Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

MODEL/STRATEGI PEMBELAJARAN KOGNITIF DAN IMPLEMENTASI DI


PENDIDIKAN KEJURUAAN

Dosen Pengampu : Yelma Dinastiti, M.Pd

Kelompok 6 :

Heriyanto Wibowo (21133204016)

Ikmal Fawaz (21133204018)

Nada Khoirun Nisa’ (21184206004)

Fakultas Sains dan Teknologi dan Fakultas Sosial dan Humaniora

UNIVERSITAS BHINEKA PGRI

TULUNGAGUNG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah,
rahmat, serta karunia-Nya, makalah ini akhirnya selesai dan dapat disajikan kepada para
pembaca. Makalah ini diharapkan bisa memenuhi strategi pembelajaran kognitif dan
implementasinya pada pendidikan kejuruan serta untuk pengembangan penulis dan pembaca
tentang materi teori belajar dan pembelajaran model kognitif serta implementasinya dalam
pendidikan kejuruan.

Tulisan dalam makalah yang berjudul “Model Pembelajaran Kognitif dan


Implementasinya pada Pendidikan Kejuruan” ini merupakan hasil dari penelitian dari beberapa
buku dan sumber yang telah kelompok kami kaji. Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr.Sujono, Spd.MM selaku Rektor Universitas Bhinneka Tulungagung, yang telah


mengizinkan kami untuk melanjutkan pendidikan di kampus Universitas Bhinneka
Tulungagung

2. Yelma Dinastiti, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Teori belajar dan pembelajaran
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini sesuai tepat
waktu.

Kami selaku penulis mengharapkkan kritik dan saran yang membangun, karena penulis
masih dalam pembelajaran yang tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya agar dapat menambah ilmu
pengetahuan tentang strategi pembelajaran.

Tulungagung, 30 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif .................................................................................... 2
2.1.1 Teori Kognitif dalam Pembelajaran ......................................................................... 2
2.1.2 Aspek-Aspek dan Ranah Pembelajaran Kognitif .................................................... 3
2.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar Kognitif .............................................................................. 6
2.1.4 Teori Kognitif dalam Pembelajaran ......................................................................... 6
2.1.5 Penerapan Teori Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran ........................................ 16
2.2 Pengertian Pendidikan Kejuruan .................................................................................... 18
2.2.1 Implementasi Kognitif pada Bidang Kejuruan PVO ............................................. 21
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 23
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

ii
BAB I

PENDALUHUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap dan terjadi karena
adanya praktek atau pengalaman. Perubahan yang terjadi karena adanya faktor tertentu
yang bersifat mempengaruhi dalam proses belajar. Dalam proses belajar terdapat dua
komponen yang saling berhubungan sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan
efektif. Efektifnya kegiatan belajar dapat tercemin dari kondisi pelajar saat dan setelah
terikat dalam preose belajar.

Berbagai hal yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menciptakan suasana
belajar yang efektif, salah satunya yaitu menerapkan teori-teori belajar yang dikembangkan
oleh para ahli sejak dulu. Terdapat beberapa metode atau strategi belajar, namun meskipun
banyak perbedaan secara keseluruan tetap menuju pada tujuan yang sama.

Dalam konteks ini implementasinya dalam pendidikan kejuruan. Kedua hal


tersebut saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lain. Bila kognitif adalah
strategi atau model maka pendidikan kejuruan adalah tempat untuk pengujiaan strategi
pembelajaran kognitif tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Sebutkan dan jelaskan model atau strategi pembelajaran kognitif?


2. Sebutkan dan jelaskan implementasi model atau strategi pembelajaran kognitf di
pendidikan kejuruan?
3. Bagaiman hubungan model atau strategi kognitif di pendidikan kejuruan berikut
dengan penjelasannya?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui model atau stretegi pembelajaran kognitif


2. Mengetahui implementasi dan hubungan model atau strategi pembelajaran kognitif di
pendidikan kejuruan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif

Kognitif beranggapan jika belajar adalah suatu proses internal yang melingkupi
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, serta aspek-aspek kejiwaan.1 Dalam teori
kognitif, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Akan tetapi,
proses belajar menyangkut proses berpikir yang kompleks serta melibatkan prinsip dasar
psikologi, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial, dan lewat pengalaman sendiri.

Teori Kognitif merupakan pendekatan belajar yang lebih mengutamakan proses


belajar daripada hasil belajar. Teori belajar kognitif awalnya dikemukakan oleh Dewwy,
dan diteruskan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon, Mosher, Pery, dan lainnya, yang
menelaah perkembangan kognitif dalam kaitannya dengan belajar. Kemudian dilanjutkan
oleh Jerome Brunner, David Asubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka, Kohler, Wertheirmer dan
sebagainya. Teori kognitif erat hubungannya dengan tingkat kecerdasan, sebagai contoh
dalam kegiatan sehari-hari kognitif dapat diacukan saat seseorang sedang belajar,
membangun sebuah ide, beradaptasi, dan memecahkan masalah. Kognitif menjadi aspek
dalam banyak kurikulum pendidikan dan menjadi tolok ukur penilaian perkembangan
anak.2

