Anda di halaman 1dari 14

BAHASA RUPA DAN

PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK SD

Dosen Pengampu : Gabriela Anjelika Br. Sebayang M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok III (tiga)

Trimajaya Lase (2105101006)

Putriana Pasaribu (2105101049)

Rani kristiani zebua (2105101021)

Leli Swasti Hulu (2105101004)

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AUDI INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul Bahasa Rupa Dan Perkembangan
Seni Rupa Anak SD ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah seni rupa SD, Ibu Gabriela Anjelika Br. Sebayang M.Pd yang
telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini
dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

Medan, 23 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
C. Tujuan Pembelajaran................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2

A. Pengertian Bahasa Rupa...........................................................2


B. Jenis – jenis Bahasa Rupa.........................................................2
C. Perbendaharaan Bahasa Rupa.................................................3
D. Perkembangan seni rupa anak.................................................4

BAB III PENUTUP......................................................................................10

A. Kesimpulan.................................................................................10
B. Saran...........................................................................................10

DAFTAR ISI.................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya setiap anak pasti bisa menggambar, karena gambar


merupakan bahasa rupa. Setiap karya gambar anak-anak terdapat karakteristik dan
keunikan yang menarik untuk dipahami sebagai bahasa rupa yang bersifat
universal. Gambar anak-anak memiliki keunikan dibandingkan dengan gambar
orang dewasa. Hal ini terjadi karena anak-anak masih memiliki keaslian dalam
tata ungkapan emosinya dalam bentuk gambar. Anak-anak cenderung
menggambar apa yang berada disekitarnya, terutama di lingkungan rumah
maupun sekolahnya. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang kondusif pada
masa perkembangannya sehingga motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosi, moral
dan kreativitasnya dapat berkembang dengan optimal. Di makalah ini akan
dibahas tentang apa itu bahasa rupa dan bagaimana perkembangan seni rupa anak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari bahasa rupa?


2. Apa saja jenis-jenis bahasa rupa?
3. Bagaimana perbendaharaan bahasa rupa?
4. Bagaimana tahap perkembangan seni rupa anak?

C. Tujuan pembelajaran

1. Dapat mengerti pengertian dari bahasa rupa


2. Mengetahui jenis-jenis bahasa rupa
3. Memahami perbendaharaan bahasa rupa
4. Mengetahui dan memahami tahap perkembangan seni rupa anak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa Rupa

Bahasa Rupa merupakan ilmu analisa pembacaan karya seni yang


diperkenalkan pertama kali di Indonesia sekitar tahun 1980an oleh Prof. Dr.
Primadi Tabrani, seorang pendidik senior di Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB.
Analisa cara bahasa rupa berguna untuk membaca gambar gua prasejarah,
primitif, tradisi, serta gambar anak, walaupun gambar-gambar itu tanpa teks.

Untuk bisa memahami apa yang anak gambar sebagai bentuk ekspresinya
dan mencurahkan isi hatinya maka diperlukan pemahaman supaya bisa mengerti
apa yang ingin anak sampaikan melalui bahasa rupa anak. Bahasa rupa merupakan
hal yang sangat penting untuk bisa memahami gambar anak. Adapun pengertian
bahasa rupa menurut ahlinya antara lain:

Dalam buku Bahasa Rupa, menggunakan istilah bahasa rupa dalam


pengertiannya yang sangat khusus, tetapi pada umumnya yaitu suatu gambar atau
karya visual yang bercerita. Melalui bahasa rupa maka dapat membaca gambar
anak. (Tabrani, 2005)

Bahasa rupa yang dimaksud adalah untuk karya visual seperti hasil gambar
karya lukisan anak-anak, gambar karya manusia primitif, lukisan prasejarah, relief
candi, wayang beber, wayang kulit dan wayang golek, gambar ilustrasi, gambar
periklanan, film, sinetron, dan karya seni visual yang bercerita lainnya.

Adapun pengertian lain bahasa rupa menurut Taswadi dalam jurnal tesisnya
Menilik Perbendaharaan Bahasa Rupa, bahasa rupa adalah suatu gambar atau
karya visual yang bercerita.

B. Jenis – jenis Bahasa Rupa

Secara garis besar jenis-jenis bahasa rupa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan
bentuk, zaman, dan sifat.

