandakan kejadian atau peristiwa dalam
menunjang proses pembelajaran.
Berdasarkan definisi tentang peristiwa belajar
seperti dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa belajar
hanya bisa terjadi jika terjadi aktivasi dalam proses
pembelajaran. Dengan demikian, tujuan pembelajaran
adalah untuk memfasilitasi terjadinya aktivasi yang
kemudian memberi penguatan dan pemahaman mendalam
tentang informasi yang diperoleh sehingga dapat
mengkonstruksi pemahaman baru. Oleh karena itu,
pembelajaran menggambarkan paling tidak tiga kategori
utama, sebagai berikut:
1. Belajar dipandang sebagai suatu proses internal
yang terjadi pada individu yang mentransformasi
32
stimulasi dari lingkungan individu ke dalam
sejumlah bentuk informasi yang berkembang secara
progresif untuk membangun memori jangka panjang
(long term memory), seperti tujuan belajar dalam
menghasilkan individu yang memiliki kemampuan
dalam membentuk kemampuan dan kinerja manusia
secara menyeluruh.
2. Kemampuan dan kinerja sebagai hasil belajar yang
diselenggarakan dapat dikategorikan ke dalam dua
bagian utama; pertama, berorientasi praktis, dan
kedua berorientasi teoritis. Untuk tujuan desain
pembelajaran, identifikasi lima kategori
kemampuan; kemampuan intelektual, kemampuan
kognitif, informasi verbal, sikap, dan kemampuan
motorik. Kelima kategori ini menunjukkan
perbedaan dalam kemampuan manusia tergantung
dari efektivitas belajar yang dilaksanakan.
3. Sementara peristiwa pembelajaran yang mendukung
proses belajar merujuk pada kategori-kategori
umum tanpa tergantung dari hasil belajar yang
diharapkan, pelaksanaan yang menopang peristiwa
pembelajaran berbeda-beda dari masing-masing
kelima kategori kemampuan. Tujuan pembelajaran
33
yang berhubungan dengan kemampuan intelektual
membutuhkan desain dalam peristiwa pembelajaran
yang berbeda dengan desain tujuan untuk
kemampuan informasi verbal atau bagi kemampuan
motorik.
Selanjutnya, Intulogy (2012) menyarankan tiga isu
utama yang perlu diperhatikan oleh para pengembang
pembelajaran dalam mengembangkan strategi
pembelajaran. Ketiga isu utama yang dimaksud
diilustrasikan dengan tiga pertanyaan sebagai berikut:
➔ Bagaimana materi pembelajaran dikelompokkan
dan diurutkan?
➔ Apa metode dan taktik pembelajaran yang
digunakan dalam menyajikan materi (bahan)?
➔ Bagaimana alat penilaian mengukur keberhasilan
peserta didik?
Pertanyaan pertama menghendaki adanya
pengelompokan dan urutan materi pembelajaran yang
jelas dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Pertanyaan kedua menyiratkan adanya metode dan taktik
yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran agar
tercipta proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kemudian, pertanyaan ketiga merujuk pada pentingnya
34
menyediakan instrumen penilaian yang memiliki tingkat
keandalan, validitas, dan kewajaran yang tinggi dalam
menilai proses pembelajaran. Pertama, pengelompokan
dan urutan isi pembelajaran merujuk pada analisis
pembelajaran. Jika terdapat materi yang mungkin sama
atau hampir sama dapat dikelompokkan secara bersama
walaupun tidak dapat disajikan sekaligus dalam waktu
bersamaan. Di sinilah perlunya mengorganisasi konten
berdasarkan strukturnya, sehingga tampak ada urutan-
urutan baik dilihat dari segi hirarki maupun dari segi
tahapan-tahapannya. Beberapa pilihan urutan yang dapat
dijadikan petunjuk sebagai berikut:
● Tahap demi tahap (step by step).
● Bagian ke seluruhnya ke umum (part to whole)
● Seluruhnya ke bagian (whole to part).
● Dari yang diketahui ke yang belum diketahui
(known to unknown).
● Umum ke khusus (general to specific).
37
Pertama, aktivitas pra-pembelajaran (aktivitas
pendahuluan) adalah bentuk aktivitas yang dilakukan
sebelum memulai pembelajaran formal yang menyajikan
isi informasi kepada peserta didik. Paling sedikit ada tiga
faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain aktivitas
pendahuluan, yakni memberi motivasi kepada peserta
didik, memberi informasi kepada peserta didik tentang apa
yang akan dipelajari, dan meyakinkan bahwa peserta didik
mempunyai pengetahuan prasyarat untuk memulai
pembelajaran.
Kedua, aktivitas inti atau penyajian isi pembelajaran
adalah penyajian informasi, konsep, aturan-aturan, atau
prinsip isi pembelajaran kepada peserta didik. Konsep
yang disajikan harus merujuk pada tujuan pembelajaran,
sehingga informasi yang didiskusikan atau dijelaskan
tidak keluar dari esensi yang seharusnya menjadi inti
pembahasan. Konsep yang menjadi inti pembahasan
bukan saja berhubungan dengan informasi baru,
melainkan juga harus diperhatikan saling keterkaitannya
dengan konsep-konsep yang lain, atau konsep dan
pengalaman. yang telah ada pada peserta didik. Perlu juga
menentukan jenis atau sejumlah contoh dari masing-
masing konsep karena di satu sisi peserta didik belajar
38
tentang konsep dan cara menggunakan contoh dan
petunjuk kerja untuk menyelesaikan tugas pembelajaran.
Peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran perlu
difasilitasi dengan pemberian contoh dan petunjuk secara
umum yang seharusnya diintegrasikan ke dalam strategi
pembelajaran. Istilah penyajian konten (isi) pembelajaran
di sini menyiratkan adanya totalitas isi yang dipelajari
dengan menggunakan contoh-contoh dan petunjuk kerja
dalam bentuk ilustrasi, diagram, demonstrasi, model
pemecahan masalah, scenario, studi kasus, contoh kinerja,
dan sebagainya.
Ketiga, partisipasi peserta didik, yang merujuk pada
keterlibatan langsung peserta didik dalam proses
pembelajaran. Salah satu komponen yang paling penting
dalam proses pembelajaran adalah praktik yang diikuti
dengan kegiatan umpan balik. Proses pembelajaran akan
dapat ditingkatkan ketika adanya aktivitas yang relevan
dengan tujuan pembelajaran. Peserta didik perlu diberi
kesempatan untuk mempraktikkan apa yang telah dan
akan dipelajari. Salah satu bentuk pendekatan yang biasa
digunakan adalah mengintegrasikan tes praktik (practice
test) dalam pembelajaran. Pendekatan lain yang lebih
umum digu- pakan adalah memberikan kesempatan secara
39
informal kepada peserta didik untuk menguji atau
memaparkan kembali tugas yang telah dipelajari.