2.1.1 Teori Kognitif dalam Pembelajaran

Dalam kognitif, prinsip belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman


yang tidak hanya dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang konkrit. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal
pikiran manusia. Menurut Sutarto (2017:4), belajar menurut teori kognitif adalah suatu
proses atau usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia
sebagai akibat dari proses interaktif aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh
suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan,

1
Herman Anis, Teori Belajar Kognitif, https://hermananis.com/teori-belajar-kognitif-menurut-para-ahli-dan-
penerapannya-dalam-pembelajaran, (diakses pada 29 Oktober 2021)
2
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.2

2
nilai dan sikap yang bersifat relatif dan berbekas.3 Misalnya, ketika seseorang sedang
melakukan wisata di kebun binatang, kemudian dia mengamati semua objek yang
terdapat dalam kebun binantang tersebut. Dalam pengamatan itu, terjadi aktivitas
mental. Kemudian dia menceritakan pengalamannya pergi ke kebun binatang pada
neneknya. Ketika dia menceritakan pengalamannya pergi ke kebun binatang, dia tidak
dapat menghadirkan objek-objek yang pernah dilihatnya ketika berada di kebun binatang
tersebut. Akan tetapi dia dapat menggambarkan semua objek tersebut dalam bentuk
kata-kata dan kalimat. Maka dengan demikian sudah terjadi proses belajar dan terjadi
perubahan pada pengetahuan dan pemahaman. Jika pengetahuan dan pemahaman
tersebut menghadirkan perubahan sikap, maka sudah terjadi perubahan sikap.

2.1.2 Aspek-Aspek dan Ranah Pembelajaran Kognitif

Aspek kognitif merupakan aspek yang berkaitan dengan nalar atau proses
berpikir, yaitu kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan kemampuan
rasional.4 Dalam Taksonomi Bloom yang digagas oleh Benjamin Bloom,
mengelompokkan aspek kognitif dalam enam aspek, sebagai berikut :

1. Pengetahuan atau Knowledge (C1)

Dalam artian kemampuan menuntut peseta didik untuk dapat mengenali,


mengingat, memanggil kembali tentang adanya konsep, prinsip, fakta, ide,
rumus-rumus, istilah, nama.5 Misalnya seorang guru mengetahui teknik-teknik
mengidentifikasikan kebutuhan siswa dan menentukan strategi pembelajaran
yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.6

2. Aspek Pemahaman atau Understanding (C2)

Aspek pemahaman menuntut para peserta didik untuk memahami dan mengerti
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Singkatnya aspek pemahaman

3
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.2
4
Lukman man, Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, 7 Juni 2020, https://man1bengkalis.sch.id/editorial/kognitif-
afektif-psikomotorik-menurut-bloom-perkembangan-anak-yang-paling-penting-adalah-selama-lima-tahun-
pertamanya-atau-biasa-juga-disebut-sebagai-tahapan/ (diakses pada 29 Oktober 2021)
5
Khusnul Khotimah, Susi Darwati, Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Pembelajaran, (Sidoarjo : UMSIDA), h.2
6
Tanpa Nama, Aspek-Aspek Wajib dalam Kompetensi Sebagai Tujuan, 15 Juli 2017,
http://sman1kendal.sekolahngawi.id/2017/06/aspek-aspek-wajib-dalam-kompetensi.html?m=1 (diakses pada
29 Oktober 2021)

3
merupakan pendalaman pengetahuan mengenai suatu mata pelajaran. Aspek
pemahaman dibedakan menjadi 3 kategori :

A. Tingkat rendah atau pertama

Yakni berkaitan dengan penelaahan peserta didik dalam pemahaman


terjemahan terhadap suatu materi-materi pelajaran. Sebagai contoh : Terjemah
bahasa Indonesia ke dalam bahasa inggris, menerapkan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, mengartikan Bhineka Tunggal Ika.

B. Tingkat kedua

Merupakan pemahaman penafsiran yang menghubungkan bagian yang sudah


dipelajari sebelumnya dengan bagian yang dipelajari selanjutnya. Misalnya,
menghubungkan pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subjek, dan
passesive pronoun sehingga mengetahui cara menyusun kalimat yang benar,
misalnya My friend is studying bukan My friend studying.

C. Tingkat ketiga

Pemahaman yang ketiga merupakan pemahamna yang tertinggi, yaitu


pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi mampu melihat dibalik
pengetahuan, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat
memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalah.7

3. Aspek Penerapan atau Comprehension (C3)

Kesanggupan peserta didik untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide


umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-
teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret. Penerapan
merupakan proses berfikir satu tingkat lebih tinggi daripada pemahaman.8
Sebagai contoh : Peserta didik mampu memikirkan konsep Bhineka Tunggal
Ika dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.

7
Khusnul Khotimah, Susi Darwati, Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Pembelajaran, (Sidoarjo : UMSIDA), h.2

8
Rizton, Model/Strategi Pembelajaran Kognitif, 21 Maret 2012,
https://studentgoblog.blogspot.com/2012/03/modelstrategi-pembelajaran-kognitif.html?m=1 (diakses pada
29 Oktober 2021)

4
4. Analisis atau Analysis (C4)

Yaitu aktivitas menguraikan dan memahami situasi atau keadaan tertentu untuk
mengetahui hubungan atau kaitan situasi tersebut, kemudian mengartikannya
kedalam unsur-unsur pengetahuan atau konsep pembentuk pengetahuan
tersebut.9 Contohnya peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan
baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa di rumah, di sekolah,
maupun dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat, sebagai bagian dari
ajaran islam.

