Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sudah menjadi fakta social dan fakta sejarah kehidupan. Sehingga
pernah

muncul

penindasan,

perendahan,

penghancuran

dan

penghapusan rasa atau etnis tertentu. Dalam sejarah kehidupan


manusia pernah tumbuh ideology atau pemahaman bahwa orang
berkulit hitam ladalah berbeda, mereka lebih rendah dan dari yang
berkulit putih. Contohnya di Indonesia, etnis Tionghoa memperoleh
perlakuan diskriminatif, baik secara social dan politik dari suku-suku
lain di Indonesia. Dan ternyata semua yang telah terjadi adalah
kekeliruan, karena perlakuan merendahkan martabat orang atau
bangsa lain adalah tindakan tidak masuk akal dan menyesatkan,
sementara semua orang dan semua bangsa adalah sama dan
sederajat.

Untuk konteks Indonesia sebagai masyarakat majemuk, sehubungan dengan


pentingnya ketiga hal tersebut : manusia, keragaman, dan kesetaraan, tatkala
berbicara tentang keragaman, hal itu mesthi dikaitkan dengan kesetaraan.
Mengapa? Karena keragaman tanpa kesetaraan akan memunculkan diskriminasi :
kelompok etnis yang satu bisa memperoleh lebih dibanding yang lain; atau
kelompok umur tertentu bisa mempunyai hak-hak khusus atas yang lainnya.
Keragaman yang didasarkan pada kesetaraan akan mampu mendorong
munculnya kreativitas, persaingan yang sehat dan terbuka, dan pada akhirnya
akan memacu kesaling-mengertian. Perkembangan pembangunan yang terjadi
dalam dua dekade terakhir di Indonesia menjadikan pertemuan antar orang dari
berbagai kelompok suku dan budaya sangat mudah terjadi. Hal itu tentu saja akan
menimbulkan banyak goncangan dan persoalan.
Karena itu sebelum menjadi sebuah konflik yang keras, Indonesia sudah
selayaknya mempersiapkan

masyarakatnya mengenai adanya keragaman.

Keragaman itu supaya menghasilkan manfaat besar harus diletakkan dalam


bingkai kebersamaan dan kesetaraan. Namun, sebelum membahas mengenai
bagaimana memahami keragaman dan kesetaraan dan juga bagaimana mengelola

keragaman yang ada dengan segala persoalan dan tantangannya, pembahasan


akan dimulai dengan memusatkan perhatian pada manusia itu sendiri.
Dalam perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara
cepat dan dramatis seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan
sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang senantiasa berusaha mencari
identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap masyarakatnya yang juga
terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
masyarakat dikitari oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada dalam
ketegangan antara diri sendiri dan orang lain. Praktis komunikasi, sejarah yang
melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai masalalu, mas kini, dan
mas depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika
manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari
sebuah masyarakat. Oleh sebab itu, kami akan membahas dengan jelas
tentang Hakikat Keberagaman dan Kesetaraan Manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan hakikat keberagaman manusia?


Apa yang dimaksud hakikat kesetaraan manusia ?
Apa saja unsur-unsur keberagaman dan kesetaraan ?
Bagaimana contoh keberagaman dan kesetaraan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hakikat keberagaman manusia.
2. Untuk mengetahui hakikat kesetaraan manusia.
3. Untuk mengetahui unsur-unsur keberagaman dan kesetaraan.
4. Untuk mengetahui contoh keberagaman dan kesetaraan