Pendekatan ini tidak hanya menyangkut segala sesuatu
yang mampu dilakukan, tetapi juga diberi kesempatan
untuk melakukan umpan balik atau menanyakan informasi
mengenai kinerja yang dapat ditunjukkan oleh peserta
didik. Misalnya, penjelasan tentang jawaban yang benar
atau salah. Jika jawaban peserta didik salah, pendidik
mempersiapkan jawaban yang benar disertai
penjelasannya.
Keempat, penilaian (assessment) adalah proses
mengumpulkan dan mendiskusikan informasi dari
berbagai sumber untuk mengembangkan pemahaman
terhadap apa yang telah dipahami, dimengerti, dan yang
dapat dilakukan oleh peserta didik sebagai hasil dari
pengalaman belajarnya (University of Oregon, 2011).
Penilaian adalah mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan mengacu pada ukuran tertentu, seperti menilai
baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dan
tinggi atau rendah. Kata lain yang hampir sama dengan
penilaian adalah evaluasi dan pengukuran. Evaluasi adalah
suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau
membuat keputusan, sampai sejauh mana tujuan atau
40
program telah tercapai. Adapun pengukuran merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur atau
memberi angka terhadap sesuatu yang disebut objek
pengukuran atau objek ukur (Djaali dan Pudji Muljono,
2004: 12). Seharusnya dalam penilaian hasil belajar, perlu
dibedakan antara the learning (materi perolehan belajar)
dan the learner (posisi peserta didik dalam kelompok).
Penilaian terhadap the learning menggunakan criterion
referenced test untuk menilai perolehan yang sudah
dicapai individu secara tuntas. Adapun the learner
menggunakan norm referenced test untuk menilai
kedudukan individu dalam kelompok atau kedudukan
kelompok dalam posisinya terhadap seluruh populasi
secara normal (Semiawan, 2007: 191).
41
dirancang secara spesifik untuk kepentingan
pembelajaran.
2. Bahan ajar yang dibuat dengan merujuk buku teks
pelajaran, penunjang, dan buku pengayaan untuk
kepentingan pembelajaran.
Pemilihan dan pengembangan bahan ajar adalah
proses seleksi berdasarkan kriteria tertentu. Pada proses
seleksi, bahan ajar dinilai apakah dapat digunakan secara
langsung (adopsi), disesuaikan (adaptasi), atau
dikembangkan lebih lanjut bila bahan ajar yang dipilih
tidak memenuhi semua kriteria yang ditetapkan. Terdapat
berbagai kriteria pemilihan bahan ajar. Dalam konteks
kurikulum kita, pemilihan bahan ajar harus
mempertimbangkan kriteria-kriteria berikut:
- Relevansi materi ajar dengan silabus yang
dikembangkan dalam konteks KTSP.
- Keterbacaan atau keterpahaman materi ajar oleh
peserta didik
- Karakteristik peserta didik, kebutuhan, dan latar
belakang sosial budayanya.
- Penyajian bahan ajar sejalan dengan tujuan
pembelajaran.
42
Sementara itu, menurut Brown (1995), dalam
merancang bahan ajar, guru harus mempertimbangkan tiga
hal berikut. Pertama, pendekatan yang digunakan dalam
kurikulum yang menjadi acuan pemilihan dan
pengembangan bahan ajar. Kedua, metode dan teknik
penyajian. Ketiga, latihan yang diberikan kepada peserta
didik dengan mempertimbangkan pendekatan dan metode
pembelajaran bahasa yang dipilih guru. Jika guru telah
mempertimbangkan ketiga hal tersebut, bahan ajar yang
dirancangnya pun dapat mengakomodasi kebutuhan
peserta didik.
Menurut Richards and Rogers (2001) serta Graves
(2000) dapat dipetakan sebagai berikut:
43
1. Memilih pendekatan dan desain pegembangan bahan
ajar dalam silabus. Sebagaimana yang telah kita bahas
pada Bab 3, Richards (2013) mengemukakan bahwa
terdapat tiga pendekatan dalam merancang kurikulum
bahasa, yaitu forward, central, dan backward design.
Ketiga desain ini menentukan cara pengembangan
bahan ajar dalam pembelajaran bahasa. Berdasarkan
hal tersebut, mari kita simak contoh seleksi dan
organisasi bahan ajar menurut ketiga pendekatan
tersebut.
a. Pendekatan forward design berfokus pada
pemetaan isi atau konten bahan ajar yang
diturunkan, misalnya dari analisis unsur-unsur
bahasa yang tertuang di dalam sebuah teks atau
mengurutkan unsur-unsur bahasa, mulai dari
unsur bahasa terkecil hingga terbesar (fonem,
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan teks).
Forward design tampak digunakan dalam
pendekatan komunikatif.
b. Pendekatan central design dalam rancangan
kurikulum bahasa. Pada pendekatan ini, bahan
ajar dikemas dalam bentuk silabus yang
didasarkan pada pertimbangan guru terhadap
44
aspek metodologi pembelajaran yang
dipandang dapat membantu peserta didik
memperoleh kemampuan yang dinyatakan
dalam kurikulum atau silabus. Peran metode
dan strategi pembelajaran penting dalam
pendekatan ini. Guru memilih strategi
pembelajaran dengan tujuan membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
c. Pada pendekatan backward design, organisasi
bahan ajar dikembangkan berdasarkan
capaian pembelajaran.
2. Setelah menentukan pendekatan yang digunakan, guru
kemudian menetapkan organisasi bahan ajar sesuai
dengan pendekatan yang dipilih.
3. Setelah kita menentukan organisasi bahan ajar, langkah
berikutnya adalah menentukan dan mengembangkan
bahan ajar secara sistematis. Dalam Kurikulum 2006
atau 2013, khususnya, silabus diawali dengan
identifikasi Kompetensi Dasar (KD), merumuskan
indikator berdasarkan telaah materi pokok berupa teks
berdasarkan pertimbangan terhadap kemampuan
peserta didik. Setelah itu, bahan ajar barulah
45
dikembangkan. Urutan alur ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
4. Penyajian bahan ajar ditentukan oleh pendekatan dan
metode pembelajaran yang dipandang dapat
membantu peserta didik mencapai KD dan tujuan
pembelajaran.
E. Metode Evaluasi
Evaluasi merupakan "Proses menilai sesuatu
berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan,
yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan
atas objek yang dievaluasi (Djaali dan Muljono, 2004: 1)."
Evaluasi juga dipandang sebagai suatu "Proses untuk
mengambil keputusan dengan menggunakan informasi
yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang
menggunakan instrumen tes maupun non tes" (Zainul dan
Nasution, 2005:8).
Lebih jauh dijelaskan pula bahwa ‘evaluation is a
structured process to determine if a program produced the
intended outcome (Genesee County Health Department,
2013: 1)’.
