Anda di halaman 1dari 21

PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN

MODUL I

Pemikiran Tokoh Pembelajaran


Berwawasan Kemasyarakatan

KEGIATAN BELAJAR 1

Pandangan Kritik Sosial dalam Pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)

Dilatarbelakangi ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem pendidikan dan pengajaran, maka pada abad
ke-20 telah terjadi perubahan besar mengenai konsepsi pendidikan dan pengajaran.

Salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan dalam pendidikan adalah dengan teori belajar humanistik.

Teori Belajar Humanistik

Teori belajar humanistik dipelopori oleh Jurgen Habermas

Menurut teori belajar humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri.

Dalam pelaksanaannyateori ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh
Ausbel, tentang belajar bermakna atau meaningful learning. Bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna
antara materi yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya :

1. Pandangan Kolb terhadap belajar


Kolb membagi tahap – tahap belajar menjadi 4 tahapan, yaitu :
1) Tahap pengalaman Konkret
- Kemampuan awal seseorang dalam tahapan belajar
- Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana
adanya, Ia dapat merasakan kejadian tersebut dan belum dapat memahami mengapa
peristiwa tersebut harus terjadi.
2) Tahap pengamatan Aktif dan Reflektif
Sesorang semakin lama atau semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap
peristiwa yang dialaminya dan mulai berupaya untuk mencari jawaban, ia melakukan refleksi dan
mengembangkan pertanyaan bagaimana dan mengapa hal itu terjadi.
3) Tahap Konseptualisasi
Seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori,
konsep atau hukum dan prosedur tentang suatu yang menjadi objek perhatiannya. Berpikir
induktif untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari peristiwa – peristiwa yang
terjadi.
4) Tahap Experimentasi Aktif
Seseorang sudah mampu melakukan dan mengaplikasikan konsep – konsep, teori – teori,
aturan-aturan kedalam situasi nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekan
dan menguji teori – teori serta konsep di lapangan.

Tahap – tahap pembelajaran yang dikemukakan oleh Kolb menjadi siklus yang berkesinambungan
dan seringkali terjadi begitu saja secara otomatis sehingga sulit untuk ditentukan kapan saja
terjadinya tahap-tahap belajar tersebut.

2. Pandangan Honey dan Mumford Terhadap Belajar


Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar kedalam 4 golongan, yaitu :
1) Kelompok Aktivis
Kelompok yang senang melibatkan diri dan kepartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan.
Dari sisi positif nya dapat disimpulkan orang-orang type ini mudah diajak berdialog, pemikiran
terbuka, menghargai pendapat orang lain dan mudah percaya pada orang lain.
Dan dari sisi negatif nya adalah kurang pertimbanga dan cepat bosan.
Metode yang cocok bagi kelompok aktivis adalah problem solving dan brain stroming.
2) Kelompok Reflektor
Dalam melakukan suatu tindakan orang-orang type ini sangat berhati-hati dan penuh
pertimbangan. Tidak mudah dipengaruhi sehingga mereka cenderung besifat konservatif.
3) Kelompok Teoris
Memiliki kecendrungan yang sangat kritis, suka menganalisis, terlalu rasional dengan
menggunakan penalaran.
4) Kelompok Pragmatis
Kelompok ini bersikap praktis, tidak menyukai teori. Bagi kelompok ini menganggap sesuatu
adalah baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

3. Pandangan Habermas Terhadap Belajar


Habermas adalah tokoh yang dianggap sebagai pencetus teori belajar humanis.
Menurut Habermas belajar baru akan terjadi jika terjadi interaksi individu dengan lingkungan alam
dan lingkungan sosial.
Habermas menjadi tipe belajar menjadi 3 bagian :
1) Belajar Teknis
Mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar dapat menguasai dan
mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik. Bidang ilmu yang diperlukan adalah ilmu
alam.
2) Belajar Praktis
Mempelajari bagaimana agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Namun tidak
berlepas dari pemahaman bahwa keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya
tidak dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Bidang ilmu yang banyak
dibutuhkan adalah sosiologi, psikologi, antropologi, dan semacamnya.
3) Belajar Emansipatoris
Belajar emansipatoris menekankan pembelajaran agar seseorang mencapai suatu pemahaman
dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan
sosialnya. Bidang ilmu yang banyak di pelajari adalah ilmu bahasa dan budaya.

Habermas menganggap belajar emansipatoris sebagai tahap belajar yang paling tinggi. Sebab
transformasi kultural adalah tujuan pendidikan yang paling tinggi.