5. Sintesis atau Synthesis (C5)

Sintesis berkebalikan dengan proses berpikir analisis. Kemampuan berpikir


sintesis siswa adalah suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-
unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstuktur atau
berbentuk pola baru.10

6. Evaluasi atau Evaluation (C5)

Kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu


situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.11 Peserta
didik mampu menakar tentang manfaat yang dapat dipetik dari perilaku
pengamalan disiplin dan dapat menunjukkan akibat-akibat dari sikap malas
maupun rajin.

9
Khusnul Khotimah, Susi Darwati, Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Pembelajaran, (Sidoarjo : UMSIDA), h.2

10
Rizton. 21 Maret 2012. https://studentgoblog.blogspot.com/2012/03/modelstrategi-pembelajaran-
kognitif.html?m=1
11
Khusnul Khotimah, Susi Darwati, Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Pembelajaran, (Sidoarjo : UMSIDA), h.3

5
2.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar Kognitif

1. Lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.

2. Individu terlibat langsung dalam situasi belajar dan memperoleh pemahaman atau
insight untuk pemecahan masalah.

3. Tingkah laku ditentukan oleh persepsi langsung dan pemahaman situasi diri yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.

4. Disebut model perseptual.

5. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi maupun materi pelajaran yang menjadi


komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah

6. Belajar merupakan suatu proses internal yang mencangkup ingatan, retensi,


pengolahan informasi, emosi, aspek-aspek kejiwaan lainnya.

7. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

8. Materi pelajaran disusun dengan pola dari sederhana ke kompleks.

9. Perbedaan individu siswa perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi


keberhasilan belajar.12

2.1.4 Teori Kognitif dalam Pembelajaran

Berikut ini merupakan teori belajar Kognitif menurut para tokoh :

1. Belajar Menurut Teori Kognitif Jean Piaget

Jean Piaget mengatakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila terdapat
aktivitas seseorang individu berinteraksi dengan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan
dan perkembangan individu adalah proses sosial. Individu berinteraksi dengan
lingkungan fisiknya sebagai bagian dari kelompok sosial. Interaksi seseorang dengan
orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya
terhadap alam.

12
Eza Yayang, Teori Belajar Kognitif, Tanpa Tahun,
https://www.academia.edu/12316783/Teori_Belajar_Kognitif, (diakses pada 29 Oktober 2021)

6
Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki peran yang
sangat penting dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada dasarnya
merupakan proses mental. Proses mental tersebut pada hakekatnya merupakan
perkembangan kemampuan penalaran logis (development of ability to respon
logically). Bagi Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut jauh lebih penting dari
sekedar mengerti. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin kompleks
susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan kognitifnya. Proses
perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan yang umumnya sama, namun
dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan penampilan kognitif pada tiap
kelompok manusia. Sistem persekolahan dan keadaan sosial ekonomi dapat
mempengaruhi terjadinya perbedaan penampilan dan perkembangan kognitif pada
individu, demikian pula dengan budaya, sisitem nilai dan harapan masyarakat
masing-masing.

Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Jean Peaget :

a. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)

Individu memahami sesuatu tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-


pengalaman sensoris, (seperti melihat dan mendengar) dan tindakan motorik-motorik
fisik. Pada usia ini, individu dalam memahami sesuatu yang berada di luar dirinya
melalui gerakan, suara atau tindakan yang dapat diamati atau dirasakan oleh alat
inderanya. Selanjutnya sedikit demi sedikit individu mengembangkan
kemampuannya untuk membedakan dirinya dengan benda-benda lain

b. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun)

Individu mulai melukiskan dunia melalui tingkah laku dan kata-kata. Tetapi belum
mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan tindakan mental yang
diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa yang dilakukan
sebelumnya secara fisik.13 Pada usia ini individu mulai memiliki kecakapan motorik
untuk melakukan sesuatu dari apa yang dilihat dan didengar, tetapi belum mampu
memahami secara mental (makna atau hakekat) terhadap apa yang dilakuaknnya
tersebut.

13
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.6

7
c. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun)

Individu mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat konkret.
Individu sudah dapat membedakan benda yang sama dalam kondisi yang berbeda

d. Tahap operasional formal (usia 11 tahun keatas)

Sementara Salvin menjelaskan bahwa pada operasional formal terjadi pada usia 11
sampai dewasa awal. Pada masa ini individu mulai memasuki dunia “kemungkinan”
dari dunia yang sebenarnya atau individu mengalami perkembangan penalaran
abstrak. Individu dapat berpikir secara abstrak, lebih logis dan idealis.

Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran

1. Individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri

Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dapat dibentuk dan dikembangkan
oleh individu sendiri melalui interaksi dengan lingkungan yang terus-menerus dan
selalu berubah. Dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut, individu mampu
beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan
dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasan dan pemahamannya semakin
berkembang.

2. Individualis dalam pembelajaran

Proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu.


Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Hal ini disebabkan karena setiap tahap perkembangan
kognitif memiliki karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf seorang akan semakin
kompleks seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini memungkinkan
kemampuannya semakin meningkat. Tingkat perkembangan peserta didik harus
dijadikan dasar pertimbangan guru dalam menyusun struktur dan urutan mata
pelajaran di dalam kurikulum.14 Hunt (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono)
mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada
perkembangan sensorimotoris dan praoperasional. Misalnya: belajar menggambar,
mengenal benda, menghitung dan sebagainya. Seorang guru yang bila tidak
memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif, maka akan cenderung

14
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h. 6-8

8
menyulitkan siswa. Contoh lain, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang IPA
kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk
mengkongkretkan konsep-konsep tersebut. Dalam proses pembelajaran juga harus
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Bahasa dan cara berfikir anak
berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, guru
harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

2. Belajar Menurut J.S Bruner

Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model pembelajaran


atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut Bruner, belajar
bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang terjadi dalam proses
belajar. Guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus
siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mencari jawaban sendiri dan melakukan
eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan adalah guru menyajikan contoh-
contoh dan siswa bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri
dan melakukan eksperimen.

Prinsip-prinsip belajar menurut J.S Bruner :

Tingkat perkembangan individu menurut Bruner hampir sama dengan pendapat


Piaget. Menurut Bruner, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun

Fase ini disebut masa pra sekolah. Pada taraf ini individu belum dapat mengadakan
perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia
luar.15 Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu
kepada anak sangat terbatas. Tahap ini disebut juga dengan tahap enaktif,
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitar atau dunia sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan
motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.

15
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.10

9
2. Fase operasi kongkrit

Pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu
masalah individu hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya
secara nyata. Individu belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami
sebelumnya. Tahap ini disebut juga dengan tahap ikonik, seseorang memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal.
Maksudnya adalah dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui
perumpamaan atau tampilan, gambar, visualisai dan perbandingan atau komparasi
secara sederhana dan sebagainya.

3. Fase operasi formal

Pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan kemungkinan
hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya
sebelumnya. Tahap ini disebut juga dengan tahap simbolik, seseorang telah
mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin
matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti
masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Tahap-tahap dalam Proses Pembelajaran :

Menurut Bruner, ada 3 proses kognitif dalam belajar, yaitu:16

a) Proses pemerolehan informasi baru.

b) Proses mentransformasikan informasi yang diterima.

c) Menguji atau mengevaluasi relevansi dan ketepatan pengetahuan

16
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.11

10
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran agar
pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan, yaitu:

a. Struktur Pengetahuan

Kurikulum harus berisikan struktur pengetahuan yang berisi ide-ide, gagasan,


konsep-konsep dasar, hubungan antara konsep atau contoh-contoh dari konsep
yang dianggap penting. Hal ini sangat penting, sebab dengan adanya struktur
pengetahuan akan membantu siswa untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang
kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain,
dan dengan informasi yang telah dimiliki oleh siswa. Hal tersebut dilakukan
agar pembelajaran berlangsung efektif.

b. Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar menurut Bruner, terdiri atas kesiapan yang berupa


keterampilan yang sifatnya sederhana yang memungkinkan seseorang untuk
menguasai keterampilan yang sifatnya lebih tinggi. Kesiapan belajar sangat
dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan pengalaman anak. Untuk
mengetahui apakah siswa telah memiliki kesiapan dalam belajar, maka perlu
diberi tes mengenai materi awal berdasarkan topik yang diajarkan.

c. Intuisi

Dalam proses belajar harus menekankan proses intuitif. Intuisi yang dimaksud
Bruner adalah teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif
tanpa melalui langkah-langkah analitis. Setiap disiplin ilmu mempunyai
konsep-konsep, prinsip-prinsip dan prosedur yang harus dipahami sebelum
seseorang mulai belajar.17 Cara terbaik untuk belajar adalah memahami konsep,
arti dan hubungan melalui proses intuitif hingga akhirnya sampai pada satu
kesimpulan atau menemukan sesuatu (discovery learning). Menurut S.
Nasution, berfikir intuitif hanya bisa berlangsung apabila seseorang memiliki
ilmu yang luas tentang bidang ilmu itu dan memahami strukturnya.

17
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.12

11
d. Motivasi

Motivasi adalah keadaan yang terdapat di dalam diri seseorang yang mendorong
untuk melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan tertentu. Dikaitkan dengan
belajar, kondisi tertentu dapat mempengaruhi siswa untuk belajar, dan dapat
pula membantu serta mendorong siswa mempunyai kemauan untuk belajar.
Dalam belajar, siswa harus diberi motivasi dengan berbagai cara, sehingga
muncul minat untuk belajar.

Implikasi Teori Belajar Menurut Jerome Bruner

Prinsip teori kognitif yang dikemukakan oleh Bruner merupakan pengembangan


dari teori Piaget. Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran teori kognitif :

a. Partisipasi Aktif Individu Mengenal Perbedaan

Dalam proses pembelajaran harus menekankan pada cara individu


mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari. Sehingga dengan
demikian individu mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep,
teori-teori dan prinsip-prinsip melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam
kehidupannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, harus diciptakan lingkungan
yang mendukung individu untuk melakukan eksplorasi dan menemukan
gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu tujuan pembelajaran bukan sepenuhnya
untuk memperoleh pengetahuan semata. Tetapi yang terpenting adalah melatih
kemampuan intelek atau kognitif siswa, merangsang keinginan tahu, dan
memotivasi siswa.18 Tujuan pembelajaran hanya diuraikan secara garis besar
dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh siswa yang
mengikuti pelajaran yang sama.

b. Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator, dan evaluator

terjadi perubahan paradigma terhadap peran guru. Guru bukan lagi sebagai
pusat pembelajaran, tetapi guru memiliki peran sebagai berikut :

(1). Merencanakan pelajaran demikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada
masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.