Dari pendapat diatas, dapat diketahui bahwa
evaluasi dipandang sebagai suatu bentuk kegiatan untuk
membuat keputusan tentang kelayakan atau kesuksesan
46
suatu program, atau proyek pembelajaran yang dihasilkan
telah memenuhi tujuan yang diinginkan atau belum.
Evaluasi pembelajaran dapat dilihat dari berbagai
perspektif. Dick dan Carey (2009), Borg dan Gall (2007),
Smith dan Ragab (2005), Rothwell and Kazanas (2004)
membagi evolusi kedalam dua jenis, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif.
1. Evaluasi Formatif
Berbagai definisi evaluasi formatif
dirumuskan dengan pendekatan yang berbeda-beda.
Dick (1980: 3) menulis tentang evaluasi formatif
dalam pengembangan sistem pembelajaran sebagai
berikut:
Formative evaluation is the process of collecting
data about a product during its development. Its
purpose is to improve the product prior to its final
production. This concept can be applied to the
development of a small unit of instruction or an
entire multimedia training system.
- Cennamo dan Kalk (2005) mengatakan, bahwa
evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan selama proses desain dan
47
pengembangan materi dan masih memiliki
waktu untuk membuat perubahan.
- Nwlink (2013: 1) mendefinisikan tentang
‘formative evaluation (sometimes referred to as
internal) is a method for judging the worth of a
program while the program activities are
forming (in progress)’.
Dari pendapat ahli di atas, dapat diketahui bahwa
evaluasi proses formatif berarti mengukur atau
menilai produk pembelajaran dan alat penilaian
metode pembelajaran.
Evaluasi formatif dilakukan oleh guru guna
mengetahui apakah proses pembelajaran berjalan
dengan baik atau efektif. Melalui evaluasi ini, guru
dapat memperoleh masukan guna memperbaiki
proses pembelajaran. Oleh karena itu, Richards
(2001:288-289) menyebutkan bahwa pertanyaan-
pertanyaan berikut menjadi fokus dalam evaluasi
jenis ini.
● Apakah waktu yang dialokasikan dalam
pembelajaran cukup untuk membantu peserta
didik mencapai tujuan pembelajaran?
48
● Apakah bahan ajar yang disampaikan dapat
dipahami oleh peserta didik?
● Apakah metode dan teknik pembelajaran yang
dipilih oleh guru sudah tepat?
● Apakah peserta didik memiliki minat dan
motivasi dalam pembelajaran?
● Apakah peserta didik memperoleh latihan
yang cukup?
● Apakah guru sudah memberikan umpan balik
(feedback) dan penguatan (reinforcement)
selama peserta didik berlatih?
● Apakah panduan yang diberikan oleh guru
sudah cukup?
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah suatu metode untuk
menilai kelayakan suatu program pada akhir
kegiatan program. Jika evaluasi formatif merupakan
metode penilaian yang berorientasi proses, maka
evaluasi sumatif adalah suatu metode untuk menilai
hasil dari seluruh aktivitas.
Dalam tugas keseharian guru, evaluasi sumatif
bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta
49
didik. Apakah peserta didik telah mencapai atau
belum mencapai SK dan KD yang dijabarkan oleh
guru di dalam perencanaan pembelajaran (dalam
silabus dan RPP). Pertanyaan-pertanyaan berikut
harus terungkap melalui evaluasi sumatif.
● Seberapa efektif pembelajaran berlangsung?
● Apakah tujuan pembelajaran tercapai atau
tidak?
● Apakah yang dipelajari peserta didik?
● Apakah bahan ajar berfungsi dengan baik?
● Apakah tujuan pembelajaran sesuai dengan
kemampuan siswa atau perlu diperbaiki?
● Apakah metode dan teknik pembelajaran
sudah tepat?
50
BAB IV
PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN
A. Strategi Pembelajaran dan Pengajaran Matematika
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai
peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan
daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi
oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit
Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini
(BSNP 2006).
53
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus
dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah
tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan
solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara
penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan
memahami masalah, membuat model matematika,
menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
a. Inquiry
55
Inquiry adalah suatu cara yang digunakan guru
untuk mengajar di depan kelas yang dapat dilakukan
dengan cara anak didik diberi kesempatan untuk
meneliti suatu masalah sehingga ia dapat
menemukan cara penyelesaiannya. Tujuan teknis
Inquiry adalah sebagai berikut.
56
b. SETS atau Sains, Lingkungan, Teknologi, dan
Masyarakat
a. Studi Kasus
Studi Kasus adalah suatu kajian terhadap
peristiwa, kejadian, fenomena atau situasi tertentu
yang terjadi di tempat tertentu dan berhubungan
dengan aspek-aspek kehidupan manusia di masa
lalu, masa kini atau masa yang akan datang (Hasan,
1996: 192). Sebuah peristiwa dapat dikatakan
sebuah kasus karena peristiwa itu unik serta terbatas
pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa tersebut
dan tidak terulang di tempat yang lain.
b. Isu Kontroversial
c. Pengajaran Konsep
60
pembelajaran yang dinamis diharapkan akan tercipta suatu
bentuk komunikasi lisan antara peserta didik dengan
peserta didik yang terpola melalui keterampilan
menyimak, berbicara membaca, dan menulis sehingga
suasana pembelajaran terhindar dari kejenuhan
(Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2008).
61
sehingga dapat kokoh tersimpan dalam jiwa peserta didik,
membangkitkan kegairahan belajar para peserta didik,
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya
masing-masing, mengarahkan peserta didik untuk
memiliki motivasi yang kuat sehingga lebih giat belajar,
memperkuat dan menambah kepercayaan diri peserta
didik dengan proses penemuannya.
63
dialogis-kritis, pengalaman langsung (direct experiences),
kolaboratif, dan kooperatif. Strategi pembelajaran seperti
ini menekankan pada tiga ranah pembelajaran, yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
65
2. Contextual Teaching Learning (CTL), adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi pembelajaran dengan situasi dunia
nyata siswa, dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
67
BAB V
MANAJEMEN PENDIDIKAN
A. Prinsip Manajemen Pendidikan
Prinsip-prinsip manajemen pendidikan berfungsi
sebagai panduan atau landasan utama dalam pelaksanaan
berbagai kegiatan manajerial yang menentukan
kesuksesan atau kegagalan lembaga pendidikan, yaitu
sekolah. Terdapat empat aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam penerapan prinsip-prinsip manajemen
pendidikan, yaitu tujuan yang ingin dicapai, subjek yang
terlibat dalam proses tersebut, tugas yang harus dilakukan,
dan nilai-nilai yang berlaku dalam organisasi atau institusi
tersebut. Engkoswara & Komariah (2012)menyebutkan
bawah di antara prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman
dan diyakini mampu mencapai tujuan yang diinginkan
atau diprogramkan sekolah adalah:
a. Partisipasi; semua personil yang berada di dalam
lingkup persekolahan,
b. Transparansi dalam proses pelaksanaan berbagai
kegiatan,
c. Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban
kegiatan,
68
d. Profesionalisme; melaksanakan berbagai program
kegiatan yang bermanfaat kapasitas dan
kapabilitas
e. Berwawasan ke depan (visi, misi) dengan arah
yang jelas menuju tujuan yang akan dicapai
f. Sharing authority; dalam situasi-situasi tertentu
kewenangan pimpinan didelegasikan kepada
bawahan yang kapabel melaksanakannya
g. Implementasi manajemen; muara dari poin 1-6.
B. Kepemimpinan Sekolah
Menurut Dirawat dkk (1983: 33) kepemimpinan
pendidikan adalah sebagai suatu kemampuan dan proses
mempengaruhi, mengkoordinir dan menggerakkan orang-
orang lain yang ada hubunganya dengan pengembangan
ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran agar tercapai tujuan secara efektif dan efisien.
69
a. Proses mempengaruhi para guru, pegawai, dan
murid-murid serta pihak terkait (komite sekolah dan
orang tua siswa);
b. Pengaruh yang dimaksudkan agar orang lain
melakukan tindakan yang diinginkan;
c. Berlangsung dalam organisasi sekolah untuk
mengelola aktivitas pembelajaran;
d. Kepala sekolah diangkat secara formal oleh pejabat
kependidikan atau yayasan bidang pendidikan;
e. Tujuan yang akan dicapai melalui proses
kepemimpinannya yaitu tercapainya tujuan
pendidikan lulusan berkepribadian baik dan
berkualitas;
f. Aktivitas kepemimpinan lebih banyak orientasi
hubungan manusia daripada mengatur sumber daya
material.
70
dicapai tujuan pendidikan/sekolah secara efektif dan
efisien.
C. Manajemen Kelas
Pengertian manajemen kelas menurut beberapa
ahli sebagai berikut: “manajemen kelas merupakan
masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru
menggunakannya untuk menciptakan dan
72
mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga
anak didik dapat mencapai tujuan pengajaran secara
efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar
Djamarah dan Zain (2017:173). Selanjutnya, Suparta,
et.all. (2002:205) mengatakan bahwa manajemen kelas
adalah usaha guru untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi yang memungkinkan
pengelolaan pengajaran dapat berlangsung dengan
berhasil. Sedangkan Simonsen et.all.(2008),
mengatakan bahwa manajemen kelas yang baik
memiliki lima aspek, yaitu memaksimalkan struktur,
membuat dan menerapkan harapan, melibatkan siswa
secara aktif, menggunakan rangkaian strategi untuk
memperkuat dan melemahkan perilaku siswa. Kelima
aspek ini penting diterapkan agar tercipta suasana
kondusif dalam belajar.
73
memotivasi peserta didik serta menanamkan nilai-nilai
kebaikan yang harus diyakini dan diaplikasikan oleh
peserta didik”. Adapun tujuan manajemen kelas adalah:
D. Hubungan Sekolah-Masyarakat
Hubungan sekolah dan masyarakat atau dikenal
dengan istilah Husemas termasuk salah satu dalam
administrasi pendidikan. Sekolah merupakan konsep yang
luas, yang mencakup lembaga pendidikan formal maupun
lembaga pendidikan non formal.
78
BAB VI
PENDIDIKAN INKLUSIF
A. Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan konsekuensi lanjut
dari kebijakan global Education for All (Pendidikan untuk
Semua) yang dicanangkan oleh UNESCO 1990 sebagai
hasil dari konferensi dunia di Salamanca pada tanggal 7-
10 Juni 1994 kemudian dilanjutkan dengan Deklarasi
Dakar pada tahun 2000 yang merupakan kerangka kerja
untuk merespons kebutuhan dasar warga masyarakat yang
menggariskan bahwa pendidikan harus dapat menyentuh
semua lapisan masyarakat tanpa mengenal batas,
ras,agama, dan kemampuan potensial yang dimiliki oleh
setiap peserta didik.
Pendidikan inklusi ini sejalan dengan semangat dan
jiwa UUD 1945 Pasal 31 tentang hak setiap warga negara
untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan
pendidikan layanan khusus. Sedang pemerataan
kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus
dilandasi pernyataan Salamanca Tahun 1994 yang
merupakan perluasan tujuan Education for All
79
(EFA).Dengan demikian yang dimaksud pendidikan
inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di
sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-
teman seusianya (Sapon Shevin dalam O'Neil 1994).
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah
sekolah yang menampung semua murid di kelas yang
sama.Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang
layak,menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan
dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-
anak berhasil (Stainback, 1980). Berdasarkan batasan
tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem
layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak
sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan
inklusif adalah memberikan kesempatan atau kasus yang
seluas-luasnya kepada semua. anak untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan
individu peserta didik tanpa diskriminasi.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak
sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum,
80
sarana prasarana pendidikan, maupun sistem
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
individu peserta didik. Untuk itu proses identifikasi dan
asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang
terlatih dan atau profesional di bidangnya untuk dapat
menyusun program pendidikan yang sesuai dan objektif.
Landasan filosofi utama dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusi di Indonesia adalah filsafat Pancasila
yang memiliki semboyan "Bhinneka Tunggal
Ika"merupakan lambang dan simbol pengakuan bahwa
Indonesia merupakan negara multi budaya, multietnik,
dan multi bahasa, adat istiadat, agama dan kepercayaan
sebagai sebuah kekayaan yang harus dijaga, dipelihara dan
dikembangkan dalam kerangka NKRI (Yusuf, 2014:
3).Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan
(kecacatan) dan ber keberbakatan hanyalah satu bentuk
kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras,
bahasa,budaya, atau agama. Di dalam individu
berkelainan pastilah dapat ditemukan keunggulan-
keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam individu
berbakat pastilah terdapat juga kecacatan tertentu, karena
tidak ada makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna.
Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta
81
didik satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku,
bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan
dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar
siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah,
silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti
halnya yang dijumpai atau dicita-citakan dalam kehidupan
sehari- hari. Oleh karena itu, sistem pendidikan yang
dikembangkan di Indonesia adalah pendidikan untuk
semua (education for all) yang diperuntukkan bagi semua
warga negara Indonesia tanpa kecuali.
Pendidikan inklusi merupakan suatu pendekatan
pendidikan yang inovatif dan strategis untuk memperluas
akses pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus
termasuk anak penyandang cacat. Dalam konteks yang
lebih luas, pendidikan inklusi juga dapat dimaknai sebagai
satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap
anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan
kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan
bagi semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya strategis
dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya
mengubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan
khusus. Dalam konteks pendidikan luar biasa di Indonesia,
82
pendidikan inklusi merupakan suatu alternatif, pilihan,
inovasi, atau terobosan/pendekatan baru di samping
pendidikan segregasi yang sudah berjalan lebih dari satu
abad dalam mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK).