4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran


Semua komponen pendidikan, termasuk didalamnya tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu
mencapai aktualisasi diri. Untuk itu sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta
didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri.
Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru
dalam merencanakan pembelajaran. Seseorang akan dapat belajar dengan baik apabila mempunyai
pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia
akan berkembang. Dengan demikian teori belajar humanistik mampu menjelaskan bagaimana tujuan
ideal tersebut dapat di capai.
Teori belajar humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam menentukan komponen-
komponen pembelajaran ke arah manusia yang dicita-citakan tersebut.
Menurut teori belajar humanistik, agar belajar lebih bermakna bagi siswa, maka diperlukan inisiatif
dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri, sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar.
Didalam prakteknya teori belajar humanistik cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar.
Adapaun langkah-langkahnya (Suciati dan Prasetya Irawan, 2001) adalah :
a) Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
b) Menentukan materi pelajaran
c) Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
d) Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan
diri dalam belajar
e) Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
f) Membimbing siswa belajar secara aktif
g) Membimbing siswa untuk memahami hkikat atau makna dari pengalaman belajarnya
h) Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya
i) Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
j) Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
KEGIATAN BELAJAR 2

Pandangan Progresif dalam Pembelajaran

Pandangan progresivisme berangkat dari pikiran John Dewey (Tilaar : 2000). Peserta didik dipandang sebagai
orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi
terhadap masyarakat.

A.Pandangan Progresif

Salah satu teori yang menekankan pentingnya kesiapan anak untuk belajar adalah teori belajar progresif
yang salah satunya dikemukakan oleh John Dewey. Lahirnya progresivisme sebetulnya merupakan perluasan
dari pikiran-pikiran pragmatisme pendidikan. Teori memandang peserta didik (siswa) sebagai makhluk sosial
yang aktif dan dia percaya bahwa peserta didik ingin memahami lingkungan dimana dia berada, baik
lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun kolektif (sosial).

Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan prasekolah di perlukan latihan berkenaan dengan
pengembangan kemampuan panca indera dan pengembangan koordinasi fisik.

Tingkatan kedua, menggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan. Dalam hal ini diperlukan
pengayaan atau variasi bahan belajar yang dapat merangsang minat anak untuk belajar untuk mampu
membangun, mencoba dan mengembangkan kreatifitas.

Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya, dan menggunakan ide-ide atau
gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.

Pendidikan merupakan proses sosial untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipatif dalam masyarakat.
Sekolah adalah lingkungan khusus, yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan untuk
menyederhanakan, memudahkan dan menyatukan pengalaman-pengalaman sosial agar dapat dipahami, di
uji dan digunakan oleh anak itu sendiri dalam kehidupan sosial.

Dewey ingin mengubah situasi semacam pendidikan tradisional dengan jalan :

1. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara perorangan.


2. Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar melalui pengalaman.
3. Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti memberikan tujuan yang dapat menjelaskan arah
kegiatan belajar yang merupakan kebuthan pokok anak didik.
4. Mengikutsertakan murid didalam setiap aspek kehidupan sekolah (mencakup pengajaran,
administrasi, dan bimbingan).
5. Menyadarkan murid, bahwa hidup itu dinamis. Karena itu murid harus dihadapkan dengan dunia
yang selalu berubah dengan kemerdekaan beraktifitas, dengan orientasi kehidupan masa kini.

Pikiran-pikiran progresivisme berbeda dalam cara pandang terhadap pendidikan tradisional, dalam hal :

1. Guru yang memiliki kendali dalam pembelajaran,


2. hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi,
3. belajar yang pasif, dan cenderung tidak aktual,
4. memisahkan sekolah dengan masyarakat, dan
5. menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin.

Terdapat 5 prinsip pendidikan progresif yaitu :

1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah,


2. minat, pengalaman langsung merupakan ransangan yang paling baik untuk belajar,
3. guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar,
4. mengembangkan kerjasama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.

Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau belajar daripada sebagai subjek
belajar, menekankan pada aktifitas-aktifitas dan penggalian pengalaman daripada kemampuan verbal dan
kemampuan membaca, dan meningkatkan aktifitas belajar bersama dibanding belajar individual.

Progresivisme memandang bahwa kurikulum yang dibuat bukan merupakan alat untuk mentransformasi
pengetahuan terhadap anak, akan tetapi kurikulum harus disusun atas dasar kepentingan anak.
KEGIATAN BELAJAR 3

Pandangan Sosiokultural Konstruktivis dalam Pendidikan

Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer
informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan itu menjadi miliknya sendiri (Brooks :1990
dalam Mohamad Nur :1999). Teori konstruktivis memandang siswa secara terus menerus memeriksa
informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut
jika tidak sesuai lagi. Karena penekanannya pada siswa (siswa yang aktif), maka strategi konstuktivis sering
disebut pengajaran yang terpusat pada siswa atau student-centred instruction.

A. Pandangan Sosiokultural Konstruktivis oleh Vygotsky

Konstruktivis lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, dimana keduanya menekankan bahwa perubahan
kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses
ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga
menekankan adanya hakikat sosial dari belajar, dan keduanya menyarankan untuk menggunakan kelompok-
kelompok belajar dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk mengupayakan
perubahan konseptual.

Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky, yang telah digunakan dalam
menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
proyek, dan penemuan (Mohamad Nur, 1999).

Teori konstruktivis modern terbagi atas empat prinsip kunci yaitu :

Pertama, penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar
melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.

Kedua, ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan mereka. Anak
melakukan kerjasama dengan orang lain, anak memahami konsep dengan dibantu oleh temannya pada
kelompok itu, yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi.

Ketiga, adanaya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat sosial dari pembelajaran dan zona perkembangan
terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif. Istilah ini mengacu kepada proses, dimana
seseorang yang sedang belajar secara tahap demi tahap memperoleh keahlian dalam intraksinya dengan
seorang pakar yang telah mengetahui permasalahannya.

Keempat, pada proses pembelajaran menekankan kemandirian (scaffolding) atau belajar menggunakan
media (mediated learning).

Menurut teori konstruktivis, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun
lingkungannya (Budiningsih, 2005).

Bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang sesuatu kepada siswa,
pentransferan itu akan diinterprestasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan
pengetahuan mereka sendiri.
Von Galserfeld (Rene :1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam
proses mengonstruksi pengetahuan, yaitu :

1) Kemampuan mengingat dan mengungkapan kembali pengalaman


2) Kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaaan
3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya (Budiningsih,
2005)

B. Penerapan Pandangan Konstruktivis dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan

Teori Vygotsky tentang pendidikan memiliki dua implikasi utama :

Pertama, hasrat mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif diantara kelompok-kelompok siswa dengan
tinkat-tingkat kemampuan yang berbeda. Penuturan teman sebaya yan glebih kompeten akan sangat efektif
dalam memperkembangkan pertumbuhan didalam zona perkembangan terdekat (Forman & McPahil : 1989).

Kedua, pendekatan ala Vygotsky dalam pengajaran menekankan perancahan (scaffolding), dengan siswa
semakin lama semakin mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri.

Pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan
semata-mata ada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau prestasi
belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah dan sebagainya.

1. Kedudukan Siswa
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal
sebelum mempelajari sesuatu.
Kedudukan siswa dalam pembelajaran bersifat aktif dalam melakukan berbagai kegiatan, aktif
berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.
2. Peran Guru
Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang meliputi berikut ini.
a. Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
b. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak, dengan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan siswa.
c. Meyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai
peluang optimal untuk berlatih.
3. Sarana Belajar
Pendekatan konstruktivitas menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktivitas siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media,
peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
4. Evaluasi Belajar
Pendekatan Vygotsky menganjurkan pengetesan lapisan bawah dan lapisan atas zona sehingga guru
mengetahui tentang tingkat status dan kemampuan belajar siswa saat ini disamping juga berapa
banyak siswa itu mendapatkan manfaat dari jenis-jenis bantuan tertentu.
Untuk menilai keseluruhan zona perkembangan terdekat, perhatikan hal-hal berikut ini :
a. Peniliaian hendaknya dilakukan atas dasar tatap muka satu lawan satu saat interaksi dengan
seorang anak.
b. Butir-butir tes harus mencakup lebih dari satu tingkat ketrampilan atau derajat kekompleksan.
c. Terlebih dahulu guru seharusnya mengembangkan satu set petunjuk dan saran untuk digunakan
selama penilaian berlangsung.
d. Petunjuk dan saran seharusnya didasarkan pada tingkat sebenarnya atau status terkini anak,
kesalahan dan kekeliruanbiasa bagi pembelajaran anak, penjelasan-penjelasan anak atas
pemahaman dan pemahaman salah, dan tingkat perkembangan berikutnya dalam ketrampilan
khusus yang sedang dinilai.
e. Guru hendaknya membuat catatan-catatan tentang pengaruh petunjuk dan saran ini pada
jawaban siswa.
KEGIATAN BELAJAR 4

Pandangan Ki Hadjar Dewantoro Terhadap Pendidikan

Salah satu tokoh pendidikan nasional yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan pendidikan di
tanah air adalah Ki Hadjar Dewantoro.

A. Pandangan Ki Hadjar Dewantoro

Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandir,
agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksud terdiri dari 3
macam, yaitu ; berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri nya sendiri.
Pendidikan nasional menurut Ki Hadjar Dewantoro adalah pendidikan yang selaras dengan penghidupan
bangsa.

Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan dalam bentuk Taman Siswa. Taman
Siswa merupakan badan perguruan yang sudah diselaraskan dengan kepentingan dan keperluan rakyat,
disamping itu rakyat diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi terhadap lembaga tersebut.

Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah Momong, Among, dan Ngemong.

Anak didik untuk berkembang sesuai dengan kodratnya, sehingga peran guru sebagai pendamping dan orang
yang membantu mengarahkan siswa sesuai dengan perkembangannya.

