Disusun Oleh:
Kelompok 3
PGSD 3B
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ..............................................................................................................1
A. Kesimpulan ......................................................................................................9
B. Saran ................................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya setiap anak pasti bisa menggambar, karena gambar mer
upakan bahasa rupa. Setiap karya gambar anak-anak terdapat karakteristik dan
keunikan yang menarik untuk dipahami sebagai bahasa rupa yang bersifat
universal.
Gambar anak-anak memiliki keunikan dibandingkan dengan
gambar orang dewasa. Hal ini terjadi karena anak-anak masih memiliki keaslian
dalamtata ungkapan emosinya dalam bentuk gambar. Anak-anak cenderung
menggambar apa yang berada disekitarnya, terutama di lingkungan rumah
maupun sekolahnya.
Anak-anak membutuhkan lingkungan yang kondusif padamasa
perkembangannya sehingga motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosi,
moraldan kreativitasnya dapat berkembang dengan optimal. Di makalah ini aka
ndibahas tentang apa itu bahasa rupa dan bagaimana perkembangan seni rupa
anak..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya,
yaitu:
1. Apaitu definisi bahasa rupa?.
2. Apaitu jenis bahasa rupa?.
3. Bagaimana perkembangan seni rupa anak?.
C. Tujuan
Dilihat dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini, yaitu
untuk:
1. Untuk Mengetahui definisi bahasa rupa.
2. Untuk Mengetahui jenis bahasa rupa.
3. Untuk mengetahui perkembangan seni rupa anak.
1
BAB II
ISI
Di pembahasan kali ini mengenai bahasa rupa dan perkembangan seni rupa
anak, akan tetapi banyak sekali hal tabu yang tidak banyak orang tahu seperti yang
satu ini yaitu bahasa rupa, di masyarakat umum sangat jarang mengetahui
bahwasanya bahasa rupa itu ada. Agar makin banyak pengetahuan mari simak.
A. Bahasa Rupa
1. Definisi bahasa rupa
Pada masa prasejarah yang belum mengenal teks, manusia merangkai
cerita dengan Bahasa Rupa, baik dari proses kreasi maupun menafsirnya.
Cerita yang dipaparkan melalui teks, kita pahami dari kata yang dirangkai
menjadi kalimat, yang kemudian dirangkai menjadi paragraf, dan baru kita
dapatkan cerita keseluruhan. Hal ini berkebalikan dengan model komunikasi
visual atau Bahasa Rupa yang dimulai dari memahami seluruh gambar
terlebih dahulu baru merinci menjadi kata, dan barulah kita mendapatkan
ceritanya.
Menurut Damayanti dkk. Bahwasanya “Bahasa rupa selalu berkaitan
dengan aspek penceritaan. Nama lain dari bahasa rupa adalah bahasa gambar.
Penamaan ini didasari oleh fokus bahasa rupa yang tidak mementingkan
tentang kaidah estetika maupun makna simbolis. Komunikasi di dalam bahasa
rupa sepenuhnya menggunakan media yang disebut gambar, (Damayanti N.
Y. Dkk., 2021:6)”.
Pada bahasa rupa bahasan khususnya ditekankan pada aspek bercerita
(storytelling), bukan pada kaidah estetis dan makna simbolis. Bahasa rupa ini
adalah metode dan media lain untuk berkomunikasi melalui gambar, oleh
karena itu biasa disebut bahasa gambar.
2
(Gambar 1 : Contoh Bahasa Rupa)
Jadi dapat secara singaknya bahasa rupa merujuk pada cara
penggambaran suatu obyek dengan ciri khas tertentu yang umumnya paling
terlihat pada cara gambar anak-anak atau gambar prasejarah, seperti gambar
gua prasejarah dan gambar primitif.
2. Jenis bahasa rupa
Bahasa rupa merupakan salah satu karya seni, dalam karya seni
terdapat nilai bentuk dan nilai isi. “Nilai bentuk seni adalah wujud karya seni,
yang dalam seni rupa adalah berbagai wujud keserupaan, seperti garis, warna,
tekstur, bidang, massa, dll.” (Syarif dan Sumardjo, 2021:5)
Bahasa rupa terbagi menjadi dua, yaitu bahasa rupa modern dari barat
dengan sistem menggambar Sistem NPM barat boleh disebut universal,
walaupun tiap tetnik mempunyai cara yang bervariasi dalam
menggambarnya, namun semua menggunakan “grammar” yang sama.
(Gambar 2 : NPM)
Objek yang jauh digambar kecil, sedang yang dekat digambar besar.
Ditembak dari satu arah, satu jarak, satu waktu, seakan kita berdiri di satu
tempat, mengarahkan kamera dan ‘ceklik’ kita memotretnya. Sistem NPM
3
lebih dekat dengan ruang (space)nya fisika klasik Newton, dimana dua
dimensi hanya panjang dan lebar dan tiga dimensi hanya panjang-lebar-
tinggi, kesemuanya tanpa matra waktu. Karenanya gambar hanya
mencandera dan tak banyak bisa ‘bercerita’.
