Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM

PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS III DI SD LABORATORIUM UM

SKRIPSI

OLEH

PUTRI RATNA SARI


NIM 180151602007

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JANUARI 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masyarakat Indonesia yang multikultur, multiras, dan multiagama besar potensinya


untuk memicu konflik antarkelompok, ras, agama, dan suku bangsa. Gelagat yang
menunjukkan ke arah tersebut ditunjukkan dari tumbuh suburnya berbagai organisasi
kemasyarakatan, profesi, dan organisasi lainnya. Dengan berbagai perbedaan yang dimiliki
dan masyarakat mau tidak mau untuk terus hidup berdampingan dengan perbedaan tersebut,
maka mampu mengakibatkan konflik. Konflik yang terjadi bisa konflik agama, konflik
sosial , dan konflik ekonomi. Hal ini biasanya di picu dari konflik kecil lalu menjadi besar.
Kesenjangan yang semakin menganga antarkelompok sosial biasanya dilekatkan oleh
keterbelakangan dan pembaruan yang tidak di stimultan. Hal yang tidak kalah pentingnya
adalah peranan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran yang terjadi di dalamnya.
Pendidikan dianggap sebagai cara yang tepat untuk memberikan pemahaman dan contoh
sikap dari konsep negara multikulturalisme.

Pendidikan merupakan upaya nyata untuk menfasilitasi individu lain dalam mencapai
kemandirian serta kematangan mentalnya sehingga dapat berjuang di dalam kompetisi.
Sejalan dengan Ahmad D. Marimba dalam Ramayulis (2015; 31) yang menyatakan
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang sama.
Pendidikan harus diposisikan dalam kerangka pengembangan akal sehat secara kritis dan
kreatif. Pendidikan di era sekarang berhadapan dengan setumpuk persoalan yang kompleks,
baik persoalan di dalam pendidikan itu sendiri maupun di luar pendidikan. Rendahnya
lapangan pekerjaan, minimnya kreativitas, kenakalan remaja, menurunnya kualitas
pendidikan dan berbagai persoalan lainnya membuktikan bahwa adanya kesenjangan antara
masyarakat dengan dunia pendidikan. Selain itu persoalan-persoalan lain turut menjadi
tantangan besar termasuk dalam dunia pendidikan, yaitu konflik dan kekerasaan dalam
masyarkat. Penyebabnya adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki kelompok satu dengan

1
2

yang lainnya. Dengan ini butuh kontribusi dunia pendidikan untuk mengatasinya.
Pendidikan yang mampu menumbuhkan kesadaran dalam menghadapi kehidupan yang
heterogen adalah pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural ialah merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs)


dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan
dari individu, kelompok, maupun negara.Pengakuan yang menilai penting aspek keragaman
budaya dalam membentuk perilaku manusia merupakan hal utama dalam pendidikan
multikultural. Banks (2007: 87) dalam Wulandari (2020: 22). Penanam nilai-nilai multikural
lebih efektif melalui dunia pendidikan. Selain itu juga penanaman efektif dilakukan pada
jenjang Sekolah Dasar. Seperti pada teori perkembangan kognitif manusia menurut Jean
Piaget (1964) pada tahap operasi konkrit. Pada tahap ini anak usia 7-11 tahun akan berpikir
secara logis peristiwa yang mereka alamai. Selain itu anak pada tahap ini juga mampu
memecahkan masalah. Hal yang paling penting ialah dalam tahap ini anak mampu
mempertahankan ingatannya (Thahir, 2002: 22) . Menurut Howard (1993) pendidikan
multikultural memberikan kompetensi multikultural. Pada masa awal kehidupan siswa,
waktu banyak dilalui di daerah etnis dan kulturnya masing-masing, kesalahan dalam
menstransformasi nilai, aspirasi dari budaya tertentu dapat berdampak pada primordialisme
kesukuan, agama, dan golongan berlebihan. Faktor ini penyebab timbulnya konflik
antaretnis dan golongan. Melalui pendidikan multikultural sejak dini ini , anak diharapkan
mampu memahami perbedaan budaya yang berdampak pada perbedaan usage (cara individu
bertingkah laku), folkways (kebiasaan yang ada dimasyarakat), mores (tata kelakuan di
masyarakat), dan customs (adat istiadat komunitas). Adapun dalam pelaksanaan pendidikan
multikultural ini , tidaklah harus mengubah sebuah kurikulum yang sudah berjalan. Hal yang
perlukan ialah pemahaman guru akan konsep kultural ini sendiri. Pemahaman ini yang akan
dijadikan pedoman siswa untuk pengimplementasiannya. Para siswa utamanya perlu di
ajarkan mengenai toleransi antar sesama, kebersamaan , demokratis, dan saling menghargai.
Inilah bekal yang akan mereka bawa dikemudian hari dan hal yang sangat penting untuk
menekan konflik sosial yang terjadi. Sekolah Dasar adalah lembaga yang memegang
peranan penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural sejak dini.
3

Penelitian ini menitikberatkan pada tiga nilai-nilai pendidikan multikultural. Nilai


demokratis, nilai humanisme, dan nilai pluralisme. Hal ini dikarenakan dipenelitian-
penelitian sebelumnya hanya satu atau dua nilai-nilai saja yang diteliti. Dengan
menitikberatkan pada tiga nilai-nilai pendidikan multikutural ini, peneliti mengharapkan
agar bisa mendapatkan hasil yang lebih maksimal dibandingkan penelitian sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan di SD Laboratorium UM yang merupakan sekolah yang terletak di
Jl. Bogor No.19, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur ini memiliki
siswa heterogen. Hal ini diperkuat dengan label sekolah tersebut ialah sekolah internasional.
Adanya label tersebut sudah meyakinkan peneliti bahwa siswa yang berada disana bukan
hanya dari satu suku saja, melainkan dari berbagai suku. Selain terdapat multi suku, di SD
Laboratorium UM juga memiliki multi ras. Terdapat siswa yang lahir di Africa , jepang dan
sebagainya. Terkahir , SD Laboratorium UM memiliki siswa yang multi bahasa. Hal inilah
yang menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian studi kasus di SD Laboratorium
UM dengan judul “ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DALAM PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS TIGA DI SD LABORATORIUM
UM”.

