Developmentally Appropriate Practice (DAP) merujuk pada aplikasi pengetahuan tentang perkembangan anak usia dini dalam program pengembangan anak usia dini. Segala teori dan riset tentang bagaimana anak berkembang dan belajar sesuai tahap perkembangan digunakan dalam merekayasa lingkungan yang selaras dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Artinya DAP berdasarkan pengetahuan dan pengertian tentang anak, bukan berdasarkan harapan atau keinginan orang tua belaka. Developmentally Appropriate Practice (DAP) bukan merupakan kurikulum atau seperangkat standar kaku, melainkan seperangkat kerangka kerja, filosofi atau pendekatan dalam pengembangan anak. Developmentally Appropriate Practice (DAP) adalah proses pembelajaran yang asik dan menyenangkan. Koneksi dengan kehidupan sehari-hari : Pembelajaran di SD Muhammadiyah Danunegaran sudah menggunakan Kurikulum Merdeka di kelas 1dan 4. Dimana penanaman materi menciptakan siswa yang merdeka dan pembelajaran yang menyenangkan sudah tertanam di sekolah. Proses pembelajaran juga sudah menggunakan pendekatan, metode dan model yang bermacam-macam sesuai dengan karakteristik pesertadidik. Contoh guru mengguanakan media pembelajaran video, benda konkret seperti bangun ruang atau tumbuhan. b. Culturally Responsive Pedagogy (selanjutnya dipakai singkatan CRP) Culturally Responsive Pedagogy berpijak pada premise bahwa landasan budaya memainkan peran dalam membentuk gaya belajar dan pada gilirannya menuntut adanya pengajaran yang sejalan dengan lensa budaya tersebut (Villegas, 1991; Provenzo, Ed., 2009). Pendidikan atau lebih khusus lagi institusi pendidikan pada hakikatnya merupakan bagian pranata budaya. Lembaga pendidikan, sebagaimana diulas dalam Encyclopedia of the Social and Cultural Foundations of Education (Provenzo, Ed., 2009), merupakan pengejawantahan dari upaya sadar manusia dalam transmisi dan transformasi budaya. Sejalan dengan hal tersebut, konsep pendidikan tanggap budaya berupaya merevitalisasi berbagai artikulasi budaya, termasuk berbagai aspek kearifan lokal yang berkembang pada setiap komunitas, untuk mendukung terselenggaranyapendidikan yang lebih bermakna. Koneksi dengan kehidupan sehari-hari : Pembelajaran berbasis budaya juga dilakuakan di SD Muhammadiyah Danunegaran seperti mengenalkan pakaian adat, mengenalkan lagu lagu daerah dan juga kesenian. Contoh lagu yang di ajarkan antara lain : cublak- cublak suweng, gundul-gundul pacul, dll. Pembelaaran juga menyesuaikan budaya yang ada seperti penggunaan bahasa jawa juga disisipkan setiap kegiatan pembelaaran. Selain itu pengenalan kesenian daerah juga dilakukan melalui video dan juga kegiatan tari. c. Teaching at the Right Level Setiap perkembangan peserta didik memiliki pendekatan yang berbeda. Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk menjembatani perbedaan yang ditemukan. Peserta didik tidak terikat pada tingkatan kelas, namun di sesuaikan berdasarkan kemampuan peserta didik yang sama. Setiap fase, ataupun tingkatan tersebut mempunyai capaian pembelajaran yang harus dicapai. Proses pembelajaran peserta didik akan disusun mengacu pada capaian pembelajaran tersebut, namun disesuaikan dengan karakteristik,potensi, kebutuhan peserta didiknya Koneksi dengan kehidupan sehari-hari : Pendekatan TaRL dilakukan dengan memberikan materi dengan tingkatan yang berbeda untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa. Sehingga pembelajaran disesuaikandengan tahap perkembangan siswa. Contoh : soal matematika tentang bangun ruang dimana pada kelas 2 hanya mengenal rusuk, sisi dan titik sudut dengan media yang lebih bayak warna dan melakukan kegiatan kinestetik.