yang baik
kepraktisan. Kemudahan dalam hal ini yaitu mudah dilaksanakan dan kepraktisan
dalam hubungannya dengan biaya dan waktu untuk melaksanakan dan yang terakhir
analisis butir soal. Tes yang baik berarti soal tersebut memiliki butir soal yang
baik.
Menurut Arikunto (2002) (Arikunto
Suharsimi,
Dasar- Dasar
Evaluasi
Pendidikan, Jakarta : PT. Bumi Aksara,Edisi Revisi 2002)suatu tes dapat dikatakan
baik apabila memenuhi lima persyaratan, yaitu :
1.
Validitas
Kata valid sering diartikan dengan : tepat, benar, absah dan shahih. Jadi kata
alat ukur
tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur atau diungkap
lewat tes tersebut. Jadi tes hasil belajar dapat dinyatakan valid (alat pengukur
keberhasilan) dengan secara tepat dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil
belajar yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar
mengajar dalam waktu tertentu.
Untuk tes hasil belajar aspek validitas yang paling penting adalah validitas isi.
Yang dimaksud dengan validitas isi adalah ukuran yang menunjukkan sejauh
mana skor dalam tes yang berhubungan dengan penguasaan peserta tes dalam
bidang studi yang diuji melalui perangkat tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat
validitas isi tes, diperlukan adanya penilaian ahli yang menguasai bidang studi
tersebut.
2.
Reliabilitas
Kata reliabilitas dari kata reliability (Inggris) yang artinya dapat dipercaya. Tes
yang reliable
berkali-kali. Jika kepada siswa diberikan tes yang sama yang pada waktu yang
berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan rangking yang sama
tetap (ajeg)
dalam
relibel
apabila
hasil-hasil pengukuran
yang
dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang kali terhadap subyek yang sama
hasilnya tetap sama atau sifatnya stabil.
3.
Objectivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhinya bukan
masuknya
unsur
subjektivitas
dari
penilai
maka sistem
2.
3.
Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas soal yang telah disusun. Data
yang diperoleh adalah data empirik, terkait reliabilitas, validitas, tingkat
kesukaran, pola jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain.
5) Menganalisis Butir Soal
Tiap butir soal perlu dianalisis lebih lanjut. Melalui ananlisis butir ini dapat
diketahui antara lain: tingkat kesukaran butir soal, daya beda, dan juga
efektifitas pengecoh.
6) Memperbaiki Tes
Langkah selanjutnya adalah memperbaiki bagian soal yang belum sesuai
dengan yang diharapkan berdasarkan analisis butir soal. Beberapa butir soal
mungkin sudah ada yang baik, butir soal yang kurang baik diperbaiki kembali,
sedangkan butir yang lain dapat dibuang jika tidak memenuhi standar kualitas
yang diharapkan.
7) Merakit Tes
Keseluruhan butir soal yang sudah dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit
menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat
mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan butir
soal, lay out, dan sebagainya juga harus diperhatikan.
8) Melaksanakan Tes
Selanjutnya, tes yang telah disusun diberikan kepada testee (orang yang
ditujukan untuk mengerjakan tes). Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan
atau pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan
jujur dan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.
9) Menafsirkan Hasil Tes
Hasil tes menghasilkan data kuantitatif berupa skor. Skor kemudian ditafsirkan
menjadi nilai, rendah, menengah, dan tinggi. Tinggi rendahnya nilai dikaitkan
dengan acuan penilaian. Ada dua macam acuan penilaian yang sering
digunakan dalam psikologi dan pendidikan, yaitu acuan norma dan kriteria.
B. Langkah Pengembangan instrumen nontes
Seperti halnya pengembangan instrumen tes, pengembangan instrumen nontes
juga memiliki langkah- langkah yang harus diikuti, yaitu: menentukan spesifikasi
instrumen; menulis instrumen; menentukan skala instrumen; menentukan sistem
penskoran;
menelaah
instrumen;
merakit
instrumen;
melakukan
ujicoba;