Anda di halaman 1dari 39

PENCEMARAN AIR LAUT

Oleh
Moh. Haikal Saleh Hamizid,
Bagus Azhari Tosadapotto,
Boni Samudra Rizki,
Ceria Vina Gaya,
Deswita Wulandari,
Dhea Astika,
Dinda Khalifah Sabilah,
Diska Mentari Usman,.
Medika Fara Fitsyah,
Melvita Tetyanti,
Moh. Febrian Ruslan.

X-4 SMAN Model Terpadu Madani Palu


2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah dengan judul “PENCEMARAN
AIR LAUT” ini membahas tentang pencemaran laut, sumber pencemar, dampak pencemar
dan cara mengatasi dampak pencemaran tersebut.

Dalam pembuatan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu pembuatan makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca sangat diperlukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengetahuan.

Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat
banyak kesalahan.

Palu, 21 April 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

BAB II LANDASAN TEORI3

2.1 Laut dan Pantai 3

2.1.1 Definisi Laut 3

2.1.2 Sejarah Terbentuknya Laut 3

2.1.3 Manfaat Laut 4

2.1.4 Jenis/Macam Laut 4

2.1.5 Pantai 5

2.1.6 Garis Pantai 5

2.2 Pencemaran 5

2.2.1 Definisi Pencemaran 5

2.2.2 Jenis Pencemaran 6

2.2.3 Dampak Pencemaran 6

2.3 Pencemaran Laut dan Pantai 7

2.3.1 Sumber Pencemaran Laut dan Pantai 8

2.3.2 Dampak Pencemaran Laut dan Pantai 12

2.3.3 Dasar Hukum Pencemaran di Laut 14

2.3.3.1 London Dumping 1972 14

2.3.3.2 MARPOL (1973/1978) 17

ii
2.3.3.3 OPRC 21

2.3.3.4 Civil Liability Convention 24

BAB III PEMBAHASAN 30

3.1 Kasus Pencemaran Laut dan Pantai 30

3.1.1 Pencemaran oleh Minyak 30

3.1.2 Pencemaran oleh Logam Berat 31

3.1.3 Pencemaran oleh Sampah di Pantai sekitar Jakarta 31

3.1.4.Pencemaran Akibat Eutrofikasi 32

3.2 Penyelesaian / Solusi dari Kasus di atas 32

3.2.1 Kasus Tumpahan Minyak Kapal Showa Maru 32

3.2.2 Kasus Teluk Buyat 32

3.2.3 Kasus Pencemaran oleh Sampah 33

3.2.4 Pencemaran Akibat Eutrofikasi 33

2.7 Metode Uji Penentuan Zn 33

BAB IV PENUTUP 34

4.1 Kesimpulan 34

4.2 Saran 34

Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil buangan
sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan seluruhnya dapat di
tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang membahayakan. Bahan pencemar yang
masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan
diperlemah sehingga membuat mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya
pertumbuhan penduduk dunia dan makin meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin
banyak bahan-bahan yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat
dikontrol secara tepat.
Dewasa ini sumberdaya alam dan lingkungan telah menjadi barang langka akibat tingkat
ekstraksi yang berlebihan over-exploitation dan kurang memperhatikan aspek keberlanjutan.
Kegagalan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup ditengarai akibat adanya tiga kegagalan dasar
dari komponen perangkat dan pelaku pengelolaan.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di mana buangan
limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan
(bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk
ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar
dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk
fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton. Fitoplankton
adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan. Kemudian fitoplankton
dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton lebih tinggi dibanding dalam
tubuh fitoplankton karena zooplankton memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton
dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua.
Ikan planktivores dimangsa oleh ikan karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai tropik level
ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik level tertinggi.
Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam tubuhnya
paling tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung logam berat yang tinggi
karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya setiap saat dan fitoplankton
ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa
melebihi konsentrasi yang di air.
Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan
pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut
tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia

1
2

adalah logam berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO
(Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama dikenal
sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan
terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.
Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara sungguh-
sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut, bagaimana terjadinya pencemaran
laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk menangani pencemaran laut tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang dapat di angkat, dari beberapa kejadian yang terjadi terhadap laut
di masa sekarang ini, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut
2. Apa yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut
3. Apa saja dampak dari pencemaran laut
4. Apa saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia
5. Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan kebijakan
untuk menangani perihal tersebut
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui informasi tentang pencemaran laut dan
pantai, penyebab utama adanya pencemaran, dampak pencemaran dan cara penanggulangan
pencemaran air laut agar timbul kesadaran dari kita semua akan  betapa pentingnya laut bagi
kehidupan yang pada akhirnya pencemaran laut  dapat dikurangi sehingga manfaat laut dapat kita
rasakan secara keseluruhan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Laut dan Pantai
2.1.1 Definisi Laut
Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi
dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut adalah merupakan air yang menutupi
permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Biasanya
air mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut.
2.1.2  Sejarah Terbentuknya Laut
Laut, menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya bersifat
sangat asam dengan air yang mendidih (dengan suhu sekitar 100 °C) karena panasnya Bumi
pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat itu atmosfer Bumi dipenuhi oleh karbon
dioksida. Keasaman air inilah yang menyebabkan tingginya pelapukan yang terjadi yang
menghasilkan garam-garaman yang menyebabkan air laut menjadi asin seperti sekarang ini.
Pada saat itu, gelombang tsunami sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam Bumi.
Pasang surut laut yang terjadi pada saat itu juga bertipe mamut atau tinggi/besar sekali
tingginya karena jarak Bulan yang begitu dekat dengan Bumi.
Menurut para ahli, awal mula laut terdiri dari berbagai versi; salah satu versi yang cukup
terkenal adalah bahwa pada saat itu Bumi mulai mendingin akibat mulai berkurangnya aktivitas
vulkanik, disamping itu atmosfer bumi pada saat itu tertutup oleh debu-debu vulkanik yang
mengakibatkan terhalangnya sinar Matahari untuk masuk ke Bumi. Akibatnya, uap air di
atmosfer mulai terkondensasi dan terbentuklah hujan. Hujan inilah (yang mungkin berupa hujan
tipe mamut juga) yang mengisi cekungan-cekungan di Bumi hingga terbentuklah lautan.
Secara perlahan-lahan, jumlah karbon dioksida yang ada diatmosfer mulai berkurang
akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium karbonat.
Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga sinar Matahari dapat kembali masuk menyinari
Bumi dan mengakibatkan terjadinya proses penguapan sehingga volume air laut di Bumi juga
mengalami pengurangan dan bagian-bagian di Bumi yang awalnya terendam air mulai kering.
Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan,
menyebabkan air laut semakin asin.
Pada 3,8 milyar tahun yang lalu, planet Bumi mulai terlihat biru karena laut yang sudah
terbentuk tersebut. Suhu bumi semakin dingin karena air di laut berperan dalam menyerap
energi panas yang ada, namun pada saat itu diperkirakan belum ada bentuk kehidupan di bumi.
Kehidupan di Bumi, menurut para ahli, berawal dari lautan (life begin in the ocean). Namun
demikian teori ini masih merupakan perdebatan hingga saat ini.
Pada hasil penemuan geologis di tahun 1971 pada bebatuan di Afrika Selatan (yang
diperkirakan berusia 3,2 s.d. 4 milyar tahun) menunjukkan adanya fosil seukuran beras dari

3
4

bakteri primitif yang diperkirakan hidup di dalam lumpur mendidih di dasar laut. Hal ini
mungkin menjawab pertanyaan tentang saat-saat awal kehidupan dan di bagian lautan yang
mana terjadi awal kehidupan tersebut. Sedangkan kelautan itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari berbagai biota atau makhluk hidup di laut yang perlu dimanfaatkan melalui usaha
perikanan.
2.1.3 Manfaat Laut
Laut memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber daya alam yang dapat
kita manfaatkan diantaranya yaitu :
1. Tempat rekreasi dan hiburan
2. Tempat hidup sumber makanan kita
3. Pembangkit listrik tenaga ombak, pasang surut, angin, dsb.
4. Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun, dll.
5. Tempat barang tambang berada
6. Salah satu sumber air minum (desalinasi)
7. Sebagai jalur transportasi air
8. Sebagai tempat cadangan air bumi
9. Sebagai objek riset penelitian dan pendidikan, dll
2.1.4 Jenis/Macam Laut
Jenis-jenis laut ada 3 sub, masing-masing dibedakan berdasarkan sebab terjadinya, letak
lautnya dan berdasarkan kedalaman lautnya.
Jenis/Macam Laut Berdasarkan Sebab Terjadinya :
1. Laut Ingresi : Adalah laut yang terjadi karena penurunan dasar laut dengan kedalaman 200
meter lebih.
2. Laut Transgresi : Adalah laut yang terjadi karena terjadi peninggian permukaan air laut yang
memiliki kedalaman kurang dari 200 meter.
3. Laut Regresi : Adalah laut yang ada karena proses sedimentasi lumpur daratan yang masuk
ke laut akibat erosi daratan.
Jenis/Macam Laut Berdasarkan Letak Laut :
1. Laut Tepi : Adalah laut yang ada di tepi benua.
2. Laut Pedalaman : Adalah laut yang dikelilingi oleh daratan benua yang hampir seluruhnya
terkepung benua.
3. Laut Tengah : Adalah laut yang ada di tengah-tengah antara benua.
Jenis/Macam Laut Berdasarkan Kedalaman Laut :
1. Laut Zona Litoral : Adalah laut yang berada di batas antara garis pasang surut air laut yang
bisa kering dan bisa tergenang air laut.
2. Laut Zona Neritik : Adalah laut yang mempunyai kedalaman kurang dari 200 meter.
5

