Anda di halaman 1dari 3

KONEKSI ANTAR MATERI

TOPIK 4

Nama : Elma Kusuma Wardani

NIM : A621 22 004

Buatlah koneksi antar materi tentang prinsip : (1) Pembelajaran Berdiferensiasi (developmentally
appropriate practice), (2) Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy),
dan (3) Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level) dengan topik lain yang berkaitan di
mata kuliah ini atau mata kuliah lain atau dengan kehidupan sehari-hari yang berkaitan.

1. Pembelajaran berdeferensiasi (Developmentally Appropriate Practice)

Pembelajaran Berderensiasi (Developmentally Appropriate Practice) merupakan proses


pembelajaran yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak, memberikan proses belajar
yang patut dan menyenangkan, interaktif, aplikatif, dan konstruktivis. Tujuan dari DAP adalah
memusatkan perhatian kita pada segala sesuatu yang kita ketahui tentang anak dan apa yang
dapat kita pelajari tentang anak sebagai individu dan keluarga mereka sebagai dasar pengambilan
keputusan. Anak merupakan seseorang yang istimewa serta memiliki gaya belajar, minat,
kepribadian, temperampen, kemampuan dan ketidakmampuan, tantangan dan kesulitan yang
berbeda-beda dari masing-masing anak. Konsep DAP yang dikembangkan melalui baragam
kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak menyebabkan anak memiliki
pengalaman yang kongkrit serta menyenangkan saat terjadinya proses belajar, sehingga dapat
menumbuhkan kesadaran (awareness) pada anak. Proses pembelajaran DAP juga dapat
membangkitkan keingintahuan anak melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen dan dalam
pengalaman nyata. Sehingga pembelajaran berdeferensiasi bermangsud untuk merangkul segala
perbedaan berdasar pada pemenuhan kebutuhan peserta didik yang beragam adapun tahap yang
bisa diterapkan dalam Pembelajaran DAP (Developmentally Appropriate Practice):

· Menciptakan lingkungan belajar yang dapat membuat anak nyaman dalam pengalaman
belajar, yaitu dengan melibatkan aspek fisiologi anak. Misalnya dengan games (kegiatan yang
menyenangkan) akan melibatkan seluruh aspek fisik, emosi, sosial dan kognitif anak secara
bersamaan (simultan).

· Menciptakan kurikulum yang dapat menimbulkan minat anak dan kontekstual, sehingga
anak menangkap makna atau dari apa yang dipelajarinya

· Menciptakan suasana belajar yang bebas tekanan dan ancaman, tetapi tetap menantang bagi
anak untuk mencari tahu lebih banyak
· Berikan mata pelajaran dengan melibatkan pengalaman kongkrit, terutama dalam
pemecahan masalah, karena proses belajar paling efektif bukan dengan ceramah, tetapi dengan
memberikan pengalaman nyata.

Prinsip pembelajaran berdeferensiasi (Developmentally Appropriate Practice) terhubung dengan


pembelajaran atau materi filosofi pendidikan dimana dalam filosofi pendidikan sebagai seorang
pendidik harus mewujudkan merdeka belajar, melayani peserta didik dalam konteks
pembelajaran yaitu mampu menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik (perkembangan peserta didik) dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam bentuk pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Nah hal ini dapat diwujudkan dengan
melakukan pemetaan kebutuhan peserta didik baik dari kesiapan, minat dan profil peserta didik
yang juga terkait dengan mata kuliah pemahaman peserta didik mengenai profiling peserta didik
(karateristik peserta didik). Kemudian dari pembelajaran berdeferensiasi dengan desain
perangkat berdasarakan profiling dan peemtaan akan berkesinambungan dalam kegiatan asesmen
setelah melaksankan kegiatan pembelajaran yang didesain dari pengetahuan filosofi pendidikan
dan pemahaman peserta didik hingga menuju pada proses pembelajaran dan penilaian.