18
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.13

12
(2). Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa
untuk memecahkan masalah. Materi pelajaran itu diarahkan pada
pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan. Guru mulai dengan
sesuatu yang sudah dikenal oleh siswa-siswa. Kemudian guru
mengemukakan sesuatu yang berlawanan. Dengan demikian terjadi konflik
dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah. Dalam keadaan
yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan suatu kesangsian yang
merangsang para siswa untuk menyelidiki masalah. itu, menyusun
hipotesis-hipotesis, dan mencoba menemukan konsep-konsep atau prinsip-
prinsip yang mendasari masalah itu.

(3). Guru harus memperhatikan tiga cara penyajian, yaitu cara enaktif
(melakukan aktifitas), cara ikonik (dengan gambar atau visualisasi), dan
cara simbolik. Dengan kata lain, perkembangan kognitif individu dapat
ditingkatkan dengan cara menata strategi pembelajaran sesuai dengan isi
bahan akan dipelajari dan karakteristik kognitif individu.

(4). Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoretis, guru
berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Guru jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari,
tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai
seorang tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.19 Umpan balik sebagai perbaikan hendaknya diberikan dengan cara
demikian rupa, hingga siswa tidak tergantung pada pertolongan guru.
Akhirnya siswa harus melakukan sendiri fungsi tutor itu.

(5). Penilaian hasil belajar penemuan meliputi pemahaman tentang prinsip-


prinsip dasar mengenai suatu bidang studi, dan kemampuan siswa untuk
menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk
tes dapat berupa tes objektif, tes essay, penilaian autentik dan penilaian
performance.

19
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.13-14

13
Prinsip Belajar Menurut Ausubel

Menurut Ausubel, belajar dapat di klasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi


pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang ada.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan kepada siswa
baik dalam bentuk belajar. penerimaan yang manyajikan informasi secara final,
maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi baru dengan struktur pengetahuan (fakta,
konsep-konsep, generalisasi dan lainnya) yang dimiliki oleh siswa, dalam hal ini
terjadi belajar bermakna (meaningful learning).

Faktor-faktor dan Syarat belajar Menurut Ausubel :

Pertama, materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Materi
pelajaran dikatakan bermakna secara potensial apabila materi tersebut logis dan
relevan dengan struktur kognitif siswa. Kedua, Siswa yang akan belajar harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, (memiliki kesiapan dan minat untuk
belajar bermakna).20

Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh guru agar pembelajaran dapat bermakna,
yaitu :

a). Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini bertujuan untuk
mengarahkan siswa ke matei yang akan dipelajari dan menolong siswa
mengaitkan dengan materi yang telah dipelajari.

b). Diferensial progresif, yaitu pengembangan dan elaborasi konsep-konsep yang


tersubsumsi. Cara yang paling baik adalah bila unsur-unsur yang paling umum
dan iklusif diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian diberikan hal-hal yang lebih
mendetail. Hal ini misalnya, dapat dilakukan peta konsep.

20
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.15-16

14
c). Belajar superordinat, yaitu suatu proses belajar yang merangsang terjadinya
perubahan struktur kognitif ke arah defensiasi sehingga menemukan hal-hal yang
baru.

d). Penyesuaian integratif, yaitu membandingkan, mempertentangkan dan


menghubungkan konsep baru dengan konsep sebelumnya, atau dengan konsep-
konsep yang lebih tinggi lainnya.21

Implikasi Belajar Ausubel dalam Pembelajaran

A. Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Dalam proses pembelajaran guru harus
mampu memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa. Sesuatu yang bermakna
itu bukan hanya dapat diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi dapat diperoleh
melalui banyak cara. Belajar dengan menghafal dan ceramah pun dapat
menemukan sesuatu yang bermakna, asal dilakukan secara sistematis,
menjelaskan dan menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep
lainnya, menguhubungkan konsep yang baru dengan konsep yang telah dimiliki
oleh siswa. Sebaliknya, belajar penemuan akan menjadi kurang bermakna, apa
bila dilakukan dengan coba-coba dan tidak sistematis.

B. Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila siswa memiliki minat dan
kesiapan untuk belajar. Minat dan kesiapan erat kaitannya dengan motivasi.
Motivasi yang terpenting adalah motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang dari
dalam diri individu. Dengan adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan
minat dalam diri individu, dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri
untuk belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis. Motivasi
intrinsik ini sesungguhnya dapat dibetuk melalui motivasi ekstrinsik, yaitu
motivasi yang datang dari luar diri individu. Seperti dorongan dari orang tua, guru,
teman dan sebagainya. Oleh karena itu, guru dan orang tua memiliki peran yang
sangat penting dalam menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri siswa.
Dorongan, perhatian dan kasih sayang orang tua dan guru merupakan salah satu

21
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.17

15
faktor yang akan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri siswa terkait dengan
belajar.22

2.1.5 Penerapan Teori Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran

Menurut Piaget :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Memilih materi pelajaran.