3. Laut Zona Batial : Adalah laut yang memiliki kedalaman laut antara 200 hingga 1800
meter.
4. Laut Zona Abisal : Adalah laut yang memiliki kedalaman yang lebih dari 1800 meter.
2.1.5 Pantai
Pantai adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah
pesisir laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis pantai
ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu negara.
Menurut koreksi PBB tahun 2008, Indonesia merupakan negara berpantai terpanjang
keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai
Indonesia tercatat sebesar 95.181 km.
2.1.6 Garis pantai
Garis pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air
laut pasang tertinggi. Garis laut dapat berubah karena adanya abrasi, yaitu pengikisan pantai oleh
hantaman gelombang laut yang menyebabkan berkurangnya areal daratan.
Ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan dalam mengamankan garis pantai
seperti pemecah gelombang dan pengembangan vegetasi di pantai.
Untuk mengatasi abrasi/penggerusan garis pantai dari gelombang/ombak dapat digunakan
pemecah gelombang yang berfungsi untuk memantulkan kembali energi gelombang. Berbagai
cara yang ditempuh untuk memecahkan gelombang diantaranya dengan menggunakan tumpukan
tetrapod yang terbuat dari beton pada jarak tertentu dari garis pantai.
Hutan bakau dapat membantu mengatasi gelombang serta sekaligus bermanfaat untuk
kehidupan binatang serta tempat berkembang biak ikan-ikan tertentu. Hutan bakau disebagian
besar pantai Utara sudah hilang karena ulah manusia, yang pada gilirannya akan menggerus
pantai.
Terumbu karang juga merupakan pemecah gelombang alami, sehingga sangat perlu untuk
dilestarikan dan dikembangkan dalam mempertahankan garis pantai.
2.2 Pencemaran
2.2.1 Definisi Pencemaran
Pencemaran merupakan kemasukan bahan pencemar seperti bahan kimia,suara, panas,
cahaya dan tenaga ke dalam alam sekitar yang mengakibatkan kesan yang memusnahkan
sehingga membahayakan kesehatan manusia, mengancam sumber alam dan ekosistem, serta
mengganggu alam sekitar.
Definisi pencemaran yang lebih jelas adalah menurut Akta Kualiti Alam Sekitar 1974
yang menyatakan bahwa pencemaran adalah perubahan secara langsung atau tidak langsung
kepada sifat-sifat fisik, kimia, biologi atau radiasi dari bagian alam sekeliling dengan cara
melepaskan, mengeluarkan atau meletakkan buangan hingga menimbulkan suatu keadaan
6

berbahaya atau mungkin berbahaya pada kesehatan, keselamatan atau kebaikan alam atau
organisme-organisme lain, tumbuhan dan hewan.
2.2.2 Jenis Pencemaran
Terdapat beberapa bentuk pencemaran yang mengancam bumi, yaitu :
 Pencemaran udara, yaitu pembebasan bahan kimia berbahaya atau benda asing lain ke
dalam atmosfer. Contoh-contoh bahan pencemar termasuk karbon monoksida, sulfur
dioksida, klorofluorokarbon (CFC), nitrogen dioksida yang dikeluarkan oleh kenderaan dan
kilang industri.
 Pencemaran air, seperti kebocoran dan pembuangan bahan kimia ke dalam sumber air atau
fenomenon eutrofikasi, hingga mengubah kandungan, keadaan dan warnanya sama ada dari
segi biologi, kimia atau fisik.
 Pencemaran tanah, yaitu peresapan bahan kimia bahaya seperti logam berat, hidrokarbon
dan racun serangga ke dalam tanah, sehingga terjadinya pertukaran warna, kesuburan dan
erosi.
 Pencemaran radioaktif, yaitu pelepasan bahan radioaktif ke dalam alam sekeliling.
 Pencemaran bunyi yang disebabkan hingar jalan raya, pesawat dan industri, biasanya
melebihi 80 dB.
 Pencemaran cahaya yang disebabkan penyinaran (iluminasi) berlebihan, lazimnya di kota
besar.
 Pencemaran termal, yaitu perubahan suhu akibat kegiatan manusia, seperti penggunaan air
sebagai bahan pendingin dalam bejana kuasa elektrik.
 Pencemaran visual, yaitu pemusnahan fisik alam dan perusakan keindahan alam. Yang
termasuk sampah yang berceceran dan papan iklan.
Cara tejadinya percemaran dibagi menjadi dua yaitu pencemaran oleh faktor alami, seperti akibat
bencana alam dan pencemaranoleh factor manusia. Pencemaran ini juga disebabkan sikap
segelintir kaum manusia yang tidak memiliki sikap bergantung jawab maupun cinta akan
Negara.
2.2.3 Dampak Pencemaran
Dampak pencemaran lingkungan tidak hanya berpengaruh dan berakibat kepada
lingkungan alam saja, tetapi berakibat dan berpengaruh terhadap kehidupan tanaman, hewan dan
juga manusia. Pencemaran yang masuk melalui jalur makanan dan berada dalam daur
pencemaran lingkungan cepat atau lambat akan sampai juga dampaknya pada manusia. Oleh
sebab itu manusia dalam upayanya memperoleh kualitas dan kenyamanan hidup yang lebih baik,
perlu juga untuk memperhatikan hal-hal apakah yang nantinya akan membuat terjadinya
kerusakan lingkungan. Sehingga kita akan membuat suatu upaya agar lingkungan alam yang kita
7

keruk SDA-Nya, segera dilakukan proses rehabilitasi terhadap alam untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih parah lagi.
2.3 Pencemaran laut dan pantai
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang
berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil
yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai
ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke
dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula
kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi
dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran laut
berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.
Bahan pencemar yang masuk ke wilayah pesisir dan laut secara elemental bisa berasal dari
berbagai sumber. Keadaan fisik bahan pencemar dari suatu sumber bisa berbeda dengan dari sumber
lain, dengan komposisi yang berbeda-beda pula. Dengan demikian dampaknya terhadap lingkungan
juga bervariasi. Untuk itu, dalam memahami pencemaran yang terjadi di lingkungan pesisir dan laut,
beberapa hal berikut perlu dibahas, meliputi bahan pencemar apa saja yang masuk ke lingkungan,
bagaimana sifat polutan dan keadaan lingkungan pesisir dan laut tersebut, dan apa pengaruh atau
dampak dari masuknya polutan tersebut ke lingkungan.
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas makhluk hidup
yang masuk ke daerah laut. Sumber dari pencemaran laut ini antara lain adalah tumpahan minyak, sisa
damparan amunisi perang, buangan proses di kapal, buangan industri ke laut, proses pengeboran
minyak di laut, buangan sampah dari transportasi darat melalui sungai, emisi transportasi laut dan
buangan pestisida dari perairan. Namun sumber utama pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan
minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Polusi
dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjdi fokus perhatian
dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan
sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut.
Pencemaran laut adalah hasil buangan aktivitas makhluk hidup yang masuk ke laut. Ada
berbagai sumber bahan pencemar yang dapat merusak laut dan dapat membunuh kehidupan yang di
laut. Seperti banyaknya ikan-ikan mati karena laut tempat mereka hidup tidak sesuai kebutuhannya.
Pencemaran laut yang terjadi di muara sungai porong bersumber pada aktivitas kapal yang hampir
setiap hari dan terdapat aliran sunga yang menuju laut.
Pembuangan lumpur ke laut tentu akan menimbulkan dampak terhadap ekosistem air terlebih di
Sungai Porong dan Sungai Aloo,membahayakan kesehatan masyarakat sekitar dan industri-
industrikelautan seperti budidaya tambak udang, ikan, dan produksi garam yang ada, namun sampai
8

seberapa besar risiko tersebut diperkirakan perlu dilakukan penelitian mengenai hal tersebut sebagai
dasar pertimbangan manajemen resikonya, melalui pemantauan kualitas air badan air secara rutin dan
analisis hasil pemantauan tersebut.
2.3.1 Sumber Pencemaran laut dan pantai
Bahan-bahan kimia yang kehadirannya dalam lingkungan hidup dapat menyebabkan
terganggunya kesejahteraan hidup manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan disebut bahan
pencemar. Sebagai sumber utama terjadinya pencemar adalah:
1. Proses-proses alam, antara lain pembusukan secara biologis, aktivitas gunung berapi,
terbakarnya semak-semak, dan halilintar.
2. Pembuatan/aktivitas manusia, seperti:
 Pencemaran oleh minyak
Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan-
kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hamper tidak bisa
dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun.
Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung
diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai.
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber pencemaran yang
sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari kapal tanker yang
mengalami tabrakan atau kandas, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki
halas, transfer minyak antarkapal maupun kelalaian awak kapal. Umumnya cemaran
minyak dari kapal tanker berasal dari pembuangan air tangki balas. Sebagai gambaran,
untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan air dari tangki balasnya mencapai 1.200 barel.
Minyak mentah mengandung ribuan komponen yang berbeda-beda berat
molekulnya, berwarna coklat gelap, dan merupakan cairan kental yang berbau
menyengat, yang terutama terdiri dari hidrokarbon, beberapa kandungan sulfur, dan
sedikit logam seperti vanadium dan nikel. Kebanyakan hidrokarbon memiliki berat jenis
yang lebih ringan daripada berat jenis air laut sehingga sebagian besar tumpahan minyak
akan mengapung di permukaan. Tumpahan yang mengapung di permukaan tersebut akan
mencakup luasan yang cukup besar sehingga akan menganggu aktivitas fitoplankton dan
hewan laut lainnya. Selain itu, tumpahan minyak juga mencelakakan burung air, karena
sayap mereka menjadi lengket terkena minyak. Pada kasus tumpahan minyak di pantai
Perancis, selama beberapa hari kemudian lebih dari sejuta burung mati akibat pencemaran
tersebut. Sebagian dari hidrokarbon yang memiliki berat jenis lebih besar dari air akan
tenggelam, dan bersama-sama dengan komponen logam akan mengendap di dasar laut.
Endapan tersebut akan berdampak buruk pula bagi organisme laut lainnya.
Apabila minyak mentah dipanaskan sampai 100 oC, sekitar 12% dari volumenya akan
terbakar. Bila dipanaskan sampai 200 oC, jumlah yang terbakar bertambah lagi 13%.
9

