Dalam pendidikan, peserta didik harus mendapatkan proses belajar sesuai dengan kebutuhan
belajarnya, untuk mewujudkannya maka kurikulum merdeka belajar membuat sebuah
pembelajaran berdiferensiasi.
(1) Menciptakan lingkungan belajar yang dapat membuat anak asyik dalam pengalaman
belajar, yaitu dengan melibatkan aspek fisiologi anak. Misalnya dengan games (kegiatan
yang menyenangkan) akan melibatkan seluruh aspek fisik, emosi, sosial dan kognitif anak
secara bersamaan (simultan).
(2) Menciptakan kurikulum yang dapat menimbulkan minat anak dan kontekstual, sehingga
anak menangkap makna atau dari apa yang dipelajarinya.
(3) Menciptakan suasana belajar yang bebas tekanan dan ancaman, tetapi tetap menantang bagi
anak untuk mencari tahu lebih banyak
(4) Berikan mata pelajaran dengan melibatkan pengalaman kongkrit, terutama dalam
pemecahan masalah, karena proses belajar paling efektif bukan dengan ceramah, tetapi
dengan memberikan pengalaman nyata
Dengan mengetahui kebutuhan belajar anak yang beragam, saya akan dapat lebih mudah
mempersiapkan bahan ajar, media pembelajaran, alat peraga, jenis proses pembelajaran,
maupun teknik penilaian. Dalam pembelajaran jarak jauh, peran orang tua peserta didik sangat
penting dalam mendampingi murid belajar di rumah, sehingga dukungan dari orang tua juga
sangat penting. Karakteristik pendekatan Developmentally Appropriate Practice (DAP) adalah
sebagai berikut :
Gerakan pendidikan relevan kultur didasari oleh kenyataan mengenai banyaknya sekolah
yang menerapkan proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan kultur peserta didik. Tidak
membuat peserta didik memahami kehidupan mereka sendiri sehingga semakin tinggi sekolah
seseorang, maka seseorang semakin terasingkan dari masyarakatnya. Ladson-Billings
mengembangkan konsep pendidikan relevan kultur meliputi tiga aspek yaitu:
Peserta didik harus mengalami kesuksesan akademik. Para peserta didik harus dapat
mengembangkan keterampilan akademik mereka, walaupun bervariasi.
Peserta didik harus mengembangkan kompetensi kultural mereka. Guru memanfaatkan
kultur peserta didik sebagai kendaraan untuk belajar. Misalnya guru bahasa memanfaatkan
pepatah lokal untuk mengajarkan konsep tentang makna konotatif dalam bahasa.
Peserta didik harus mengembangkan kesadaran kritis.
Teaching at the right level (TaRL) merupakan pendekatan belajar yang tidak mengacu pada
tingkat kelas, melainkan mengacu pada tingkat kemampuan siswa. Peserta didik memiliki
kemampuan kognitif dan perkembangan bahasa yang berbeda-beda. Meski sebagian besar peserta
didik sudah mampu mengikuti pembelajaran dan berperan aktif dalam prosesnya, namun masih
ada peserta didik yang kesulitan dalam proses berpikir kritis, juga dalam pengutaraan maksud atau
tujuan yang diinginkannya. Selain itu terdapat beberapa siswa yang sudah mampu melewati tahap
materi prasyarat suatu pembelajaran sementara sebagian lainnya masih membutuhkan bantuan
dalam materi tersebut.
TaRL dapat menjadi jawaban dari persoalan kesenjangan pemahaman yang selama ini
terjadi dalam kelas. Teaching at the Right, di mana pengajaran pada peserta didik disesuaikan
dengan tingkat capaian atau kemampuan awalnya. Karena peserta didik masing-masing memiliki
tingkat dan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Peserta didik memiliki karakter yang berbeda-
beda dalam menerima pembelajaran. Guru melakukan asesmen terhadap level pembelajaran
peserta didik, mengelompokkannya sesuai dengan yang memiliki tingkat capaian dan kemampuan
yang serupa, dan memberikan intervensi pengajaran dan beragam aktivitas pembelajaran sesuai
dari level pembelajarannya tersebut, bukan hanya melihat dari usia dan kelasnya. Begitu pula
dengan hasil belajarnya, juga ditentukan oleh berdasarkan evaluasi pembelajaran sesuai dengan
fase/levelnya. Peserta didik yang belum mencapai capaian pembelajaran di fasenya, akan
mendapatkan pendampingan oleh pendidik atau guru untuk bisa mencapai capaian
pembelajarannya.
Tiga prinsip pembelajaran di atas sudah tentu adalah mata kuliah pemahaman peserta didik
dan pembelajaran, selain itu ketiga prinsip ini juga berkaitan dengan mata kuliah Pembelajaran
Berdiferensiasi dan mata kuliah Filosofi Pendidikan. Pinsip ini berkaitan dengan mata kuliah
Pembelajaran Berdiferensiasi yang di ketiga prinsip pembelajaran di atas sangat dibutuhkan bagi
seorang pendidik untuk bekalnya sebagai guru ketika mengajar dikelas nantinya, sehingga guru
atau pendidik mampu untuk menentukan, memilih dan merancang dan menerapkan strategi yang
dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam kegiatan atau proses pembelajaran yang
berdiferensiasi, pembelajaran yang responsif pada kultur dan budaya peserta didik, serta
memahami tingkat kemampuan peserta didiknya. Karena pengajaran dan pembelajaran dengan
menyamaratakan semua peserta didik dalam mencapai indikator pembelajaran menjadi tidak
efektif, sebab semua anak dipaksa untuk memiliki pemahaman dan kemampuan yang sama dalam
satu waktu yang sama. Sedangkan pada kenyataannya tidak semua anak memiliki kemampuan dan
pemahaman yang sama pada waktu yang sama. Untuk itu perlu sangat diperhatikan berbagai
keberagaman yang ada di antara anak dalam kelas. Sebab dengan mengetahui perbedaan yang ada
tersebut, guru dapat menentukan perlakukan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik kepada masing-masing peserta didiknya. Begitu juga dengan mata kuliah Filosofi
Pendidikan berkaitan dengan ketiga prinsip diatas, terutama jika di lihat pengajaran yang responsif
kultur, dimana berdasarkan mata kuliah filosofi pendidikan, sebagai pendidik diharapkan mampu
mengaitkan materi pelajaran kepada kultur/budaya, nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari peserta
didik, sehingga mampu menciptakan peserta didik yang memiliki identitas manusia Indonesia.