3. Menentukan topik-topik yang didapat pelajar secara aktif.

4. Melakukan penilaian dan proses belajar siswa.

5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas cara berpikir


siswa.

Sedangkan kegiatan pembelajaran mengikuti prinsip :

1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka
mengalami perkembangan kognitif melakukan tahap-tahap tertentu.

2. Anak usia pra sekolah dan awal dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika
menggunakan benda-benda konkrit.

3. Keterlibatan siswa secara aktif sangat penting, karena hanya dengan mengaktifkan
siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi
dengan baik.

4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman
atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki pelajar.

5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke komplek.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal. Informasi baru
harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

22
Sutarto, Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran, (Padang: UIN IB, 2017), h.17-18

16
Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan
apa yang telah diketahui siswa.

7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa harus diperhatikan, karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya;
motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.

Dari pemahaman diatas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh


masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar, langkah-langkah pembelajaran
yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya (2001) adalah sebagai berikut :23

Langkah-langkah Pembelajaran menurut Piaget :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Memilih materi pelajaran.

3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif,

4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian,
memecahkan masalah, diskusi, stimulasi, dan sebagainya.

5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpikir


siswa.

6. Melakukan penilaian proses dan cara berpikir siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran menurut Bruner :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan
sebagainya)

3. Memilih materi pelajaran.

4. Menentukan topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
kegeneralisasi)

23
Yayang, Eza. Tanpa Tahun. Teori Belajar Kognitif. Dalam
https://www.academia.edu/12316783/Teori_Belajar_Kognitif

17
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan
sebagainya untuk dipelajari siswa.

6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari konkret ke


abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik.

7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran Menurut Ausubel :

1. Menentukan tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi gaya belajar,


dan sebagainya)

3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam
bentuk konsep-konsep inti.

4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang


akan dipelajari siswa.

5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata atau
konkret.

6. Melakukan penilaian dan proses hasil belajar.

2.2 Pengertian Pendidikan Kejuruan

Di negara-negara berkembang pada umumnya menyelenggarakan dua jenis pendidikan


utama yaitu pendidikan umum (general education) dan pendidikan kejuruan (vocational
education). Seperti dinyatakan oleh Jandhyala B.G Tilak (2002), dalam “The Handbook on
Educational Research in the Asia Pacific Region” sebagai berikut. Pendidikan umum atau
pendidikan kejuruan. Hal ini merupakan pilihan di beberapa negara berkembang.

Dalam pemikiran sumber daya manusia atau modal manusia, pendidikan umum akan
menghasilkan sumber daya manusia yang masih bersifat umum dan pendidikan kejuruan
atau pendidikan teknik akan menghasilkan sumber daya manusia yang spesifik. Pendidikan
kejuruan memiliki beberapa keuntungan karena dapat menghasilkan sumber daya manusia
yang terampil dan relevan, siap kerja dan produktif.

18
Dalam hal pendidikan kejuruan Prosser and Quigley (1950) sebagai bapak pendidikan
kejuruan (vocational education) menyatakan “Esensi dari pendidikan kejuruan adalah
mengajarkan kebiasaan berfikir dan bekerja melalui pelatihan yang berulang-ulang.

Terdapat tiga kebiasaan yang harus diajarkan yaitu:

1. Kebiasaan beradaptasi dengan lingkungan kerja

2. Kebiasaan dalam proses pelaksanaan kerja

3. Kebiasaan berfikir (dalam pekerjaan)

Wenrich and Galloway (1988) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan sama


dengan pendidikan teknik dan sama dengan pendidikan okupasi. Istilah pendidikan
kejuruan, pendidikan teknik, dan pendidikan okupasi digunakan secara bergantian. Istilah-
istilah tersebut mempunyai konotasi yang berbeda-beda bagi pembaca, namun ke tiga
istilah tersebut merupakan pendidikan untuk bekerja.

Wenrich and Galloway (1988) lebih jauh mengemukakan bahwa Pendidikan Kejuruan
dapat diartikan sebagai pendidikan yang khusus yang berfungsi menyiapkan peserta didik
untuk memasuki pekerjaan tertentu, atau pekerjaan keluarga atau untuk meningkatkan
kemampuan tenaga kerja.24

Tujuan dari dibentuknya pendidikan kejuruan ini adalah untuk menyiapkan peserta
didik untuk bekerja dan mampu bersaing dalam proses pekerjaannya kedepan. Tujuan
umum dari pendidikan kejuruan ini adalah:

1. Menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak

2. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik

3. Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung
jawab

4. Menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya


bangsa Indonesia

24
http://eksis.ditpsmk.net/artikel/pengertian-pendidikan-kejuruan

19
5. Menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki
wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni

Selain itu pendidikan kejuruan memiliki tujuan khusus dibandingkan dengan pendidikan
menengah lainnya yaitu:

1. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan dunia
usaha maupun dunia industri baik nasional maupun global.

2. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan vokasi pada program keahlian teknik
yang memenuhi kompetensi dan sertifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja serta
asosiasi-asosiasi profesi bidang teknik yang relevan dan mampu bersaing di pasar
global.

3. Menghasilkan berbagai produk penelitian dan program inovatif dalam disiplin ilmu
PTK (pendidikan teknlogi kejuruan) dan disiplin ilmu teknik yang berguna bagi
peningkatan mutu sumber daya manusia dalam pembangunan nasional.

4. Menjadi pusat informasi dan diseminasi bidang pendidikan teknologi dan kejuruan
serta bidang teknik.

5. Menghasilkan pendidik atau pelatih di bidang teknologi kejuruan yang memiliki jiwa
kewirausahaan (entrepreneurship).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional, PENDIDIKAN KEJURUAN: merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Namun
berdasarkan fakta yang ada, lulusan SMK tidak hanya dapat bekerja pada bidang tertentu, tetapi
juga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dan wirausaha. Oleh karena itu lulusan SMK bisa
BMW, yaitu bekerja di dunia kerja dan dunia industri, melanjutkan ke perguruan tinggi
khususnya ke pendidikan vokasi, atau pendidikan profesi, atau menjadi guru SMK dan
wirausaha.25

25
http://eksis.ditpsmk.net/artikel/pengertian-pendidikan-kejuruan

20
2.2.1 Implementasi Kognitif pada Bidang Kejuruan PVO

Teori kognitif melihat peran struktur ingatan manusia (memori) dalam menyimpan
pengetahuan. Memori ini adalah sebuah proses penerimaan, pemrosesan,
penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi. Teori kognitif berlangsung saat
manusia belajar ataupun berpikir. Teori kognitif memiliki pandangan bahwa
pembelajaran adalah sebuah peristiwa pemrosesan informasi. Yang terjadi melalui
usaha-usaha pelajar saat mengatur, menyimpan dan menemukan hubungan-hubungan
diantara informasi (data teks, skemata, informasi, visualisasi). Diantara hubungan
pengetahuan lama dengan yang baru, pendekatan ini menekankan bagaimana
informasi diproses. Salah satu tafsiran lain tentang kognitif terlihat pada Bruner
(1966) yang melihat perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan.
Bagi Bruner (1966), perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang dipakai pelajar. Menurutnya bahasa
memberi pengaruh besar dalam perkembangan kognitif anak (Gordon et al., 1981).
Teori belajar kognitif, berkembang mulai sejak tahun 1960. Teori ini berakar kepada
psikologi kognitif, psikologi Gestalt, dan Teori Pengolahan Informasi. Berbeda
dengan aliran behaviorisme, yang memandang pembelajaran sebagai proses
pembentukan stimulus dan respon, maka teori belajar kognitif memandangnya
sebagai “an active mental process of acquiring remembering, and using knowledge”
(Rothenberger, 2004:7). Menurut pandangan konstruktivisme-kognitif, bahwa
pelajar dengan segala usia harus secara aktif terlibat dalam proses mendapatkan
informasi dan berusaha membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan itu
selalu dinamis, secara terus menerus tumbuh dan berkembang pada saat mahasiswa
menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi
pengetahuan awal mereka. Teori perkembangan Piaget mewakili pandangan
konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses
dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar secara kognitif terjadi yaitu secara teori
pemrosesan informasi, yaitu;

21
(1) Rangsangan yang diterima oleh panca indera kita manusia akan disalurkan ke pusat
syaraf dan data diproses menjadi informasi,

(2) Informasi akan dipilih secara selektif, sebab ada bagian informasi yang dibuang, dan
ada informasi yang disimpan dalam memori (jangka pendek, dan jangka panjang).

(3) Informasi ini masuk dapat berinteraksi dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan
dapat diungkap kembali setelah adanya pengolahan data memori.

Vigotsky mengemukakan bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu


berhadapan dengan pengalaman baru yang lebih menantang, ketika mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang muncul oleh pengalaman ini. Dosen dapat memberikan
pancingan kepada siswa mengenai masalah-masalah dalam kehidupan nyata. Penyelesaian
masalah diuraikan sebagai keputusan yang diambil oleh seorang individu yaitu apa yang
perlu dilakukan pada masa kini menghadapi situasi-situasi yang sulit. Ini berarti apabila
seorang individu mengalami sesuatu masalah atau tugas dia perlu berpikir,
mempertimbangkan fakta-fakta atau situasi-situasi yang ada dan mencoba mengambil
keputusan untuk mencari jalan supaya dapat menemui jalan penyelesaiannya. Penyelesaian
masalah mengacu kepada satu kegiatan yang melibatkan proses-proses kognitif untuk
mencapai sesuatu tujuan apabila seseorang pelajar itu tidak tahu cara bagaimana untuk
menyelesaikan. Penyelesaian masalah mempunyai unsur-unsur kognitif. Penyelesaian
masalah sebagai satu proses yang melibatkan pemanipulasian pengetahuan dan mempunyai
arah tujuan yang tertentu. Penyelesaian masalah mempunyai ciri-ciri tersendiri dimana
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu akan menentukan kesukaran sesuatu masalah
itu.26

26
Hasan Maksum dan Wawan Purwanto. 2019. Model Pembelajaran Pendidikan Vokasional Otomotif (PVO)
Edisi 1. UNP Press, h.57-59 dan 111-112

22
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kognitif beranggapan jika belajar adalah suatu proses internal yang melingkupi
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, serta aspek-aspek kejiwaan. belajar tidak
hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Akan tetapi, proses belajar
menyangkut proses berpikir yang kompleks serta melibatkan prinsip dasar psikologi, yaitu
belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial, dan lewat pengalaman sendiri. Teori kognitif
erat hubungannya dengan tingkat kecerdasan, sebagai contoh dalam kegiatan sehari-hari
kognitif dapat diacukan saat seseorang sedang belajar, membangun sebuah ide, beradaptasi,
dan memecahkan masalah. Aspek-aspek dalam ranah kognitif, pengetahuan atau
knowledge (C1); aspek pemahaman atau understanding (C2); aspek penerapan atau
comprehension (C3); analisis atau analysis (C4); sintesis atau synthesis (C5); evaluasi atau
evaluation (C5). Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi 4 tahap yaitu tahap
sensorimotor (usia 0-2 tahun); tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun); tahap operasional
konkret (usia 7-11 tahun); tahap operasional formal (usia 11 tahun keatas). Menurut Jean
Piaget implikasi kognitif meliputi; individu dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri
serta individualis dalam pembelajaran. Prinsip belajar menurut JS Bruner terbagi menjadi
fase pra-operasional (sampai usia 5-6 tahun), fase operasi kongkrit, fase operasi formal.
Tahap-tahap dalam proses pembelajaran kognitif yaitu proses pemerolehan informasi baru,
proses mentransformasikan informasi yang diterima, menguji atau mengevaluasi relevansi
dan ketepatan pengetahuan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran agar pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan yaitu struktur
pengetahuan, kesiapan belajar, intuisi, motivasi. Implikasi teori belajar menurut Jerome
Bruner adalah partisipasi aktif individu mengenal perbedaan; guru sebagai tutor, fasilitator,
motivator, dan evaluator. Prinsip belajar menurut Ausubel terbagi menjadi dua dimensi.
Dimensi pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang ada. Faktor-faktor dan
Syarat belajar menurut Ausubel yaitu materi yang akan dipelajari harus bermakna secara
potensial serta siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna. Implikasi belajar Ausubel dalam pembelajaran yang pertama kunci keberhasilan

23
dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari
oleh siswa. Yang kedua belajar bermakna akan terjadi apabila siswa memiliki minat dan
kesiapan untuk belajar.

Vigotsky mengemukakan bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat


individu berhadapan dengan pengalaman baru yang lebih menantang, ketika mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul oleh pengalaman ini. Demikian
implementasi kognitif pada kelas PVO, mahasiswa diberikan masalah nyata yang dalam
pemecahannya memanfaatkan pengetahuan mahasiswa sebelumnya. Dengan demikian
mahasiswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Teori kognitif menjelaskan
bahwa saat seseorang berhadapan dengan lingkungan dan mendapatkan berbagai
rangsangan secara sadar atau tidak sadar. Peristiwa mental ini dilihat sebagai transformasi
informasi dari input (stimulus) ke output (respon).

24
DAFTAR PUSTAKA

Anis, Herman. Tanpa tahun. Teori Belajar Kognitif. Hermananis.com dalam


https://hermananis.com/teori-belajar-kognitif-menurut-para-ahli-dan-penerapannya-
dalam-pembelajaran. Diakses pada 29 Oktober 2021
Khotimah, Khusnul dan Susi Darwati. Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Pembelajaran. Sidoarjo :
UMSIDA. h.2
Maksum, Hasan dan Wawan Purwanto. 2019. Model Pembelajaran Pendidikan Vokasional
Otomotif (PVO) Edisi 1. UNP Press
Man, Lukman. 2020. Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik.
https://man1bengkalis.sch.id/editorial/kognitif-afektif-psikomotorik-menurut-bloom-
perkembangan-anak-yang-paling-penting-adalah-selama-lima-tahun-pertamanya-atau-
biasa-juga-disebut-sebagai-tahapan/. Diakses pada 29 Oktober 2021
Putri, Dela. 2019. Analisis Kemampuan Berpikir Analitis dan Sintetis Siswa dalam
Menyelesaikan Masalah Geometri Dengan Model Advance Organize.
http://digilib.uinsby.ac.id. h.6
Rizton. 2012. Model/Strategi Pembelajaran Kognitif.
https://studentgoblog.blogspot.com/2012/03/modelstrategi-pembelajaran-
kognitif.html?m=1. Diakses pada 29 Oktober 2021
Sutarto. 2017. Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. (Padang: UIN IB, 2017),
h.2-18
Tanpa Nama. 2017. Aspek-Aspek Wajib dalam Kompetensi Sebagai Tujuan.
http://sman1kendal.sekolahngawi.id/2017/06/aspek-aspek-wajib-dalam
kompetensi.html?m=1. Diakses pada 29 Oktober 2021
Tanpa Nama. Pengertian Pendidikan Kejuruan. http://eksis.ditpsmk.net/artikel/pengertian-
pendidikan-kejuruan
Yayang, Eza. Teori Belajar Kognitif. Tanpa Tahun,
https://www.academia.edu/12316783/Teori_Belajar_Kognitif. Diakses pada 29 Oktober
2021

25

Anda mungkin juga menyukai