Penyelenggara pendidikan inklusif dilakukan oleh
sekolah inklusi yang telah ditunjuk oleh dinas
kabupaten/kota atau dinas provinsi. Sekolah inklusi
merupakan satuan pendidikan formal atau sekolah reguler
yang menyelenggarakan pendidikan dengan
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus dan/atau
mengalami hambatan dalam akses pendidikan untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu bersama-sama
dengan peserta didik lain pada umumnya sesuai dengan
kebutuhan peserta didik. Jadi sekolah ini menyediakan
akses pembelajaran yang memungkinkan semua anak
termasuk ABK, dapat belajar bersama-sama dengan anak
pada umumnya (Yusuf, 2014: 14).
83
digunakan.Setiap pendekatan ini memiliki keunikan
dan fleksibilitasnya sendiri, dan pendekatan yang
digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
konteks spesifik kelas dan siswa.
a. Pendekatan ko-pengajaran, atau Co-Teaching
Pendekatan co-pengajaran, atau Co-
Teaching, adalah strategi di mana dua atau lebih
guru bekerja bersama dalam lingkungan kelas
inklusif. Dalam pendekatan ini, guru reguler dan
guru pendamping atau spesialis pendidikan
khusus bekerja sebagai tim untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pengajaran
yang responsif terhadap kebutuhan semua siswa.
Dalam pendekatan ko-pengajaran, kedua
guru memiliki peran yang aktif dalam
pembelajaran. Mereka berbagi tanggung jawab
dalam menyampaikan materi pembelajaran,
memberikan dukungan, memfasilitasi diskusi,
dan mengevaluasi kemajuan siswa. Kemitraan
antara guru reguler dan guru pendamping
didasarkan pada saling percaya, komunikasi yang
terbuka, dan kolaborasi yang efektif.
84
Ada beberapa model ko-pengajaran yang
dapat digunakan, termasuk:
- Model satu pengajaran, satu observasi:
Dalam model ini, satu guru memberikan
pengajaran sementara yang lainnya
mengobservasi siswa dan memberikan
dukungan tambahan jika diperlukan. Setelah
itu, kedua guru dapat melakukan refleksi dan
merencanakan pengajaran berikutnya
bersama.
- Model pengajaran bergantian:
Dalam model ini, kedua guru secara
bergantian mengambil peran sebagai
pengajar utama dan pendukung. Mereka
dapat bergantian mengajar selama satu
kegiatan atau topik pembelajaran, sehingga
semua siswa mendapatkan keuntungan dari
pengalaman pengajaran yang beragam.
- Model pengajaran berbagi:
Dalam model ini, kedua guru bekerja
bersama untuk merencanakan dan
menyampaikan pengajaran secara
bersamaan. Mereka dapat membagi
85
tanggung jawab, mengajar dalam kelompok
kecil, atau memberikan instruksi yang
berbeda sesuai dengan kebutuhan siswa.
89
Teknologi juga dapat digunakan untuk
mempersonalisasi pembelajaran dan memberikan
umpan balik secara individual kepada siswa
2. Strategi
92
pembelajaran jarak jauh untuk siswa berkebutuhan
khusus yaitu:
b. Strategi kooperatif
Slavin (2008) berpendapat bahwa
pembelajaran dengan strategi kooperatif
93
adalah pembelajaran dimana peserta didik
terdorong untuk bekerja sama dalam
kelompok kecil pada tugas akademik. Strategi
kooperatif mengarah pada pembelajaran yang
menunjukkan perilaku kerja sama yang teratur
dalam sebuah kelompok yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang mana hasil kerja tersebut
dipengaruhi oleh keterlibatan anggota
kelompoknya. Pada pembelajaran jarak jauh
untuk siswa berkebutuhan khusus, strategi
kooperatif dilaksanakan dengan orang-orang
di lingkungan sekitarnya, contohnya adalah
keluarga. Strategi kooperatif ini dapat
membuat siswa berkebutuhan khusus agar
mempunyai rasa semangat, kekeluargaan, dan
keakraban dengan guru dan lingkungan
sekitarnya sehingga mereka tidak cepat bosan.
96
BAB VII
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A. Penggunaan TIK Dalam Pendidikan
Berkembangnya kemajuan Teknologi Informasi dan
komunikasi (TIK) dewasa ini telah memberi pengaruh
besar dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dunia
pendidikan. Pengembangan dan pemanfaatan TIK dalam
dunia pendidikan dapat menjadikan reformasi sistem
pendidikan menjadi lebih baik.
1. Hakikat Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)
97
(IPTEK) secara umum adalah semua teknologi yang
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan
(akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan
penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan
Teknologi RI, 2006: 6).
98
Dalam konteks pembelajaran, menurut
(Siahaan, 2010) penggunaan komputer ditekankan
memang ditekankan, akan tetapi TIK bukan berarti
terbatas pada penggunaan alat-alat elektronik yang
canggih (sophisticated), seperti pemanfaatan
komputer dan internet, melainkan juga mencakup
alat-alat yang konvensional, seperti: bahan tercetak,
kaset audio, Overhead Transparancy
(OHT)/Overhead Projector (OHP), bingkai suara
(sound slides), radio, dan Televisi.
1) E-learning
E-learning merupakan sebuah media
pembelajaran berbasis TIK, yang dapat digunakan
sebagai media pembelajaran jarak jauh, yang
sangat cocok digunakan pada masa sekarang ini
dimana pembelajaran dilakukan menggunakan
sistem blended learning. E-learning dapat
menyampaikan informasi atau bahan ajar melalui
media internet, yang dapat diakses peserta didik
dengan mudah tidak terbatas oleh tempat dan
waktu.
2) PowerPoint
103
Media pembelajaran berbasis TIK yang lainya
yaitu Powerpoint. Media pembelajaran powerpoint
ini sangat sering digunakan sebagai media untuk
menyampaikan materi pembelajaran. Media
pembelajaran powerpoint ini sangat efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik,
karena powerpoint ini memiliki fitur yang dapat
memasukkan gambar bergerak dan juga dapat
mengatur slide dengan menambahkan template
gambar yang menarik, sehingga siswa akan
termotivasi untuk semangat belajar.
3) E-mail
E-mail merupakan sarana mengirim pesan,
tetapi dalam bidang pendidikan E-mail dapat
dimanfaatkan sebagai media untuk mengirimkan
tugas-tugas dari peserta didik. E-mail ini dapat
diakses dengan melalui media internet. E-mail
dapat dimanfaatkan sebagai media berbasis TIK
karena dengan menggunakan E-mail kita dapat
mengirimkan pesan informasi berupa teks, foto,
video, dan juga file.
