Anda di halaman 1dari 13

TOPIK 4

T4-7 Aksi Nyata


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Sosial Emosional

Disusun Oleh : Novan Purwadi - 2215733

PENDIDIKAN PROFESI GURU


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2023
A. Teori Experiential Learning
Ada 4 siklus refleksi experiential learning dari Kolb, yaitu mengalami (experiencing),
(reflecting), berpikir (thinking), dan melakukan/berperilaku (acting). Dalam

tahapan ini, proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang.
Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi seseorang
akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Refleksi ini menjadi
dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip prinsip yang mendasari pengalaman yang
dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru).
Proses implementasi merupakan situasi atau konteks yang memungkinkan penerapan
konsep yang sudah dikuasai. Kemungkinan belajar melalui pengalaman- pengalaman nyata
kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut.
Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk
pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak yang akan menjadi petunjuk bagi
terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi
dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan
implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action). Menurut experiential
learning theory, agar proses belajar mengajar efektif, seorang siswa harus memiliki 4
kemampuan (Nasution, 2005)
Menurut Hamalik (2001: 213) mengungkapkan beberapa langkah-langkah
pembelajaran Experiential Learning, yaitu:
1. Tahap Persiapan (kegiatan pendahuluan)
a. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang
bersifat terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu.
b. Guru memberikan rangsangan dan motivasi kepada siswa.
2. Tahap Inti
a. Siswa dapat bekerja secara individual atau kelompok, dalam kelompok-
kelompok kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan
pengalaman.
b. Para siswa di tempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa
mampu memecahkan masalah dan bukan dalam situasi pengganti. Siswa
aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan
sendiri, menerima konsekuen berdasarkan keputusan tersebut.
3. Tahap Akhir (Kegiatan penutup)
Pada kegiatan penutup, keseluruhan siswa menceritakan kembali tentang apa
yang dialami sehubung dengan mata pelajaran tersebut untuk memperluas
pengalaman belajar dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan
yang nantinya akan membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.

B. Teori Gaya Belajar


Berdasarkan siklus experiential learning, Kolb kemudian mengidentifikasi beberapa gaya
belajar:
1. Diverging (Divergen), gaya ini merupakan kombinasi elemen Pengalaman Konkrit
dan Observasi Reflektif. Individu dengan gaya belajar ini mencoba melihat
situasi/pengalaman dari beragam perspektif. Individu ini cenderung mengumpulkan
informasi yang ada. Mereka memiliki minat sosial yang tinggi, cukup peka terhadap
lingkungannya. Dalam situasi belajar formal, individu cenderung menikmati bekerja
dalam kelompok, mendapatkan umpan balik. Individu ini cenderung terbuka terhadap
saran dan umpan balik.
2. Assimilating (Asimilasi), gaya yang merupakan kombinasi konseptualisasi abstrak dan
observasi reflektif. Individu dengan gaya ini cukup terampil mengolah informasi dan
dapat menjelaskan dengan logis. Secara umum, individu dengan gaya belajar ini
cenderung mementingkan nilai logis ketimbang praktis. Dalam situasi belajar formal,
individu ini cenderung suka membaca, melakukan analisa dan melakukan
mengeksplorasi ide.
3. Converging (Konvergen), merupakan kombinasi Konseptualisasi Abstrak dan
Eksperimen Aktif. Individu dengan gaya ini akan berusaha menemukan kegunaan
praktis dari teori. Individu ini cenderung mampu memecahkan masalah dengan baik.
Dalam situasi belajar formal, individu dengan gaya ini cenderung melakukan simulasi
dan mencoba penerapan praktis.
4. Accommodating (Akomodasi), merupakan kombinasi pengalaman konkrit dan
eksperimentasi aktif. Individu ini senang belajar dari pengalaman langsung. Dalam
menyelesaikan masalah, ia akan mencari informasi terlebih dahulu dan
menggunakan cara yang sudah tersedia. Dalam situasi belajar formal, individu cenderung
menikmati bekerja dengan orang lain, menikmati kerja atau belajar di lapangan.

Selain itu ada juga teori yang mengidentifikasi gaya belajar. Model yang paling populer adalah
model VARK (Visual, Auditory, Reading/Writing, dan Kinesthetic). Model VARK
mengidentifikasi empat tipe gaya belajar utama yang meliputi:

1. Visual (mempelajari informasi melalui gambar, diagram, dan grafik)


2. Auditory (mempelajari informasi melalui suara, seperti ceramah atau diskusi)
3. Reading/Writing (mempelajari informasi melalui teks tertulis)
4. Kinesthetic (mempelajari informasi melalui pengalaman praktis, seperti
tangan-dalam atau simulasi).