Sebesar 25% diduga merupakan fraksi yang mudah berubah yang akan menguap dari
tumpahan di laut dalam beberapa hari. Sisa tumpahan minyak akan dimetabolisme oleh
bakteri secara perlahan, dan sebagian lagi akan menguap secara perlahan pula. Setelah
kurang lebih 3 bulan, maka semua materi yang dapat menguap akan menguap, dan materi
yang akan termakan sudah termakan atau masuk ke dalam rantai makanan. Sisa yang
persistem, yang tertinggal di lautan berupa residu aspal, yang kurang lebih sebesar 15%
dari seluruh volume tumpahan minyak. Sisa tersebut akan terus berada di lautan di bumi
ini berupa gumpalan lengket berwarna pekat.
 Pencemaran oleh logam berat
Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih
untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam
ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd),
kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik
yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan.
Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari
masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :
No Jenis Industri Logam Berat
1 Kertas Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
2 Petro-chemical Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
3 Pengelantang Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn
4 Pupuk Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn
5 Kilang minyak Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn
6 Baja Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn
7 Logam bukan besi Cr, Cu, Hg, Pb, Zn
8 Kendaraan bermotor, pesawat terbang Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn
9 Gelas, semen, keramik Cr
10 Tekstil Cr
11 Industri kulit Cr
12 Pembangkit listrik tenaga uap Cr, Zn
Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat
tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi
di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh
manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cat Antifouling. Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling) ternyata
telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta sedimen di dekat
10

dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara terus-menerus mengeluarkan
racun untuk membunuh organisme penempel di dasar kapal.
Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut akan
mengalami proses-proses seperti pengendapan, adsorpsi dan absorpsi oleh organisme-
organisme perairan.Prosi (1979) menyatakan bahwa pemindahan logam berat kedalam
organisme dapat dipengaruhi pula oleh kebiasaan organisme dalam cara memakan
makanannya (feeding habit), yaitu sebagai berikut:
- Phytophagus (misal : Gastropoda, Crustacea)
- Filter feeding (misal : Zooplankton, barnacle, dan bivalva)
- Sediment feeding (misal: Polychaeta dan oligochaeta)
- Detritus feeding (misal : gastropoda, isopoda, dan amphipoda)
- Carnivorous (misal : Zooplakton, Polychaeta, gastropoda, Crustacea, larva serangga
air tawar dan ikan)
Sedangkan pengaruh logam berat terhadap organisme-organisme tersebut atas dasar daya
racunnya dibagi menjadi 2 yaitu :
- yang bersifat lethal atau mematikan -> LC50 (median lethal concentration)
- yang bersifat sublethal Pengaruh sublethal dibedakan atas 3 macam :
a. menghambat pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi
b. menyebabkan terjadinya perubahan morfologi
c. merubah tingkah laku organisme.
 Pencemaran oleh sampah
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan
terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik,  sebuah
komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.  Massa
plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk
satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas,
maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut.
Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu,
dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi
gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk
kembali ke permukaan untuk bernapas.
Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem
daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat
dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan
organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah  yang
11

tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme.
 Pencemaran oleh Pestisida
Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka
sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama
tanaman atau organisme-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini
harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organisme - organisme
yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida
bisa membunuh biota air yang ada di laut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa
organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam
jaringan tubuhnya.
Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia
yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini.
Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat
kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa
tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di
lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan
berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.
Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa
organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam
jaringan tubuhnya.
 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya
senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan
tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk
penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan
populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi
yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi.  Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air
hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan
oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini
terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika
Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya
12

alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta
menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik.
Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
 Pencemaran akibat polusi kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari
sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar
angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara.
Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di
dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk
banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara
tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah
meningkat sepuluh kali lipat).
Sumber suara di laut antara lain :
1. Sumber alami
Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika
serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan
gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya
suara dari mamalia laut dan ikan.
2. Lalu lintas kapal
Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang
berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz.
Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya
mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk
ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang suara
sekitar 160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang
disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat
menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih
kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang
membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran
suara di laut.
2.3.2 Dampak Pencemaran Laut dan Pantai
a. Logam berat
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia :
 Barium (Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Jangka
panjang, menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem syaraf.
 Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari udara
atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka
13

panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan
hipertensi
 Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan
tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
 Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka panjang,
menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
 Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka
panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada kelahiran.
 Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada kulit, mata
dan membran mukosa (mucus)
b.  Tumpahan minyak
Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang
diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri serta
dapat menyebabkan keracunan pada burung tersebut.
c.  Sampah
Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang
plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak dapat
dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini,  sehingga menyumbat
saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain
berpengaruh terhadap kesehatan biota laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah
bersentuhan dengan air laut, dll.
d.  Pestisida
Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :
1. Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi
system syaraf pusat.
2. Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan, juga dapat merubah tingkah
laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
3. Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun
pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
e.  Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga
dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu
banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara
massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada
14

tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi
anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
g.  Polusi kebisingan
Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat
berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan
tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini
penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk
manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.
Klasifikasi efek fisik yang dapat mempengaruhi mamalia laut
Pengaruh dan Efek Pencemaran Laut
No
Pengaruh Efek
.
Tidak Berhubungan  Merusak jaringan tubuh
1
langsung  Kejang urat yang disebabkan tekanan udara yang tiba-tiba
Berhubungan  Merusak telinga
2
langsung  Gangguan pendengaran permanen atau sementara
 Perubahan Perilaku
3 Kelakuan  Modifikasi perilaku
 Berpindah tempat dari area (jangka panjang atau pendek)
 Menurunkan tingkat kelangsungan hidup
 Mudah terserang penyakit
4 Stress  Berpotensi dipengaruhi oleh efek kumulatif yang negatif
(misalnya polusi   kimia kombinasi dengan stress suara)
 Peka terhadap suara
2.3.3 Dasar Hukum Pencemaran di Laut
Dasar Hukum Lingkungan Internasional terhadap Pencemaran di Laut
2.3.3. 1 Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes
and Other Matter (London Dumping) 1972 :
Convention on the prevention of Marine Pollution by Dumping Wastes and
Other Matter atau yang lebih dikenal dengan London Dumping, adalah konvensi
Internasional yang ditandatangani pada tanggal 29 Desember 1972 dan mulai berlaku
pada 30 Agustus 1975 adalah konvensi internasional yang merupakan perpanjangan
dari isi pada Konvensi Stockholm. Konvensi ini pada dasarnya secara garis besar
membahas tentang larangan dilakukannya pembuangan limbah di lingkungan laut
secara sengaja. Tujuan dari konvensi ini adalah melindungi dan melestarikan
lingkungan laut dari segala bentuk pencemaran yang menimbulkan kewajiban bagi
15

