Anda di halaman 1dari 6

Nama : Melinda Fitria

NIM : 2230111721510
Kelas : PGSD E – PPG Prajabatan Gel. 2
Mata Kuliah : Seminar Pendidikan Profesi Guru

DESAIN INVENSI/INOVASI PEMBELAJARAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT

Pengalaman yang Setelah pelaksanaan refleksi terhadap keseluruhan mata kuliah yang
paling bermakna terdiri dari mata kuliah inti dan mata kuliah selektif/elektif, penulis
(Best Practice) menyadari bahwa telah mendapatkan banyak sekali pengalaman-pengalaman
baik dan bermakna. Hal tersebut sangat berguna bagi penulis untuk menjadi
bekal dan tambahan wawasan dalam menjadi guru yang profesional
kedepannya. Semua mata kuliah memberikan banyak pengalaman bermakna
namun menurut penulis terdapat satu mata kuliah yang memberikan
pengalaman yang paling bermakna yaitu mata kuliah inti “Prinsip
Pengajaran dan Asesmen yang Efektif II di SD”.
Melalui mata kuliah tersebut saya mempelajari dua macam pendekatan
pembelajaran berbasis berdiferensiasi. Dimana seperti diketahui,
pembelajaran berdiferensiasi ini adalah pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Guru hanya mengembangkan pelajaran mereka berdasarkan tingkat
pengetahuan, preferensi belajar, dan minat siswa (Sugianto, 2022).
Pendekatan yang dibahas merupakan pendekatan Teaching at The Right
Level dan Culturally Responsive Teaching.
Pendekatan pembelajaran Teaching at The Right Level mengacu pada
tingkatan capaian pembelajaran atau kemampuan peserta didik pada
pembelajaran yang akan dipelajari. Pendekatan pembelajaran ini tidak
mengacu pada tingkatan kelas tetapi pembelajaran dibuat disesuaikan
dengan capaian tingkat kemampuan, serta kebutuhan peserta didik
(Cahyono, 2022). Sedangkan, pendekatan Culturally Responsive Teaching
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya
persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa
membedakan latar belakang budaya peserta didik (Wahdah, 2022).
Ki Hadjar Dewantara memberikan pandangan kepada pendidik untuk
tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman namun tetap dapat
memilah perubahan yang tepat dan baik untuk dapat diterapkan dalam
pembelajaran. Indonesia memiliki potensi-potensi kultural yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar. KHD menjelaskan bahwa dasar
pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat
alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berasal,
sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan era yang dijalani oleh anak saat
itu sehingga berfokus pada keterampilan yang sesuai zaman. Oleh karena
itu, guru perlu membekali siswa dengan keterampilan sesuai zamannya agar
siswa dapat hidup, berkarya, dan menyesuaikan diri tanpa melupakan
kemampuan dasar dan latar belakang siswa (Santika & Khoiriyah, 2023).
Dalam pembelajaran paradigma baru baik kurikulum merdeka dan
kurikulum 2013 yang diterapkan pada pendidikan di Indonesia menuntut
guru agar dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan berpihak pada
peserta didik, disamping itu guru harus bisa melakukan asesmen pada
pembelajaran, peserta didik, diri sendiri dan juga lingkungan untuk
perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran dan hasil pembelajarannya.
Untuk menunjang hal-hal tersebut maka guru harus memahami berbagai
macam pendekatan salah satunya ialah Culturally Responsive Teaching.
Melalui penerapan pendekatan Culturally Responsive Teaching yang
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menghendaki adanya
persamaan hak setiap peserta didik untuk mendapatkan pengajaran tanpa
membedakan latar belakang budaya peserta didik. Melalui pendekatan
pembelajaran ini pula membuat peserta didik juga menjadi lebih memahami
budayanya sendiri serta menghargai budaya orang lain. Pendekatan
Culturally Responsive Teaching dapat terjadi apabila peserta didik memiliki
rasa saling menghormati terhadap latar belakang dan keadaan tanpa
memandang status individu dan kekuasaan, dan apabila ada perencanaan
pembelajaran yang meliputi berbagai kebutuhan, kepentingan, dan orientasi
di ruang kelas (Miskiyyah et al., 2023).
Dalam mempelajari mata kuliah inilah, penulis menyadari pentingnya
yang menghubungkan kepada kearifan budaya yang sesuai dengan
lingkungan siswa agar siswa dapat merasakan pembelajaran yang bermakna
dan sesuaii dengan keseharian siswa. Oleh karena itu, penulis merasa
pentingnya guru dalam pembelajaran dapat menerapkan pendekatan
Culturally Responsive Teaching.
Desain invesi Desain invensi atau inovasi yang akan dibuat oleh penulis ialah
atau inovasi mengaitkan dengan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam pelaksanaan
PPL II. Penulis memanfaat penerapan Culturally Responsive Teaching
dalam suatu pembelajaran dikelas salah satunya pada pembelajaran Bahasa
Indonesia mengenal bentuk dan bunyi huruf “B” menggunakan lagu daerah
serta pengadaptasian permaianan tradisional.
Dalam pembelajaran yang dilaksanakan pada saat praktik pembelajaran
mandiri PPL II, penulis menerapkan pembelajaran Bahasa Indonesia
mengenal bentuk dan bunyi huruf “B” menggunakan lagu daerah “Ampar-
Ampar Pisang” dan adaptasi permainan Balogo pada siswa kelas I. Dalam
perancangan hal yang dipersiapkan ialah rancangan pembelajaran berupa
asesmen diagnostik untuk mengetahui kemampuan dasar siswa, gaya belajar,
minat belajar, serta latar belakang siswa. Hal ini membantu guru dalam
merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan latar budaya
siswa. Setelah observasi yang dilakukan guru dapat merancang modul ajar,
bahan ajar, LKPD, serta media pembelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru akan melakukan apersepsi untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik tentang materi yang
akan diajarkan. Selain itu, guru perlu mengembangkan identitas peserta
didik dalam perbedaan dengan cara membagi peserta didik ke dalam
beberapa kelompok heterogen. Kemudian, guru akan mengajak siswa
terlibat dalam pemahaman budaya dan konstruksi pengetahuan melalui
sumber belajar yang berkaitan dengan konteks budaya siswa. Selanjutnya,
guru memberikan contoh aplikasi materi pembelajaran secara nyata yang
terdapat dalam kehidupan sehari-hari peserta didik melalui cerita. Misalnya,
pada kelas I memiliki mayoritas siswa berasal dari Kalimantan Selatan
sehingga guru mengenalkan siswa pada lagu daerah yang ada di Kalimantan
Selatan yaitu Ampar-Ampar Pisang. Siswa dapat belajar bahasa daerah dan
mengartikannya dalam bahasa Indonesia serta dapat dihubungkan kepada
materi mengenali bentuk dan bunyi huruf “B”. Kemudian, guru dapat
mengaitkan beberapa kata-kata yang ditemukan dengan contoh/cerita yang
ada dikeseharian siswa.
Siswa dapat bekerja sama dalam kelompok untuk membahas konsep dan
perspektif budaya seperti mengartikan kata tersebut ke bahasa daerah yang
siswa ketahui. Siswa dan guru melakukan tanya jawab untuk
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Peserta
didik melakukan diskusi kelompok dan menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru. Hasil diskusi tersebut nantinya dapat siswa
presentasikan di depan kelas. Selain itu, untuk dapat menumbuhkan
semangat siswa dapat melakukan permainan seperti adaptasi permainan
Balogo (Bawa Bola Lontar dan Goal) yang disesuaikan dengan kondisi
kelas.
Penekanan pada budaya siswa dalam pembelajaran dapat membantu
upaya mendekatkan siswa dengan konteks pembelajarannya, tetapi
diharapkan dapat menjembatani munculnya kesadaran siswa terhadap
identitas budayanya. Culturally Responsive Teaching merupakan pedagogi
yang menyadari bahwa melibatkan latar belakang kebudayaan siswa dalam
aspek pembelajaran merupakan hal yang penting.
Hal ini juga memberikan gambaran penerapan pendekatan CRT dalam
penyusunan rencana dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen di sekolah
dasar. Selain itu, perkuliahan memberikan gambaran cara menciptakan
lingkungan kelas yang aman, nyaman, dan berpihak pada siswa sehingga
pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung efektif dan berpihak pada
siswa. Dari hal tersebut, guru dapat meningkatkan profesionalisme sebagai
guru dan meningkatkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan siswa (Khoirunnisa, 2021).
Rencana tindak Berdasarkan hasil dari desain invensi atau inovasi yang telah dijabarkan di
lanjut atas, berikut rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan :
1. Berkoordinasi dengan pihak sekolah terutama kepada guru pamong
atau guru yang memegang kelas.
2. Mengsosialisasikan kepada guru ataupun pemangku kepentingan di
sekolah tentang penerapan pendekatan Culturally Responsive
Teaching dalam pembelajaran dikelas.
3. Melakukan observasi dan asesmen diagnostik kepada siswa untuk
membuat rancangan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan
latar belakang siswa.
4. Perancangan modul ajar, bahan ajar, LKPD dan media pembelajaran
berbasis pendekatan Culturally Responsive Teaching.
5. Melaksanakan kegiatan penerapan pembelajaran berbasis pendekatan
Culturally Responsive Teaching.