Pendekatan pendidikan yang diterapkan ki Hadjar Dewantoro lebih kepada penciptaan tertib dan damai
dengan tidak menggunakan pendekatan paksaan.

Beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro berkenaan dengan pendidikan :

1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya.
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang
kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai.
3. Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan
masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada
masyarakat tersebut.
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena
terjadinya pergaulan antarbangsa.

Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantoro (1930) adalah tuntunan di dalam dan bekembangnya anak-anak.
Sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Tumbuh dan berkembangnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak
guru pendidik.

Bebrapa butir pokok pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro menurut Tilaar (2000:68-71)
adalah :

1. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas
atau dasar pendidikan.
2. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan. Apabila
kebudayaan bangsa Indonesia itu belum terwujud , maka merupakan tugas pendidikan nasional
untuk ikut mewujudkan kebudayaan kebangsaan yang dimaksud.
3. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan perikehidupan. Pendidikan
mempunyai tujuan spesial dan temporal, artinya perlu memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil
dan di dalam waktu sekarang dan di sini.
4. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat. Pendidkan nasional
bukan diarahkan kepada kepentingan pemerintah, atau kepentingan suatu golongan yang kaya saja
tetapi untuk kepentingan rakyat yaitu rakyat yang terhormat yang mempunyai derajat kehidupan
yang memadai.
5. Pendidikan yang visioner. Pendidikan nasional tidak terlepas dari upaya untuk kerja sama dengan
bangsa-bangsa lain di dunia ini untuk meningkatkan derajat kemanusiaan. Dengan kata lain hak-hak
asasi manusia dan tanggung jawab bersama merupakan tugas dari pendidikan nasional.

Penerapan pandangan Ki Hadjar Dewantoro

dalam pembelajaran berwawasan kemasyarakatan

Pendidikan secara umum berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak.

Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka bukan saja seluruh proses pendidikan
berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses
pendidikan. Program pendidikan yang komprehensif tersebut menuntut suatu suasana pendidikan
berbudaya yang hanya dapat diwujudkan secara efektif di dalam sistem pondok.

Sistem pondok merupakan sarana untuk mempersatukan pendidikan ilmu pengetahuan dengan pendidikan
budi pekerti serta nilai-nilai budaya lainnya. Pelaksanaan sistem pondok juga dapat berarti mengembangkan
kondisi dan suasana ke pondokan di dalam praksis pendidikan.
MODUL 2

Ruang Lingkup Kebudayaan


Dalam Pendidikan

KEGIATAN BELAJAR 1

Hakikat Kebudayaan

Para ahli antropologi pendidikan seperti Theodore Brameld (1957) seperti dikutip Tilaar (2002) melihat
keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan, masyarakat, dan kebudayaan. Antara pendidikan dan
kebudayaan terdapat hubungan sangat erat dalam arti keduanya berkenaan dengan suatu hal yang sama
ialah nilai-nilai.

Dalam kaitan dengan kebudayaan, pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan peradaban. Tidak
mungkin kita membangun suatu peradaban tanpa budaya namun kita dapat mengembangkan budaya tanpa
menuju kepada modernisasi.

Para ahli pendidikan dan antropologi sepakat bahwa budaya adlah dasar terbentuknya kepribadian manusia.
Dari budaya dapat terbentuk identitas sesorang, identitas suatu masyarakat dan identitas suatu bangsa.

Dan juga pembentukan kepribadian melalui budaya.

A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansakerta) buddayah yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi”
yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkut apaut dengan budi atau
akal”. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing sama artinya dengan kebudayaan, berasal
dari kata Latin colere, yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal
kata tersebut (colere) kemudian culture, diartikan sebagai segala dan daya kegiatan manusia untuk
mengolah dan mengubah alam.

Menurut pandangan antropologi, “kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta
karya yang dihasilkan manuisa dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”.
Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan” (Koentjaraningrat, 1996).

E.B. Taylor (1871) kebudayaan mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak.

Tilaar (2002) merinci definisi yang dikemukakan oleh E.B. Taylor diatas, sebagai berikut :

1. Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti bahwa kebudayaan
merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian. Keseluruhan mempuyai pola-pola
atau desain tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik.
2. Kebudayaan merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang bukan material, artinya berupa bentuk-
bentuk prestasi psikologis seperti: ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan seni.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, terbentuknya kelompok-kelompok
keluarga.
4. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum, adat-istiadat
yang berkesenimbungan.
5. Kebudayaan diperoleh dari lingkungan.
6. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing tetapi yang hidup
dalam suatu masyarakat tertentu.

Penanman nilai-nilai kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses pendidikan. Oleh karena itu
pendidikan merupakan upaya untuk membudayakan manusia.