B. RUMUSAN MASALAH
Setelah memperhatikan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil rumusan
masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan multikultural pada pembelajaran tematik kelas III di SD
Laboratorium UM?
2. Bagaimana analisis pendidikan mutlikultural pada pembelajaran tematik kelas III di SD
Laboratorium UM?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan penelitian diatas, maka tujuan penelitian adalah:
1. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan multikultural pada pembelajaran tematik kelas III
di SD Laboratorium UM.
2. Mendeskripsikan analisis pendidikan multikultural pada pembelajaran tematik kelas III di
SD Laboratorium UM.
4

D. RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN


Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Kelas III semester 2 tahun ajaran 2021-
2022 di SD Laboratorium UM. Kelas III ICP terdiri dari 27 siswa dalam satu kelas.
Penelitian ini dibatasi dalam perwujudan nilai-nilai demokratis, humanisme, dan
pluralisme.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah penjelasan ilmiah mengenai istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini. Penjelasan istilah-istilah dimaksudkan untuk memberikan sebuah
gambaran yang jelas mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
agar tidak terjadi perbedaan persepsi atau kesalahpahaman antara penulis dan pembaca.
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan multikultural , sebagai pendidikan antirasis bagi seluruh siswa dan
meresap keseluruh area persekolahan, karakteristiknya yaitu komitmen atas keadilan
sosial dan pendekatan kritis dalam pembejalaran.
2. Pembelajaran tematik, sebuah usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, sikap,
keterampilan, atau sikap pembelajaran, serta kreativitas menggunakan tema.

F. KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat seperti yang diuraikan berikut:
1. Pihak guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi kinerja pemahaman
terhadap penerapan nilai-nilai pendidikan multikultural pada pembelajaran di
kelas.
2. Pihak Sekolah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan program-
program sekolah yang dapat memaksimalkan pengimplementasian nilai-nilai
pendidikan multikultural.
3. Penelitian Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pijakan ataupun ide untuk melakukan penelitian serupa dalam konteks yang
berbeda.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Pendidikan Multikultural
A. Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati (2007: 70) mengemukan bahwa pendidikan pada
hakekatnya merupakan suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta
penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa agar anak mencapai
kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung dan berlangsung terus menerus.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa pendidikan berasal
dari kata dasar didik (mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut Abdurrahman Saleh
Abdullah (2007: 15) menjelaskan pendidikan sebagai proses yang dibangun
masyarakat untuk membawa generasi-generasi baru kearah kemajuan dengan
cara-cara tertentu sesuai dengan kemampuan yang berguna untuk mencapai
tingkah kemajuan paling tinggi. Menurut Oemar Hamalik (2001: 79) menjelaskan
bahwa pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat. Menurut Depdiknas
(2013: 326) pendidikan mempunyai pengertian sebagai proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses pembuatan, dan cara
mendidik.

5
6

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah


usaha sadar dan terencana untuk memberikan bimbingan atau bantuan dalam
mengembangkan potensi fisik dan spiritualitas yang diberikan oleh orang dewasa
kepada siswa untuk mencapai tujuan sehingga peserta didik mampu
melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri. Pendidikan itu penting dilakukan
agar kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu bisa berkembang. Konsep
pendidikan yang membutuhkan ilmu pengetahuan dan seni adalah proses atau
usaha sadar antara manusia satu sama lain secara beradab, di mana pihak pertama
diarahkan membimbing pengembangan kemampuan dan kepribadian dari pihak
kedua.
Multikultural, berbicara tentangnya sangatlah kompleks. Konsep
multikulural sendiri lahir dari pandangan melihat corak keberagaman manusia
yang terdiri dari berbagai latar belakang kebudayaan. Dimana multikulturalisme
mengisyarakatkan adanya pengakuan terhadap martabat manusia yang hidup
dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. (Mahfud,
2006: 75). Secara etimologis multikulturalisme terdiri atas kata multi yang berarti
plural, kultural yang berarti kebudayaan, dan isme yang berarti adalah paham atau
aliran tentang budaya yang plural. Adapun dalam Kamus Sosiologi,
multikulturalisme adalah perayaan keberagaman budaya dalam masyarakat-
keragaman yang biasanya dibawa melalui imigrasi. Multikulturalisme adalah
sebuah falsafah yang terkadang dimaknai sebagai ideology yang menghendaki
kesatuan berbagai kelompok budaya dengan hak dan status sosial politik yang
sama dalam masyarakat modern. Istilah dari multikulturalisme ini juga sering
digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai suku bangsa dalam suatu
negara. Dalam pengertian yang lebih dalam, istilah multikulturalisme bukan
hanya pengakuan terhadap keragaman kebudayaan, tetapi juga pengakuan yang
memiliki implikasi politik, sosial, ekonomi, dan lainnya. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, multikultural adalah fenomena pada seseorang atau suatu
masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu
kebudayaan. Menurut S.Saptaatmaja (1996) mengemukakan bahwa
multikulturalisme bertujuan untuk kerja sama, kesederajatan, dan mengapresiasi
7

dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Multikulturalisme
pada dasarnya adalah pandangan dunia yang dapat diterjemahkan dalam berbagai
kebijakan budayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas
keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan
mayarakat. Multikulturalisme dapat pula dipahami sebagai pandangan dunia yang
diwujudkan dalam kesadaran politik (Azra, 2006) dalam (Suryana & Rusdiana,
2015: 197).
Melihat dari berbagai perspektif diatas dapat disimpulkan bahwa
multikulturalisme mencakup ide, perspektif, dan kebijakan dan sikap tindakan
oleh masyarakat suatu negara yang beraneka ragam baik suku, budaya, agama,
dan sebagainya. Namun, mereka memiliki cita-cita untuk mengembangkan
semangat kebangsaan yang sama dan memiliki kebanggaan untuk menjaga
kemajemukan ini. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai dan
sekaligus bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Persoalannya
saat ini adalah penyangkalan suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui
sebagai akar dari segala ketimpangan dalam berbagai kehidupan. Tak bisa
disangkal jika keragaman di bumi adalah sebuah pembenaran yang nyata.
Kesadaran akan sebuah realitas ini seharusnya membawa manusia pada
perdamaian dimana persoalan budaya,suku, bahkan agama tidak seharusnya
menghiasi kehidupan kebhinekaan.
Pendidikan multikulturalisme adalah sebuah studi yang mempelajari
tentang keberagaman budaya (Andersen dan Cusher, 1994: 320). Pendidikan
multikultural sebagai pengganti dari pendidikan interkultural diharapkan dapat
menumbuhkan sikap perduli dan mau mengerti atau adanya politik pengkuan
terhadap kebudayaan kelompok manusia, seperti toleransi, perbedaan etno-
kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusian
universal, serta subjek-subjek lainnya. ((Azra, 2002 dalam (Suryana & Rusdiana,
2015: 197). Dengan pendidikan multikultural ini diharapkan peserta didik mampu
menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa empati serta toleransi pada sesama
tanpa memandang golongan, status, gender, dan kemampuan akademis ((Farida
Hanum, 2005) dalam (Suryana & Rusdiana, 2015: 197). Dari beberapa
8