peserta protokol untuk mengambil langkah-langkah yang efektif, baik secara sendiri
atau bersama-sama, sesuai dengan kemampuan keilmuan, teknik dan ekonomi mereka
guna mencegah, menekan dan apabila mungkin menghentikan pencemaran yang
diakibatkan oleh pembuangan atau pembakaran limbah atau bahan berbahaya lainnya
di laut. Peserta protokol juga berkewajiban untuk menyelaraskan kebijakan mereka
satu sama lain.
Pengertian pembuangan (dumping) pada protokol 1996 ini adalah setiap
penyimpanan limbah di dasar laut dan lapisan dasar laut atas kapal-kapal, pesawat
udara, anjungan-anjungan, dan setiap tindakan menelantarkan atau menghancurkan
tepat di atas anjungan-anjungan hanya untuk tujuan memusnahkan dengan sengaja.
Pengecualian dari definisi ini adalah pembuangan yang pada protokol ini mendapat
tambahan yaitu tindakan meninggalkan bahan-bahan (seperti kabel, pipa, dan peralatan
riset kelautan) di laut, yang ditempatkan untuk suatu tujuan selain pembuangan.
Kewajiban negara-negara :
1. Kewajiban dari negara peserta protokol adalah menerapkan prinsip precautionary
approach atau suatu pendekatan kesiapsiagaan untuk melindungi lingkungan laut
dari pembuangan limbah atau bahan lainnya.
2. Kewajiban yang lain adalah melaksanakan prinsip Polluters pays principle, yaitu
bahwa pelaku pencemaran harus secara prinsip menanggung biaya pencemaran.
3. Kewajiban selanjutnya adalah untuk tidak boleh memindahkan, baik secara
langsung atau tidak langsung, kerusakan dan suatu kawasan lingkungan lainnya
atau mengubah satu bentuk pencemaran ke bentuk lainnya.
4. Negara peserta protokol juga berkewajiban melarang pembuangan setiap limbah
atau bahan beracun lainnya dengan pengecualian yang terdaftar dalam lampiran 1
dimana pembuangannya harus mendapat izin terlebih dahulu
5. Negara peserta juga wajib menerapkan persyaratan administratif atau hukum
untuk menjamin bahwa penerbitan izin-izin dan syarat-syarat perizinan tersebut
sesuai dengan yang diatur pada lampiran 2 protokol 1996 ini. Selain itu praktek
pembakaran limbah atau bahan lain ke negara-negara lain untuk pembuangan
atau pembakarannya adalah termasuk hal yang dilarang dalam protokol ini dan
negara peserta harus melarangnya. Pengecualian-pengecualian terhadap larangan
yang diatur dalam protokol ini adalah keharusan untuk mendapatkan izin dan
melakukan pembakaran di laut bila keadaan darurat akibat tekanan atau cuaca,
atau dalam hal dimana timbul ancaman bahaya terhadap jiwa manusia dan
pembuangan adalah menjadi satu-satunya cara untuk menghindari ancaman
tersebut.Negara peserta wajib untuk menunjuk suatu badan atau badan-badan
untuk menangani perizinan, membuat catatan-catatan tentang sifat dan banyaknya
16

limbah atau bahan lain serta kualitas dari limbah atau bahan lain yang sebenarnya
telah dibuang, lokasi, waktu serta cara pembuangannya. Badan tersebut juga
melakukan pemantauan secara individu atau bekerjasama dengan negara-negara
peserta lainnya.
6. Negara peserta juga harus mengambil beberapa langkah antara lain :
a. Melakukan pencegahan dan menghukum tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan protokol ini.
b. Menjamin melalui penerapan yang tepat pada kapal-kapal dan pesawat udara
yang dimiliki dioperasikan dan bertindak menurut cara-cara yang tidak
bertentangan dengan protokol ini.
Tindakan pencegahan dan penjaminan pelaksanaan penerapan yang tepat
tersebut diberlakukan terhadap kapal-kapal dan pesawat udara yang:
a. Terdaftar di wilayah terbang atau terbang dengan bendera negara tersebut.
b. Mengangkut di wilayahnya, limbah atau bahan lain yang dibuang atau dibakar
dilaut.
c. Melakukan pembuangan atau pembakaran di laut termasuk anjungan-anjungan.
Pengecualian terhadap keberlakuan protokol ini adalah bagi kapal-kapal dan
pesawat udara yang berhak atas kekebalan suatu negara berdasarkan hukum
internasional dan bahwa hanya negara tersebut yang dapat menerapkan ketentuan-
ketentuan terhadap kapal-kapal dan pesawat udara yang dimaksud.
Dalam penerapan protokol ini, negara peserta melakukan pertemuan
konsultatif untuk menerapkan ketentuan-ketentuan terhadap kapal-kapal dan pesawat
udara yang dimaksud.
Dalam penerapan protokol ini, negara peserta melakukan pertemuan
konsultatif untuk menetapkan prosedur-prosedur dan mekanisme-mekanisme yang
diperlukan untuk mengevaluasi dan mendorong ditaatinya ketentuan-ketentuan dari
protokol ini. Dari rekomendasi pertemuan maka dibuatlah prosedur dan mekanisme-
mekanisme pelaksanaannya, termasuk kerjasama pelaksanaannya, termasuk kerjasama
dengan negara-negara yang bukan merupakan peserta. Untuk terlaksananya protokol
ini, maka dalam suatu kawasan regional yang memiliki kesamaan geografi dan
memiliki kepentingan yang sama terhadap pencegahan atau bahkan penghentian
pencemaran akibat pembuangan atau pembakaran atas limbah atau bahan lain yang
bisa berakibat pada rusaknya lingkungan, maka dibuatlah perjanjian-perjanjian
regional dan juga guna menyelaraskan dengan konvensi yang berbeda tetapi memiliki
relevansi pada protokol ini.
17

2.3.3.2 International Convention for the Prevention of Pollution from Ships


1973/1978 (MARPOL 1973/1978)
Marpol adalah sebuah peraturan internasional yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya pencemaran di laut. Setiap sistem dan peralatan yang ada di kapal yang
bersifat menunjang peraturan ini harus mendapat sertifikasi dari klas. Isi dalam marpol
bukan melarang pembuangan zat-zat pencemar ke laut, tetapi mengatur cara
pembuangannya. Agar dengan pembuangan tersebut laut tidak tercemar (rusak), dan
ekosistim laut tetap terjaga.
Marpol memuat 6 (enam) Annexes yang berisi regulasi-regulasi mengenai
pencegahan polusi dari kapal terhadap :
 Annex I - Oil (Minyak)
 Annex II-Nixious Liquid Substance Carried in Bulk (cairan Nox berbentuk curah)
 Annex III - Harmful Substance in Packages Form (barang-barang berbahaya
dalam kemasan)
 Annex IV - Sewage (air kotor/air pembuangan)
 Annex V - Garbage (sampah)
 Annex VI - Air Pollution (polusi udara)
Annex I – Oil (Minyak)
Beberapa aturan tentang cara membuang limbah yang termuat dalam annex ini
dimana kapal masih membuang minyak kelaut dengan ketentuan :
1. Konsentrasi minyak harus < 15 ppm (part per million). Kapal dalam keadaan
berlayar, lokasi pembuangan > 12 mil laut dari pantai terdekat.
2. Tiap 30 liter minyak harus di buang secara merata sepanjang 1 mil (30 ltr/mil ).
Kapal dalam keadaan berlayar, lokasi pembuangan > 50 mil laut dari pantai
terdekat.
Pembuangan keluar kapal, pada umumnya hanya di perbolehkan dilaut. Tetapi
tidak di laut spesial. Ini tidak di perbolehkan. Yang termasuk dalam laut spesial
adalah: Mediterranean sea, Baltic sea, Black sea, Red sea, Gulf area, Gulf of Aden,
Antartic, North west European waters & North sea.
Peralatan untuk membantu cara pembuangan dan untuk pengawasan dalam
pelaksanaan Marpol:
1. ODME
2. CWS
3. Oil / Water Interfance Detector
4. Incinerator
5. Oil Record Book Vol I. untuk kamar mesin. Vol II. Untuk Bag deck., Cargo
Record Book utk Chemical tanker, Garbage Record Book.
18

6. SOPEP ( Ship Oil Pollution Emergency Plan )


Annex II - Nixious Liquid Substance Carried in Bulk (cairan Nox berbentuk
curah)
Kategori bahan-bahan kimia yang dimaksud dalam annex ini adalah:
• Kategori X: NOx jika dibuang ke laut dianggap menimbulkan tingkat bahaya
paling tinggi kepada lingkungan laut, kesehatan manusia, sehingga diberikan
larangan untuk pembuangan zat kimia tipe ini.
• Kategori Y: NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya terhadap lingkungan
laut dan kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan mengenai jumlah dan
kualitas zat kimia ini untuk dibuang ke laut.
• Kategori z: NOx jika dibuang ke laut menimbulkan bahaya yang relative kecil
terhadap lingkungan laut dan kesehatan manusia, sehingga diberikan batasan yang
tidak terlalu ketat tentang pembuangan zat kimia ini ke laut.
• Substansi lainnya: adalah substansi diluar kategori X, Y, dan Z karena tidak
menimbulkan bahaya apapun jika dibuang ke laut.
Annex III - Harmful Substance in Packages Form (barang-barang
berbahaya dalam kemasan)
Substansi berbahaya dan kemasan yang dimaksud adalah substansi yang
masuk dalam kriteria IMDG (International Maritime Dangerous Good) code.
Peraturan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pencemaran laut oleh barang-
barang yang memiliki sifat berbahaya (baik secara fisis maupun kimia) sehingga perlu
mendapatkan perlakuan-perlakuan khusus. Sebagai pengimplementasian dari aturan
tersebut, maka harus dilakukan beberapa prosedur sebagai berikut:
• Packing: kemasan harus cukup untuk meminimalisasi bahaya yang mungkin
ditimbulkan kepada lingkungan.
• Marking and labeling: Kemasan yang berisi substansi berbahaya harus dilengkapi
dengan informasi terperinci dan terpasang label bahwa merupakan marine
pollutant. Material untuk penandaan dan pemberian label harus bertahan selama 3
bulan pelayaran.
• Documentation: Semua barang harus dilengkapi dengan sertifikat-sertifikat
sebagai bahan pemeriksaan.
• Stowage: Semua barang yang berbahaya harus tersimpan dengan aman sehingga
tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan laut dengan tidak
membahayakan kapal dan penumpangnya.
• Quantity limitations: Pembatasan jumlah substansi yang sekiranya dapat
membahayakan lingkungan laut.
19

Annex IV - Sewage (air kotor/air pembuangan)