Implikasi yang dapat dipetik dari pengertian kebudayaan menurut Tylor adalah:

1. adanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat;


2. adanya proses pemanusian;
3. di dalam proses pemanusiaan itu terdapat suatu visi tentang kehidupan.

Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah
(material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat diabadikan untuk kepentingan masyarakat.

Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk
mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti luas. Rasa dan cinta dinamakan pula kebudayaan
rohaniyah (spritual atau immateriak culture).

Setiap masyarakat pasti memiliki kebudayaan. Nama “peradaban” (civilization) kepada kebudayaan yang
telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang sudah lebih tinggi.

B. WUJUD KEBUDAYAAN

J.J. Honingman (Koentjoroningrat: 1996) membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yakni; (1) ideas,
(2) activities, dan (3) artifacts. Namun demikian Koentjoroningrat (1996) menyarankan agar kebudayaan
dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya, yang terdiri dari; (1) artifacts, (2) sistem tingkah laku dan
tindakan yang berpola, (3) sistem gagasan, dan (4) sistem idiologis.

Wujud konkret dari kebudayaan berupa artifact adalah kebudayaan yang merupakan hasil karya yang
bersifat fisik yang dapat diraba. Kebudayaan dalam arti sistem tingkah laku merupakan suatu pola tindakan
yang dilakukan oleh manusia yang berpola. Tingkah laku sifatnya konkret, dapat diamati, dan
divisualisasikan. Kebudayaan sebagai sistem gagasan sifatnya abstrak (tidak berwujud), hanya dapat
diketahui serta dipahami (terutama oleh orang dengan budaya yang berbeda) setelah ia mempelajarinya
dengan mendalam. Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu
yang disebut sebagai sistem budaya. Kebudayaan dalam wujud sistem ideologis merupakan suatu gagasan
yang telah dipelajari oleh warga suatu masyarakat sejak dini, dan karena itu sangat sulit untuk diubah.

C. SISTEM NILAI BUDAYA

Sistem nilai budaya adalah tingkat tertinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Nilai budaya terdiri dari
konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh suatu warga masyarakat
sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang
bersangkuta.
D. ADAT ISTIADAT, NORMA, DAN HUKUM

Norma merupakan aturan untuk bertindak yang sifatnya khusus, dan perumusannya pada umumnya sangat
rinci atau ruang lingkupnya tidak terlalu luas dan perumusannya tidak terlalu kabur.

Diantara berbagai norma yang ada didalam suatu masyarakat, ada yang dirasakan lebih besar daripada
lainnya. Pelanggaran terhadap suatu norma yang dianggap tidak begitu berat umumnya tidak akan
membawa akibat yang panjang. Norma semacam ini oleh W.G. Sumner dinamakan folkways atau dengan
istilah lain sebagai tata cara. Sebaliknya, ada norma yang berakibat panjang apabila dilanggar sehingga
pelanggarannya bisa jadi dituntut, diadili, dan dihukum. Norma semacam ini dinamakan mores atau dengan
istilah lain dinamakan adat istiadat.

Ferdinan Tonies (Soekanto, 1990) menjelaskan bahwa kebiasaan mempunyai tiga arti, yaitu:

1. Dalam arti yang menunjuk pada suatu kenyataan yang bersifat objektif. Misalnya, kebiasaan untuk
bangun pagi, kebiasaan untuk tidur siang hari, kebiasaan untuk minum kopi sebelum mandi dan lain-
lain. Artinya adalah, bahwa seseorang biasa melakukan perbuatan-perbuatan tadi dalam tata cara
hidupnya.
2. Dalam arti bahwa kebiasaan tersebut dijadikan kaidah bagi seseorang, norma mana diciptakan untuk
dirinya sendiri. Dalam hal ini, orang yang bersangkutanlah yang menciptakan suatu perilaku bagi
dirinya sendiri.
3. Sebagai perwujudan kemauan atau keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Jadi kebiasaan tersebut menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di dalam tindakan-tindakan selalu
ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik akan dijadikan patokan bagi
orang lain, bahkan mungkin dijadikan peraturan. Tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur itu
menibulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada
suatu saat, lazimnya dinamakan adat istiadat (custom)

Di samping adat istiadat, kaidah yang mengatur kehidupan manusia adalah hukum. Hukum dibuat dengan
tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar terjadi keserasian di antara warga masyarakat dan
sistem sosial yang dibangun oleh suatu masyarakat.

Keseluruhan kaidah dalam masyarakat pada intinya adalah mengatur masyarakat agar mengikuti pola prilaku
yang disepakati oleh sistem sosial dan budaya yang berlaku pada masyarakat tersebut.

Pola prilaku dan norma-norma yang dilakukan dan dilaksanakan pada khususnya apabila seseorang
berhubungan dengan orang lain, dinamakan social organization.
KEGIATAN BELAJAR 2

Unsur – unsur Pokok Kebudayaan

Beals dan Hoyer (Tilaar: 2000) mengatakan bahwa kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus lewat
proses belajar melalui melihat, dan meniru tingkah laku orang lain.

Materi dipelajari untuk menambah wawasan tentang berbagai unsur yang terdapat dalam kebudayaan.

A. UNSUR – UNSUR POKOK KEBUDAYAAN

Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri unsur-unsur besar maupun unsur-unsur kecil yang
merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat kesatuan. Menurut Malville J. Herskovitas (Soekanto:
1990) ada empat sifat pokok kebudayaan, yaitu:

1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik

Bronislaw Malinowski (Soekanto:1990) menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan adalah sebagai berikut:

1. sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya
menguasai alam sekelilingnya.
2. organisasi ekonomi
3. alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang utama.
4. organisasi kekuatan

C.Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur pada kebudayaan yang ada di dunia ini secara universal
terdiri atas:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata,
alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem
distribusi dan sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi poitik, sistem hukum dan perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagianya).
6. Sistem pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)

Ralp Linton (1936) menyebutnya dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan atau cultural activity. Masing-
masing unsur kebudayaan tersebut dapat dianalisis berikut ini.
1. Alam pikiran
Alam pikiran merupakan salah satu unsur kebudayaan yang termasuk immaterial.

2. Religi
Semua aktivitas yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas getaran jiwa, yang biasanya di
sebut emosi keagamaan. Emosi keagamaan biasanya pernah dialami oleh manusia sehingga
mendorong kepada setiap manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan aturan
agama yang dianutnya. Emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama
dengan tiga unsur lainnya, yaitu; a) sistem keyakinan, b) sistem upacara keagamaan, c) suatu umat
yang menganut religi tersebut.

3. Bahasa
Bahasa merupakan sarana untuk menerima pesan, berkomunikasi, berdiskusi, mengubah, ataupun
menyampaikan arti kepada pihak lain.
Menurut jenisnya, bahasa terdiri dari: a) bahasa lisan, b) bahasa tulisan, c) bahasa tubuh.
Menurut Bourdieu (Rafael: 1982), bahasa itu bukan sekedar daftar kata-kata yang dipergunakan
manusia, tetapi berhubungan dengan ketentuan-ketentuan untuk mengombinasikan serta
memodifikasi kata-kata sama pentingnya.

4. Hubungan Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari hubungan sosial.
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,
menetukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

5. Hidup perekonomian
6. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan merupakan susunan pernyataan suatu objek yang merupakan kesatuan
sistematik, lengkap dan terperinci. Ilmu pengetahuan memiliki sifat:
a. rasional, artinya masuk akal, dan bisa diterima orang lain,
b. empiris, artinya kesimpulan yang diambil dapat dites dengan panca indera dan fakta, serta tidak
dapat di sangkal kebenarannya.
c. Akumulatif, artinya ilmu pengetahuan tidak sekaligus jadi, tetapi ilmu dibentuk dengan dasar
teori, kemudian disempurnakan.

Hasil karya masyarakat melalui ilmu pengetahuan, melahirkan teknologi atau kebudayaan
kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan
alamnya.

7. Kesenian
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi artistik yang dapat menimbulkan keindahan untuk dinikmati.
Ruang lingkup kesenian mencakup;
a. seni rupa, yaitu kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata,
b. seni suara, yaitu kesenian yang dinikamati oleh manusia dengan telinga.

8. Politik dan Pemerintahan


Politik dan pemerintahan merupakan hasil cipta manusia yang ada dalam kehidupan manusia itu
sendiri. Politik tidak dapat lepas dari pemerintahan, karena politik yang dibentuk dan digunakan
dapat mencerminkan jalannya roda pemerintahan.

9. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses pendidikan pada dasarnya
merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai-nilai yang diakui bersama di
dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya merupakan suatu proses yang
normatif, yang didasari dengan nilai-nilai. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan, harus
melihat peserta didik sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang manusia seutuhnya.
Didalam mengatur perilaku, khususnya hubungan antarmanusia, kebudayaan dinamakan struktur
normatif. Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah sebagai berikut.
a. Unsur-unsur yang menyangkut penilaian.
b. Unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya.
c. Unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan.

Soekanto (1990:198) membatasi kaidah dalam kaitan dengan kebudayaan ke dalam empat hal, yaitu:
a. kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok manusia tertentu,
b. kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut,
c. unsur-unsur fomal kaidah tersebut,
d. hubungan dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.
KEGIATAN BELAJAR 3

Fungsi Pendidikan dalam Kebudayaan

Salah satu proses yang luas dikenal mengenai kebudayaan adalah transmissi kebudayaan. Di dalam
transmissi kebudayaan terdapat tiga unsur utama, yaitu;

1. unsur-unsur yang ditransmisikan,


2. proses transmisi, dan
3. cara transmisi

Pertama, unsur-unsur tersebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup
serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Kedua, berbagai kebiasaan sosial yang
digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Ketiga, sikap serta
peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan.

Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah
laku dari sekitar.

A. TRANSFORMASI KEBUDAYAAN

Pada perkembangannya kebudayaan adalah sesuatu yang diwariskan (transformasi) dari suatu generasi
kepada generasi berikutnya.

Pada masyarakat modern, sekolah merupakan salah satu lembaga utama (di samping keluarga) yang
dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada anak-anak nya (generasi
berikutnya). Proses transformasi di sekolah sendiri terjadi tidak hanya berupa transfer of knowledge,
melainkan peniruan yang dilakukan oleh siswa (peserta didik) terhadap apa yang dilakukan oleh orang
dewasa.

B. PERAN LEMBAGA YANG BERFUNGSI SEBAGAI LEMBAGA PEWARIS KEBUDAYAAN

Keluarga merupakan salah satu lembaga pewaris kebudayaan.

D’Antonio (1983) mendefinisikan keluarga sebagai suatu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
hidup bersama untuk suatu periode waktu, dan di antara mereka saling berbagi dalam satu hal atau lebih.
Sedangkan Rollin dan Galligan (1978) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem interaksi semi tertutup
diantara orang-orang yang bervariasi umur dan jenis kelaminnya, dimana interaksi tersebut terorgarnisasi
dalam arti hubungan posisi sosial dengan norma dan peranan yang ditentukan.

Fungsi keluarga tidak hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan hubungan sosial dan fisik dua insan yang
melakukan ikatan perkawinan serta anggota keluarga lainnya, tetapi memiliki funsgsi yang lebih luas.
Zimmerman (1983) mengemukakan fungsi utama keluarga adalah sebagai;

1. pemeliharaan fisik dan kesejahteraan anggota keluarga,


2. menambah anggota keluarga baru, baik melalui kelahiran maupun adopsi,
3. sosialisasi anak-anak terhadap peran orang dewasa, seperti sebagai orang tua, pekerja, anggota
masyarakat, dan lain-lain,
4. pengendali sosial anggota keluarga,
5. pemeliharaan moral keluarga dan motivasi untuk memastikan kinerja tugas baik di dalam keluarga
maupun dalam kelompok sosial lain,
6. produksi dan konsumsi peralatan dan pelayanan yang diperlukan untuk mendorong dan memelihara
inti keluarga.

Ki Hadjar Dewantoro (1977) mengingatkan bahwa; keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih sempurna
sifat dan wujudnya dari pada pusat-pusat lainnya. Untuk melangsungkan pendidikan ke arah kecerdasan
budi pekerti (pembentukan watak individu) dan sebagai persediaan hidup kemasyarakatan.

Proses belajar yang dialami anak adalah dalam keluarga sehingga keluarga memiliki peranan penting dalam
proses sosialisasi nilai, norma, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.

Proses belajar terhadap norma sering dinamakan dengan proses sosialisasi yaitu proses yang membantu
individu. Vembrianto (1982) menyebutkan bahwa;

1. proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dimana individu menahan,
mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya,
2. dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai, tingkah
laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat di mana ia hidup,
3. semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan
sebagai satukesatuan sistem dalam diri pribadinya.

Terhadap pengaruh orang dewasa, pada umumnya anak bersifat patuh dan menerimanya dengan percaya,
atau disebut dengan Mortality of Contraint. Sebaliknya yang dipelajari anak melalui pergaulannya dengan
teman sebaya disebut Mortality of Cooperation.

Fase permulaan anak berinteraksi dengan teman sebayanya dinamakan fase soliter, di mana pertengkaran
merupakan ciri utama interaksi pada tahap ini (Vembrianto).

Fase selanjutnya adalah permainan semi soliter atau permainan paralel. Pada tahap ini anak bermain sendiri
meskipun ada teman-teman di sekitarnya, masing-masing anak bermain sendiri. Kemudian berkembanglah
permainan kooperatif.

Fase berikutnya adalah permainan khayal, di mana anak menirukan peran-peran orang lain, sebagaimana
layaknya yang ia tangkap apa yang diperankan oleh orang dewasa.

Fase terakhir adalah fase di mana anak memiliki teman dengan ikatan yang kuat dengan anak seusianya
(Peer group)

C. PERANAN PENDIDIKAN DALAM KEBUDAYAAN

Pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasti tetapi perlu mengemembangkan
kepribadianyang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan
kepribadian yang kreatif tersebut.

1. Penemuan dan invensi


Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya belum dikenal tetapi yang telah
tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini. Istilah invensi lebih terkenal di dalam bidang ilmu
pengetahuan. Dengan invesi, maka umat manusia dapat menemukan hal-hal yang dapat mengubah
kebudayaan.
2. Difusi
Difusi berarti pembauran budaya-budaya tertentu.

3. Akulturasi
Dalam proses ini terjadi pembauran budaya antarkelompok atau di dalam kelompok yang besar.
Begitu pula terjadi akulturasi unsur-unsur budaya antarsubetnis di Nusantara ini. Proses akulturasi
tersebut lebih dipercepat dengan adanya sistem pendidikan yang tersentralisasi dan mempunyai
kurikulum yang uniform.

4. Asimilasi
Proses asimilasi dikatkan dengan adanya sejenis pembauran antaretnis dalam pergaulannya.

5. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Di dalam masyarakat modern pribadi yang
inovatif merupakan syarak mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dan
lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern dalam dunia yang terbuka dewasa ini.
Pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak
memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan
datang. Dengan demikian, pendidikan akan menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu
kebudayaan dunia yang baru.

6. Fokus
Konsep fokus di dalam proses pembudayaan berasal dari seorang pakar antropologi Herkovits.
Konsep ini menyatakan adanya kecendrungan di dalam kebudayaan ke arah kompleksitas dan variasi
dalam lembaga-lembaga serta menekankan pada aspek-aspek tertentu.
Pendidikan dapat memainkan peranan penting di dalam terjadinya peroses perubahan yang sangat
mendasar tersebut, tetapi juga dapat menghancurkan kebudayaan itu sendiri.

7. Krisis
David Bidney (Soekanto:1990) telah menunjukan arti krisis di dalam proses akulturasi kebudayaan.
Krisis dapat menyebabkan dis-organisasi sosial, misalnya dalam gerakan reformasi total kehidupan.
Bangsa Indonesia dewasa ini di dalam memasuki era reformasi menghadapi suatu era yang kritis
karena masyarakat mengalami krisis kebudayaan. Oleh sebab itu, gerakan reformasi total dewasa ini
perlu diarahkan dan dibimbing oleh nilai-nilai moral yang hidup di dalam kebudayaan bangsa
Indonesia.

D. LEMBAGA PENDIDIKAN SEBAGAI PUSAT PEMBUDAYAAN

Theodore Brameld (1965) dalam Tilaar (2002), menjelaskan kaitan antara proses pendidikan dan proses
pembudayaan. Proses pendidikan adalah aspek integratif dari proses kebudayaan. Menurut kajian Brameld,
proses kebudayaan mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yaitu;

1. Kebudayaan mempunyai suatu sistem keteraturan (order). Keteraturan tersebut mempunyai


dimensi vertikal dan horizontal. Seluruh lapisan-lapisan dan kelompok-kelompok masyarakat
tersebut diatur dalam suatu order tertentu berupa peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis. Dimensi horizontal dengan tata susunan temporer yaitu masa lalu, masa kini dan
masa depan.
2. Nilai-nilai kebudayaan ditransmisikan dengan proses-proses “acquiring” melalui “inquiring”. Jadi
proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined tetapi melaui proses interaktif
antara pendidik dan peserta didik. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya
melalui kemampuan-kemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan penemuan-
penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya.
3. Proses pembudayaan mempunyai tujuan. Tujuan merupakan patokan standar yang akan di capai.

Lembaga pendidikan merupakan salah satu pranata sosial di dalam setiap kebudayaan. Menurut
Koentjaraningrat (1996), setiap pranata sosial mempunyai komponen-komponen sebagai berikut;

1. sistem norma,
2. personil, dan
3. peralatan fisik.

Pendidikan sebagai pranata sosial yang berwujud dalam bentuk lembaga atau institusi sekolah merupakan
lembaga yang berkenaan dengan kelakuan-kelakuan tertentu yaitu interaksi antara pendidik dan peserta
didik untuk mewujudkan suatu sistem norma.

Di dalam lembaga pendidikan ini bukan hanya terjadi transmisi nilai-nilai budaya tetapi juga pengembangan
niali-nilai budaya itu secara intensif, inovasi dan ekstensif.

Proses pengenalan, pemeliharaan dan pengembangan wujud-wujud kebudayaan melalui proses pendidikan
dilakukan melalui tiga modus, yaitu;

1. bentuk formal,
2. bentuk non formal, dan
3. bentuk informal.

Bentuk formal yang biasa kita kenal sebagai pendidikan yang berstruktur dan berprogram, sedangkan bentuk
nonformal biasanya singkat waktunya dan tujuannya untuk memperoleh bentuk-bentuk pengetahuan atau
ketrampilan tertentu yang langsung dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya. Bentuk pendidikan informal tidak
mengenal jangka waktu tertentu serta tidak berstruktur. Proses pendidikan informal terjadi seumur hidup.

===
Di rangkum oleh : Kristiningrum

NIM : 858393068

Anda mungkin juga menyukai