Anda di halaman 1dari 3

Nama : Erista Indah Pratiwi

NIM : 1406022568
Kelas : Rombel 2 PGSD
Mata Kuliah : Pemahaman Peserta Didik dan Pembelajarannya

TOPIK 4. Kerangka dan Strategi


Koneksi Antar Materi
Agar dapat melakukan pembelajaran berdiferensiasi secara lebih efektif, saya
harus menganalisis kebutuhan belajar tiap murid. Tiap murid memiliki kebutuhan
belajar yang berbeda-beda. Dari kebutuhan belajar murid, saya dapat merencanakan
strategi mana yang dipergunakan. Pendekatan yang harus saya ubahsuaikan adalah
pendekatan dalam mendiagnosis kebutuhan belajar murid, yaitu melakukan survey,
pengamatan tingkah laku murid, komunikasi dengan guru mata pelajaran lain, wali
kelas, dan guru BK. Saya juga harus menyesuaikan konten yang akan diberikan
kepada siswa, proses yang akan dijalani ketika pembelajaran dilaksanakan, dan jenis
tagihan yang digunakan sebagai bahan penilaian.
Saya selalu bersikap positif meskipun banyak tantangan dalam penerapan
pembelajaran berdiferensiasi. Karena tujuan utama guru adalah mengembangkan
potensi murid secara optimal. Apapun tantangan dan hambatan yang ditemui, guru
harus selalu mengupayakan solusi terbaik yang mampu diberikan. Guru harus selalu
bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menemukan jalan keluar atas
permasalahan yang ditemuinya terutama dalam pembelajaran. Dari yang sudah saya
pelajari, materi yang dapat menjadi solusi bagi permasalahan terkait pembelajaran di
kelas yang saya ampu adalah pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran
berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodasi karakteristik peserta didik
dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi pembelajaran dengan memperhatikan
potensi peserta didik. Pembelajaran tidak dilakukan sebagai keseragaman, tetapi
sesuai dengan kebutuhan belajar murid, yang terdiri dari kesiapan belajar, minat, dan
profil belajar. Dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid, guru dapat melakukan
diferensiasi pada konten, proses, maupun produk. Siswa dengan gaya belajar visual,
akan lebih mudah memahami pelajaran jika dibelajarkan dengan mengamati gambar,
poster, grafik, animasi, maupun video. Siswa dengan gaya belajar auditori akan lebih
mudah belajar jika difasilitasi dengan memberikan penjelasan lisan, mendengar
penjelasan dari rekan sesama siswa, berdiskusi, tanya jawab, maupun mendengar
rekaman audio. Sementara siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah
memahami pelajaran dengan banyak bergerak, misalnya memperagakan,
demonstrasi, bermain peran, praktikum, dan mengumpulkan data di dunia nyata.
Menurut saya, hal yang sulit diterapkan adalah melakukan diagnosis
kebutuhan belajar tiap murid. Tiap murid memiliki keunikan dari segi kesiapan belajar
⟮pengetahuan awal), minat, dan profil belajar. Untuk dapat melakukan pembelajaran
berdiferensiasi, saya harus benar-benar mengetahui kebutuhan belajar murid
sehingga dapat merencanakan strategi diferensiasi yang akan digunakan dengan
tepat. Dengan mengetahui kebutuhan belajar anak yang beragam, saya akan dapat
lebih mudah mempersiapkan bahan ajar media pembelajaran, alat peraga, jenis
proses pembelajaran, maupun teknik penilaian. Dukungan yang saya butuhkan dalam
melakukan hal yang saya anggap sulit adalah kerja sama dengan rekan guru, wali
kelas, dan guru BK. Selain melakukan survey dan pengamatan perilaku murid, rekan
guru dan wali kelas dapat memberikan informasi tambahan yang saya perlukan dalam
mengidentifikasi kebutuhan belajar murid. Guru BK dapat menjadi rekan yang
membantu melakukan analisis profil belajar murid. Rekan guru juga menjadi sumber
informasi tentang kebutuhan belajar murid dan menjadi tempat berbagi pengalaman
bagaimana mengidentifikasi kebutuhan belajar murid.
Dalam pembelajaran jarak jauh, peran orang tua murid sangat penting dalam
mendampingi murid belajar di rumah, sehingga dukungan dari orang tua juga sangat
penting. Karakteristik pendekatan developmentally appropriate practice (DAP) adalah
sebagai berikut:
1. Developmentally appropriate practice (DAP) bersifat mengarahkan atau
memberikan intruksi agar anak fokus dalam mengerjakan perintah yang
diberikan.
2. Developmentally appropriate practice (DAP) adalah program pendekatan yang
lebih mengutamakan proses anak dalam belajar bukan mengutamakan pada
penilaian anak dalam hal pemahaman ilmu yang diberikan.
3. Developmentally appropriate practice (DAP)memberikan materi pembelajaran
yang sesuai dengan usia perkembangan anak dan kegiatan yang dilakukan
sehari-hari. Karena guru menyadari variasi perkembangan anak maka program
belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak dan
tidak memaksakan sistem yang dikembangkan oleh guru.
4. Developmentally appropriate practice (DAP) memberikan dorongan kepada
anak untuk mencari tantangan dalam rangka agar anak mendapat banyak
pengalaman serta menumbuhkan sikap bertanggung jawab, dan mampu
mengendalikan diri.
5. Developmentally appropriate practice (DAP) guru memfasilitasi
pengembangan kendali diri dan komunikasi sosial anak yang disesuaikan
dengan kemampuan bahasa dan tingkat kognisi anak. Guru berbicara satu
persatu dengan anak, menfasilitasi interaksi verbal dan menyajikan
pengalaman belajar bahasa secara terstruktur.
Berdasarkan penjelasan tentang model pembelajaran developmentally
appropriate practice (DAP) maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
developmentally appropriate practice (DAP) sangatlah penting dalam proses
pembelajaran, karena guru hanya sebagai fasilitator dan tidak lagi sebagai tokoh
paling utama dalam pembelajaran dalam kelas dan siswa tidak hanya sebagai
penerima yang tidak aktif dalam pembelajaran, tetapi para siswa bertanggung
jawab untuk atas pembelajaran mereka sendiri. Dalam kelompok kecil setiap anggota
kelompok bertanggung jawab untuk keberhasilan pembelajarannya dan anggota
kelompoknya, ketika pembelajaran pembelajaran membutuhkan identifikasi suatu
masalah, tiap-tiap anggota akan berbagi tugas dan masing-masing akan menjadi
sumber dari tugas tersebut dan bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh guru. Indonesia sendiri adalah negara dengan banyak suku, adat istiadat dan
kultur. Walaupun secara nasional, bahasa dan landasan negara kita telah
disatukan namun berbedaan kultural tersebut tetap melekat dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Dalam dunia pendidikan terdapat konsep pendidikan relevan
kultur. Yaitu suatu konsep dimana pendidikan, terutama pendidikan formal di sekolah,
seharusnya benar-benar memperhatikan kondisi kultural asal siswa. Proses belajar
yang dilakukannya seharusnya menjadikan mereka memahami kultur mereka sendiri
dengan lebih baik sehingga sekolah nantinya dapat membuat mereka dapat
beradaptasi dan membangun masyarakatnya menjadi lebih baik.
Gerakan pendidikan relevan kultur didasari oleh kenyataan mengenai
banyaknya sekolah yang menerapkan proses pembelajaran yang tidak sesuai dengan
kultur siswa. Tidak membuat anak-anak memahami kehidupan mereka sendiri.
Sehingga semakin tinggi sekolah semakin seseorang terasing dari masyarakatnya.
Ladson-Billings mengembangkan konsep pendidikan relevan kultur meliputi tiga
aspek yaitu:
1. Siswa harus mengalami kesuksesan akademik. Para siswa harus dapat
mengembangkan keterampilan akademik mereka, walaupun bervariasi.
2. Siswa harus mengembangkan kompetensi kultural mereka. Guru
memanfaatkan kultur siswa sebagai kendaraan untuk belajar. Misalnya guru
bahasa memanfaatkan pepatah lokal untuk mengajarkan konsep tentang
makna konotatif dalam bahasa.
3. Siswa harus mengembangkan kesadaran kritis. Selanjutnya James A. Banks
menyatakan bahwa pendidikan relevan kultur lebih dari sekedar menyesuaikan
kurikulum. Pendidikan ini harus memperhatikan dimensi-dimensi lainnya,
beliau menyebutkan ada lima dimensi yang harus diperhatikan yaitu integrasi
konten, proses konstruksi pengetahuan, reduksi prasangka, memberdayakan
kultur sekolah dan struktur sosial, serta kesetaraan pendidikan
Teaching at the right level adalah proses intervensi yang harus dilakukan
guru dengan memberikan masukan pembelajaran yang relevan dan spesifik untuk
menjembatani perbedaan yang ditemukan. Teaching at the Right Level (TaRL)
Merupakan sebuah pendekatan belajar yang mengacu pada tingkatan capaian atau
kemampuan peserta didik. Teaching at the Right Level (TaRL) yang memungkinkan
anak-anak memperoleh keterampilan dasar, seperti membaca dan berhitung dengan
cepat. Tanpa memandang usia atau kelas, pengajaran dimulai pada tingkat anak.
Inilah yang dimaksud dengan “Mengajar pada Tingkat yang Benar”. Fokusnya adalah
membantu anak-anak dengan dasar membaca, memahami, mengekspresikan diri,
serta keterampilan berhitung sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Pendekatan pembelajaran ini tidak mengacu pada tingkatan kelas dimana
Pembelajaran dibuat dan disesuaikan dengan capaian, tingkat kemampuan,
kebutuhan peserta didik, untuk mencapai capaian pembelajaran yang diharapkan.
Dengan memperhatikan capaian,tingkat kemampuan, kebutuhan peserta didik
sebagai acuan untuk merancang pembelajaran, maka kita melakukan segala upaya
kita untuk berpusat pada peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai