(1) Pembelajaran Berdiferensiasi (developmentally appropriate practice), (2) Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy), dan (3) Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level) dengan topik lain yang berkaitan di mata kuliah ini atau mata kuliah lain atau dengan kehidupan sehari-hari yang berkaitan. Jawab: Pembelajaran berdiferensiasi terdapat dalam mata kuliah pemahaman peserta didik dan pembelajarannya. Sebelum mendapatkan ilmu dan pengetahuan tentang pembelajaran berdiferensiasi, terdapat materi berkaitan dengan teori belajar, gaya belajar, dan profiling peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi menyadarkan guru bahwasannya di dalam kelas pasti memiliki karkateristik yang berbeda-beda baik dari aspek kepercayaan, budaya, suku, etnik, tradisi, gaya belajar, motivasi, moral, perkembangan bahasa, dan latar belakang keluarga. Lebih lanjut, program pembelajaran berorientasi Developmentally Appropriate Practice (DAP) menggunakan perspektif perkembangan anak, pengetahuan mengenai perkembangan anak. Pembelajaran Developmentally Appropriate Practice (DAP) sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan guru hanya sebagai fasilitator dan para peserta didik bertanggung jawab untuk atas pembelajaran mereka sendiri. Developmentally Appropriate Practice (DAP) membantu anak dalam proses pembalajarannya. Hal ini berkaitan dengan cara belajar yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Fokus pembelajaran bukan bergantung pada harapan orang tua melainkan pada sasaran utama yaitu anak. Dalam hal ini, guru perlu mengetahui perkembangan anak serta dapat menyesuaikan lingkungan belajar yang baik. Sebab guru sebagai fasilitator yang harus mengantarkan proses pembelajaran bermakna untuk anak. Pembelajaran berdiferensiasi juga terdapat dalam mata kuliah prinsip pengajaran dan asesmen yang efektif. Pembelajaran berdiferensiasi adalah mengajar siswa dengan cara berpikir yang berbeda-beda. Hal ini menuntut guru memahami siswa sebagai pebelajar. Guru bisa membuat rencana pembelajaran, asesmen, dan evaluasi yang berdaya guna sehingga guru memiliki harapan tinggi terhadap kekuatan siswa yang berbeda-beda. Diferensiasi melibatkan hasil asesmen yang terdiri dari tiga (3) komponen, yaitu: kesiapan, minat, dan pilihan belajar. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu (1) gaya belajar visual; (2) gaya belajar auditif; dan (3) gaya belajar kinestetik. Sementara itu, pada mata kuliah pemahaman peserta didik menyebutkan ada empat gaya belajar, yaitu visual, auditoris, kinestetik, dan membaca dan menulis. Pembelajaran perlu menanamkan nilai sosial budaya. Peserta didik perlu mengetahui dan memahami pengetahuan konteks sosial budaya di sekitarnya maupun secara nasionalis. Mengingat karakteristik peserta didik yang memiliki keanekaragaman budaya, baik tradisi maupun adat istiadat di setiap daerahnya. Hal ini tentunya dapat dijadikan sebagai dorongan persepsi harmoni yang menempatkan diversitas budaya sebagai kekuatan untuk merangkum perbedaan gaya belajar. Melalui praksis pendidikan tanggap budaya, guru dituntut melakukan elaborasi terhadap berbagai dimensi budaya yang dimiliki peserta didik dan menjadikannya sebagai pijakan dalam memperkaya interaksi pembelajaran. Pentingnya kearifan lokal dijadikan sebagai salah satu komponen dalam pendidikan guru di tanah air terkait dengan upaya untuk memperluas wawasan dan kompetensi budaya dalam melaksanakan tugasnya. Materi culturally responsive pedagogy berkaitan dengan mata kuliah filosofi pendidikan yang berkaitan dengan konsep pemikiran Ki Hadjar Dewantara merdeka belajar, penguatan profil pelajar pancasila, dan pengajaran berbasis budaya. Merdeka belajar erat kaitannya dengan kebebasan peserta didik berpendapat, berkreasi, dan berinovasi. Guru perlu memberikan pujian kepada peserta didik atas upaya dan segala usahanya, terutama saat aktif dalam proses pembelajaran. Penguatan profil pelajar pancasila terdapat 6 dimensi, yaitu 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) berkebhinekaan global; 3) bergotong royong; 4) mandiri; 5) bernalar kritis; 6) kreatif. Manusia Indonesia tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh adanya budaya yang heterogen dan tradisi. Latar belakang tersebut turut memengaruhi pembentukkan karakter manusia Indonesia. Meskipun zaman telah berganti namun manusia Indonesia tetap mempertahankan nilai tradisi kedaerahan supaya tetap lestari. Nilai budaya dan tradisi ini menjadi ciri khas jati diri bangsa Indonesia dan kebanggaan masyarakat sehingga harus tetap dipertahankan. Berkaitan dengan hal tersebut, manusia Indonesia telah memiliki sikap yang toleransi sehingga berpegang teguh terhadap nilai bhineka tunggal ika dan Pancasila. Meskipun di Indonesia memiliki suku, kepercayaan, tradisi, bahasa, dan budaya yang berbeda- beda tetapi tetap menjadi satu. Pendidikan bukan hanya sekadar memberikan ilmu pengetahuan dengan materi tetapi perlu memberikan implementasi kebermanfaatannya di dalam kehidupan, seperti memberikan kaitan materi dengan nilai budaya dan kearifan lokal. Siswa dapat mengenal budaya di daerahnya maupun daerah lain dan mengambil nilai kebaikan di dalamnya. Pendidikan harus didasari oleh adanya sikap penguatan nilai karakter, misalnya religiusitas, toleransi, dan peduli sesama. Sebagai pendidik yang mengajar anak-anak Indonesia haruslah memiliki adanya rasa toleransi yang kuat, apalagi di Indonesia memiliki beragam perbedaan suku, tradisi, dan budaya. Harapannya pendidik senantiasa memperhatikan memberikan contoh yang baik sehingga akan memberikan keharmonisan kehidupan di ranah pendidikan dan anak mampu menghargai perbedaan. Pengajaran sesuai level (teaching at the right level) adalah salah satu usaha guru untuk menjembatani segala perbedaan karakteristik peserta didik supaya dapat memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik. Setiap fase peserta didik memiliki capaian masing-masing yang harus ditempuh. Selain itu, proses pembelajaran tersebut disesuaikan dengan karakteristik, potensi, dan kebutuhannya. Pada teaching at the right level akan membuat anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti membaca dan menghitung tanpa adanya batasan kelas. Untuk dapat mencapai teaching at the right level perlu adanya dukungan dari pihak guru, kepala sekolah, orang tua, masyarakat, dan sarana prasarana.
ASPEK PERHUBUNGAN ANTARA KELOMPOK ETNIK Murid Yang Terdiri Daripada Pelbagai Bangsa Perlu Bersosial Dalam Kelompok Mereka Terutamanya Dalam Melakukan Aktiviti Pembelajaran