2
a. Berdasarkan Bentuk

Bentuk karya seni rupa ada 2 macam, yaitu karya seni rupa dua dimensi (dwi
matra), dan karya seni rupa tiga dimensi (tri matra). Bahasa rupa pun sama yaitu
ada bahasa rupa dua dimensi (dwi matra), dan bahasa rupa tiga dimensi (tri
matra).

b. Berdasarkan Zaman

Secara garis besar para ahli bahasa rupa menggolongkan jenis bahasa rupa
berdasarkan zaman, terbagi dua kelompok, yaitu bahasa rupa tradisi dan bahasa
rupa modern.

• Bahasa rupa tradisi ialah bahasa rupa yang digunakan dan bersumber dari
kelompok karya seni rupa tradisi (patung, relief, lukisan, gambar, bangunan,
kerajinan/kria), karya seni rupa gambar anak-anak, gambar mausia dan patung,
serta bangunan, dan kerajinan primitif, dan karya seni rupa pasejarah (lukisan,
patung, bangunan, dan kerajinan).

• Bahasa rupa modern adalah bahasa rupa yang digunakan dan bersumber dari
karya seni rupa modern (ukisan, gambar, kerajinan /kria, bangunan, desain,
gambar poster, periklanan, film, sinetron, dan karya-karya seni rupa modern
lainnya).

c. Berdasarkan Sifat

Klasifikasi berdasarkan sifat terdiri dari bahasa rupa statis dan bahasa rupa
dinamis. Bahasa rupa statis adalah bahasa rupa yang bersumber dan digunakan
dalam karya-karya visual yang tidak bergerak, sedangkan dinamis adalah yang
bersumber dan digunakan dalam karya-karya visual yang bergerak.

C. Perbendaharaan Bahasa Rupa

Bahasa rupa seperti bahasa kata, yaitu ada perbendaharaannya. Di dalam bahasa
rupa menurut peneliti yang berkecimpung dalam bidang ini, merumuskan
sejumlah perbendaharaan, yaitu: wimba, cara wimba, teknik penghubung, dan tata

3
ungkapan dalam, dan tata ungkapan luar. Mari simak perbendaharaan bahasa rupa
tersebut:

a. Wimba

Wimba adalah suatu obyek yang dicandera ( digambar atau dideskripsikan).


Misalkan dalam bidang karya seni rupa berupa gambar, ada obyek binatang sapi,
maka wimba gambar tersebut adalah sapi.

b. Cara Wimba

Cara Wimba adalah bagaimana cara obyek atau wimba itu digambar, sehingga
bercerita. Misalkan dalam bidang gambar terdapat obyek seekor burung unta yang
digambarkan leher dan kepalanya banyak, itu mengandung isi cerita bahwa kepala
burung tersebut sedang bergerakgerak( Primadi, 1991: 31).

c. Teknik Penghubung

Teknik penghubung itu biasanya jenis perbendaharaan bahasa rupa yang berlaku
dalam karya seni rupa yang berseri, atau bersambung, antara satu karya dengan
karya lainnya saling berkaitan.

d. Tata Ungkapan

Tata ungkapan adalah cara menyusun wimba dan cara wimbanya dalam satu
bidang gambar atau antar bidang gambar sehingga bercerita( Primadi, 1991: 139).

D. Perkembangan seni rupa anak

Tahap Perkembangan Seni Anak

Awal kehidupan anak merupakan masa yang sangat menentukan pola tingkah
laku, pikiran, dan belajar pada masa selanjutnya. Pada masa ini kesaradan jati diri
mulai tumbuh. Seni dapat memberi dukungan yang berarti. Melalui kegiatan seni,
anak berupaya mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap lingkungan
hidupnya. 

4
Masa pertumbuhan anak menurut para ahli psikologi dan pendidikan dapat
diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan karya seni rupa yang mereka buat.
Lowenfel mengklasifikasikan perkembangan anak atas beberapa 6 tahapan antara
lain:

1.Tahap Coret-Coret (Scribbing) Usia 2-4 Tahun

Dalam tahapan ini ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk membuat goresan
yang tidak terwujud. Tahapan ini pula juga dibedakan menjadi tiga yakni

a. Coretan Tidak Beraturan (Disordered Scribbing)

Pada tahapan ini goresan yang dibuat anak kelihatan acak berdasarkan Gerakan
lengannya sehingga goresan tidak menggambarkan lingkungannya. Goresan
biasanya dibuat melingkar. Hall ini sesuai dengan kemampuan anak secara alami
mudah menggerakkan lengan dengan gerakann melingkar.

b. Coretan Terkontrol (Controlled Scribbing)

Pada tahapan ini anak mulai menyadari bahwa goresan yang mereka buat
memiliki hubungan dengan gerakannya. Anak mulai sedikit mengontrol
gerakannya dalam menggores. Mereka mulai dapat membuat garis lurus dan garis
lengkung atau gelombang dan dapat dibuat secara berulang. 

c. Penamaan Goresan (Naming of Scribbing)

Pada tahapan ini anak memberikan nama terhadap goresannya walaupun tidak ada
bentuk sebagai representasinya. Pada tahapan ini pikiran anak telah berubah dari
kinestetik ke imajinatif. Karena telah mampu menghubungkan coretannya dengan
dunia di sekitarnya. Perubahan ini muncul pada usia sekitar tiga setangah tahun.
Coreatan yang dibuat tidak lagi sekedar goresan hasil Gerakan tangan tetapi
sebgai batas tepi benda.

5
2. Tahap Prabagan (The Preschematic Stage) Usia 4-7 Tahun

Pada tahap ini terjadi perubahan cara menggambar yaitu terjadi kesadaran
akan kreasi bentuk dan mulai ada komunikasi dengan gambar. Ciri tahap coret-
coret yang berdasarkan Gerakan tangan kini berubah menjadi coretan yang
terkontrol dan memiliki hubungan yang jelas dengan lingkungan karena
merepresentasikan  sesuatu yang pernah dilihat anak seperti orang, rumah atau
pohon. Biasanya representasi pertama yang dibuat adalah bentuk orang dengan
hanya terdiri dari bulatan sebgai kepala, ditambah garis lurus kebawah sebagai
bentuk badan dan kaki. Manusia adalah bentuk yang pertama dibuat karena paling
sering dilihat dan dekat dengan anak. Orang yang selalu ada disekitar anak adalah
ibu, bapak dan saudaranya. Kepala merupakan pusat perhatian, karena yang selalu
dilihat awalnya adalah bagian kepala dengan mata, bibir, hidung dan rambut.

6
3. Tahap Bagan (The Schematic Stage) Usia 7-9 Tahun

Setelah puas dengan eksprerimen membuat bentuk. Akhirnya anak mulai


dapat membentuk bagan lebih lengkap. Disebut bagan, jika anak membuat bentuk
dengan pengulangan tanpa ada keinginan mengubah. Jika tidak mengubah bentuk,
itu disebabkan ada sesuatu yang sangat penting bagi mereka. 

Pada usia 7 tahun kemampuan anak menggambarkan tubuh manusia


tergantung dari pengetahuan mereka tentang tubuh tersebut. Gambar bagan
biasanya berbentuk segitiga, segi empat, lingkaran, serta bentuk tak beraturan
untuk tubuh manusia. Pada tahap ini dalam diri anak tumbuk adanya pemikiran
bahwa ada tempat berpijak, yaitu tanah. Kemudian muncul base line pada
gambarnya. Dengan demikian, kesadaran akan ruang mulai muncul.

Ciri lainnya adalah penggambaran sesuatu yang tidak nampak oleh mata
pada saat yang bersamaan. Misalnya, penggambaran sesuatu yang ada di dalam
rumah. Ini memberikan pemahaman bahwa anak ingin bercerita tentang kejadian
yang berbeda waktunya dalam suatu tempat. Gambar seperti ini biasa disebut
gambar X-Ray atau gambar tembus pandang.

4. Tahap Berkelompok (The Gang Age) Usia 9-12 tahun

Salah satu ciri yang menonjol pada periode ini adalah anak menyadari
bahwa mereka anggota masyarakat. anggota dari kumpulan teman-temannya.
Pada masa ini anak mulai dapat bekerja sama dengan anak lainnya dan orang
dewasa. Dalam kelompoknya mereka dapat bercerita tentang pengalaman, rahasia,

7
dan kesenangan dalam bekerja sama. Kelompok biasanya didasarkan pada jenis
kelamin yang sama. Anak perempuan mulai tertarik pada pakaian yang bagus dan
anak laki-laki mulai senang membuat mainannya sendiri. Mereka suka pergi
dengan kelompoknya. 

Ciri gambar yang dibuat anak usia ini sudah membedakan jenis kelamin secara
jelas. Perbedaan pakaian yang digunakan menggambarkan hal itu. Penggambaran
dengan melebihkan ukuran semakin berkurang. Sedangkan detail bagian-bagian
terentu mendapat perhatian lebih dengan maksud menonjolkan hal yang dianggap
penting.

5. Tahap Naturalisme Semu (The Pseudo Naturalistic Stage) 12-14 Tahun

Pada periode ini anak mengalami masa transisi dari masa anak ke masa
remaja. Anak perempuan mulai matang sesualitasnya dan anak laki-laki mulai
tumbuh rambut pada dagunya. Usia ini sering disebut masa pubertas. Masa anak
sering terombang-ambing jiwanya.

Anak mulai kehilangan spontanitas dalam membuat gambar karena mulai


menggunakan penalaran. Perubahan dari ketidaksadaran menuju ke kesadaran.
Oleh sebab itu anak menjadi lebih kritis dan menyadari dirinya sendiri. Mereka
mulai mampu membuat bentuk secara proporsional dan detail dari benda yang
Digambar. Seperti lipatan kain, perubahan warn ajika terkena bayangan. Dalam
menggambarkan ruang mereka faham perspektif sehingga gambar yang dibuat
mendekati kenyataan.

8
6. Tahap Seni Dewasa ( Adolescent Art) Usia 14-17 Tahun

Pada tahap ini, karya seni merupakan suatu hasil dari upaya kesadaran.
Belajar seni pada periode ini merupakan suatu tujuan yaitu untuk menguasai
keterampilan. Bagi remaja usia ini seni bukan lagi merupakan bagian dari
kehidupannya. Bukan lagi merupakan kebutuhannya. Mereka memandang seni
menjadi sesuatu yang dapat dipelajari  untuk tujuan tertentu. Seperti kesenangan
atau profesi. Oleh sebab itu, pembinaan remaja lebih dipersiapkan kearah apa
yang mereka inginkan melalui pembelajaran seni.

Karena kemampuan pada usia ini sudah sama dengan orang dewasa,
pembelajran seni rupa diarahkan  kepada penguasaan keterampilan. Misal,
menggambar bentuk, membuat patung, atau benda seni yang memiliki
kemungkinan untuk memuaskan kebutuhan dan perkembangan mereka
selanjutnya.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahasa rupa adalah suatu gambar atau karya visual yang bercerita. Secara
garis besar jenis-jenis bahasa rupa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk,
zaman, dan sifat. Bahasa rupa seperti bahasa kata, yaitu ada perbendaharaannya.
Di dalam bahasa rupa menurut peneliti yang berkecimpung dalam bidang ini,
merumuskan sejumlah perbendaharaan, yaitu: wimba, cara wimba, teknik
penghubung, dan tata ungkapan dalam, dan tata ungkapan luar. Lowenfel
mengklasifikasikan perkembangan anak atas beberapa 6 tahapan antara lain:

1. Tahap Coret-Coret (Scribbing) Usia 2-4 Tahun


2. Tahap Prabagan (The Preschematic Stage) Usia 4-7 Tahun
3. Tahap Bagan (The Schematic Stage) Usia 7-9 Tahun
4. Tahap Berkelompok (The Gang Age) Usia 9-12 tahun
5. Tahap Naturalisme Semu (The Pseudo Naturalistic Stage) 12-14 Tahun
6. Tahap Seni Dewasa ( Adolescent Art) Usia 14-17 Tahun

B. Saran

Demikianlah yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangannya karena
terbatasnya rujukan atau referensi yang penulis dapatkan. Penulis berharap
pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. (1989). Ilmu Jiwa Anak. Bandung: CV Anatico.


Agus Darmawan. (1991). Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jakarta.
Agus Darmawan. (1995). Dunia Seni Lukis Anak-anak Dari Lingkungan, Dari
Anjuran. Jakarta: Gramedia, Widiasarana Indonesia. Bentara Budaya.
B. Jefferson. (1978). Teaching Art of Children Content and Viewpoint.
Columbia University
Dan Suwaryono. (1957). Kritik Seni. Yogyakarta: Akademi Seni Rupa Indonesia.
Dewobroto. (1994). Sistem Among Dalam Pembinaan Seni Rupa Anak.
Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.
Fajar Sidik dan Aming Prayitno. (1981). Desain Elementer, Yogyakarta: Jurusan
Seni Lukis, STSRI “ASRI”.
Feldman, Edmun Burke. (1967). Art asa Image and Idea. New York: Prentice
Hall Inc. and Harry N. Abrams.
Hajar Pamadhi (1998). Kajian Kurikulum Pendidikan Seni Rupa. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Seni Rupa dan Kerajinan FPBS IKIP Yogyakarta.
Soesatyo. (1994). Peranan Orangtua Dalam Pembinaan Emosional Estetik Anak-
anak. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci
Sun Ardi. (1994). Mengkomunikasikan Ide dan Mendokumentasikan Lingkungan
Lewat Lukisan. Yogyakarta: Sanggar Melati Suci.
Viktor Lowenfeld dan Brittain Lambert W.L. (1982). Metode Penelitian
Survei. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
dan
Sosial.

11

Anda mungkin juga menyukai