Daftar Referensi :
Cahyono, S. D. (2022). Melalui Model Teaching at Right Level ( TARL) Metode Pemberian
Tugas untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik. Jurnal Pendidikan
Tambusai, 6(2), 12407–12418.
Khoirunnisa, M. (2021). Upaya Meningkatkan Minat Belajar dan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Melalui Model Quick On The Draw. TEACHER: Jurnal Inovasi Karya
Ilmiah Guru, 1(2), 170.
Miskiyyah, Z., Buchori, A., & Muhtarom. (2023). Pengembangan e-modul dengan pendekatan
culturally responsive teaching pada materi sistem persamaan linear dua variabel.
Enggang:Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Senin, Dan Budaya, 3(2021), 1–9.
Santika, I. D., & Khoiriyah, B. (2023). Pembelajaran Berdiferensiasi dan Relevansi Visi
Pedagogis Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Merdeka Belajar. Jurnal Pendidikan
Dan Konseling, 5(1), 1707–1715.
Sugianto. (2022). PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI: ANTARA MANFAAT DAN
TANTANGANNYA. BGP SUMSEL KEMEDIKBUD.
https://bgpsumsel.kemdikbud.go.id/pembelajaran-berdiferensiasi-antara-manfaat-dan-
tantangannya/
Wahdah, G. A. A. (2022). NILAI KARAKTER DALAM CERITA RAKYAT NYI MAS
CINCIN MAJALENGKA. Diksastrasia, 6(2), 222–230.

Anda mungkin juga menyukai