Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini yang berjudul “Makalah Pendidikan Nilai
dan Pendidikan multikultural dalam pembelajaran ips " dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 3 Maret 2023

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, baik secara pribadi maupun sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Dalam
proses belajar mengajar, guru tidak hanya menyampaikan materi tetapi juga harus berupaya agar
materi pelajaran yang disampaikan dapat benar-benar dipahami dan dimengerti siswa,
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut dapat membawa siswa untuk
diterapkandalam kehidupan bermasyarakat.Dengan demikian proses pembelajaran lebih
bermakna(Puspitasari, 2012:99).Tujuan umum IPS ialah mengembangkan cara berpikir
kritis dan kreatif dalam melihat hubungan manusia dan lingkungan hidupnya. Jadi,
mempunyai fungsi “membentuk sikap rasional dan tanggung jawab terhadap masalah yang
timbul akibat interaksi antara manusia dengan lingkunganya”.

Pendekatan integratif sesuai realitas kehidupan sosial dan pendekatan struktural yang
mengenai penguasaan konsep. Objek IPS adalah gejala-gejala sosial yang teramati yang dapat
mengungkap masalah-masalah sosial.Adapun gambaran keterkaitan antara mata pelajaran
dengan nilai yang dapat dikembangkan untuk pendidikan karakter dalam mata pelajaran
IPS tingkat SD yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, rasa
ingin tahu, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, senang membaca, peduli sosial,
peduli lingkungan (Kemendiknas, 2010:47).Multikultural menekankan adanya perbedaan
masyarakat berdasarkan kelompok yang didasarkan pada etnisitas. Dari pernyataan
tersebut, maka interaksi sosial yang terjadi antar suatu kelompok sosial dalam
kehiduapan masyarakat yang multikultur dilakukan dengan cara menemukan identitas
dirinya yang didasarkan pada sebuah etnis itu sendiri. Multikultural melihat bagaimana
keragaman manusia pada tingkat kelompok atau golongan dan kelompok dan dalam
multicultural etnisitas terkesan menitik beratkan. Beberapa kelompok etnik yang ada di
Indonesia juga hidup secara berdampingan sehingga dapat terjalin interaksi sosial satu
sama lain. Interaksi yang terjadi antara kelompok etnisyang hidup dan berkembang di
Indonesia adalah wujud dari etnisitas, yang termasuk dalam suatu kelompok etnik( Yusuf,
2005: 26 ).

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini penulis mengangkat beberapa masalah, diantaranya:

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan multikultural ?


2. Bagaimana menerapkan pendidikan multikultural dalam pembelajaran di SD?
3. Bagaimana metode pembelajaran multikultural?
4. Apa dampak pendidikan multikultural bagi siswa dalam kehidupan sosial?
5. Bagaimana contoh penerapan pendidikan multikultural di sekolah?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemahaman dari pendidikan multikultural


2. Mampu menerapkan Pendidikan Multikultural sebagai pembelajaran di Sekolah Dasar
3. Melakukan pelatihan terdapat peserta didik untuk bisa bersikap positif terhadap
keberagaman, khususnya pada suku, etnis, budaya dan kelompok berbeda.
4. Melatih peserta didik dalam menerapkan cara hidup damai, khususnya dalam
keberagaman kehidupan bersama.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural menurut Banks (1993) merupakan gagasan yang menyatakan


bahwa semua siswa, dengan tidak memperhatikan dari kelompok mana mereka berasal (jender,
suku bangsa, ras, budaya, kelas sosial, agama, atau pengecualian), seharusnya mendapatkan
perlakukan yang sama dalam pendidikan di sekolah. Artinya, pendidikan merupakan sesuatu hal
yang mutlak bahwa semua siswa diperlakukan sama, mempunyai hak yang sama tanpa
memperhatikan semua perbedaan yang ada sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan
baik dan damai.

Banks (1993:5) menjelaskan lima dimensi utama pendidikan multikultural, yaitu:

1. Integrasi isi yaitu bahwa dalam pembelajaran, pemberian contoh, data, dan informasi
lain yang diperlukan semestinya diberikan dari persektif berbagai budaya dengan
menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa
cara pandang yang beragam berdasarkan beberapa budaya atau cara pikir. Rancangan
materi pembelajaran dan unit pembelajarannya tetap sama, tetapi guru memberikan
tambahanbeberapa unit atau topik secara khusus mengenai materi multikultural;
2. Konstruksi pengetahuan, yaitu cara pandang kita biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan
atau masyarakat di mana kita berasal. Artinya, dengan asal usul dan pengalaman yang
berbeda, tentu cara pandang juga berbeda.
3. Pengurangan prasangka adalah hal yang penting, yang melibatkan pengembangan
hubungan positif dan sikap toleran di kalangan siswa yang mempunyai latar belakang
yang berbeda. Jika melihat keberagaman asal usul, kebiasaan, budaya, dan agama, para
siswa diberikan pengertian bahwa perbedaan itu memberikan warna berbeda dalam kerja
tim, misalnya, sehingga keberagaman dapat dipandang sebagai kekayaan berpikir yang
bisa disatukan di Lembaga Pendidikan.
4. Pedagogi keadilan merupakan cara-cara yang dipakai dalam pembelajaran di mana
proses pembelajaran dipergunakan untuk memfasilitasi keberhasilan akademi siswa dari
kelompok etnis dan kelas sosial yang berbeda. Dalam dunia Pendidikan, hal tersebut
dapat berjalan karena pada hakekatnya semua anak berhak mendapatkan Pendidikan yang
sama meskipun siswa-siswa dengan latar belakang yang berbeda, baik kelas social, asal
usul, maupun budaya.
5. Budaya sekolah yang memberdayakan, yaitu suatu budaya sekolah dimana
pengorganisasian dan praktik lembaga bersifat kondusif bagi pertumbuhan akademis dan
emosional semua siswa. Dalam dunia Pendidikan, hal tersebut dapat berjalan karena pada
hakekatnya semua anak berhak mendapatkan Pendidikan yang sama meskipun siswa-
siswa dengan latar belakang yang berbeda, baik kelas social, asal usul, maupun budaya.
Jadi, lembaga sekolah merupakan lembaga pendidikan yang netral yang menyediakan
layanan yang sama kepada semua peserta didik.

2.2. Penerapan Pendidikan Multikultural dalam Pembelajaran IPS di SD

Pengertian Pendidikan Ilmu Sosial adalah program pendidikan yang memanfaatkan ilmu-
ilmu sosial untuk tercapainya tujuan pendidikan. Contohnya pendidikan geografi, pendidikan
sejarah, pendidikan ekonomi, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sosiologi, dan
sebagainya (Saidiharjo, 2004). Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial yang dalam literature asing
dikenal dengan social studies yang dapat diartikan sebagai penelaahan tentang masyarakat. Ilmu
Pengetahuan Sosial (Social Studies) menurut Mayhood dkk., (1991: 10), adalah “The Social
Studies are comprissed of those aspests of history, geography, and pilosophy which in practice
are selected for instructional purposes in schools and collengs” Pendidikan IPS merupakan
pendidikan yang mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan sosial dalam rangka
membentuk pribadi warga negara yang baik dan merupakan program pendidikan sosial pada
jalur pendidikan sekolah (Udin, 2004).

Pembelajaran IPS Terpadu dirancang secara sistematis tujuannya untuk meningkatkan


pemahaman dan penanaman sikap siswa. Di dalam proses pembelajaran banyak melibatkan
peran aktif antara guru dengan siswa, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh
guru melalui materi, metode, media dan evaluasi pembelajaran. Ellis (1997: 6) menjelaskan
hakikat pembelajaran IPS sebagai berikut “social studies is the area of the curriculum dedicated
to the study of human beings, it lends it self quite naturally to the care and nurturing of the
individual child”. Maksudnya bahwa lingkup wilayah IPS dalam kurikulum diabadikan pada
pembelajaran umat manusia secara alami menjaga dan mengembangkan karakter dan pribadi
anak. Jadi, Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang menyangkut segala aspek hubungan
dalam kehidupan manusia. Esensi tujuan pembelajaran IPS adalah perubahan perilaku dan
tingkah laku positif siswa sesuai dengan budaya, nilai, kebiasaan dan tradisi yang berlaku di
dalam masyarakatnya. Dalam penelitian ini lebih mengarah pada tercapaianya pola sikap pada
diri siswa untuk saling menghormati, menghargai, toleransi terhadap budaya lain. Sehingga
output dari pembelajaran IPS Terpadu melalui pendidikan multikultural dapat mencapai proses
belajar mengajar yang aktif dan lebih bermakna.

Pendidikan IPS di Sekolah Dasar juga harus ada upaya mengubah paradigma
pembelajaran IPS yang cenderung berorientasi kognitif menuju IPS yang berorientasi pada
afektif dan psikomotor. Pendekatan pembelajaran yang bersifat kognitif telah terbukti
menghasilkan intelektual yang tidak peduli dengan nilai, sikap dan kultur masyarakatnya. Dalam
pembelajaran IPS perlu dilakukan perencanaan pembelajaran yang dituangkan dalam RPP karena
seperti dikatakan oleh Sergiovanni dalam Syaiful Sagala (2009: 56) “plans are guides,
approximations, goal post, and compass setting not irrevocable commitments or decision
commandements”.

2.3. Metode Pembelajaran Multikultural


Dalam implementasinya, sebagai sebuah konsep, multikulturalisme tentu harus dituangkan
ke dalam sistem kurikulum pendidikan agar aplicable. Merujuk pada pengalaman di sejumlah
Negara, pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method and
approaches) yang beragam.

Allison Cumming, McCann dalam “Multicultural Education Connecting Theory to


Practice”(Vol. 6, Issue B Feb., NCSAAl, 2003), menyebut beberapa metode yang dapat
digunakan dalam pendidikan multikultural antara lain adalah sebagai berikut:

1. Metode Kontribusi.
Metode ini diterapkan dengan mengajak pembelajar berpartisipasi dalam memahami dan
mengapresiasi kultur lain yang berbeda dengan dirinya. Dalam implementasinya yang
lebih praktis, metode ini antara lain diterapkan dengan menyertakan peserta didik
memilih buku bacaan bersama dan melakukan aktivitas bersama. Selain itu, siswa juga
diajak mengapresiasi event-event keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat. Pengampu pendidikan (kepala sekolah, guru) bisa melibatkan
peserta didik di dalam pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan event-event
tersebut. Dalam hal tertentu peserta didik juga dapat dilibatkan untuk mendalami
sebagian kecil dari kepelbagaian dari setiap tradisi kebudayaan maupun keagamaan.
2. Metode Pengayaan.
Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang
berbeda kultur, etnis atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya dengan mengajak
peserta didik menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang
masyarakat tetapi peserta didik tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti
tata cara atau ritual ibadah, pernak-pernik dalam ritual ibadah, pernikahan, dan lain-lain.
3. Metode Transformatif.
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini
memungkinkan peserta didik melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya,
etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan perspektif-perspektif,
kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang akan memperluas pemahaman
pembelajar tentang sebuah ide. Jika pada metode pengkayaan lebih banyak menggali
titik-temu dari etnisitas, budaya dan agama, maka dalam metode transformative justru
sebaliknya: menelanjangi nilai-nilai “negative” dari budaya, etnik dan juga agama.
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan peserta didik untuk
memahami isu dan persoalan dari sejumlah perspektif etnik dan agama tertentu.
Misalnya, membahas konsep “makanan halal”, “poligami”, “jihad”, “trinitas” dari agama
atau kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.
Metode ini menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip
kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
4. Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata di masyarakat,
yang pada gilirannya bisa berdampak terjadinya perubahan sosial. Peserta didik tidak
hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan
sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu. Artinya, peserta didik tidak hanya berhenti
pada penguasaan teori, tapi juga terjun langsung di masyarakat untuk menerapkan teori-
teori yang mereka peroleh dari ruang pendidikan. Metode ini memerlukan peserta didik
tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika keterbelakangan, ketertindasan,
atau ketidakadilan, tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah
sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan kepada
peserta didik untuk berpikir dan memiliki kemampuan mengambil keputusan guna
memberdayakan dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran terhadap dinamika
yang berkembang di masyarakat dan turut berperan serta dengan aksi-aksi nyata.

2.5 Dampak dari Pendidikan Multikultural bagi Siswa dalam Kehidupan Sosial

Adapun dampak positif dari pendidikan multikultural bagi siswa dalam kehidupan sosial
diantaranya sebagai berikut :

1. Keanekaragaman memberikan ruang bagi siswa dan masyarakat untuk terbuka dalam
menjalin hubungan sosial maupun berbudaya.
2. Memberkan ikatan dan hubungan antar sesama.
3. Dapat saling berbagi bersahabat dan menghargai antar setiap budaya, tanpa adanya
batasan-batasan karena sebuah perbedaan.

Disamping itu pendidikan multikultural ini juga memiliki pengaruh negatif, diantaranya :

1. Rentan terhadap Konflik. Perbedaan nilai-nilai budaya dan norma dasar akan sulit
disesuaikan antara masing-masing agama, akan selalu bertentangan dan ini akan
memudahkan munculnya sebuah konflik.
2. Munculnya sikap etnosentrisme, yaitu sikap atau pandangan yang berpangkal pada
masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang
meremehkan masayarakat dan kebudayaan lain.
3. Munculnya sikap fanatisme dan ekstrim. Fanatisme atau fanatik adalah suatu keyakinan
yang kuat terhadap agama, kebuadayan, kelompok, dll.
4. Ekstrim adalah sangat kuat, keras yang solidaritas terhadap persamaan atau
kelompoknya sendiri.

2.5 Contoh Penerapan Pendidikan Multikultural di Sekolah

Penerapan pendidikan multikulturalisme di sekolah maupun di masyarakat antara lain:

1. menyamaratakan hak dan kewajiban seluruh siswa di sekolah tanpa memandang


perbedaan masing-masing siswa.
2. menanamkan sikap saling peduli dan toleransi antar siswa di sekolah.
3. Menanamkan sikap saling menghormati dan tidak saling menyindir teman atau orang lain
yang berbeda suku dan budayanya
4. Mengajarkan siswa untuk menghargai orang lain yang sedang beribadah sesuai agama
dan kepercayaannya
5. Menanamkan sikap untuk selalu menghormati pendapat, pemikiran, serta pendirian orang
lain
6. Mengajarkan siswa untuk tidak memberi komentar bernada rasis kepada kelompok teman
disekolah atau masyarakat tertentu
7. Mengajarkan siswa untuk Menjaga persatuan dan kesatuan di antara semua teman
disekolah maupun di masyarakat.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pendidikan multikultural di sekolah dasar pada dasarnya bersifat sistemik dan holistik
artinnya perlu dikembangkan. Pendidikan multikultural pada Sekolah Dasar dikemas
berdasarkan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan multikultural bertujuan membentuk sikap,
prilaku dan pemikiran lebih komperhensif pada peserta didik dalam memandang keberagaman,
sehingga mampu memumbuhkan toleransi. Pendidikan multicultural dapat menjadikan peserta
didik paham akan keberagaman dan dapat meumbuhkan rasa.

Pelaksanaanya pendidikan multikultural di Sekolah Dasar dapat dilakukanmelalui berbagai


strategi dan pendekatan serta mengintergrasikannya ke dalam setiap mata pelajaran, perlu adanya
peran serta pendidik pada proses pengintegrasian nilai-nilai multikultural dalam kegiatan
pembelajaran. Selain itu pendidik harus mampu dalam menguasai ilmu pengetahuan khususnya
pendidikan multikultur dan mampu memilihh materi sesuai dalam pembelajaran di Sekolah
Dasar.

3.2 SARAN

Dengan adanya pendidikan multikultural semoga warga Indonesia semakin memahami


kebudayaan yang kita miliki. Guru sebagai fasilisator harus membantu murid untuk mencapai
tingkat pemehamannya.

DAFTAR PUSTAKA
Saidiharjo. 2004. Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Yogyakarta: Program
Pascasarjana UNY.

Arif, S. (2015). Pendidikan Multikultural. Jurnal Bahas Unimed, 26(1), 19–24.


https://fbs.unimed.ac.id/jurusan/bahasa-asing/pend-b-jerman/

Hanum, F., & Raharja, S. (2013). Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural Terintegrasi
Mata Pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan, 6(2), 39–51.

Susiloningsih, W. (2020). Pendidikan Multikultural di Sekolah Dasar “Kajian Analitis Dalam


Prespektif Filsafat.” Didaktis: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Pengetahuan, 20(1), 82–88.
https://doi.org/10.30651/didaktis.v20i1.4488

Anda mungkin juga menyukai