penjelasan diatas dapat kita tarik sebuah benang merah bahwa pendidikan
multikultural ialah sebuah studi yang mempelajari tentang cara-cara , tingkah laku
, dan sikap dalam memaklumi sebuah perbedaan yang selama ini sering menjadi
konflik internal.

B. Tujuan Pendidikan Multikultural


Tujuan pendidikan multikultural dalam UU Sisdiknas ialah menumbuhkan
sikap, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan kultur yang
berbeda. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan
pelajaran dan pembelajaran kearah yang memberikan peluang yang sama pada
setiap anak untuk saling damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan. Siswa
ditanamkan pemikiran bahwa sebuah perbedaan itu dihargai dan saling dipahami.
Melihat hal ini , mestilah ada perubahan sikap, perilaku, dan niali-nilai. Ketika
siswa berada di antara sesamanya yang berlatar belakang berbeda-beda, mereka
harus bisa mengkondisikan dirinya terhadap perbedaan tersebut sebagai suatu
pengetahuan yang akan memperkaya mereka. Menurut Nieto (1992) menyebutkan
bahwa pendidikan multikultural bertujuan untuk sebuah pendidikan anti rasis
yang memperhatikan keterampilan dan pengatahuan dasar bagi warga dunia yang
oenting bagi semua murid yang menembus semua aspek pendidikan,
mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan
murid bekerja bersama-sama mempelajari keberagaman budaya. Selain itu ,
menerapkan pemikiran kritis yang memberi perhatian pada pengetahuan sosial
dan membantu murid untuk mengembangkan keterampilan dalam membuat
keputusan pada tindakan sosial. Selain itu , menurut Cumming-McCann (2003: 1)
mengemukakan bahwa tujuan utama dari pendidikan multikultural ialah
memajukan pendidikan dan prestasi seluruh siswa, khususnya mereka yang
tradisional dan tak terlayani dalam sistem pendidikan. Jadi, tujuan utama
pendidikan multikultural tidak hanya memajukan hubungan antarmanusia,
membantu siswa merasa nyaman dengan diri mereka sendiri atau melestarikan
bahasa dan budaya asli siswa.
9

Pendidikan multikultural secara konseptual mempunyai tujuan dan


prinsip: (1) setiap siswi mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi
mereka.; (2) siswa mampu menggali ilmu bagaimana cara berpikir kritis; (3)
mendorong siswa untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan dengan
memunculkan pengalaman pribadi mereka.; (4) mengimplementasikan gaya
belajar siswa.; (5) memberikan komplimen atas kontribusi dari kelompok yang
berbeda; (6) mengembangkan sikap terbuka kepada kelompok yang mempunyai
latar belakang yang berbeda.; (7) untuk menjadi seorang warga negara yang baik
di dalam masyarakat maupun disekolah; (8) menggali ilmu tentang menilai
pengetahuan dari sudut pandang yang berbeda; (9) untuk menumbuhkan identitas
etnis baik dalam nasional maupun global; (10) mengembangkan kemampuan
berppikir kritis dalam mengambil keputusan agar siswa mampu membuat pilihan
dalam kehidupan sehari-hari. (Nawawi dkk, 2018: 29).
Tujuan pendidikan multikultural ditinjau dari dua tujuan, yaitu tujuan awal
dan tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan tersebut
bersifat sementara agar tujuan akhir dapat tercapai dengan baik. Pada dasarnya,
awal mula pendidikan multikultural adalah konstruksi wacana pendidikan,
pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan. Tujuannya adalah menjadi trafo
pendidikan multikultural, menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan
demokrasi. Sedangkan tujuan akhir pendidikan multikultural adalah agar peserta
didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi yang dipelajarinya,
tetapi juga diharapkan peserta didik memiliki karakter yang kuat untuk selalu
bersikap demokratis, pluralistik dan humanistik.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari pendidikan
multikultural ini adalah untuk menciptakan pendidikan yang bertujuan untuk
memelihara keunikan budaya peserta didik. Pendidikan multikultural bertujuan
untuk memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa mencapai
potensi penuh mereka sebagai siswa dan sebagai individu yang aktif dan peka
secara sosial di tingkat lokal, nasional dan global. Selain itu, kita dapat
mewujudkan negara yang kuat, maju dan adil, tanpa membedakan suku, ras,
agama atau budaya.
10

C. Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural


Ada tiga nilai pendidikan multikultural. Ketiga nilai tersebut ialah nilai
demokratis, nilai humanisme, dan nilai pluralisme. Dari nilai yang pertama yaitu
demokratis atau Nilai keadilan merupakan konsep yang komprehensif dalam
segala bentuknya, baik dalam keadilan budaya, politik maupun sosial. Keadilan
adalah suatu bentuk di mana orang bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan
tanpa terhalang oleh apapun. Nilai kedua ialah nilai humanisme. Nilai
humanisme, atau nilai kemanusiaan, pada hakikatnya merupakan persepsi tentang
keragaman, keragaman, dan kemajemukan manusia. Keberagaman tersebut dapat
berupa ideologi, agama, paradigma, suku, cara berpikir, kebutuhan, tingkat
ekonomi, dan sebagainya. Terakhir nilai ketiga yaitu nilai pluralisme. nilai
pluralisme. Nilai pluralisme merupakan cara pandang yang mengakui adanya
kebhinekaan dalam suatu bangsa, seperti di Indonesia. Pluralisme bukan sekedar
pengakuan, ia memiliki implikasi politik, sosial dan ekonomi. Pluralisme
dikaitkan dengan hak hidup kelompok sosial yang ada dalam masyarakat. ((Setya
Raharja, 2011: 115) dalam (Suryana&Rudiana, 2015: 200-201)).

D. Strategi Pembelajaran Multikultural


Gaya kepemimpinan guru yang demokratis di gadangkan sebagai sebuah
kecocokan dengan kelas yang memiliki keberagaman didalamnya ((Donna Styles,
2004: 3) dalam (Suryana & Rusdiana, 2015: 289-290). Dengan pendekatan
demokratis ini, guru dapat menentukan beragam strategi pembelajaran. Mulai dari
dialog, simulasi, bermain peran, observasi, dan pennanganan kasus. Melalui
dialog guru dapat mendiskusikan bahwa keberagaman budaya yang dimiliki
termasuk dalam bagian dari bangsa. Guru juga dapat menjelaskan bahwa setiap
budaya yang kita miliki saling membutuhkan budaya lainnya. Kemudian melalui
simulasi dan bermain peran, siswa dapat mesimulasikan sebagai orang yang
memiliki perbedaan dengan yang lain. Baik dari agama, budaya , ataupun suku.
Setelah itu dibentuk sebuah kepanitian yang melibatkan keaneragaman tersebut.
11

Terakhir melalui observasi dan penangan kasus. Ini adalah strategi yang paling
kompleks dianalogikan daripada yang lainnya. Di dalam strategi ini siswa di
minta untuk terjun langsung kedalam masyarakat yang multikultural untuk
melakukan pengamatan proses sosial yang terjadi.
Dengan beberapa strategi yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa
diharapkan mendapatkan bukti nyata dari pemahaman konsep multikultural di
kehidupan sosial. Bahkan tidak hanya itu, siswa juga bisa secara langsung
menerapkan perilaku-perilaku atau sikap multikultural yang telah mereka pelajari
sebelumnya. Dengan kata lain pembelajaran ini tidak hanya mengarah pada ranah
kognitif, tetapi juga pada psikomotor dan afektif. ((Abdullah Aly, 2003: 70)
dalam (Suryana & Rusdiana, 2015: 289-290).

2. Pembelajaran Tematik
A. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran memiliki kata dasar “belajar”. Dalam arti yang sempit
pembelajaran dapat diartikan suatu proses atau cara yang dilakukan agar
seseorang dapat melakukan kegiatan belajar, sedangkan belajar sendiri adalah
suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan lingkungan
dan pengalaman. (Widiyanto, 2018: 1) Menurut Romiszowksi (1981: 4) dalam
Hayati (2016: 2) Belajar/mengajar adalah proses pembelajaran berbasis desain.
Unsur ketidaksetujuan dengan pihak luar yang melaksanakan proses
pembelajaran merupakan ciri utama dari pembelajaran tersebut. Proses
pendidikan ini berputar di sekitar yang sebelumnya (direncanakan sebelumnya).
Karena sifat prosesnya, maka proses belajar yang terjadi merupakan proses
perubahan perilaku terutama dalam konteks pengalaman yang dirancang.
Menurut Budiansyah (2002: 1) dalam Hayati (2016: 2) pembelajaran adalah
perubahan yang relatif permanen dalam keterampilan, sikap, atau perilaku siswa
sebagai hasil dari pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang
berlangsung hanya dalam waktu singkat dan kemudian kembali ke perilaku
semula menunjukkan bahwa tidak ada peristiwa belajar yang terjadi, meskipun
12

pengajaran mungkin saja terjadi. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan


Nasional No. 20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkugan belajar. Pembelajaran
adalah suatu rangkaian kejadian, peristiwa, kondisi yang secara sengaja dirancang
untuk mempengaruhi pembelajar/siswa, sehingga proses belajar dan penanaman
nilai dapat berlangsung dengan mudah. (Gagne & Briggs, 1992) dalam (Helmiati,
2012: 8) Menurut E. Mulyasa (2002: 100) pembelajara pada hakikatnya adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan tersebut baik pada ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Dengan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian pembelajaran ialah proses perubahan atau pencapaian kualitas
peserta didik yang relatif permanen melalui pengembangan potensi anak. Baik itu
dalam ranah kognitif, afektif, ataupun psikomotorik. Secara sederhana
pembelajaran adalah sebuah upaya untuk merubah siswa dari yang tidak tahu
menjadi tahu. Pembelajaran tematik pada dasarnya merupakan model dari
kurikulum terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa
(depdiknas, 2006: 5). Presepsi pembelajaran tematik merupakan pengembangan
dari dua gagasan kepribadian, Jacob (1989) dengan konsep pembelajaran
interdisipliner dan Fogarty (1991) dengan konsep pembelajaran terpadu.
Pembelajaran mata pelajaran adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dengan
sengaja memadukan berbagai aspek, baik di dalam maupun antar mata pelajaran.
Integrasi ini diharapkan dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan dan
keterampilan secara utuh dan menjadikan pembelajaran bermakna. Bermakna
artinya siswa dapat memahami konsep-konsep yang diajarkan melalui
pengalaman siswa secara langsung yang berkaitan dengan mata pelajaran.
Pengalaman belajar siswa merupakan jantung dari upaya peningkatan kualitas
lulusan. Untuk itu, guru harus mampu merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik (BNSP, 2006: 35). Pembelajaran adalah kegiatan
seorang anak untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Tematik ialah
konsep umum yang menyatukan bagian-bagian dalam satu hal. Pembelajaran
13

tematik ialah kegiatan pembelajaran yang mata pelajarannya dipisahkan, tetapi


beberapa tema digunakan untuk menyatukannya ((Mardianto, 2011: 38) dalam
(Lubis, 2018: 3)). Pembelajaran tematik adalah sebuah pendekatan pembelajaran
yang menghubungkan berbagai bidang studi yang mencerminkan dunia nyata di
sekeliling siswa dan dalam rentan kemampuan serta perkembangan anak (Majid,
2013: 86). Pembelajaran berbasis tematik ialah pembelajaran yang memadukan
antara berbagai mata pelajaran yang berbeda dengan tema-tema tertentu ((Kadir &
Hanum, 2014: 9) dalam (Lubis, 2018: 3)).
Dapat dipahami bahwa pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang mengintegrasikan kompetensi yang berbeda dari berbagai
mata pelajaran ke dalam suatu tema dengan proses pembelajaran bermakna yang
disesuaikan dengan perkembangan siswa. Dalam diskusi, topik diambil dari
berbagai mata pelajaran. Misalnya, topik "udara" dapat dipertimbangkan dari
mata pelajaran IPA, bahasa, seni budaya, dll. Pembelajaran tematik memberikan
keluasan dan kedalaman implementasi kurikulum dan memberi siswa kesempatan
belajar yang kaya untuk menciptakan momentum dalam proses pembelajaran.