Ada ribuan spesies laut (termasuk bakteri dan mikrobia yang lainnya,
invertebrate kecil, kista, dan larva berbagai spesies) yang terkandung dalam air ballast
kapal. Ketika kapal melakukan proses ballasting dan deballasting maka akan terjadi
pertukaran organisme di satu daerah dengan daerah lainnya. Proses ini berlangsung
selama bertahun-tahun selama kapal beroperasi di dunia. Hal ini mengakibatkan
keseimbangan ekosistem terganggu. Karena organism asli  bercampur dengan
organism pendatang menyebabkan banyak terjadi mutasi genetika.
Untuk itu dikeluarkan peraturan tentang manajemen air ballast. Hal ini
dimaksudkan untuk megurangi penyebaran organism laut yang tidak terkendali lagi.
Berikut adalah standar manajemen air ballast disesuaikan dengan ukuran kapal dan
tahun pembuatan:
Standar manajemen air balas berdasar regulasi D-1:
a. Ketika proses pengisian atau pengosongan ballast, system kapal harus
mampu mengisi atau mengosongkan sedikitnya 95% dari total kapasitas
tangki ballast.
b. Untuk kapal dengan menggunakan metode pumping-through, kemampuan
pompa harus  dapat memompa menerus selama pengisian 3x volume tangki
balas.
 Standar manajemen air balas berdasar regulasi D-2:  Kapal dengan sistem
manajemen air balas tidak boleh mengeluarkan lebih dari 10 organisme hidup
tiap meter kubik  atau setara dengan ukuran lebih dari 50 mikrometer dan tidak
boleh mengeluarkan lebih dari 10 organisme hidup tiap milliliter untuk ukuran
kurang dari 50 mikrometer. Indicator discharge mikroorganisme tidak boleh
melebihi konsentrasi yang ditentukan berikut:
 Toxicogenic vibrio cholera kurang dari 1 cfu ( colony forming unit ) tiap 100
mililiter atau kurang dari 1 cfu per gram zooplankton
 Eschericia coli kurang dari 250 cfu per 100 mililiter
 Intestinal entericocci kurang dari 100 cfu per 100 mililiter. System manajemen air
balas harus disetujui oleh pihak sesuai dengan regulasi IMO. Ada beberapa
perlakuan untuk menangani masalah ini. Beberapa diantaranya adalah dengan
proses kimia dan proses fisika.
 Proses kimia: dilakukan perlakuan khusus terhadap air balas dengan bahan kimia
seperti chlorine atau ozone untuk membunuh organism yang terkandung di
dalamnya.
 Proses fisika: dapt dilakukan dengan radiasi ultra violet, pemanasan, penyaringan,
dan sedimentasi.
20

Annex V - Garbage (sampah)


Beberapa tipe sampah dapat diklasifikasi sebagai berikut:
 Plastic ( tali sintetis, jala, tas plastic, dll )
 Sampah campuran
 Sisa makanan
 Kertas, kain, kaca, metal
Implementasi regulasi:
 Pemasangan plakat
Setiap kapal dengan panjang lebih dari 12 meter harus tersedia plakat sebagai
peringatan kepada kru kapal tentang pembuangan sampah.
 Ship garbage management plan
Setiap kapal di atas 400 ton GT dan kapal dengan kapasitas kru 15 orang atau
lebih harus memiliki garbage management plan yang harus dipatuhi semua kru.
Hal ini termasuk pemisahan sampah berdasarkan jenisnya, dan pemasangan
fasilitas treatment untuk sampah, contoh: incinerator.
 Ship garbage record book
Setiap kapal di atas 400 ton GT dan kapal dengan kapasitas kru 15 orang atau
lebih harus bisa menunjukkan garbage record book kepada pihak pelabuhan
ketika akan berlabuh.
Annex VI - Air Pollution (polusi udara)
1. Persyaratan annex VI dari marpol " Regulation for the Prevention for Air
Pollution from Ships " akan     mulai diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2005.
2. Survey dan Sertifikasi dilaksanakan sesuai Regulasi 5 untuk kapal dengan GT 400
keatas (termasuk anjungan lepas pantai yang terpasang tetap dan terapung).
3. Untuk kapal dengan GT kurang dari 400 ditetapkan oleh Pemerintah cq
Dit.Jen.Perhubungan Laut.
4. Survey terhadap persyaratan Regulasi 13 Mesin diesel dan perlengkapannya
dalam rangka pemenuhannya     terhadap Regulasi 13 dari annex VI harus
dilaksanakan sesuai NOx Technical Code.
5. Jenis Survey sesuai annex VI adalah
 Survey awal (initial survey) dilaksanakan sebelum kapal dioperasikan atau
sebelum sertifikat yang disyaratkan sesuai Regulasi 6 dari annex diterbitkan
untuk pertama kalinya.
 Survey berkala/tahunan (periodical/annual survey) pada kurun/interval waktu
yang ditetapkan oleh Pemerintah cq Dit.Jen Perhubungan Laut.
 Sebuah survey antara selama masa berlaku sertifikat (sesuai Regulasi 9 masa
berlaku sertifikat adalah 5 tahun).
21

 Survey tahunan dan survey antara harus dilakukan pada sertifikat yang
diterbitkan sesuai Regulasi 6.
 Semua jenis survey diatas dilaksanakan untuk memastikan bahwa
perlengkapan, sistem, fitting, susunan dan material memenuhi persyaratan dari
annex VI.
 Rinci survey lainnya sesuai Regulasi 5.
5. Sertifikasi/penerbitan sertifikat. " International Air Pollution Prevention
(IAPP) Certificate " diterbitkan setelah     survey dilaksanakan sesuai
persyaratan dalam Regulasi 5 dari annex VI.
 Sesuai Regulasi 9 masa berlaku IAPP Certificate adalah 5 tahun terhitung
mulai tanggal diterbitkan dan tidak dapat diperpanjang, kecuali dalam hal-hal
sesuai paragrap 3 dari Regulasi 9.
 Bentuk/Format IAPP Certificate adalah sebagaimana tercantum dalam
APPENDIX I (Regulasi 8) dari annex VI dan dilengkapi halaman untuk
pengukuhan/endorsement untuk survey tahunan dan survey antara.
 IAPP Certificate menjadi tidak berlaku dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Jika pemeriksaan dan survey tidak dilaksanakan dalam jangka waktu
sebagaimana tercantum dalam Regulasi 5.         
b. Jika perubahan yang signifikan telah dilaksanakan terhadap perlengkapan,
sistim, fitting, susunan dan material tanpa persetujuan dari Pemerintah cq
Dit.Jen.Perhubungan Laut, kecuali jika penggantian perlengkapan atau
fitting telah memenuhi persyaratan annex VI.
6. Pemeriksaan dan persetujuan gambar rancangan dari perlengkapan, sistim, fitting,
susunan dan material dari mesin diesel kapal sesuai Regulasi 13 dari ANNEX VI -
NOx Code.
7.  Pemeriksaan persetujuan dan penerbitan "IMO Type Approval Certificate for
Incinerators" dilaksanakan     mengacu kepada :
 Appendix IV dan Regulasi 16 dari annex VI.
 Resolusi MEPC 76 (40) "Standard Specification for Shipboard Incinerators"
 Resolusi MEPC 93 (45) "Ammendments to the Standard Specification for
Shipboard Incinerators"
2.3.3.3 The International Convention on Oil Pollution Preparedness Response and
Cooperation (OPRC)
Konvensi Internasional yang baru dikeluarkan oleh IMO mengenai kerjasama
internasional untuk menanggulangi pencemaran yang terjadi akibat tumpahan minyak
dan barang beracun yang berbahaya telah disetujui oleh delegasi negara anggota IMO
22

pada bulan Nopember 1990 dan diberlakukan mulai tanggal 13 Mei 1995 karena sudah
diterima oleh kurang lebih 15 negara anggota.
 Jumlah tersebut telah dicapai pada tanggal 13 Mei 1994 setelah pemerintah
Mexico menyatakan persetujuannya.
 Dalam konvensi disebutkan bahwa apabila terjadi kecelakaan dan pencemaran,
tindakan tepat segera diambil untuk menanggulanginya. Hal ini tergantung
adanya kerjasama antara rencana penanggulangan darurat di atas kapal, instalasi
perminyakan lepas pantai dan di pelabuhan serta fasilitas bongkar muatnya,
bersama-sama dengan rencana penanggulangan darurat nasional dan regional.
 Konvensi ini bertujuan untuk mendorong adanya kerjasama dimaksud dan
kerjasama internasional beserta penanggulangannya, yang memungkinkan dapat
memobilisasi sarana dan peralatan secara maksimal secepat mungkin.
 Konvensi ini dibentuk untuk menyediakan fasilitas kerjasama dan saling
membantu dalam menyediakan dan menangani pencemaran besar yang terjadi,
dan mendorong negara anggota untuk mengembangkan dan mempertahankan
kesanggupannya untuk menanggulangi pencemaran.
 Konvensi ini berkaitan dengan masalah persiapan dan tindakan atau respon
terhadap pencemaran minyak dalam segala bentuk termasuk barang beracun dan
berbahaya yang mengancam kelestarian lingkungan maritim.
Garis besar dari konvensi ini adalah:
 International Cooperation And Mutual Assistance – Kerja Sama Internasional
Saling Membantu
 Negara anggota setuju melakukan kerjasama dan saling membantu anggota yang
meminta bantuan menanggulangi pencemaran yang terjadi, dengan ketentuan :
* Memiliki kesanggupan dan sarana yang cukup.
* Pihak yang meminta bantuan harus membayar kepada pihak yang membantu
biaya bantuan yang diberikan. Untuk negara berkembang, dijanjikan akan
diberikan keringanan pembayaran.
 Pollution Reporting – Laporan Pencemaran Negara anggota menyetujui bahwa
kapal, offshore units, pesawat terbang, pelabuhan dan fasilitas bongkar muat
lainnya akan melaporkan semua pencemaran yang terjadi ke pantai terdekat suatu
negara atau ke penguasa pelabuhan negara tetangga terdekat, dan
memberitahukan negara tetangga termasuk IMO.
 Oil Pollution Emergency Plans – Rencana Penanggulangan Pencemaran oleh
Minyak Diperlukan untuk :
* Kapal tangki minyak ukuran 150 GT atau lebih, dan kapal jenis lain ukuran
400 GRT atau lebih.
23