C. Teori Ekologi Bonfenbrenner


Seorang ahli psikologi, Urie Bronfenbrenner (1917-2005) merumuskan teori ekologi yang
menjelaskan bagaimana interaksi anak dan lingkungan tempatnya berinteraksi dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Bronfenbrenner membagi lingkungan menjadi beberapa
lapisan yaitu:
1. Mikrosistem
Mikrosistem adalah lingkungan yang paling kecil tempat anak berinteraksi langsung.
Mikrosistem yang paling dekat dengan anak adalah lingkungan rumah/keluarga.
Lingkungan ini juga mencakup tempat penitipan anak, teman sepermainan, sekolah
bahkan lingkungan sekitar rumah. Interaksi yang terjadi biasanya adalah interaksi
antar pribadi dengan keluarga (dengan anggota keluarga), dengan guru, care taIker
(pengasuh) yang dapat memberikan pengaruh langsung pada anak.
Gaya pengasuhan orangtua juga dapat mempengaruhi perkembangan anak, termasuk
kepribadian, sikap, motivasi dan banyak aspek lain.
Terdapat beberapa pola asuh yang seringkali diterapkan orang tua:
● Pola asuh otoriter – Gaya pengasuhan ini banyak menggunakan hukuman untuk
anak, supaya menuruti perintah. Orang tua memberikan batasan yang tegas dan
anak cenderung tidak dapat memberikan pendapatnya. Pola asuh ini cenderung
dihubungkan dengan banyaknya perilaku bermasalah pada anak, termasuk dalam
pergaulan sosial. Tetapi pada budaya tertentu, pola asuh ini juga diterapkan,
(khususnya pada budaya Asia) dan bisa menghasilkan anak yang berhasil.
● Pola asuh otoritatif – Pada pola asuh ini, orang tua memang menetapkan batas yang
tegas untuk mengendalikan anak, tetapi orang tua juga masih mau mendengarkan
pendapat anak. Pola asuh ini mendorong anak untuk mandiri dan juga memiliki
tanggung jawab. Pada pola asuh ini orangtua mau terlibat berdiskusi dengan anak
dan tidak canggung menunjukkan emosi atau perasaan mereka. Anak dengan pola
asuh ini kerap dianggap memiliki fungsi sosial yang baik.
● Pola asuh permisif – Pola asuh ini dapat dikategorikan lagi menjadi permissive
indifferent dimana orang tua memperbolehkan anak melakukan apa saja, namun
orangtua tidak terlibat dalam kehidupan anaknya. Secara sosial anak-anak dengan
pola asuh ini akan tidak kompeten, dan cenderung tidak dapat mengendalikan
diri/tidak memahami batasan yang ada. Kategori lain adalah permissive indulgent
dimana orang tua sangat memanjakan anaknya dan memberikan sedikit batasan
pada anak. Dalam hal ini, anak akan menjadi kurang bertanggung jawab dan tidak
kompeten secara sosial.
2. Mesosistem
Pada dasarnya, mesosistem adalah hubungan antar rumah/keluarga, sekolah, teman sebaya
atau antar mikrosistem yang berbeda. Suasana yang kondusif di rumah, memungkinkan
anak berinteraksi sehat dengan teman sebaya. Mereka juga dapat mengembangkan
hubungan yang baik dengan guru dan memiliki motivasi berprestasi yang cukup baik.
3. Ekosistem
Ekosistem berkaitan dengan lingkungan yang lebih besar. Interaksi yang terjadi belum
tentu terjadi secara langsung, namun dapat mempengaruhi perkembangan anak,
seperti kondisi ekonomi, sistem politik, sistem pendidikan atau seringkali merupakan
faktor situasional.
Keluarga dengan ekonomi yang baik dan stabil, bisa menyediakan kebutuhan
anak. Mereka bisa saja memberikan waktu dan fasilitas untuk anak. Pada keluarga dengan
kondisi ekonomi yang buruk; fokus mereka tidak hanya membesarkan anak, tetapi
mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini, bisa saja anak
merasa diabaikan, atau tidak diperhatikan dengan baik. Perlu diingat bahwa kasus ini
merupakan contoh, banyak hal lain yang bisa dikorelasikan dan banyak faktor lain yang
mempengaruhi.
4. Makrosistem
Lingkungan yang lebih besar meliputi sistem nilai dan budaya yang ada dan memberikan
pengaruh cukup besar pada perkembangan anak. paling besar dan jauh dari orang–orang
dan tempat yang masih dapat memberikan pengaruh signifikan pada anak. Budaya
atau nilai yang berlaku di masayarakat dapat mempengaruhi kehidupan suatu keluarga,
termasuk perkembangan anak pada keluarga tersebut.
5. Chronosystem
Chronosystem adalah lingkungan yang sangat bergantung dengan dimensi waktu, namun
memberikan dampak pada perkembangan anak. memberikan kegunaan dari dimensi
waktu yang mempertunjukkan pengaruh akan perubahan dan kontinuitas dalam
lingkungan seorang anak, seperti perubahan kondisi lingkungan, transisi pada keadaan
yang berbeda, transisi dalam kehidupan, dan perubahan lain yang terjadi.