2. Pengajaran yang Responsif Kultur (culturally responsive pedagogy)

Pendidikan dan pengajaran yang responsif kultur merupakan sebuah bentuk pengajaran yang
dimana tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan peserta didik melainkan juga
membantu peserta didik untuk menerima dan memperkokoh identitas budaya mereka. Praktik
pengajaran yang responsif kultur juga dimaksudkan bagi pendidik untuk dapat menghargai
perbedaan-perbedaan dalam konteks kebudayaan peserta didik. Budaya yang dimaksud disini
merupakan kebudayaan sebagai warisan dari leluhur yang terus dilestarikan seperti kearifan lokal
dan budaya yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan keseharian peserta didik seperti tingkah
laku sehari-hari. Sehingga, selazimnya guru mampu memahami latar belakang kondisi sosial
peserta didik dan kebudayaan mereka. Pengajaran yang responsive kultur terkoneksi dengan
mata kuliah filosofi pendidikan sesuai dengan salah satu nilai pendidikan Ki Hajar Dewantara
dimana seorang pendidik harus mampu merangkul berbagai perbedaan baik budaya yang telah
pudar dengan meningkatkan kembali melalui perkembangan zaman dana lam. Guru harus
mampu mendesain pembelajaran dengan membawa atau mengantar yang disesuaikan dengan
lingkungan dan budaya sekitar peserta didik melalui materi pembelajaran yang dapat
diimplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud saling menghargai dan meningkatkan
warisan dan budaya yang ada. Selain itu pengajaran yang responsive kultur juga berkaitan
dengan mata kuliah pembelajaran berdeferensiasi dan proyek kepemimpinan dikarenakan
melalui kegiatan pengajaran responsive kultur peserta didik diharapkan dapat mengembangkan
budaya yang bervariasi sesuai dan pembelajaran berdeferensiasi sebagai ajang untuk
mengakomidir hal tersebut sebagai pondasi peserta didik dan mampu menyadari perbedaan
tersebut sebagai persatuan sesuai dengan mata kuliah proyek kepemipinan dalam menyatukan
perbedaan. Sehingga guru harus dibekali dengan keterampilan yang mumpuni untuk
menyesuaikan dan mendesain pembelajaran dengan variasi sesuai zaman teknologi
(perkembangan abad 21).

3. Pengajaran Sesuai Level (teaching at the right level)

Teaching at the Right Level adalah salah satu semangat di merdeka belajar, dimana pengajaran
pada peserta didik disesuaikan dengan tingkat capaian atau kemampuan awalnya. Sehingga
pengajaran sesuai level ini berkitan dengan pembelajaran asesmen yang efektif dimana guru
melakukan asesmen terhadap level pembelajaran peserta didik, mengelompokkannya sesuai
dengan yang memiliki tingkat capaian dan kemampuan yang serupa, dan memberikan intervensi
pengajaran dan beragam aktivitas pembelajaran sesuai dari level pembelajarannya tersebut,
bukan hanya melihat dari usia dan kelasnya. Mengajarkan kemampuan dasar yang perlu dimiliki
peserta didik dan menelusuri kemajuannya. Misalnya Jika anak berada di kelas 3 SD namun
kemampuan dasar yang dimiliki belum sampai ke level yang diharapkan pada level kelas
tersebut, maka guru perlu memberikan intervensi (tindakan) yang sesuai dengan kemampuan
peserta didik saat itu, menuntaskan kebutuhan belajarnya, dan tidak memaksakan pengajaran
yang ada di level kelas 3 sehingga pada kegiatan ini juga berkaitan dengan mata kuliah filososi
pendidikan dan pembelajaran berdeferensiasi dimana guru harus memberikan pelayanan atau
mendidik sesuai dengan kemampuan dan perkembangan kognitifnya secara sadar akan
kebutuhan peserta didik tersebut sesuai dengan pembelajaran berdeferensiasi. Sehingga melalui
pengajaran sesuai dengan level yang terkoneksi dengan pembelajaran asesmen yang efektif di
SD yakni melalui desain dan rancangan evaluasi pembelajaran dengan menerapkan pemilihan
atau pertimbangan sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang relevan
dan tepat sekaligus pengetahuan tersebut dapat dimplementasikan oleh peserta didik di
lingkungan dan kehidupan sehari-hari peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai