Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil
buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan
seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang
membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan kekuatan
mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat mereka menjadi
tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk dunia dan makin
meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak bahan-bahan yang bersifat
racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk dapat dikontrol secara tepat.
Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di
mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga sebagai
tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah tersebut yang
mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian
larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian
masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-
cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain).
Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton.
Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan.
Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh zooplankton
lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena zooplankton memangsa fitoplankton
sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan oleh ikan-ikan planktivores
(pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan planktivores dimangsa oleh ikan
karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh
ikan predator sebagai tropik level tertinggi.
Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam
tubuhnya paling tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung logam
berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam insangnya
setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam tubuhnya dan
terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi yang di air.
Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan
predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh
organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan
makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat
dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah tercemar
kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood) yang berasal dari
pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan yang tinggi.
Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat.
WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food
Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama
dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki
kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang
menyebabkan kematian.
Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara
sungguh-sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut, bagaimana
terjadinya pencemaran laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk menangani pencemaran
laut tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


a)    Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut?
b)    Apa yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut?
c)    Apa saja dampak dari pencemaran laut?
d)    Apa saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?
e)    Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan kebijakan
untuk menangani perihal tersebut?

1.3 Tujuan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk mengetahui semua informasi tentang
pencemaran laut mulai dari definisinya, sumber, serta bahan-bahan yang mencemari laut,
dampak pencemaran laut , cara penanggulangan dan kebijakan yang diterapkan untuk
mengatasi perihal pencemaran laut dan kasus-kasus pencemaran laut yang pernah terjadi di
Indonesia dan di dunia?
 
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pencemaran Laut


            Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah
industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke
dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
            Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk
partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar
adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang
terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang
terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak
kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan
perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik
tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.

2.2 Penyebab Pencemaran Laut


2.2.1 Pencemaran oleh minyak
            Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan
kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampirtidak bias
dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun.  Apabila
terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas
permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai.
Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :
a)    Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati
b)    Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975
c)    Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
            Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh
tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan
burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak.
Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak
dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak.
Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik
minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah
bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.                               
2.2.2 Pencemaran oleh logam berat
            Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih
untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan.
      Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd),
kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang
sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab
terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang
terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
            Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm 3 dan logam berat bersifat
tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di
dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara
langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum,
sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air
tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan
berbagai bahaya terhadap kesehatan.
A.   Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia
            Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi
pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont
Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang
sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah
ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna
hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada
sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis,
pergelangan, pantat dan kepala.
2.2.3 Pencemaran oleh sampah
            Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan
terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik,  sebuah
komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.  Massa plastik
di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
            Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk
satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas,
maupun termakan.
            Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut.
Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu,
dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi
gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali
ke permukaan untuk bernapas.
            Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah
aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan
konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga
akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah  yang tercemar yang
membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme.
            Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan
oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada
kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang
paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat
mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang
dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk
golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak
merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka.
2.2.4 Pencemaran oleh pestisida
            Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja
ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau
organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai
spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki
tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air
yang ada di laut.
            Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia
yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini termasuk
golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini
kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai
dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara
terus menerus akan membuat mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu
tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah
tersebut.
            Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa
organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan
tubuhnya.
            Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam
jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi,
serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan
termasuk manusia.
2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
            Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya
senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan
tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk
penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan
populasi organisme lain.
            Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi
yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi.  Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan
masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
            The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan
oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini
terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat,
dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah
(red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan
masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat
organisme mendekati ke arah pantai.
2.2.6 Pencemaran akibat peningkatan keasaman
            Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah
dan air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak lagi. Salah
satu contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer bumi, maka
karbondioksida yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga
meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut
dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk
cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga akan berdampak buruk pada ekosistem di
lautan . Jika air laut semakin memanas, maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan
terumbu karang adalah yang paling rentan menghadapi peningkatan keasaman ini .
            Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang
seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke
atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi. Bahayanya
adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi. Persoalan
perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah
sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya
adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan
karena sebab alami
2.2.7 Pencemaran akibat polusi kebisingan
            Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber
seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan
laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus,
cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan
oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di
dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut
naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Sumber suara di laut antara lain :
1.    Sumber alami
            Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika
serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan gempa
bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya suara dari
mamalia laut dan ikan.
2.    Lalu lintas kapal
            Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang
berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-
kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara
dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil
biasanya hanya menimbulkan gelombang suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini
menimbulkan sejenis tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki kebisingan
konstan. White noise dapat menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas
untuk area yang lebih kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis
Cargo yang membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran
suara di laut.
3.    Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak
            Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei
seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari
survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat
berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi
ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai
dengan 255 desibel. Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan
kerusakan pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya
penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara
langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti
misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang
rendah.
            Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam
operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang
beresiko bagi mamalia laut.
4.    Penelitian Oseanografi dan Perikanan
            Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of Ocean
Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur
laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya
terhadap hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis
tertentu) namun selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari
Speaker yang dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai
dengan 11000 mil jauhnya.
            Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini,
salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat
harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara langsung
ekosistem di laut itu sendiri.
5.    Kegiatan militer
            Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang
menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik
US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan
Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low
Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya,
terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di
lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis
ikan paus biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain.
Bahkan setelah melalui beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh
terhadap kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari
sekitar 160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan
terhadap gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.
            Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan oleh
Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998) dan Frantzis
and Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan oleh aktifitas militer
ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau Canary dan Laut Ionia.
Selain itu paus jenis sperm mengalami perubahan kelakuan dalam vokalisasi dalam
merespons sonar ini.
            Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia
laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat latihan
militer Amerika yang menggunakan sonar.