* Semua instalasi terpasang atau terapung lepas pantai atau struktur yang
digunakan dalam kegiatan operasi migas, eksplorasi, produksi, dan bongkar
muat.
* Semua pelabuhan dan fasilitas bongkar muat yang berisiko menimbulkan
pencemaran.
• National And Regional Preparedness and Response Capability – Kesiapan
Menanggulangi
 Dalam pencemaran baik lingkup nasional maupun regional, suatu konvensi
mengharuskan dibentuk sistem nasional untuk segera menanggulangi secara
efektif pencemaran yang terjadi.
 Ini termasuk dasar minimum pembentukan National Contingency Plan,
penentuan petugas nasional yang berwenang dan penanggung jawab operasi
penanggulangan pencemaran persiapan dan pelaksanaannya, pelaporan, dan
permintaan bantuan yang diperlukan.
 Setiap anggota, apakah sendiri ataukah melalui kerjasama dengan negara lain,
atau dengan industri harus menyiapkan:
* Peralatan pencegahan pencemaran minimum, yang proporsional dengan risiko
yang diperkirakan akan terjadi dan program penggunaannya.
* Program latihan organisasi penanggulangan pencemaran dan rencana training
untuk beberapa personil.
* Rencana yang detail dan kesanggupan berkomunikasi untuk menangani
penanggulangan pencemaran.
* Rencana koordinasi penanggulangan kecelakaan, termasuk kesanggupan untuk
memobilisasi sarana yang diperlukan.
 Technical Cooperation And Transfer Of Technology – Kerjasama Teknik Dan
Alih Teknologi. Kerjasama antara anggota di bidang teknik dan training agar
dapat menggunakan dan memanfaatkan sarana dan peralatan yang tersedia untuk
menanggulangi pencemaran. Selain itu, para anggota dapat melakukan kerjasama
alih teknologi secara aktif.
 Research And Development- Penelitian Dan Pengembangan Kerjasama langsung
atau melalui Badan IMO untuk melakukan simposium internasional secara
reguler tukar-menukar pengalaman dan penemuan baru melakukan
penangulangan, peralatan yang digunakan dan hasil penelitian yang dilakukan,
teknologi dan teknik pemantauan, penampungan, dispersion yang digunakan,
pembersihan dan pemulihan kembali.
 Internasional Arrangement and Support – Dukungan Internasional
IMO bertanggung jawab fungsi kegiatan berikut :
24

* Menyebarkan Informasi
* Pendidikan dan Training
* Technical Service
* Bantuan Teknik
Marine Environment Protection Coomite (MEPC) IMO, telah membentuk
OPRC Working Group, dan terbuka untuk negara anggota, organisasi non-
pemerintah, PBB dan organisasi lainnya untuk mengirimkan wakilnya. Hasil kerja
Working Group dilaporkan ke MEPC dalam pertemuan yang dilakukan setiap
delapan bulan di IMO Headquarters.
Bulan Januari 1991, pada waktu Perang Teluk terjadi pencemaran besar
minyak yang mengancam pantai Persian Gulf. Atas dukungan dari negara setempat,
organisasi semacam ini dibentuk untuk melakukan pembersihan, dan penanggulangan
tumpahan minyak tersebut dengan sukses.
Pada waktu itu, dibentuk juga special centre di IMO Headquarters untuk
mengkoordinasi pelaksanaannya dengan hasil yang memuaskan. Sejak itu, pusat atau
centre yang dibentuk memberikan saran dan bantuan yang sangat menolong pada
kecelakaan lainnya.
2.3.3.4 International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage
(Civil Liability Convention) tahun 1969.
• Lingkup Aplikasinya
The CLC Convention aplikasinya pada kerusakan pencemaran minyak
mentah (persistent oil) yang tertumpah dan muatan kapal tangki. Konvensi tersebut
mencakup kerusakan pencemaran lokasi, termasuk perairan negara anggota konvensi,
sementara untuk negara bendera kapal dan kebangsaan pemilik kapal tangki tidak
tercakup dalam lingkup aplikasi dari CLC Convention.
Notasi “kerusakan pencemaran” (Pollution Damage), termasuk usaha
melakukan Pencegahan atau mengurangi kerusakan akibat pencemaran didaerah
teritorial negara anggota konvensi, (Preventive measures).
The CLC Convention diberlakukan hanya pada kerusakan yang disebabkan
oleh tumpahan muatan minyak dari kapal tangki dan tidak termasuk tumpahan
minyak yang bukan muatan atau usaha pencegahan murni yang dilakukan dimana
tidak ada sama sekali minyak yang tumpah dari kapal tangki
Konvensi ini juga hanya berlaku pada kapal yang mengangkut minyak
sebagai muatan yakni kapal tangki pengangkut minyak. Tumpahan (Spills) dari kapal
tangki dalam pelayaran “Ballast Condition” dan spills dari bunker oil atau kapal
selain kapal tangki tidak termasuk dalam konvensi ini, Kerusakan yang disebabkan
25

oleh “Non-presistent Oil” seperti gasoline, kerosene, light diesel oil, dsb, juga tidak
termasuk dalam CLC Convention.
 Strict Liability
Pemilik kapal tangki mempunyai kewajiban ganti rugi terhadap kerusakan
pencemaran yang disebabkan oleh tumpahan minyak dan kapalnya akibat kecelakaan.
Pemilik dapat terbebas dari kewajiban tersebut hanya dengan alasan :
1.Kerusakan sebagai akibat perang atau bencana alam.
2.Kerusakan sebagai akibat dan sabotase pihak lain, atau
3.Kerusakan yang disebabkan oleh karena pihak berwenang tidak memelihara alat
bantu navigasi dengan baik.
Alasan pengecualian tersebut diatas sangat terbatas, dan pemilik boleh dikatakan
berkewajiban memberikan ganti rugi akibat kerusakan pencemaran pada hampir
semua kecelakaan yang terjadi.
 Batas Kewajiban Ganti Rugi (Limitation of Liability)
Pada kondisi tertentu, pemilik kapal memberikan kompensasi ganti rugi
dengan batas 133 SDR (Special Drawing Rights) perton dari tonage kapal atau 14 juta
SDR, atau sekitar US$ 19,3 juta diambil yang lebih kecil. Apabila pihak yang
mengklaim (Claimant) dapat membuktikan bahwa kecelakaan terjadi karena
kesalahan pribadi (actual fault of privity) dari pemilik, maka batas ganti rugi (limit his
liability) untuk pemilik kapal tidak diberikan.
 Permintaan Ganti Rugi (Channeling of Liability)
Klaim terhadap kerusakan pencemaran di bawah CLC Convention hanya
dapat ditujukan pada pemilik kapal terdaftar. Hal ini tidak menghalangi korban
mengklaim kompensasi ganti rugi diluar konvensi ini dari orang lain selain pemilik
kapal. Namun demikian, konvensi melarang melakukan klaim kepada perwakilan
atau agen pemilik kapal. Pemilik kapal harus mengatasi masalah klaim dari pihak
ketiga berdasarkan hukum nasional yang berlaku.
 Asuransi Yang Diwajibkan (Compulsory Insurance)
Pemilik kapal tangki yang mengangkut lebih dari 2.000 ton persistent oil
diwajibkan untuk mengasuransikan kapalnya guna menutupi klaim yang timbul
berdasarkan CLC Convention. Setiap kapal tangki harus membawa serta surat
keterangan asuransi yang dimaksud, kapal-kapal yang memasuki pelabuhan negara
anggota CLC Convention walaupun negara bendera kapal tersebut bukan anggota
konvensi, tetap diwajibkan membawa serta surat keterangan asuransi dimaksud.
 Pengadilan Yang Berkompeten (Competence Of Courts)
Tindak lanjut kompensasi sesuai CLC hanya dapat dilakukan berdasarkan
keputusan pengadilan negara anggota konvensi dilingkungan teritorial di mana
26

kecelakaan tersebut terjadi. Apabila kecelakaan dan pencemaran terjadi diperairan


