Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Pendidikan Multikultural

Dosen Pengampu : M. Aris Munawar S.Pd.I, M.Pd

Disusun Oleh :

Ahlan Syaeful Millah

Anisa Nurfauziah

Ela Siti Nurlaela

Dede Arobiah

Didin Mahfudin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS – JAWA BARAT
2022
Jln. Kyai Haji Ahmad Fadlil 1 Cijeungjing Dewasari Kec.Ciamis Kab. Ciamis
Jawa Barat 46271
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
maka kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pengembangan Model
Pendidikan Multikultural. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Multikultural.
Makalah ini penyusun lengkapi dengan pendahuluan sebagai pembuka
yang menjelaskan latar belakang dan tujuan pembuatan makalah. Pembahasan
yang menjelaskan bagaimana pengembangan model pembelajaran multikultural,
dan penutup yang berisi tentang kesimpulan yang menjelaskan isi dari makalah
kami. Makalah ini juga kami lengkapi dengan daftar pustaka yang menjelaskan
sumber dan referensi bahan dalam penyusunan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan kami
terima. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang
menyusun maupun yang membaca.

Ciamis, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................2

A. Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural ............................2

BAB III PENUTUP ........................................................................................7

A. Kesimpulan ..........................................................................................7
B. Saran ....................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pentingnya pendidikan multikultural diberikan kepada anak sejak dini


dengan harapan agar anak mampu memahami bahwa di dalam lingkungan
mereka dan juga di lingkungan lain terdapat keragaman budaya. Keragaman
budaya tersebut berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, pola pikir manusia
sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara (usage), kebiasaan (folk ways),
aturan-aturan (mores) bahkan adat istiadat (customs) yang berbeda satu sama
lain. Bila perbedaan itu tidak dapat dipahami dengan baik dan diterima dengan
bijaksana, maka konflik akan mudah terjadi di masyarakat. Hal ini telah
banyak terlihat dalam kehidupan di tanah air belakangan ini.

Lingkungan pendidikan adalah sebuah sistem yang terdiri dari banyak


faktor dan variabel utama, seperti kultur sekolah, kebijakan sekolah, politik,
serta formalisasi kurikulum dan bidang studi. Bila dalam hal tersebut terjadi
perubahan maka hendaklah perubahan itu fokusnya untuk menciptakan dan
memelihara lingkungan sekolah dalam kondisi multikultural yang efektif.
Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan
pelajaran dan pembelajaran ke arah memberi peluang yang sama pada setiap
anak. Jadi tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Siswa ditanamkan
pemikiran lateral, keanekaragaman, dan keunikan itu dihargai. Ini berarti
harus ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai khususnya civitas
akademika sekolah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural


1. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural adalah salah satu strategi yang dihadirkan


dalam pendidikan untuk memahami kondisi realita masyarakat Indonesia yang
kaya akan keragaman diberbagai dimensi kehidupan. Musa Asya’rie (2004)
dalam Prastyawati & Hanum (2015) mengemukakan bahwa pendidikan
multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara hidup menghormati,
tulus, toleransi terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural, sehingga peserta didik kelak memiliki kekenyalan dan
kelenturan mental bangsa dalam menyikapi konflik sosial di masyarakat.
Perbedaan-perbedaan pada diri anak didik yang harus diakui dalam pendidikan
multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras,
kelompok pemeluk agama, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin,
kondisi ekonomi, daerah/asalusul, ketidakmampuan fisik dan mental,
kelompok umur, dan lain-lain. Melalui pendidikan multikultural ini anak didik
diberi kesempatan dan pilihan untuk mendukung dan memperhatikan satu atau
beberapa budaya, misalnya sistem nilai, gaya hidup, atau bahasa.

Bentuk pengembangan pendidikan multikultural dalam setiap negara


berbedabeda sesuai dengan latar belakang masalah yang dihadapi. Bank
(2004) dalam Prastyawati & Hanum (2015) menjelaskan empat pendekatan
yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural kedalam kurikulum
maupun pembelajaran yang apabila dicermati relevan untuk diterapkan dalam
pendidikan Indonesia. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain adalah: (1)
pendekatan kontribusi; (2) pendekatan aditif; (3) pendekatan transformasi,
dan; (4) Pendekatan aksi sosial. (Prastyawati & Hanum, 2015)

a. Pendekatan kontribusi (the contributions approach).


Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas dipakai dalam
fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis. Ciri pendekatan

2
kontribusi ini adalah dengan memasukkan pahlawanpahlawan dari
suku bangsa/ etnis dan benda-benda budaya ke dalam pelajaran yang
sesuai. Hal inilah yang sampai saat ini yang dilakukan di Indonesia.
b. Pendekatan Aditif (Aditive Approach).
Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, dan
perspektif terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan dan
karakteristik dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan
penambahan buku, modul atau bidang bahasan terhadap kurikulum
tanpa mengubahnya secara substansif.
c. Pendekatan Transformasi (the transformation approach).
Pendekatan tranformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan
kontribusi dan aditif. Pada pendekatan transformasi mengubah asumsi
dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi siswa dalam melihat
konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut
pandang etnis. Bank (1993) menyebut ini proses multiple acculturation
sehingga rasa saling menghargai, kebersamaan dan cinta sesama dapat
dirasakan melalui pengalaman belajar.
d. Pendekatan Aksi Sosial (the social action approach) mencakup semua
elemen dari pendekatan transformasi, namun menambah komponen
yang mempersyaratkan siswa membuat aksi yang berkaitan dengan
konsep, isu atau masalah yang dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari
pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik siswa melakukan
untuk kritik sosial dan mengajari mereka keterampilan pembuatan
keputusan untuk memperkuat siswa dan membantu mereka
memperoleh pendidikan politis, sekolah membantu mereka menjadi
kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam
perubahan sosial. (Hanum & Rahmadonna, 2009)

Pelaksanaan pendidikan multikultural tidak harus merubah


kurikulum. Pelajaran untuk pendidikan multikultural dapat terintegrasi
pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman (model) bagi
guru untuk menerapkannya. Yang utama, siswa perlu diajari apa yang

3
dipelajari mereka mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi,
dan saling menghargai. (Mansur, 2016)

2. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman


dalam merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial. Trianto
(2010, p. 51) dalam Prastyawati & Hanum (2015) menyatakan model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman
bagi perencana pengajar dan para guru dalam proses pembelajaran. Berbeda
dengan pendapat di atas Saiful Sagala (2010, p. 176) menjelaskan bahwa
model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang berisi prosedur-
prosedur sistematik dan mengorganisasikan pengalaman belajar siswa untuk
mencapai tujuan belajar tertentu yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam
proses belajar mengajar. (Prastyawati & Hanum, 2015)

Adapun pengembangan model pembelajaran multikultural didasarkan


pada prinsip dasar, yaitu:

a. Pengenalan Jati Diri


Pendidikan multikultural harus dimulai dari pengenalan terhadap jati
diri sendiri, bukan jati diri etnik lain
b. Mengembangkan Sikap Non-Etnosentis
Pendidikan multikultural hendaknya dikembangkan agar pembelajar
tidak mengembangkan sikap etnosentris.
c. Pengembangan secara Integratif Komprehensif dan Konseptual
Pendidikan multikultural seharusnya dikembangkan secara integratif
komprhensif dan konseptual agar kurikulum menginkooperasi sebuah
kurikulum yang bersifat total.
d. Menghasilkan Sebuah Perubahan

4
Pendidikan multikultural harus menghasilakan perubahan, tidak hanya
pada materi kurikulum tetapi juga pada praktik pembelajaran dan
struktur sosial dari sebuah kelas.
e. Menekankan Aspek Afektif dan Kognitif
Pendidikan multikultural lebih menekankan aspek afektif dan kognitif
dengan cara mengaitkan masalah keseharian yang dihadapi siswa di
lingkungan sempit ataupun luasnya.
f. Kontektual Pendidikan multikultural harus mencakup realita sosial dan
kesejarahan dari etnit-etnik dan bangsa Indonesia. Kontektualisasi
pendidikan multikultural harus bersifat lokal, nasional, dan global.
(Mansur, 2016)