2.3 Dampak pencemaran laut


2.3.1 Logam berat
            WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO (Food
Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan untuk tidak
mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam berat telah lama
dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang sangat potensil dan memiliki
kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang
menyebabkan kematian.
            Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh Manusia :Barium
(Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang. Jangka panjang,
menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem syaraf.
·           Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup dari
udara atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat beracun. Jangka
panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai dapat menyebabkan
hipertensi
·            Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada jaringan
tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada ginjal
·           Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka
panjang, menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran
·           Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap. Jangka
panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada kelahiran.
·             Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada kulit,
mata dan membran mukosa (mucus)
2.3.2 Tumpahan minyak
             Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang
diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka
menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri serta
dapat menyebabkan keracunan pada burung tersebut.
2.3.3 Sampah
           Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak jarang
plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut. Plastik tidak
dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini,  sehingga menyumbat
saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui kelaparan atau infeksi. Selain
berpengaruh terhadap kesehatan biota laut, adanya sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Penyakit yang paling sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah
bersentuhan dengan air laut, dll.
2.3.4 Pestisida
            Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :
-  Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat mempengaruhi
system syaraf pusat.
-  Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat merubah
tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga ikan.
-  Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap racun
pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati), dll.
2.3.5 Eutrofikasi
           Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan jumlah alga
dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis. Karena terlalu
banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami kematian secara
massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2 karena terlalu banyak organisme pada
tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak CO2 sehingga kondisi perairan menjadi
anoxic dan menyebabkan kematian massal pada hewan-hewan di perairan tersebut.
2.3.6 Peningkatan keasaman
            Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut terpengaruh
karena perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki tulang karbonat
kalsium dan yang menjadi sumber makanan bagi penghuni laut lainnya. Satu miliar orang
yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama penghasil protein akan terkena dampak
dari peningkatan keasama laut tersebut.
2.3.7 Polusi kebisingan
           Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang dapat
berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang menjadikan
tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa suara-suara biologi ini
penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi antara ibu dan anak, untuk
manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.
   
2.4 Pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut
            Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh
pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19
TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU
PERUSAKAN LAUT :
a.    Pencegahan terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut :
-  Tidak membuang sampah ke laut
-  Penggunaan pestisida secukupnya
-  Yang paling sering di temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah puntung
rokok. Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.
-  Kurangi penggunaan plastik
-  Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di laut.
-  Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
-  Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.
-  Pendaurulangan sampah organik
-  Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi
tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
-  Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
b.    Penanggulangan pencemaran laut :
-  Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu menetralisir 
pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan ladang minyak.
-  Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam berat juga
ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-api (Avicennia
marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat yang tinggi.
-  Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat
            Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat
pencemaran laut diantaranya adalah :
1.    Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi   
kehidupan.
2.  Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-
lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan
mencemari laut.

Konvensi Internasional yang menangani regulasi mengenai Pencemaran laut berdasarkan