B. Keunggulan Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik memiliki beberapa keunggulan, seperti yang dikatakan oleh
Rusman, yaitu : (1) pengalaman kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; (2) kegiatan yang dipilih dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; (3) kegiatan
belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa, sehingga hasil belajar dapat
bertahan lebih lama; (4) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; (5)
menyajikan kegiatan belajar yang bersifat fragmatis sesuai dengan permasalahan yang
sering ditemui siswa dalam lingkungan; (6) mengembangkan keterampilan sosial siswa.
(Prastowo, 2016: 69) dalam (Lubis, 2018: 6).

C. Prinsip Pembelajaran Tematik


Ada beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik. Menurut
kemedikbud kurikulum 2013 ialah: (1) memiliki tema yang aktual. Tema yang
14

disuguhkan haruslah yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Tema ini yang akan
menjadi pemersatu materi dari beberapa mata pelajaran; (2) memillih materi dari
berbagai mata pelajaran yang saling terkait kemudian dibentuk tema yang bermakna; (3)
tidak bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku. Pembelajaran ini harus
mendukung tujuan kegiatan pembelajaran yang sudah dijelaskan dalam kurikulum; (4)
materi yang akan dijadikan tema harus mempertimbangkan karakteristik siswa yakni
minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal; (5) materi yang dipadukan tidak
boleh bersifat memaksa. Artinya jika ada materi yang tidak bisa dipadukan maka tidak
dilakukan.

D. Karakteristik Pembelajaran Tematik di SD/MI


Pembelajaran tematik sebagai salah satu model pembelajaran di SD memiliki
beberapa karakteristik. Karakteristik yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
dikembangkan pada proses pembelajaran Menurut Kemendikbud dalam materi sosialisasi
kurikulum 2013 ialah : (1) berpusat pada siswa. Pada pembelajaran ini guru mempunyai
peran sebagai fasilitator , yaitu orang yang memfasilitasi proses pembelajaran dengan
melayani, menangani, dan mengarahkan siswa. Dalam proses pembelajaran ini , siswalah
yang di tuntut untuk lebih aktif; (2) memberikan pengalaman lansung. Dengan
pembelajaran berbasis tematik ini diharapkan siswa mampu memahami pembelajaran
dengan menghadapkan langsung mereka dengan masalah nyata (konkret); (3) menyajikan
konsep dari beberapa muatan. Pembelajaran ini memuat konsep dari beberapa muatan
dalam satu proses belajar secara terpadu. Tujuan dari ini ialah agar siswa mampu
membentuk pengetahuan secara holistik tentang konsep yang sedang ia pelajari; (4)
pemisahan mata pelajarannya tidak begitu jelas. Dengan adanya tema-tema ini siswa
hampir tidak akan tahu bahwa mata pelajaran yang mereka sedang pelajari sudah
berganti; (5) bersifat fleksibel. Pembelajaran ini bersifat fleksibel karena guru dapat
mengaitkan bahan ajar dengan contoh-contoh yang ada di kehidupan siswa. Selain itu
juga guru mampu mengaitkan muatan satu dengan yang lainnya; (6) hasil pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (7) menggunakan prinsip belajar sambil
bermain sehingga siswa tidak bosan dan proses pembelajaran akan menyenangkan.
15

3. Kerangka Berpikir
Indonesia merupakan negara multikultural. Faktor terjadinya ada beberapa salah
satunya ialah Indonesia memiliki banyak pulau besar maupun pulau kecil. Multikultural
yang Indonesia punya bukan hanya dari suku dan budaya saja, melainkan dari agama,
etnis, dan ras. Dengan keragaman ini tak ayal sering terjadi konflik antar suku, agama,
maupun budaya. Konflik yang paling terjadi karena perbedaan kebiasaan yang dilakukan
suku A dengan suku B. Sebagai negara multikultural, warga Indonesia harus memiliki
kepahaman konsep multikultural itu sendiri agar tidak menghasilkan konflik. Dengan
kepahaman konsep ini, warga Indonesia bisa menerima perbedaan. Bukan sekedar
menerimanya tetapi ikut menghargai dan menyetarakan perbedaan tersebut. Pemahaman
konsep ini ditanamkan sejak sekolah dasar di karenakan, anak usia sekolah dasar lebih
lama menyimpan sebuah informasi yang akan ia bawa sampai dewasa. Seperti yang
dikatakan oleh Jean Piaget dalam teori perkembangan anak. Dalam usia pendidikan
dasar, memori yang tersimpan pada anak akan terekam lama. Sehingga pemahaman
konsep ini bisa ia terapkan di dalam kehidupan bermasyaraktanya nanti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif studi kasus.
Peneliti menggunakan penelitian kualitatif deskriptif karena penelitian ini tidak
berhubungan dengan angka-angka, sehingga penelitian ini hanya banyak
mendeskripsikan dari hasil pengamatan peneliti terhadap pembelajaran tematik yang
memiliki nilai demokrasi anak di dalam kelas yang multikultural. Adapun alur kerangka
berpikir dalam pelaksanaan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
16