D. Lingkungan Belajar Yang Menyenangkan

1. Teori Perilaku
Perilaku dapat diartikan sebagai semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam
interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Menurut John R. Anderson, seorang ahli psikologi
kognitif, perilaku adalah hasil dari interaksi antara stimulus dan respons, yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal seperti kemampuan kognitif, motivasi, dan emosi. Sedangkan menurut B.F.
Skinner, seorang psikolog dan ahli teori perilaku, perilaku adalah segala bentuk tanggapan atau
respons yang muncul sebagai akibat dari rangsangan dari lingkungan eksternal, baik itu
pengalaman positif maupun negatif. Skinner juga mengemukakan bahwa perilaku dapat dipelajari
melalui penguatan atau hukuman, dan bahwa lingkungan dapat membentuk perilaku manusia.

Perilaku dalam pendidikan merujuk pada tindakan atau respons yang dilakukan oleh
peserta didik dalam konteks belajar-mengajar. Hal ini meliputi partisipasi aktif dalam

pembelajaran, keterlibatan dalam diskusi kelas, kemauan untuk belajar, penggunaan strategi
pembelajaran yang efektif, serta keterampilan sosial dan kerjasama dengan rekan satu tim. Perilaku
positif dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik mencapai tujuan belajar, meningkatkan
kemampuan kognitif, serta membangun hubungan yang baik antara peserta didik dan guru.
Sementara perilaku negatif, seperti ketidakpatuhan, mengganggu kelas, atau keengganan untuk
belajar, dapat menghambat pembelajaran dan merusak kesejahteraan kelas secara keseluruhan.

Perilaku peserta didik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti gaya belajar,
lingkungan belajar, dan motivasi. Menurut buku "Classroom Management Strategies: Gaining and
Maintaining Students' Cooperation" karya James S. Cangelosi, perilaku peserta didik dalam
pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga kategori: perilaku yang mendukung pembelajaran
(misalnya, partisipasi aktif dalam diskusi kelas), perilaku yang menghalangi pembelajaran (misalnya,
ketidakhadiran atau gangguan kelas), dan perilaku yang netral (misalnya, tidak terlibat dalam
kegiatan kelas).

Pendidik harus mampu mengelola perilaku peserta didik agar sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi manajemen kelas yang
efektif, seperti memberikan umpan balik yang jelas, memberikan aturan yang konsisten dan adil, serta
memfasilitasi interaksi positif antara peserta didik.
Setelah Anda mengetahui bagaimana pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) dan
bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan bagaimana Anda sebagai guru
membuat rancangan yang diminta pada bagian sebelumnya menjadi projek nyata?

Tuliskan rancangan/rencana aksi nyata terkait dengan program perubahan perilaku yang akan Anda
lakukan di sekolah:

Tabel 1 Lembar Kerja Rancangan Aksi Nyata Topik 4

Rencana sesuai dengan


Hambatan/tantangan
apa yang telah Anda Bagaimana aplikasinya
yang akan dihadapi
demonstrasikan.

1. Menentukan target - melamun/tidak menentukan target perilaku


perilaku berdasarkan memperhatikan yang paling penting untuk
apa yang Anda diselesaikan terlebih
alami sebagai guru dahulu.