catatan Rusmana (2012) adalah :
A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)                    
Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang
hukum laut, yang disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember 1982.  Konvensi
Hukum Laut 1982 secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
(protection and preservation of the marine environment) yang terdapat dalam Pasal 192-237.
Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip penting
dalam pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang berbunyi : bahwa
setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sesuai
dengan kebijakan lingkungan mereka dan sesuai dengan kewajibannya untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan laut.
Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya
guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control) pencemaran
lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah
berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-based sources), dumping, dari
kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam berbagai upaya pencegahan,
pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan tersebut setiap Negara harus
melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun global sebagaimana yang diatur oleh
Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982.
B. International Conventions on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969 (Civil
Liability Convention)
Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Pencemaran
Minyak di Laut (International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage). CLC
1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran laut oleh minyak
karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku untuk pencemaran lingkungan laut di
laut territorial Negara peserta. Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran
lingkungan laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.
C. Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other
Matter 1972 (London Dumping Convention)
London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah
terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang
berbahaya baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para Negara
konvensi berkewajiban untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut. Dumping dapat
menyebabkan pencemaran laut yang mengakibatkan ancaman kesehatan bagi manusia,
merusak ekosistem dan mengganggu kenyamanan lintasan di laut.
Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam
London Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu minyak,
bahan campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan dumping ini adalah
apabila ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan terdapat hal yang
membahayakan kehidupan manusia atau keadaan yang dapat mengakibatkan keselamatan
bagi kapal-kapal.
D. The International Covention on Oil Pollution Preparedness Response And Cooperation
1990 (OPRC)
OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran
laut dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari pengertian yang
ada, maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat memberikan bantuan
ataupun pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut, pertolongan tersebut dengan cara
penyediaan peralatan bantuan agar upaya pemulihan dan evakuasi korban dapat ditanggulangi
dengan segera.
E. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 (Marine
Pollution)
Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari
kapal,1973 sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan tujuan
untuk meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut melalui
penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan meminimalkan
pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.
International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang
kemudian disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal dengan
nama MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam) Annexes yang berisi
regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal terhadap :
a.   Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 October 1983 )
      Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan
untuk dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari total
muatan kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60 liter setiap mil
perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari tepi pantai terdekat.
Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah
minyak yang ada. Register Kapal harus dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b.  Annex II : Control of pollution by noxious liquid substances ( 6 April 1987 )
        Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut, hanya
dapat disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan pembuangan
limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.
c.   Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form ( 1 Juli
1992 )
        Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar
pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah berbahaya yang
dihasilkan kapal ketika sedang berlayar
d.  Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships ( 27 September 2003 )
Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima
pada tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat dibuang ke
laut dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan yang tidak diolah
dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai terdekat dengan syarat kapal
berlayar dengan kecepatan 4 knot. 
e.   Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31 desember 1988)
    Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.
f.    Annex IV : Prevention of air pollution by ships
Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang
meratifiskasi (menandatangani persetujuan.)
MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin
minyak yang mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa
modifikasi yang menitik-beratkan pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal tangki pada
Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai dengan Oily Water
Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.
PENUTUP
3.1Kesimpulan
a)    Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah
industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke
dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
b)    Penyebab pencemaran laut yaitu :
-  Pencemaran oleh minyak
-  Pencemaran oleh logam berat
-  Pencemaran oleh sampah
-  Pencemaran oleh pestisida
-  Pencemaran akibat proses Eutrofikasi
-  Pencemaran akibat peningkatan keasaman
-  Pencemaran akibat polusi kebisingan
c)    Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia yaitu di Teluk Buyat, terletak
di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur
sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
d)    Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh
pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19
TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU
PERUSAKAN LAUT.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmar, Hilal. 2013. Bahan-bahan Pencemaran Laut. http://majalah-


hilalahmarsolo.blogspot.com/2013/03/sehat-lingkungan-bahan-bahan-pencemar.html. diakses
pada 20 April 2013, pukul 3.00 WIB.
GESAMP, 1978.  Report and Studies.  Joint Group of Experts on the Scientific Aspec of
Marine Pollution. IMCO/I-AO/UNESCO-WHO/IAEA/UN/UNDP/10.  
Massa. 2011. Sumber-sumber pencemaran di
laut.http://massal2003.wordpress.com/2011/10/22/sumber-sumber-pencemaran-laut-sources-
of-marine-pollution/. diakses pada 24 April 2013. Pada pukul 3.03 WIB.
Nurul, Agus K. 2013. Dampak Pencemaran
Laut.http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/marine-pollution-pencemaran-laut-tugas.html.
pada tanggal 24 April 2013, pukul 3.47 WIB
Rahim S.W., 1998.  Kajian Distribusi Cemaran Minyak di Sekitar Pelabuhan Pertamina
Ujung Pandang.  Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Romimohtarto, 1991.  Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik
Pemantauannya.  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Jakarta.    
Saparinto, C., 2002.  Rabuk Kimia Atasi Cemaran Minyak
di Laut.http://www.suaramerdeka.com,  (15 januari 2005).
Sloan, N. A., 1993.  Effect of Oil on Marine Resources :  Worldwide Literature Review
Relevent to Indonesia.  Environmental Management Development in Indonesia Project
(EMDI).  EMDI Report, 32.  Jakarta dan Halifax Dallhouse University.  
Suwito, Vivien Anjadi. 2013. Sumber-sumber pencemaran di
laut.http://vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html. diakses
pada 24 April 2013, pada pukul 3.38 WIB

Anda mungkin juga menyukai