104
Pada saat ini, banyak sekali pendidik (guru)
yang memanfaatkan Situs & aplikasi sebagai
media pembelajaran berbasis TIK, karena situs dan
aplikasi pembelajaran ini sangat mudah untuk
digunakan dan juga mampu menarik minat siswa
belajar, Situs & aplikasi pembelajaran ini dapat
diakses siswa melalui media internet. Situs &
aplikasi pembelajaran sangat efisien digunakan
pada masa sekarang ini karena dapat diakses
dimana saja dan kapan saja. Situs dan aplikasi
pembelajaran dapat dimanfaatkan pendidik
sebagai media untuk menyampaikan materi dan
juga untuk evaluasi pembelajaran sehingga sangat
efisien sekali jika pembelajaran yang saat ini
menggunakan sistem blended learning ini
memanfaatkan media berbasis TIK
5) Video Pembelajaran
B. E-Learning
Pandemi Covid-19 merupakan musibah yang
memberikan dampak besar bagi kehidupan manusia.
Coronavirus Disease (Covid-19) merupakan suatu
penyakit yang ditemukan pertama kali di kota
Wuhan,China, dan telah menyebar ke seluruh dunia
termasuk negara Indonesia.
a. Web Course
Web Course adalah penggunaan internet untuk
keperluan pembelajaran, di mana seluruh bagian
bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan,
latihan dan ujian sepenuhnya disampaikan melalui
internet. Siswa dan guru sepenuhnya terpisah,
namun hubungan atau komunikasi antara keduanya
bisa dilakukan setiap saat. Bentuk pembelajaran
model ini biasanya digunakan keperluan pendidikan
jarak jauh (distance education/learning). Aplikasi
bentuk ini antara lain virtual universities ataupun
lembaga pelatihan yang menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan yang bisa diikuti secara jarak
jauh dan setelah lulus ujian diberikan sertifikat.
108
b. Web Centric Course
Web Centric Course adalah penggunaan
internet yang memadukan antara belajar jarak jauh
dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi
disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi
melalui tatap muka serta berfungsi saling
melengkapi. Dalam model pembelajaran E-Learning
ini, guru bisa memberikan petunjuk kepada murid
untuk mempelajari materi pembelajaran melalui
web yang telah dibuatnya. Peserta didik juga
diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari
situs-situs yang relevan.
109
menyajikan materi melalui web yang menarik dan
diminati, melayani bimbingan dan komunikasi
melalui internet dan kecakapan lain yang
diperlukan.
C. Manfaat TIK dan E-Learning
1. Manfaat TIK
Kemajuan TIK membuat bidang pendidikan tidak
lagi berjalan di tempat. Keberadaan internet dan
piranti komputer kekinian telah menjadi solusi
kegiatan belajar mengajar di tengah pandemi Covid-
19.
Dengan memanfaatkan berbagai software aplikasi
konferensi di komputer atau ponsel pintar ditunjang
akses internet, pembelajaran tetap bisa dilangsungkan
meski ada kendala berkumpul tatap muka di kelas.
110
- Munculnya inovasi e-learning membuat
pembelajaran berkembang dan menunjang
kemudahan proses pendidikan.
- Materi tentang pelajaran dapat dibuat lebih
menarik dan interaktif. Kini makin mudah
untuk mengakses informasi berkenaan dengan
hasil penelitian orang atau pihak lain.
- Pelajar dapat dengan mudah untuk memperoleh
bahan ilmu pengetahuan untuk mengerjakan
tugas makalah, paper, dan sebagainya.
111
kesiswaan semakin mudah dilakukan dan
lancar.
2. Manfaat E-Learning
Langford serta Clearly (1996) menguraikan
bahwa dalam penggunaan teknologi ialah hal yang
mendasar dalam memperoleh bermacam berbagai
pengetahuan baik secara teori ataupun praktek.
Manfaat penggunaan E-Learning bagi tenaga
pendidik menurut Wena (2009), ialah sebagai berikut:
112
4) Pendidik dapat melihat secara langsung di
manapun serta kapanpun terhadap
mahasiswa yang telah ataupun belum
mengumpulkan tugas.
113
BAB VIII
EVALUASI DAN PENILAIAN
A. Prinsip evaluasi pembelajaran ( formatif dan sumatif)
Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesi-nam--bungan untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan informasi
ten-tang proses dan hasil belajar siswa dalam mencapai
tujuan pem-bel-ajaran dan dalam rangka membuat
ke-putusan-keputusan instruksional berdasar-kan kri-teria
dan pertimbangan tertentu Penilaian merupakan proses
yang sistematis artinya penilaian harus di-lakukan secara
terencana dan bertahap serta berkelanjutan untuk dapat
mem-peroleh gambaran tentang perkembangan siswa.
Penilaian merupakan proses yang berke-sinambungan
artinya penilaian harus dilakukan secara terus-menerus
sepanjang rentang waktu penilaian.
Prinsip-prinsip penilaian adalah mendidik,
terbuka, menyeluruh, terintegrasi, objektif, sistematis, dan
berkesinambungan. Mendidik artinya proses penilaian
hasil belajar harus memberikan sum-bangan positif pada
peningkatan pencapaian hasil belajar siswa. Terbuka
artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar
114
peng-ambilan keputusan harus disampaikan secara
transparan dan diketahui oleh pihak-pihak terkait.
Menyeluruh artinya penilaian hasil belajar yang dilakukan
harus meliputi as-pek kompetensi yang akan dinilai.
Terintegrasi artinya penilaian tidak hanya dilakukan
se-te-lah siswa menyelesaikan pokok bahasan tertentu,
tetapi selama pro-ses pembelajaran. Objektif artinya
proses penilaian yang dilakukan harus meminimalkan
pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subjektif dari
penilai dan tidak ada siswa yang diuntungkan atau
dirugikan.
Penyempurnaan program pembelajaran, mengetahui
dan mengurangi kesalahan yang memerlukan perbaikan.
Tujuan penilaian formatif adalah untuk memperbaiki
proses pembelajaran, bukan hanya untuk menentukan
tingkat kemampuan siswa. Selain itu, penilaian formatif
bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai
kekuatan dan kelemahan pembelajaran yang telah
dilakukan dan menggunakan informasi tersebut untuk
memperbaiki, mengubah atau memodifikasi pembelajaran
agar lebih efektif dan dapat meningkatkan kompetensi
siswa.
115
Hasil penilaian formatif ini bermanfaat bagi guru
dan siswa. Manfaat bagi guru yaitu guru akan mengetahui
sejauh mana bahan pelajaran dikuasai dan dapat
memperkirakan hasil penilaian sumatif. Jika guru
mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam menguasai
materi pelajaran, maka guru dapat membuat keputusan,
apakah suatu materi pembelajaran perlu diulang atau
tidak. Jika harus diulang, guru juga harus memikirkan
strategi pembelajaran yang akan ditempuh. Penilaian
formatif merupakan penilaian hasil belajar dari kesatuan-
kesatuan kecil materi pelajaran. Beberapa hasil penilaian
formatif dapat dipergunakan sebagai bahan untuk
memperkirakan penilaian sumatif. Manfaat bagi siswa
yaitu mengetahui susunan tingkat bahan pelajaran,
mengetahui butir-butir soal yang sudah dikuasai, dan
butir-butir soal yang belum dikuasai. Hal ini merupakan
umpan balik yang sangat berguna bagi siswa, sehingga
dapat diketahui bagian-bagian yang harus dipelajari
kembali secara individual.
Penilaian formatif melibatkan proses mencari dan
menginterpretasikan bukti-bukti yang digunakan siswa
dan guru untuk memutuskan posisi siswa dalam
pembelajarannya, kemana siswa perlu melangkah dan
116
bagaimana cara terbaik untuk mencapainya. Lebih lanjut
ditekankan bahwa agar penilaian formatif lebih efektif,
guru harus terampil dalam menggunakan strategi penilaian
yang bervariasi. Strategi penilaian tersebut dalam
penilaian formatif bisa berupa observasi, diskusi siswa,
umpan balik, self assessment dan peer assessment. Self
assessment merupakan hal penting yang dilakukan siswa
dalam upaya menyadari adanya gap. Guru berperan untuk
mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan mendorong
siswa untuk melakukan self assessment dalam upaya
mencapai tujuan. Umpan balik perlu dilakukan di dalam
kelas oleh guru dan siswa secara timbal balik. Pemberian
umpan balik dapat memotivasi siswa untuk belajar,
mendorong siswa untuk tertarik pada pembelajaran,
meningkatkan hasil belajar, menimbulkan optimisme, self
regulating learning, dan mengembangkan potensi
metakognisi 3,13.
Keberhasilan penggunaan penilaian formatif
sangat tergantung kemampuan guru mengorganisasi siswa
dalam pembelajaran. Terdapat lima faktor kunci yang
dapat meningkatkan pembelajaran melalui penilaian
formatif Kelima faktor kunci tersebut adalah: (a)
menyediakan umpan balik yang efektif untuk siswa, (b)
117
secara aktif melibatkan siswa dalam pembelajaran, (c)
mengatur pembelajaran yang memungkinkan siswa
memperoleh nilai baik ketika dilakukan penilaian, (d)
memperkenalkan pengaruh besar penilaian terhadap
motivasi, dan (e) mempertimbangkan kebutuhan siswa
untuk menilai dirinya sendiri dan untuk memahami
bagaimana cara meningkatkan hasil belajarnya.
Umpan balik adalah informasi tentang kesenjangan
antara tingkat aktual dan tingkat referensi siswa atau
kesenjangan kondisi siswa sekarang dengan tujuan-tujuan
dan standar pembelajaran. Siswa menghasilkan umpan
balik internal dalam kegiatan pembelajaran dan penilaian.
Umpan balik formatif terkait erat dengan penilaian
formatif tetapi juga dapat berpotensi untuk digunakan
sebagai penghubung antara penilaian sumatif dan
pengembangan formatif.Umpan balik merupakan elemen
yang penting dalam penilaian formatif. Kriteria umpan
balik yang baik sebagai berikut.
118
3) Memberikan informasi yang berkualitas tinggi kepada
siswa tentang hasil belajar mereka;
4) Mendorong guru untuk berdialog dengan siswa
selama pembelajaran;
5) Memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran;
6) Menyediakan kesempatan untuk menutup
kesenjangan antara kinerja saat ini dan yang
diinginkan;
7) Memberikan informasi kepada guru yang dapat
digunakan untuk membantu membentuk pengajaran.
● Penilaian Sumatif
Penilaian sumatif adalah suatu aktivitas penilaian
yang menghasilkan nilai atau angka yang kemudian
digunakan sebagai keputusan pada kinerja siswa.
119
Kegiatan penilaian ini dilakukan jika satuan
pengalaman belajar atau seluruh materi pelajaran
telah selesai. Penilaian sumatif digunakan untuk
menentukan klasifikasi penghargaan pada akhir
kursus atau program. Penilaian sumatif dirancang
untuk merekam pencapaian keseluruhan siswa secara
sistematis.
Penilaian sumatif berkaitan dengan menyimpulkan
prestasi siswa, dan diarahkan pada pelaporan di akhir
suatu program studi. Penilaian sumatif tidak
memberikan dampak secara langsung pada
pembelajaran, meskipun seringkali mempengaruhi
keputusan yang mungkin memiliki konsekuensi bagi
siswa dalam belajar. Fungsi penilaian sumatif yaitu
pengukuran kemampuan dan pemahaman siswa,
sebagai sarana memberikan umpan balik kepada
siswa, untuk memberikan umpan balik kepada staf
akademik sebagai ukuran keberhasilan pembelajaran,
akuntabilitas dan standar pemantauan staf akademik,
dan sebagai sarana untuk memotivasi siswa.
120
B. Pengembangan Instrumen Penelitian, (Sikap,
Pengetahuan, dan Keterampilan)
Pengembangan instrumen penelitian untuk
mengukur sikap, pengetahuan, dan keterampilan
merupakan proses yang penting dalam penelitian.
Instrumen yang baik harus dirancang dengan cermat untuk
mengumpulkan data yang relevan dan dapat diandalkan
dalam menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.
Berikut adalah penjelasan lengkap tentang pengembangan
instrumen penelitian untuk masing-masing variabel, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan:
1) Sikap
Sikap mencerminkan evaluasi individu terhadap
objek, orang, atau situasi tertentu yang melibatkan
komponen afektif, kognitif, dan perilaku. Untuk
mengukur sikap, Anda perlu mengembangkan
instrumen yang mampu mengevaluasi pandangan,
keyakinan, dan preferensi responden terkait dengan
variabel yang diteliti. Beberapa langkah yang dapat
diikuti dalam pengembangan instrumen sikap
meliputi:
a. Identifikasi dimensi sikap:
121
Tentukan dimensi atau aspek sikap yang ingin
diukur, misalnya sikap positif versus negatif, sikap
menerima versus menolak, atau sikap proaktif
versus pasif.
b. Pemilihan pernyataan:
Buatlah serangkaian pernyataan yang
mencerminkan dimensi sikap yang dituju.
Pernyataan harus jelas, spesifik, dan relevan
dengan konteks penelitian.
c. Skala penilaian:
Tentukan jenis skala penilaian yang akan
digunakan, seperti skala Likert dengan pilihan
jawaban yang menggambarkan tingkat persetujuan
atau ketidaksetujuan terhadap pernyataan.
d. Validasi instrumen:
Lakukan uji validitas instrumen dengan
menggunakan metode statistik seperti analisis
faktor atau uji korelasi untuk memastikan bahwa
instrumen benar-benar mengukur apa yang
diinginkan.