2. Menentukan siapa
- guru Bahasa Inggris Guru yang mendapatkan
yang melakukan
tugas di luar sekolah
observasi

durasi pengamatan untuk


3. Menentukan durasi
1 minggu dilakukan secara guru mapel kurang lama
dan kapan dilakukan
luring karena hanya bertemu
(bisa daring atau
2x35 menit setiap minggu
luring)

Keakuratan atau
4. Menentukan alat
penjelasan yang kurang
bantu pencatatan
- Tabel pengamatan detail dari guru sehingga
melamun/tidak kurang menggambarkan
memperhatikan di jam guru apa yang terjadi dengan
bahasa inggris jelas.

Buatlah program, lakukan pencatatan, dan bagaimana hasilnya?

(tabel pengamatan dan pencatatan terlampir)

Apakah ada perubahan?

Lakukan evaluasi dari hasil tersebut.


Pada mata pelajaran
Perilaku melamun/
Bahasa Inggris Frekuensi dan durasi Keterangan
tidak memperhatikan

Pencatatan dilakukan di Berdasarkan observasi Selama 2 jam ada 5 Paling lama ada 10
guru Bahasa Inggris bahwa kali perilaku ini
tiap kelas dan menit dimana
perilaku di tiap kelas: muncul, durasi
kemudian apakah 1. Konsisten berkisar 5-10 menit. peserta didik hanya
Paling lama ada 10
perilaku tersebut - Perilaku negatif siswa menundukkan kepala,
menit dimana peserta
konsisten ? di tiap kelas didik hanya kelihatan mengantuk
Siswa melamun dan menundukkan kepala,
terdikstrasi hal lain. atau terdistraksi hal
kelihatan mengantuk
- Perilaku positif lain atau terdistraksi hal lain. Bila ditegur
yang baik/yang lain. Bila ditegur
memperhatikan
muncul memperhatikan
sebentar dankemudian sebentar dan
ketika diajak guru
melakukan hal yang
bercerita tentang kemudian melakukan
samakembali.
pengalaman yang telah
hal yang sama
dialami guru, peserta
didik tersebut lebih kembali.
antusias (termotivasi).
- Potensi yang bisa
dikembangkan
Kemampuan untuk
memecahkan masalah,
ketika mereka
mendengarkan cerita
pengalaman guru,
mereka mungkin dapat
melihat bagaimana guru
mengatasi masalah yang
serupa dan
menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Apakah peserta didik Berdasarkan observasi Selama 2 jam ada 3 Paling lama ada 10
guru Bahasa Inggris bahwa kali perilaku ini
lain melakukan menit dimana
perilaku di tiap kelas: muncul, durasi
hal yang sama? 2. Berperilaku Sama berkisar 5-10 menit. peserta didik hanya
Paling lama ada 10
- Perilaku negatif siswa menundukkan kepala,
menit dimana peserta
di tiap kelas didik hanya kelihatan mengantuk
Siswa melamun dan menundukkan kepala,
terdikstrasi hal lain. atau terdistraksi hal
kelihatan mengantuk
- Perilaku positif lain atau terdistraksi hal lain. Bila ditegur
yang baik/yang lain. Bila ditegur
memperhatikan
muncul memperhatikan
sebentar dankemudian sebentar dan
ketika diajak guru
melakukan hal yang
bercerita tentang kemudian melakukan
samakembali.
pengalaman yang telah
hal yang sama
dialami guru, peserta
didik tersebut lebih kembali.
antusias (termotivasi).
- Potensi yang bisa
dikembangkan
Kemampuan untuk
memecahkan masalah,
ketika mereka
mendengarkan cerita
pengalaman guru,
mereka mungkin dapat
melihat bagaimana guru
mengatasi masalah yang
serupa dan
menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Bagaimana cara Guru menggunakan model pembelajaran problem-based learning dengan
mengajar guru memanfaatkan berbagai media pembelajaran. Guru mendemonstrasikan konsep
selama ini? dengan menghubungkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru mendorong siswa untuk
lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran melalui diskusi dan tanya jawab melalui
quiz. Ketika ditengah pembelajaran terdapat siswa yang tidak fokus atau mengantuk,
guru akan mengajak siswa untuk melakukan relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. R. (2010). Cognitive psychology and its implications. Macmillan International
Higher Education.

Cangelosi, J. S. (2012). Classroom Management Strategies: Gaining and Maintaining Students'


Cooperation. John Wiley & Sons.
Emmer, E. T., & Sabornie, E. J. (2015). Classroom management for elementary teachers.

Pearson.

Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bandung : Bumi
Aksara

Skinner, B. F. (1953). Science and human behavior. Simon and Schuster.

Anda mungkin juga menyukai