Pendidikan Multikultural

Nilai-Nilai Multikultural

Nilai Demokratis Nilai Humanisme Nilai Pluralisme

Pembelajaran Tematik di SD

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono
(2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada
filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah. Dimana
peneliti adalah sebagai instrument kunci daari pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang
dialami oleh subjek guna memudahkan perolehan data yang objektif. Objek gejala atau
fenomena yang diteliti dalam penelitian kualitatif bersifat unik dan fragmentaris. Dari
perspektif penelitian kualitatif, fenomena ini bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat
dipisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menentukan penelitiannya semata-
mata atas dasar variabel penelitian, tetapi situasi sosial secara keseluruhan pada penelitian
tersebut meliputi aspek tempat, pelaku dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis.
Sugiyono (2013: 287).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, kualitatif studi
kasus. Menurut Creswell dalam Sri Wahyuningsih (2013: 7) penelitian studi kasus
melibatkan pengumpulan data yang banyak karena peneliti mencoba untuk membangun
gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Hal ini diperlukan untuk membangun sebuah
analisa yang baik dan terperinci dari kasus yang muncul. Melihat dari pendapat tersebut
dapat dijabarkan bahwa penelitian studi kasus adalah penelitian yang menggambarkan
studi melalui teknik seperti sebuah kronologi peristiwa utama yang kemudian diikuti oleh
suatu prespektif yang terperinci dalam bentuk kata-kata bukan angka. Penelitian ini
menerapkan pendekatan kualitatif karena, (1) peneliti disini merupakan instrumen utama
yang dimana peneliti sendiri yang akan menggali langsung data-data dari lapangan; (2)
peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan menganalisis data; (2) bersifat naturalistik,
data yang diteliti dan dihasilkan akan dipaparkan sesuai dengan yang terjadi di lapangan;
(3) hasil penelitian bersifat naratif yang berupa penjabaran kata-kata dan kalimat bukan
angka; (4) lebih mementingkan proses daripada hasil; (5) adanya batas masalah yang

17
18

ditemukan dalam rumusan masalah dan analisis data cenderung bersifat induktif. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sugiyono (2011: 6) bahwa penelitian kualitatif adalah metode
yang berdasarkan pada filsafat, postpositivesme, sedangkan untuk meneliti pada objek
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif atau
kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalistas. Sugiyono
(2013: 288)

B. KEHADIRAN PENELITI
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian inkuiri naturalistik, yang dimana
peneliti mengumpulkan data tanpa ada campur tangan terhadap sujke penelitian. Peneliti
juga tidak melakukan manipulasi atau memberikan pengaruh terhadap narasumber
maupun aktivitas yang terjadi dilapangan. Sehingga data yang di ambil adalah data yang
terjadi secara alamiah dari lapangan. Kehadiran peneliti disini diperlukan untuk
memahami makna peristiwa yang diamati. Peneliti dalam penelitian kualitatif hadir
sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2013), Pada penelitian ini, peneliti datang langsung
ke SD Laboratorium Universitas Negeri Malang untuk mengumpulkan data, namun tidak
terlibat langsung dalam aktivitas pembelajaran di sekolah. Peneliti berperan sebagai
pewawancara, pengamat, perencana, penganalisa data dan membuat laporan. Sejalan
dengan pendapat Moleong (2013) “peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana
pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil
penelitianya”. Untuk menjalankan perannya, peneliti didukung oleh instrumen
pendukung berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SD Laboratorium Universitas Negeri Malang, yang
beralamat di Jl. Bogor No.19, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur
65145. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2021/2022.

D. SUMBER DATA
Data dalam penelitian pada dasarnya terdiri dari semua informasi atau bahan yang
sifatnya (dalam arti luas) diasumsikan untuk dicari, dikumpulkan, dan dipilih oleh
19

peneliti. Data dapat ditemukan dalam segala hal yang menjadi bidang dan tujuan
penelitian Subroto (1992: 34) dalam Farida Nugrahani (2014: 107). Data penelitian
kualitatif pada umunya merupakan data lunak (soft data) yang berupa kata, ungkapan,
kalimat dan tindakan, bukan merupakan data keras (hard data) yang berupa angka-angka
statistik seperti dalam penelitian kuantitatif. Dalam memilih sumber data peneliti harus
menelaah dengan tepat. Ketepatan dalam memilih sumber data akan mempengaruhi
penentuan ketepatan, intensitas, dan kelayakan dari informasi yang di dapat dilapangan.
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan sekunder. Sumber data primer
merupakan sumber data yang memuat data utama yakni data yang diperoleh secara
langsung di lapangan, yaitu : wawancara narasumber dan obeservasi. Sumber data
sekunder ialah sumber data tambahan yang diambil tidak secara langsung dilapangan,
yaitu : angket dan dokumentasi. . Sumber data dalam penelitian ini berupa situasi dan
kondisi nyata dimana data yang di dapat dibuktikan dalam bentuk catatan lapangan
berupa analisis nilai-nilai multikutural pada pembelajaran tematik. Data yang diambil
untuk penelitian ini berasal dari berbagai sumber yang relevan. Peneliti memperoleh data
dari hasil observasi di sekolah pada saat aktivitas pembelajaran siswa di kelas terutama
siswa kelas III. Informasi yang diberikan oleh guru dan siswa kelas III melalui
wawancara juga memberikan data kepada peneliti. Memberikan angket kepada siswa
untuk mengetahui proses pembelajaran berdasarkan subjek penelitian. Peneliti juga
mengambil data dari foto-foto selama proses pembelajaran yang dilakukan melalui
aplikasi pembelajaran online terkait penelitian.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Pada umumnya pada data dalam penelitian kualitatif dapat dikumpulkan melalui
pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Fokus pengumpulan data
dilakukan terhadap 3 komponen utama, yaitu space (ruang, tempat), actor (pelaku), dan
activity (kegiatan). Di dalam pengumpulan data ini penelitii memposisikan diri sebagai
human instrument yang lebih banyak meluangkan waktu di lapangan. Berikut merupakan
penjelasan mengenai teknik pengumpulan data.
1. Observasi
20

Observasi merupakan bagian yang penting dalam penelitian kualitatif.


Melalui observasi peneliti bisa mencatat, mendokumentasikan, maupun merekam
semua yang terjadi dilapangan. Teknik pengumpulan data ini mampu membuat
peneliti menganalisis dan melakukan pencatatan data secara sistematis mengenai
masalah yang diteliti secara langsung. Dalam penelitian ini yang akan peneliti
observasi ialah nilai multikultural siswa pada saat pembelajaran tematik kelas III.