Indonesia maka pengadilannya dilakukan oleh Pengadilan Indonesia berdasarkan
peraturan dan hukum yang berlaku. Karena itu Indonesia harus mempunyai peraturan
atau perundang-undangan yang mengatur mekanisme pengadilan dan kompensasi
ganti rugi pencemaran minyak.
2.3.3.5 United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
UNCLOS 1982 merupakan salah satu ketentuan yang mengatur masalah laut
terlengkap dan berhasil disepakati oleh negara-negara. Hal ini terbukti sejak tahun
1994 UNCLOS 1982 mulai berlaku, pada tahun 1999 telah diratifikasi oleh 130
negara dan piagam ratifikasi telah didepositkan ke sekretariat Jenderal PBB termasuk
Indonesia.
UNCLOS 1982, terdiri dari 17 bab 320 Pasal, secara isi UNCLOS 1982
tersebut mengatur hal-hal yang berkenaan dengan penggunaan istilah dan ruang
lingkup, laut territorial, dan zona tambahan, selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional, negara kepulauan, ZEE, landas kontinen, laut lepas, laut lepas, rezim
pulau, laut territorial setengah tertutup, hak negara tak berpantai untuk masuk dalam
dan ke luar laut serta kebebasan melakukan transit, kawasan, perlindungan dan
pelestarian laut, riset ilmiah kelautan, pengembangan alih teknologi kelautan,
penyelesaian sengketa, dan bab ketentuan umum dan penutup.
• Ketentuan-ketentuan Umum berkenaan dengan masalah lingkungan dalam
UNCLOS 1982 :
Kewajiban umum negara-negara untuk melindungi dan melestarikan
lingkungan lautnya terdapat atau dinyatakan dalam seksi I yang mengatur ketentuan-
ketentuan umum. Pasal 192 menyatkan bahwa :
States have the obligation to protect and preserve the marine environment
Ketentuan ini disusul segera oleh Pasal 193 yang mengatur hak berdaulat negara-
negara untuk menggali sumber kekayaan alamnya. Pasal ini menetapkan bahwa :
States have the sovereign right to exploit their natural resources pursuant to
their environmental policies and in accordance with their duty to protect and
preserve the marine environment.
Tindakan untuk mencegah mengurangi dan mengendalikan pencemaran
lingkungan laut dari sumber apapun dapat dilakukan oleh negara-negara sendiri-
sendiri atau bersama-sama. Mereka harus berusahan untuk menyerasikan
kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka dalam hal ini dengan menggunakan “the best
practical means at their disposal and in accordance with their capability,
individuality or jointly appropriate” (Pasal 194 paragraf 1).
27

Kegiatan-kegiatan atau hal-hal yang melintasi batas nasional diatur dalam


Pasal 194 paragraf 2 yang menetapkan bahwa:
States shall take all measures necessary to ensure that activities under their
jurisdiction or control are so conducted as not to cause damage by pollution to other
States and their environment, and that pollution arising from incidents or activities
under their jurisdiction or control does not spread beyond the areas where they
exercise sovereign rights in accordance with this Convention.
Tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas harus
menangani semua sumber pencemaran. Dalam mengambil tindakan-tindakan tersebut
negara-negara harus mencegah atau menjauhi kegiatan atau tindakan yang dapat
merupakan campur tangan yang tidak dapat dibenarkan dengan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh negara lain dalam pelaksanaan hak-hak dan kewajiban mereka
sesuai dengan konvensi ini. (Pasal 194 paragraf 4)
Pasal 195 dari bagian ini bertalian dengan kewajiban untuk tidak
mengalihkan kerusakan atau bahaya ataupun mengalihkan satu macam pencemaran
ke bentuk lain, sedangkan Pasal 196 mengatur penggunaan teknologi baru atau
pemasukan jenis bentuk yang asing atau baru.
• Kerjasama Global dan Regional
Hal ini diatur dalam seksi 2 yang mengatur kerjasama global dan regional
mengenai hal-hal yang bertalian dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan
laut. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 197 yang menetapkan bahwa :
States shall cooperate on a global basis and, as appropriate, on a regional
basis, directly or through competent international organizations, in formulating and
elaborating international rules, standards and recommended practices and
procedures consistent with this Convention, for the protection and preservation of the
marine environment, taking into account characteristic regional features.
Pasal 198 mengatur kewajiban negara-negara untuk memberitahukan negara
lain dalam hal mereka mengetahui adanya suatu bahaya yang mengancam lingkungan
laut. Mereka berkewajiban untuk memberitahukan negara lain yang menurut
perkiraan dapat terkena kerugian (kerusakan lingkungan) demikian dan juga
organisasi-organisasi internasional yang berwenang. Negara-negara juga mempunyai
kewajiban untuk menurut kemampuannya bekerjasama dengan organisasi
internasional yang berwenang untuk merencanakan, mengembangkan dan
mempromosikan rencana-rencana darurat (contingency plan) untuk menangani
peristiwa-peristiwa pencemaran laut mereka.
Pasal 200 menetapkan bahwa negara-negara berkewajiban untuk kerjasama
langsung atau melalui organisasi internasional yang berwenang untuk mengadakan
28

penelaahan, program riset dan pertukaran informasi dan data mengenai pencemaran
lingkungan. Mereka harus turut serta secara aktif dalam program-program regional
dan global untuk memperoleh pengetahuan guna dapat mengadakan perkiraan
daripada sifat dan besarnya pencemaran itu disertai aliran pencemaran laut itu serta
resiko dan usaha untuk mengatasinya.
Negara-negara harus juga berdasarkan informasi dan data yang diperoleh
sesuai dengan Pasal 200, kerjasama secara langsung atau melalui organisasi
internasional berwenang untuk menetapkan ukuran-ukuran ilmiah yang tepat guna
merumuskan, menetapkan peraturan, standard dan praktek-praktek yang diujikan
(recommended practice) serta prosedur untuk pencegahan, pengurangan dan
penanggulangan pencemaran lingkungan laut.
Ketentuan-ketentuan yang dikutip di atas dari seksi 2 daripada Bagian (Part)
XII yang mengatur kerjasama global dan regional dengan jelas menetapkan
kewajiban negara-negara mengadakan kerjasama secara global atau regional untuk
mencapai tujuan-tujuan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
• Bantuan teknis
Permasalah tentang bantuan teknis dimulai dari bagian XII seksi 3 dan 4 yang
mengatur bantuan teknis, pemantauan (monitoring) dan penilaian keadaan lingkungan
(environment assessment).
Pasal 203 menetapkan bahwa negara-negara berkembang untuk keperluan
pencegahan, pengurangan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut atau
mengurangi akibatnya harus diberkan preferensi oleh organisasi-organisasi
internasional bertalian dengan :
(a) Lokasi dana-dana serta bantuan teknis yang diperlukan dan
(b) Penggunaanh jasa-jasa khusus mereka.
• Perundang-undangan Nasional
Ketentuan-ketentuan umum mengenai perlindungan dan pelestrian
lingkungan laut yang ditetapkan dalam Pasal 192 hingga 198 daripada konvensi dan
ketentuan-ketentuan mengenai kerjasama global dan regional yang tercantum dalam
Pasal 197 hingga 201 hanya berarti apabila hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara
untuk menggali kekayaan alamnya sesuai dengan kebijakan lingkungan dan sesuai
pula dengan kewajiban untuk melindungi dan menjaga kelestraian lingkungan laut
dijabarkan lebih lanjut secara mendetil dalam perundang-undangan nasional masing-
masing negara.
• Dasar Hukum Nasional terhadap Pencemaran di Laut
Beberapa aturan hukum nasional mengenai pencemaran di laut antara lain :
29

1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup
2. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut.
3. Perpres No.109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan
Minyak di Laut
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Pencemaran Laut dan Pantai
3.1.1 Pencemaran oleh minyak
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a. Tumpahan Minyak Teluk Arab
Dimulai pada akhir Januari dari Perang Teluk 1991, Angkatan Darat Irak
menghancurkan tanker, kilang minyak, dan sumur minyak di Kuwait, menyebabkan
pelepasan sekitar 900,000,000 barel minyak. Ini adalah tumpahan minyak terbesar dalam
sejarah.
b. Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
Kejadian yang berlangsung pada tahun 1975 ini menjadikannya kasus yang menarik
untuk dijadikan salah satu contoh karena kasus ini terjadi di tengah minimnya legislasi
internasional maupun nasional. Kapal jepang ini menumpahkan 1 juta ton minyak
mentah;
Pada bulan Januari 1975 kapal tanker Showa Maru, yang membawa minyak mentah
dari Teluk Persia menuju Jepang, kandas dan menumpahkan minyak di Selat Malaka
sehingga menumpahkan minyak mentah sebanyak 7300 ton. Berdasar keterangan dari
Mahkamah Pelayaran Indonesia, kandasnya kapal Showa Maru bermula dari kelalaian
nakhkoda yang mana tanker membentur karang sehingga menyebabkan dasar kapal
sepanjang 160 meter sobek.
c. Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978

Amoco Cadiz merupakan sebuah VLCC (Very Large Crude Carrier) yang kandas di
lepas pantai Brittany, Perancis pada tanggal 16 Maret 1978. Seluruh kargo dari 68.7 juta
galon minyak tumpah ke laut, mencemari sekitar 200 mil dari garis pantai Brittany itu.
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber pencemaran yang
sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari kapal tanker yang

30
31

mengalami tabrakan atau kandas, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki
halas, transfer minyak antarkapal maupun kelalaian awak kapal.
3.1.2 Pencemaran oleh logam berat
Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia:
Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi
pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont
Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang
sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah
ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna
hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah
penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis,
pergelangan, pantat dan kepala.
3.1.3 Pencemaran oleh sampah di pantai sekitar Jakarta