Pembelajaran multikultural tidak diberikan secara tersendiri di dalam


kelas, namun dapat diintegrasikan pada berbagai macam mata pelajaran.
Model pembelajaran multikultural bisa diberikan dengan memakai modul,
sehingga modul pembelajaran pendidikan multikultural berfungsi sebagai
suplemen (tambahan) materi pelajaran. Dalam hal ini model pendidikan
multikultural yang dikembangkan merujuk pada pendekatan pendidikan
multikultural transformasi dan aksi sosial, sehingga diharapkan materi yang
diperoleh dapat diimplementasikan langsung dalam sikap dan tingkah laku
mereka sehari-hari.

Model pembelajaran memakai modul disebut juga pengajaran modular.


Pengajaran modular pada dasarnya adalah sistem pembelajaran melalui media
yang disebut modul. Modul adalah suatu paket pengajaran yang berkenaan
dengan suatu unit terkecil bertahap dari mata pelajaran tertentu. Dikatakan
bertahap, sebab modul itu dipelajari secara individual dari satu unit ke unit
lainnya. Para peserta didik melakukan kontrol sendiri terhadap intensitas
belajarnya. Pengajaran modular dilaksanakan berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan, antara lain sebagai berikut.

a. Individualisasi belajar

5
Peserta didik belajar berdasarkan kemampuan dan kecepatan belajarnya
sendiri, tidak banyak bergantung kepada arahan atau bimbingan tutorial.
Peserta menentukan strategi belajarnya.
b. Fleksibilitas (kuluwesan)
Pelajaran dapat disusun dalam bermacam-macam format.
c. Kebebasan
Peserta melakukan kegiatan belajar mandiri, misalnya membaca sendiri,
merangkum sendiri, merumuskan masalah sendiri, menjawab pertanyaan
dan mengerjakan tugas-tugasnya sendiri.
d. Partisipasi Aktif
Kegiatan belajar sebagian besar terletak pada keaktifan sendiri. Partisipasi
ini dilaksanakan dalam bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing)
sebagaimana dianjurkan oleh John Dewey.
e. Peranan pengajar/pelatih Interaksi belajar mengajar bukan dalam bentuk
tatap muka yang sering disebut interaksi manusiawi, melainkan interaksi
dengan bahan tertulis dan instruksional yang menunjang.
f. Interaksi di kalangan peserta Interaksi ini banyak, bahkan memborong
sebagian besar kegiatan belajar, misalnya melalui kegiatan belajar
kelompok dan diskusi. Aplikasi penggunaan modul sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang membuka kesempatan siswa untuk belajar menurut
kecepatan dan cara masingmasing. (Hanum & Rahmadonna, 2009)

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pendidikan multikultural seorang guru tidak hanya dituntut


untuk menguasai dan mampu secara profesional mengajar mata pelajaran yang
diajarkannya lebih dari itu, seorang guru juga harus mampu menanamkan
nilai-nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokratis, humanisme,
dan pluralisme. Pelaksanaan pendidikan multikultural tidak harus merubah
kurikulum. Pelajaran untuk pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada
mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman (model) bagi guru
untuk menerapkannya. Yang utama, siswa perlu diajari apa yang dipelajari
mereka mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling
menghargai.

B. Saran

Dalam melakukan penyusunan makalah ini, kami masih merasa ada


kesalahan dari segi penulisan maupun dari segi subtansi (isi). Sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun terutama dari dosen
pengampu maupun dari teman-teman untuk mencapai kesempurnaan dari
makalah yang kami susun. Dan semoga makalah ini bisa bermanfat bagi kita
semua.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hanum, F., & Rahmadonna, S. (2009). Implementasi Model Pembalajaran


Multikultural Di Sekolah Dasar Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mansur, R. (2016). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Multikultural. Jurnal Ilmiah Vicratina, Volume 10(02).

Prastyawati, L., & Hanum, F. (2015). Pengembangan Model Pembelajaran


Pendidikan Multikultural Berbasis Proyek Di SMA. Jurnal Pendidikan IPS,
2.

Anda mungkin juga menyukai