2. Wawancara
Dalam penelitian kualitatif, pada umumnya sumber data utamanya ialah
manusia yang berkedudukan sebagai informan. Oleh karena itulah wawancara
diperlukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya. Wawancara merupakan
teknik penggalian data melalui percakapan yang dilakukan dengan maksud
tertentu. Ada yang berperan sebagai pewawancara da nada yang berperan sebagai
narasumber. Menurut Lincoln dan Guba (1985: 266) dalam Farida Nugrahani
(2014: 107) wawancara dapat dilakukan untuk mengkontruksi perihal orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan kebulatan harapan
pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah, dan memperluas
informasi dari berbagai sumber, dan mengubah atau memperluas konstruksi yang
dikembangkan peneliti sebagai triangulasi. Teknik ini diambil untuk memperoleh
data yang lebih akurat, lebih banyak, dan mendalam.
Dalam penelitian ini , peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur.
Dalam wawancara tidak terstruktur ini pertanyaan tidak disusun terlebih dahulu,
karena akan disesuaikan dengan keadaan yang ada dilapangan. Pertanyaan yang
akan disampaikan akan mengalir seperti percakapan sehari-hari. Dengan
wawancara tidak terstruktur ini peneliti akan mendapatkan lebih banyak infromasi
karena pertanyaan tidak terpaku pada yang sudah tertulis, melainkan menggali
lebih dalam dari pemaparan informan. Narasumber pada penelitian ini adalah
guru wali kelas III, dan beberapa siswa kelas III. Peneliti mewawancarai guru
kelas untuk mendapatkan data mengenai nilai-nilai pendidikan multikultural apa
saja yang guru terapkan selama pembelajaran berlangsung.
21

3. Dokumentasi
Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian yang relevan dengan penelitian. Teknik dokumentasi digunakan dalam
penelitian sebagai pendukung data hasil dari wawancara dan observasi. Data yang
dihasilkan dari teknik dokumentasi berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini, data yang
diambil berupa dokumentasi yang berkaitan dengan nilai-nilai multikultural yang
terdapat pada pembelajaran tematik di SD berupa foto-foto penunjang yang
menggambarkan situasi kegiatan pelaksanaan pembelajaran daring yang
dilakukan secara online.
4. Angket
Angket adalah daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden. Dengan angket , peneliti mampu
mendapatkan data dari berbagai lokasi atau sumber tanpa harus bertemu secara
langsung kepada responden. Di masa pandemi ini, peneliti kesulitan untuk
mewawancarai siswa dikarenakan keterbatasan tenaga dan waktu sehingga angket
disini digunakan untuk siswa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
Oleh sebab itu maka peneliti merumuskan kisi-kisi instrumen sebagai berikut.

Tabel 3.1 kisi-kisi angket


No Nilai Deskripsi Indikator Sumber data

O W D

1. Demokratis Nilai demokrasi atau  Menghargai pendapat


nilai keadilan orang lain
merupakan konsep  Menyelesaikan
yang komprehensif masalah dengan
dalam segala musyawarah
bentuknya, baik dalam  Menerima kritik dan
keadilan budaya, saran dari orang lain
politik maupun sosial.
Keadilan adalah suatu
22

bentuk di mana orang


bisa mendapatkan apa
yang mereka inginkan
tanpa terhalang oleh
apapun
2. Humanisme Nilai humanisme, atau  Kebebasan
nilai kemanusiaan, mengutarakan
pada hakikatnya pendapat
merupakan persepsi  Saling memafkan
tentang keragaman,  Berperilaku baik
keragaman, dan kepada sesama
kemajemukan  Saling gotong royong
manusia. membatu satu sama
Keberagaman tersebut lain.
dapat berupa ideologi,
agama, paradigma,
suku, cara berpikir,
kebutuhan, tingkat
ekonomi, dan
sebagainya.
3. Pluralisme Nilai yang dimana  Tidak mengejek
individu mampu keyanikan, ras, suku
menerima setiap atau budaya lainnya.
perbedaan budaya  Tidak memaksakan
yang harus kehendak kepada
senantiasanya di jaga orang lain.
keunikannya.  Menghormati orang
lain tanpa memikirkan
latar belakangnya.
23

F. ANALISIS DATA
Analisis data adalah suatu proses yang merinci usaha secara formal untuk
menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disaranakan dan sebagai
usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis Taylor (1975) dalam Ismail
Nurdin & Sri Hartati (2019: 208-210). Tujuan dari analisis data ini ialah untuk
mejabarkan suatu data agar lebih muda dipahami, selanjutnya dibuat sebuah kesimpulan
mengenai karakteristik populasi berdasarkan data yang didapatkan dari sampel. Analisis
data yang dipakai peneliti ialah teknik analisis yang dikemukakan oleh Miles dan
Huberman. Secara garis besar analisis data Miles dan Huberman membagi analisisnya
menjadi tiga tahap, yaitu : (1) reduksi data; (2) penyajian data; (3) verifikasi data. (buku
metod)
1. Reduksi data
Reduksi data adalap pertama dalam analisis data ini. Dalam reduksi data
peneliti melakukan proses pemilihan atau seleksi, pemfokuskan,
penyederhanaan, dan pengabstraksi dari semua jenis informasi yang
mendukung data penelitian yang diperoleh dan dicatat selama proses
penggalian data dilapangan. Dalam proses reduksi ini, penelti akan
mengumpulkan informasi melalui wawancara dengan responden serta dari
informan lain mengenai nilai-nilai pendidikan multikultural.
2. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif pada umumnya disajikan dalam
bentuk narasi yang dilengkapi matriks, gambar, grafik, jaringan, bagan, tabel,
skema dan sebagainya. Tujuan dalam melakukan penyajian data ini ialah untuk
menjawab permasalahan penelitian melalui proses analisis data. (buku metod).
Data yang disajikan pada penelitian ini yakni deskripsi analisis nilai-nilai
pendidikan multikultural dalam pembelajaran tematik kelas rendah di SD
Laboratorium UM. Dalam penyajian data ini akan lebih mudah untuk
memahami, menggambarkan setiap kategori data dan mengatur tindakan lebih
lanjut berdasarkan apa yang dipahami.
3. Verifikasi data
24

Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan penafsiran terhadap hasil


analisis dan interpretasi data. Pada proses verifikasi tahap awal bersifat
sementara dan dapat dilakukan pengulangan penelitian dengan meneluri
kembali semua langkah penelitian. Kemudian proses verifikasi akhir harus
singkat, jelas dan mudah dimengerti. Peneliti juga menambah bukti yang
sebenarnya dan kemudian merangkum penelitian lagi. Temuan dalam
penelitian kualitatif merupakan penemuan baru yang belum pernah terlihat
sebelumnya.

G. KEABSAHAN TEMUAN
Data yang sudah di dapat dari lapangan kemudian di uji keabsahannya. Hal ini
dilakukan agar data yang di ambil dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan.
Pengecekan keabsahan data temuan dalam penilitian ini menggunakan triangulasi teknik.
Triangulasi teknik dapat dilakukan dengan melakukan teknik tersebut menghasilkan data
yang berbeda-beda. Dalam triangulasi ini juga peneliti dapat melakukan diskusi lebih
lanjut kepada sumber data terkait untuk memastikan kebenaran datanya. (Sugiyono,
2017). Data mengenai nilai-nilai pendidikan multikultural pada pembelajaran tematik di
Kelas III diperoleh melalui wawancara dengan wali kelas, guru kesiswaan yang
kemudian di perkuat lagi oleh observasi di dalam kelas dan dokumentasi.

H. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Dalam penelitian pasti memiliki tahapan-tahapan agar tujuan penelitian dapat tercapai.
Tahapan yang dapat dilakukan meliputi.
1. Tahap Pra-Lapangan
Tahap ini adalah langkah pertama yag harus peneliti lakukan untuk mencapai
tujuan penelitiannya.
a. Tahap penyusunan rancangan penelitian
Rancangan penelitian dimuat dalam proposal penelitian.
b. Tahap pemilihan lapangan penelitian
Pemilihan lapangan penelitian merupakan tahapan yang harus dilakukan
selanjutnya. Pemilihan lapangan ini harus mementingkan kepraktisan
25

waktu, tenaga, dan biaya. Selain itu yang terepenting ialah lapangan
penelitian ini harus sudah sesuai dengan apa yang akan diteliti.
c. Tahap pengurusan perizinan
Setelah menentukan lapangan yang akan diteliti, perizinan merupakan hal
terpenting yang harus dilakukan. Perizinan dalam penelitian ini meliputi
perizinan dari pihak kampus untuk melakukan penelitian dan perizinan
kepada pihak sekolah yang menajdi subjek penelitian yaitu SD
Laboratorium UM.
d. Tahap penjajakan dan penilaian lapangan
Pada tahap ini, peneliti meninjau lokasi yang menjadi subjek penelitian.
Hal ini dilakukan agar peneliti bisa mempersiapkan mental, fisik, dan
kelengkapan peralatan yang dibutuhkan saat mengambil data.
e. Tahap pemilihan dan pemanfaatan informan
Tahap pemilihan informan sangat diperlukan untuk penelitian ini.
Informan berguna untuk memberikan gambaran umum mengenai
lapangan yang akan di teliti. Disini peneliti mengajak informan untuk
berbicara dan bertukar pikiran. Tujuannya untuk menyinkronkan temuan
yang di dapat dilapangan dengan yang ada pada informan.

f. Tahap persiapan perlengkapan penelitian


Dalam penelitian ini, terdapat empat proses pengumpulan data yaitu
wawancara, observasi, dokumentasi, dan angket. Dalam proses
pengumpulan data tersebut memerlukan perlatan seperti perekam suara,
kertas, bolpoin, kamera dan sebagainya.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
a. Tahap persiapan diri
Tahap ini peneliti perlu memperkenalkan dirinya guna menjalin
hubungan yang akrab dengan subjek yang akan diteliti.
b. Tahap memasuki lapangan
26

Di tahap ini peneliti harus bersikap sopan dan santun serta mencoba
untuk mengakrabkan diri dengan subjek peneliti agar mudah
mendapatkan informasi.
c. Tahap pengumpulan data
Tahap ini merupakan kunci dari sebuah penelitian. Di dalam tahap ini
peneliti mencatat, merekam dan mendokumentasikan temuan-temuan
dilapangan.

3. Tahap Analisis Data


Di tahap analisis data, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Peneliti perlu
melakukan pengecekan keabsahan data yang telah dikumpulkan dari temuan yang
ada dilapangan.
4. Tahap Pelaporan
Ini adalah tahapan akhir yang harus dilakukan peneliti. Dalam tahap pelaporan
berupa penulisan skripsi yang telah disesuaikan dengan sistematikan penulisan karya
ilmiah Universitas Negeri Malang edisi tahun 2017
DAFTAR PUSTAKA

Barlian, Eri. 2016. Metodologi Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Padang: Penerbit Sukabina
Press.
Depdiknas. 2013. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan
Dan Kebudayaan.
Hayati, Sri. 2017. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Cooperative Learning. Magelang: Graha
Cendikia.
Helmiati. 2012. Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Juanda, Anda. 2019. Pembelajaran Kurikulum Tematik Terpadu. Cirebon: CV. Confident.
Lubis, Maulana Arafat. 2018. Pembelajaran Tematik Di SD/MI. Yogyakarta: Penerbit Samudra
Biru.
Naim, Ngainun, & Sauqi, Achmad. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Jogjakarta: Ar-Ruz Media.
Nawawi , Imam, & dkk. 2018. Pendidikan Multikultural. Malang: Universitas Negeri Malang.
Nugrahani, Farida. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa.
Solo: Cakra Books.
Nurdin, Ismail, & Hartati, Sri. 2019. Metodologi Penelitian Sosial. Surabaya: Media Sahabat
Cendikia.
Ramayulis.2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rukayah, Nurul. 2018. Pendidikan Multikultural Di Sekolah Dasar. Institut Agama Islam Negeri
Ponorogo. (online). (http://etheses.iainponorogo.go.ac.id/2469/1), diakses pada 12
februari 2022.
Suryana, Yaya, & Rusdiana, A,H. 2015. Pendidikan Multikultural.Bandung: CV Pustaka Setia.
Thahir, Andi. 2018. Psikologi Perkembangan. Lampung: Aura Publishing.
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Indonesia No. 20 Tahun 2003.
Wahyuningsih, Sri. 2013. Motode Penelitian Studi Kasus Madura: UTM Press.
Wulandari, Taat. 2019. Konsep dan Praksis Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: UNY Press.

27

Anda mungkin juga menyukai