Sampah mengganggu pergerakan satwa laut yang terjerat didalamnya,


banyaknya sampah di laut, baik yang mengambang maupun yang tenggelam, semua itu
mengganggu pergerakan para satwa laut seperti ikan, penyu, dan anjing laut. Sampah kantong
plastik, jaring, dan tali pancing menjadi penghalang bagi pergerakan satwa laut. Banyak ikan
yang perjalanannya terhalang oleh plastik-plastik bahkan terjerat benang pancingan.
Banyak satwa laut yang mati akibat mengira sampah plastik sebagai
makanannya, akibat sampah, makanan satwa laut menjadi tercemar, dan mereka bahkan
bingung mengenai makanan apa yang baik dan patut dimakan. Banyak satwa laut seperti ikan,
penyu, bahkan burung yang makan ikan laut yang memakan sampah plastik. Karena
memakan sampah, banyak dari mereka yang mati karena sampah plastik berbahaya dan
bahkan tidak bisa terurai. Lebih bahayanya lagi jika ikan yang memakan racun di laut itulah
ikan yang kita makan juga.
Banyak pantai yang sudah tercemar oleh sampah, salah satunya adalah pantai di kota
Jakarta.
32

3.1.4 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi


Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa
Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah
satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh
ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa
hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
3.2 Penyelesaian / solusi dari kasus di atas
3.2.1 Kasus tumpahan minyak kapal Showa Maru
Sebagai akibat tumpahan minyak tersebut, langkah cepat segera diambil oleh pemerintah
Indonesia dengan membentuk 3 Satuan Tugas di bawah koordinasi tiga menteri, yaitu Menteri
Perhubungan menangani segi teknis operasional, Menristek menangani urusan penelitian dan
Menteri Kehakiman mempersiapkan perangkat hukum dan ganti ruginya.
Dari segi hukum, masalah Showa Maru di waktu itu justru menempatkan Indonesia pada
posisi sangat lemah dan sulit dalam penyelesaian hukum dan tuntutan ganti rugi. Karena selain
belum ada UU Nasional tentang Pencemaran Laut, juga karena konvensi-konvensi internasional
yang ada seperti Konvensi Brussel tahun 1969 belum diratifikasi.
Untuk mengatasinya, delegasi Indonesia berkonsultasi ke Malaysia, Singapura, Thailand
dan Philipina. Namun upaya delegasi tidak berhasil karena penanggulangan hukum pencemaran
laut di negara-negara tersebut juga masih pada tahap awal, kecuali Singapura yang sistem
hukumnya telah menggunakan pola Konvensi London tahun 1954.
Indonesia sendiri sudah mulai mendapat ganti rugi dari pemilik Showa Maru, tanker
Jepang yang kandas karena bocor di Selat Malaka, Januari 1975. Pembayaran yang meliputi US
$ 1,2 juta itu baru merupakan pembayaran tahap pertama dan akan digunakan untuk ongkos
pembersihan perairan bagian Indonesia yang tercemar serta pembayaran ganti rugi nelayan
yang sementara ini terputus jalur mata pencarian mereka.
Namun hingga 3 tahun setelah kejadian tersebut masalah ganti rugi masih saja
meninggalkan persoalan bagi penduduk Kabupaten Kepulauan Riau, yaitu soal ganti rugi bagi
penduduk yang menderita kerugian langsung ataupun tidak langsung akibat tercemarnya
wilayah laut.
3.2.2 Kasus Teluk Buyat
Beberapa langkah penanganan terhadap Kasus pencemaran di Buyat yang seharusnya
dilakukan adalah:
• Kementerian Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan
melakukan pengobatan dan bila perlu pencegahan.
• Membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah
dan Tim Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah,
33

LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama dengan
Tim Independen ditingkat Daerah.
• Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus.
• Penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar.

3.2.3 Kasus Pencemaran oleh Sampah


a. Membuang Sampah pada Tempatnya
Persoalan sampah merupakan hal paling sederhana dalam pencemaran terhadap
lingkungan. Setiap orang tentu sangat mampu untuk membuang sampah di tempat
pembuangan yang telah disediakan. Namun, budaya kita seolah sudah menghalalkan
pembuangan sampah di sembarang tempat hingga membuat lingkungan semakin gersang.
Padahal, membuang sampah pada tempatnya merupakan langkah nyata bagi yang serius
mempedulikan kesehatan lingkungan.
Sampah dibedakan dalam sampah kering ataupun basah. Selain itu, ada jenis sampah
organik dan non organik. Adanya penggolongan sampah tersebut untuk membantu upaya
pencegahan pencemaran.
b. Kurangi Penggunaan Plastik
Menghindari penggunaan plastik tentu saja merupakan hal yang sangat sulit. Oleh sebab
itu, kita hanya dituntut untuk mengurangi penggunaan plastik. Jika memang tidak benar-
benar butuh, sebaiknya kita menghindari penggunaan plastik. Sebaiknya, kita pun
membawa tas jinjing khusus saat berbelanja agar tidak menggunakan plastik. Sekalipun
benar-benar harus menggunakan plastik, pilihlah plastik ramah lingkungan. Sekarang ini
berkembang pesat bahan-bahannya terbuat dari daur ulang dan bahan-bahan yang ramah
lingkungan. Tujuan dari bahan-bahan tersebut juga untuk meminimalisir pencemaran
terhadap lingkungan melalui bahan-bahan plastik.
3.2.4 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat
menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan
dengan aerasi kontinyu dan dapat menapai efisiensi 80% dalam waktu 120- 150 ,emit
(Battistoni, et al., 1997).
Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk
mengontrol pertumbuhan penduduk. Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus
meningkat, berarti akan meningkatkan pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air
dari sumber-sumber yang disebutkan di atas.
BAB IV
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Penyebab utama dari pencemaran laut di Indonesia adalah adanya eksploitasi besar-
besaran oleh berbagai pihak, kurangnya pengamatan yang menyeluruh oleh pemerintah
tentang keadaan laut, cara tangkap yang kurang terkontrol karena kurang ramah
lingkungan, permintaan makanan laut yang terus bertambah dalam kebutuhan industri
juga mengakibatkan ekosistem laut semakin pincang dan meningkatnya jumlah nutrisi
disebabkan oleh polutan.
Manfaat pembelajaran tentang lingkungan dan ekosistem di laut yaitu dapat
membantu dalam mencari solusi bagaimana mencegah dan mengatasi pencemaran laut
yang terjadi di Indonesia agar tidak memperparah kerugian yang telah diderita.
Masalah pencemaran laut ini tidak bisa diatasi oleh satu pihak atau pemerintah saja,
seluruh warga Negara dan pihak-pihak yang terkait harus berpartisipasi dalam mengatasi
masalah ini agar diperoleh hasil yang diinginkan. Cara yang bisa dilakukan antara lain :
dengan membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi) bahan pencemar di tempat
yang aman, dan daur ulang limbah. Selain itu, mengingat demikian luas laut kita maka
salah satu cara Penanggulangan Pencemaran Di Laut adalah dengan upaya pencegahan
seperti : kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, kegiatan pengendalian dan
pengarahan, kegiatan konservatif atau bioremediasi.
4.2 Saran

Diharapkan setelah membaca makalah ini, para pembaca dapat ikut serta dalam upaya
pelestarian laut. Pelestarian laut dapat berguna bagi kehidupan kita semua di masa
mendatang. Alam akan rusak jiga kita tidak bisa menjaganya. Dimanakah kita akan
tinggal jika alam rusak? Jadi sesungguhnya jagalah alam sebaik mungkin agar
kelangsungan kehidupan kita tidak terganggu.

34
Daftar Pustaka
Anonim. “Pantai” pada http://id.wikipedia.org/wiki/Pantai [diakses pada 18 Oktober 2013]
Anonim. “Laut” http://id.wikipedia.org/wiki/Laut [diakses pada 18 Oktober 2013]
Anonim. “Penyebab Pencemaran Pantai dan Solusinya” pada http://www.anneahira.com/pencemaran-
pantai.htm [diakses pada 18 Oktober 2013]
Anonim. 2013. “7 Pencemaran Laut dan Pesisir” pada http://animsirus.blogspot.com/2013/02/7-
pencemaran-laut-dan-pesisir.html [diakses pada 18 Oktober 2013]
Choiron, Arianto. 2013. “Makalah Pencemaran Laut” pada
http://gudang-ilmu-arianto.blogspot.com/2013/05/makalah-pencemaran-laut_7.html [diakses
pada 18 Oktober 2013]
Erik. 2011. “Dampak Pencemaran Pantai dan Laut terhadap Kesehatan Manusia” pada
http://linuxksb.wordpress.com/2011/02/02/dampak-pencemaran-pantai-dan-laut-terhadap-
kesehatan-manusia/ [diakses pada 18 Oktober 2013]
http://oceanlink.island.net/index.html
http://www.nrdc.org/wildlife/marine/so
Karen N. Scott, International Regulation Of Undersea Noise.
Lutfi, Achmad. 2009. “Sumber-sumber Terjadinya Pencemaran” pada
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/sumber-
sumber-terjadinya-pencemaran/ [diakses pada 18 Oktober 2013]
Novi. 2010. “Pencemaran Air Laut” pada http://noviresbioku.blogspot.com/2010/05/pencemaran-air-
laut.html [diakses pada 18 Oktober 2013]
WDCS Sciences Report, Ocean of Noise, Whale and Dolphin Conversation
Society.(http://www.wdcs.org)
Zulmin, Ihda. 2013. “Makalah Pencemaran Air Laut” pada
http://ihdarifkiya.blogspot.com/2013/04/makalah-pencemaran-air-laut.html [diakses pada 18
Oktober 2013]

Anda mungkin juga menyukai