Adapula bahasa rupa yang kedua yaitu bahasa rupa pendahulu dengan
sistem menggambar yang disebut Sistem menggambar RWD juga bisa
disebut universal walaupun tiap etnik bervariasi cara menggambarnya, namun
kesemuanya memakai ‘grammar’ yang sama.
Tiap objek bisa ‘ditembak’ dari berbagai arah, berbagai jarak,
berbagai waktu. Gambar jadi sekuen yang bisa terdiri dari sejumlah adegan.
Bisa menggambarkan gerak: objek yang sama digambar lebih dari satu kali,
ekor yang bergerak digambar jamak.
(Gambar 3 : RWD)
Hampir semua objek digeser hingga semua tampak dan bisa
diceritakan. Digambar besar atau kecil tak ada hubungannya dengan jarak,
tapi dengan penting tidaknya objek dalam cerita. Bisa terdiri dari sejumlah
latar dengan tiap latar punya ruang dan waktu sendiri-sendiri. Sistem RWD
lebih dekat dengan ruang dan waktu (space & time) fisika modern Einstein
(teori relatifitas) dimana ruang dan waktu tak terpisahkan.
B. Perkembangan Seni Rupa Anak
Seni rupa adalah ekspresi ide dan emosi manusia yang diwujudkan
melalui pemrosesan antara, penempatan elemen, dan prinsip desain. Seni rupa
adalah realisasi dari imajinasi, dan seni tidak memiliki batas. Jangan sia-siakan
ide dan imajinasi Anda saat menciptakan sebuah karya seni. Karya seni yang
4
diciptakan dalam seni rupa adalah 2D (2dimensi) dan 3D (3 dimensi). Seperti
halnya objek yang dibuat merupakan hasil dari satu atau lebih media yang ada
(tidak terbatas pada alat atau bahan seni dari seluruh dunia). (Mansyur, 2022:12)
1. Masa Mencoreng (Scribbling) : 2-4 tahun
Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-4 tahun belum
menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya
mengikuti perkembangan gerak motorik.
(Gambar 4 : Scribbling)
Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan
terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan
dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan motorik kasar.
Kemudian, pada perekembangan berikutnya penggambaran garis mulai
beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah
mampu mambuat garis melingkar.
2. Masa Prabagan (Preschematic) : 4-7 tahun
Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak
biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang
menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis
sebagai pengganti kedua kaki.
5
(Gambar 5 : Preschematic)
Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah
menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek
dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna
belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru,
merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
3. Masa Bagan (Schematic Period) : 7-9 tahun
Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang
bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah
(tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak
lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah
ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan
dibuatnya garis pijak (base line).
6
(Gambar 7 : Dawning Realism)
Pemahaman warna sudah mulai disadari. Penguasan konsep ruang
mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar,
melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain
dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan
dan irama mulai dikenal pada periode ini.
5. Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta
kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai
kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih
rinci.
7
(Gambar 9 : Period of Decision)
Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam
meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung
terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan
semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan seni dalam
kehidupannya sehari-hari.
C. Taksonomi
8
Adanya perbedaan mendasar pada coraknya, senilukis abstrak dan
representasional diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa kategori. Senilukis
abstrak berkembang dan memiliki beberapa corak seperti abstrak
ekspresionis, abstrak geometris, dan abstrak figurative. Senilukis
representasional juga berkembang coraknya dan bercabang-cabang, hingga
memiliki beberapa klasifikasi. Ada lukisan realis, neorealist, ekspresionisme,
impresionisme, surealisme, kubism dan sebagainya.
9
studi kriya. Ketiga prodi tersebut terhimpun dalam jurusan seni
rupa dan desain.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa rupa adalah suatu gambar atau karya visual yang bercerita.
Secaragaris besar jenis-jenis bahasa rupa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan
bentuk,zaman, dan sifat. Bahasa rupa seperti bahasa kata, yaitu ada
perbendaharaannya.
Di dalam bahasa rupa menurut peneliti yang berkecimpung dalam bidang
ini, merumuskan sejumlah perbendaharaan, yaitu: wimba, cara wimba, teknik
penghubung, dan tata ungkapan dalam, dan tata ungkapan luar.
Lowenfelmengklasifikasikan perkembangan anak atas beberapa 6 tahapan
antara lain:
1. Tahap Coret-Coret (Scribbing) Usia 2-4 Tahun.
2. Tahap Prabagan (The Preschematic Stage) Usia 4-7 Tahun.
3. Tahap Bagan (The Schematic Stage) Usia 7-9 Tahun.
4. Tahap Berkelompok (The Gang Age) Usia 9-12 tahun.
5. Tahap Naturalisme Semu (The Pseudo Naturalistic Stage) 12-14 Tahun.
6. Tahap Seni Dewasa ( Adolescent Art) Usia 14-17 Tahun.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi
penulis dan masyarakat. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya, sekian terimakasih.
11
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, N. Y., dkk. (2021). Akulturasi dalam Bahasa Rupa pada Motif
Batik Belanda Cirebon dan Batik Pesisir Jawa. Solo: Penerbit Yayasan
Lembaga Gumun Indonesia.
12