2) Pengetahuan
122
Pengetahuan mencakup pemahaman dan keahlian
yang dimiliki individu tentang suatu subjek atau topik
tertentu. Untuk mengukur pengetahuan, instrumen
penelitian perlu dirancang untuk menguji pemahaman
dan pengetahuan responden tentang topik yang
diteliti. Beberapa langkah yang dapat diikuti dalam
pengembangan instrumen pengetahuan meliputi:
a. Identifikasi konten:
Tentukan area pengetahuan yang ingin diukur,
identifikasi topik atau konsep yang relevan dalam
area tersebut.
b. Pemilihan jenis pertanyaan:
Gunakan jenis pertanyaan yang sesuai untuk
mengukur pemahaman, seperti pertanyaan pilihan
ganda, pertanyaan isian singkat, atau pertanyaan
essay tergantung pada tingkat kompleksitas dan
tujuan penelitian.
c. Validasi instrumen:
Lakukan uji validitas instrumen melalui
proses validasi, seperti uji coba, uji korelasi item,
atau analisis konten oleh ahli untuk memastikan
bahwa instrumen benar-benar mengukur
pengetahuan yang diinginkan.
123
3) Keterampilan
124
Tentukan kriteria penilaian yang jelas untuk
mengukur keterampilan responden, seperti
ketepatan, kejelasan, atau kreativitas dalam
melaksanakan tugas atau aktivitas.
d. Validasi instrumen:
Lakukan uji validitas instrumen dengan
melibatkan ahli atau melakukan uji coba untuk
memastikan bahwa instrumen benar-benar
mengukur keterampilan yang diinginkan.
125
DAFTAR PUSTAKA
Aghniya, S. L. (2020). Strategi Pembelajaran Jarak Jauh
Untuk Siswa Berkebutuhan Khusus Di Tengah
Pandemi. Jurnal Pendidikan Inklusi, 8, 247-278.
Al Yakin Ahmad (2019). Manajemen Kelas Di Era
Industri 4.0: Jurnal Perguruang. Vol.1, No. 1, Mei
2019:12-13
Amiruddin. (2016). Perencanaan Pembelajaran (Konsep
& Implementasi). Yogyakarta : Parama Ilmu.
Ardiawan, I. K. N., Kristina, P. D., & Swarjana, I. G. T.
(2020). Model Pembelajaran Jigsaw Sebagai Salah
Satu Strategi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
Edukasi: Jurnal Pendidikan Dasar, 1(1), 57-64.
Arends, I., R. 2007. Learning to Teach. New York:
McGraw Hill Companies. Penerjemah Helly
Prajitno Soetjipto & Sri Nulyatini Soetjipto. 2008.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Budiana, dkk. (2015).Pemanfaatan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Bagi Para
Guru Smpn 2 Kawali Desa Citeureup Kabupaten
126
Ciamis. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat. Vol. 4, No. 1, Mei 2015: 59 – 62
Choirul, Ilham.2021 Apa Saja Keuntungan Penggunaan
TIK di Bidang Pendidikan.tirto.id
Dwi, Fadhilla. 2022. Penggunaan Media Pembelajaran
Berbasis TIK Dalam Bidang Pendidikan.
Kumparan.com
Fauzan, & Fatkhul Arifin. (2022). Desain Kurikulum dan
Pembelajaran Abad 21. Jakarta : Kencana
Hardini Isriani, dkk,. 2015. Strategi Pembelajaran
Terpadu: Teori, Konsep & Implementasi.
Yogyakarta: Familia
Ibda, F. (2015). Perkembangan Kognitif: Teori Jean
Piaget. Intelektualita, 3(1), 242904.
Ichsan, M. (2016). Psikologi Pendidikan Dan Ilmu
Mengajar. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan
Konseling, 2(1), 60.
https://doi.org/10.22373/je.v2i1.691
Idi, Abdullah. (2014). Pengembangan Kurikulum Teori &
Praktik. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Iqlimah, A. 2021. Penggunaan E-Learning pada Peserta
Didik dalam Proses Pembelajaran.
yoursay.suara.com
127
Kusumawati, T. I. (2022). Berbagai Strategi dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia. EUNOIA (Jurnal
Pendidikan Bahasa Indonesia), 2(2), 138-148.
Masgumelar, N. K., & Mustafa, P. S. (2021). Teori Belajar
Konstruktivisme dan Implikasinya dalam
Pendidikan. GHAITSA: Islamic Education Journal,
2(1), 49–57.
Nur Fadillah, septi 2021. Pendidikan Inklusi. Sukabumi:
CV jejak.
Nurgiyantoro, B. (2005). Tahapan Perkembangan Anak
dan pemilihan Bacaan Sastra Anak. Cakrawala
Pendidikan, 2, 197–216.
Nur Nasution Wahyudin (2015). Kepemimpinan
Pendidikan Di Sekolah: Jurnal Tarbiyah. Vol.22,
No. 1, 1 Januari 2015: 76-78
Rusli, R., & Kholik, M. (2013). Hasil dan Pembahasan
Teori Belajar Behavioristik. Jurnal Sosial
Humaniora ISSN, 4, 6.
Sembiring, R. B. (2013). Strategi pembelajaran dan minat
belajar terhadap hasil belajar matematika. Jurnal
Teknologi Pendidikan, 6(2), 214-229.
Sola Ermi (2021). Prinsip-prinsip Manajemen Pendidikan
Vs Kinerja Guru: Sebuah Tinjauan Umum: Jurnal
128
Manajemen Pendidikan Islam. Vol.1, No 1, Juli
2021:22-23
Sundayana, Wachyu. (2017). Telaah Kurikulum &
Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Syaparuddin, S., Meldianus, M., & Elihami, E. (2020).
Strategi pembelajaran aktif dalam meningkatkan
motivasi belajar pkn peserta didik. Mahaguru: Jurnal
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 1(1), 30-41.
Tumpu, M dkk. (2022). Teknologi Pendidikan (Era
Industri 4.0). Tohar Media.
Umar (2016). Manajemen Hubungan Sekolah Dan
Masyarakat Dalam Pendidikan: Jurnal Edukasi.
Vol.2, No. 1, Januari 2016:19-20
Yaumi, Muhammad. (2016). Prinsip-Prinsip Desain
Pembelajaran. Jakarta : Kencana (Prenada Media
Group)
Wahab, G., & Rosnawati. (2021). Teori-Teori Belajar Dan
Pembelajaran. In Paper Knowledge . Toward a
Media History of Documents (Vol. 3, Issue April).
http://repository.uindatokarama.ac.id/id/eprint/1405
/1/TEORI-TEORI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN.pdf
129