Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus
keniscayaan dalam kehidupan dimasyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan dimasa silam, kini dan diwaktu-waktu mendatang. Sebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Disatu sisi diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi disisi lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inherent yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, suku bangsa, kebangsawanan ataupun kekayaan dan kekuasaan. Di Indonesia, berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso, dan kalimantan Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis. Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditunjukkan pada struktur dalam sistem hirarki sosial pada suatu kelompok. Didalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Diantara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam. Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk menghantarkan masyarakat Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya. Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan pada pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif Negara Bhineka Tunggal Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat dasar. Konsitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: “Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan” adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga negara. Keberagaman bangsa yang berkesetaraan merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara Indonesia. Negara yang beragam tetapi tidak memiliki kesetaraan dan diskriminatif akan menghadirkan kehancuran. Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus menerus, bukan proses sekali jadi dan sudah itu berhenti. Disinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus menerus dan berkesinambungan perlu dilakukan. Untuk itu, penting bagi kita memiliki dan mengembangkan kemampuan hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama didalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadahi dan tinggi niscaya semangat multikulturalime akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan mengfungsionalkan semangat multikulturalime. Proses pembelajaran semangat multikulturalime atau kemampuan belajar hidup bersama ditengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk, atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya (cultural passing over) pemahaman lintas budaya (cross cultural understanding) dan pembelajaran lintas budaya (learning a cross culture).