BAB II
KAJIAN KONSEP

2.1 Pengertian Hakikat Keberagaman Manusia

Keragaman berasal dari kata ragam yang berarti macam, jenis, warna,
corak. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), ragam berarti
sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis, corak, laras (tata bahasa). Selain itu,
keragaman juga menunjukkan adanya banyak macam atau banyak jenis (beraneka
macam). Menurut Senge (2000), dalam teorinya The Fifth Discipline,
kebersamaan dalam keberagaman adalah modal dasar untuk membentuk suatu
organisasi, membentuk penguasaan pribadi yang tangguh, mengembangkan
model mental secara positif, dan membuat visi bersama.
Keragaman bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau berjenis
seperti tumbuhan dan hewan. Manusia tetap berjenis satu, yaitu manusia itu
sendiri. Tidak ada jenis lain dari manusia. Keragaman maksudnya bahwa tiap
manusia itu memiliki perbedaan. Perbedaan ini disebabkan karena manusia
memiliki ciri khas tersendiri sebagai makhluk individu, seperti ciri-ciri fisik,
sikap, watak, kelakuan, tempramental dan hasrat.
Manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan.
Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu
memiliki ciri-ciri khas sendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat
pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat .Jadi, sebagai
manusia pribadi adalah unik dan beragam. Selain makhluk individu, manusia juga
sebagai makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap
kelompok hidup manusia juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup
itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam hal ras, suku,
agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan
lain-lain. Keragaman manusia baik dalam tingkat individu maupun di tingkat
masyarakat merupakan realitas atau kenyataan yang mesti kita hadapi dan alami.
Keragaman individual lmaupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia,
baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Dengan kata lain, keberadaan manusia satu dengan yang lain menjadi
setara, karena mereka adalah sama-sama ciptaan Tuhan. Seringkali manusia tidak
mampu mentransformasikan kontradiksi di dalam dirinya bahwa dirinya adalah
menjadi dirinya sendiri ketika berhadapan dengan orang lain yang sama.

Kontradiksi dalam pikiran, perkataan, dan tindakan inilah yang melahirkan


konflik antar orang. Seharusnya hubungan manusia dengan Tuhan yang bertujuan
memulihkan jiwanya menjadi manusia utuh, menjadi sumber dan kerangka
membangun hubungan antar manusia. Melalui relasi tersebut, manusia yang utuh
membagi makna absolute yang tidak akan dipahami melalui diri sendiri.
Pada prinsipnya, ada tiga macam istilah yang digunakan untuk
menggambarkan masyarakat yang beragam yang terdiri dari ras, agama, bahasa
dan budaya yang berbeda, yaitu :
a. Masyarakat plural.
Masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri lebih dari satu golongan
atau kelompok.
b. Masyarakat majemuk
Masyarakat majemuk menunjukkan bahwa keberagaman yang lebih dari
satu itu memang berbeda-beda, bermacam-macam, dan bahkan tidak dapat
disamakan.
c. Masyarakat multikultural.
Masyarakat multikultural bermakna adanya keragaman dan kesediaan
anggota masyarakat untuk menerima keragaman (kelompok lain dianggap sama)
sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa,
maupun agama. Multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala
perbedaannya itu mereka adalah sama diruang publik serta menekankan
pengakuan dan penghargaan pada perbedaan. Konsep masyarakat multikultural
inilah yang cocok diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
Jika melihat pada konsep diatas, khususnya konsep masyarakat majemuk
dan masyarakat multikultural, terdapat persamaan dan perbedaan antara dua
konsep ini. Persamaannya adalah terdapat berjenis/beragam manusia yang hidup
didalam suatu masyarakat. Perbedaannya adalah masyarakat majemuk mengakui

adanya perbedaan dalam persamaan, sedangkan masyarakat multikultural


mengakui adanya persatuan dalam perbedaan.
Keragaman ini, baik dari tingkat individu maupun sosial merupakan
kenyataan yang harus dihadapi dan dialami. Keragaman individual maupun sosial
adalah implikasi dari kedudukan manusia, baik sebagai makhluk individu
maupun sebagai makhluk sosial. Kita sebagai individu akan berbeda dengan
seseorang sebagai individu yang lain. Demikian pula kita sebagai bagian dari
suatu masyarakat memiliki perbedaan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Di Indonesia, unsur keragamannya juga dapat dilihat dalam suku bangsa
dan ras, agama dan keyakinan, ideologi dan politik, tata krama. Kesenjangan
ekonomi dan kesenjangan sosial. Semua unsur tersebut merupakan hal yang harus
dipelajari agar kerasgaman hal tersebut tidak membawa dampak yang buruk bagi
kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

2.2 Pengertian Hakikat Kesetaraan Manusia


Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat yang berarti sama
tingkatanya. Menurut Kmus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), sederajat
artinya, sama tingkatan, baik dalam hal kedudukan, pangkat, golongan dan lainlain. Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya
tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah
antara satu sama lain. Martin Buber (1985) menjelaskan pada pendekatan sayaengkau bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika berhadapan
dengan Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan Tuhan.
Jika dikaitkan dengan keragamaan, maka kesetaraan memiliki makna
sebagai suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada, manusia
tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki, apalagi jika
dihubungkan dengan manusia sebagai makhluk Tuhan, dimana manusia sebagai
makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Hal yang
membedakan adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesetaraan/kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat,

persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Untuk itu,
perlu adanya jaminan agar hak dan kewajiban terlealisasi dan terciptanya
kehidupan yang tertib dan teratur (biasanya jaminan itu tercantum dalam hukum
dasar atau undang-undang yang berlakudalam suatu wilayah/negara). Manusia
bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau
kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama itu bersumber dari
pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan
kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya
disbanding makhluk lain. Dalam keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau
kesedarajatan. Artinya, meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam
dan berbeda-beda, tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak
dan kewajiban yang sama sebagai sesame baik dalam kehidupan pribadi maupun
bermasyarakat.
Perspektif HAM yang sejalan dengan perspektif agama, merupakan dasar
secara hukum, politik, social budaya, ekonomi, dan moral mengenai pernyataan
bahwa pada dasarnya adalah setara dan sederajat, walau ada perbedaan di antara
mereka. Dokumen HAM merupakan dasar yang diakui oleh hampir semua
bangsa di dunia bahwa tidak ada pengecualian- semua manusia adalah sama dan
sederajat. Oleh karena itu segala bentukbentuk perendahan, penindasan, dan
tindakan lain yang bertujuan mendeskriminasi perlu dihilangkan dan dilawan.
Dari uraian diatas secara jelas menyebutkan bahwa manusia pada
hakekatnya adalah sama dan sederajat. Perbedaan secara fisik tidak dapat menjadi
dasar atau legitimasi bagi munculnya tindakan yang bertujuan meniadakan
keberadaan

orang

lain.

Sebab,

dengan

beertindak

meniadakan

atau

menghancurkaan orang lain, sebet ulnya pada saat yang sama sedang terjadi
pengingkaran terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk yang juga berharga.
Justru keragaman itu menjadi penanda bahwa seharusnya dalam kehidupan
bersama satu sama lain bisa saling melengkapi. Seperti mozaik yang terdiri dari
banyak macam kaca dan bisa membentuk sebuah gambar yang bagus, demikian
juga keragaman seharusnya saling mengisi untuk membentuk sebuah kehidupan
masyarakat yang penuh keindahan dan harmoni.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keragaman yang ada


tidak membuat manusia menjadi tidak sederajat atau tidak setara, tetapi manusia
tetap setara atau sederajat dengan manusia lainnya walaupun memiliki perbedaan.
Keragaman hanyalah menambah keunikan tersendiri yang ada pada masingmasing manusia, bukan untuk mendiskriminasikan.

2.3 Unsur-Unsur Keberagaman dan Kesetaraan


1.

Suku bangsa dan ras


Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke
sangatberagam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar
manusiayang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit,
ukurantubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adatistiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, tiap suku bangsa mempunyai
kebudayaan sendiri-sendiri, maka di Indonesia juga terdapat sejumlah sistem
budaya yang dipergunakan oleh massing-masing suku bangsa.

2.

Agama dan keyakinan


Sebelum kedatangan agama Hindu yang berasal dari India, orang-orang
Indonesia sudah mempunyai keyakinan atau kebudayaan sendiri yang biasa
disebut dengan istilah animisme dan dinamisme. Agama hindu datang di
Indonesia dengan jalan damai. Kontak agama tersebut melalui jalan
perdagangan. Setelah agama Hindu mengalami kemunduran, datang agama
lain, yatiu agama islam dan kristen. Kedua agama tersebut juga diterima
dengan cara-cara yang damai.
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan
yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan
gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra. Dalam peraktiknya fungsi agama dalam
masyarakat antara lain adalah :

1)Berfungsi edukatif : ajaran agama secara hukum berfungsi menyuruh dan melarang
2)Berfungsi penyelamat
3)Berfungsi sebagai perdamaian
4)Berfungsi sebagai Social control
5)Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6)Berfungsi transformatif
7)Berfungsi sublimatif
Di indonesia, agama merupakan unsur yang sangat penting dan sudah
ada beberapa agama yang telah diakui, hal itu merupakan bukti adanya
keragaman dalam hal agama atau kepercayaan. Adapun terhadap keragaman
manusia dalam hal kepercayaan, sikap, dan perilakunya. Manusia tidak
dipandai sederajat. Ada yang mulia dan ada yang hina, bergantung pada kadar
ketakwaannya.
3.

Ideologi dan politik


Ideologi adalah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat

terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan
kepercayaan yang fundamental. Sedangkan politik bermakna usaha dalam menegakkan
keteriban sosial. Fungsi ideologi adalah untuk memperkuat landasan moral dalam suatu
tindakan. Adanya banyak partai di Indonesia merupakan bukti keragaman dalam hal
ideologi dan politik. Meskipun pada keyataanya Indonesia hanya mengakui pancasila
sebagai satu-satunya ideologi.
Belum terarahnya pendidikan politk di kalangan pemuda dan belum
dihayatinya mekanisme demokrasi pancasila maupun lembaga-lembaga
kontitusi, tertib hukum, dan disiplin nasional merupakan hambatan bagi
penyaluran aspirasi generasi muda secara institusional dan konstitusional.
4.

Tatakrama
Tatakrama yang dianggap arti bahasa jawa yang berarti adat sopan
santun, basa basi pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur
sapa, ucap dan cakapsesuai kaidah atau norma tertentu. Adat terbentuk dari kebiasaan-

kebiasaan dalam masyarakat yang fungsinya mengikat masyarakat tersebut,


sedangkan kesopanan berasal dari masyarakat itu sendiri yang dapat menilai
baik dan buruknya sikap lahir dan tingkah laku manusia.
5.

Kesenjangan ekonomi dan sosial


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam
tingkat,pangkat, dan strata sosial. Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan
belum meratanya pembangunan dan hasil-hasil pembangunan mengakibatkan
makin bertambahnya pengangguran di kalangan pemuda serta terjadinya
kesenjangan ekonomi.
Perbedaan kondisi ekonomi pada kehidupan masyarakat dapat memicu
terjadinya kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial dapat terjadi karena adanya
pelapisan sosial.
Proses terjadinya pelapisan sosial ada dua, yaitu : Pelapisan sosial yang
terjadi dengan sendirinya dan pelapisan sosial yang terjadi dengan sengaja
ditujukan untuk mengejar

tujuan bersama.

2.4 Contoh Keragaman dan Kesetaraan


Contoh keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima
sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama tetapi di sisi lain
dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat
yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan
masyarakat sendir jika tidak dikelola dengan baik.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas
yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia
sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada
dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.
Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik
nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum yang
merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan
mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kesetaraan derajat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan

meniadakan hirarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan
atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan atau pun kekayaan dan kekuasaan.
Di Indonesia berbagai konflik antar suku bangsa, antar penganut
keyakinan beragama ataupun antar kelompok telah memakan korban jiwa dan
raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan
Tengah. Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan
yang egalitarian dan demokratis.
1. Kerusuhan Sambas
Kerusuhan sambas adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di wilayah
kabupaten Sambas dan sekitarnya. Kerusuhan di Sambas sudah berlangsung
sekitar tujuh kali sejak 1970, namun terakhir pada tahun 1999, merupakan
terbesar dan terakumulasi dari kejengkelan suku Dayak dan Melayu terhadap ulah
oknum-oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan
Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak awal 1900-an itu ikut
menanggung dosa perusuh.
2. Kerusuhan Sampit
Konflik Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia,
berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini
dimulai di Kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi,
termasuk ibi kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi dengan kembali melibatkan
suku Dayak asli dan warga imigram Madura dari Pulau Madura.

3. Kerusuhan Poso
Konflik Poso dilatarbelakangi adanya perbedaan agama antara agama
Islam dan agama Kristen pada tahun 2001 dan lain sebagainya.

Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial


oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan

10

bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki
sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi
dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok
subordinat pada posisi paling bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada,
kelompok dominan dicirikan dengan kepemilikan yang lebih besar dalam
pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya dominasi sosial ini dapat
mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.
Negara-negara Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis,
budaya, agama dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai
keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui
pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan
menghormati kesetaraan adalah plihan terbaik untuk mengantarkan masyaarakat
Indonesia pada pencapaian kemajuan peradabannya. Cita-cita yang mendasari
berdirinya NKRI yang dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa
Indonesia dengan konsepsi normatif negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika,
membekali hidup bangsa dalam keberagaman, kesetaraan dan harmoni. Hal
tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat mendasar.
Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: Setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan adalah rujukan yang
melandasi seluruh produk hukum dan ketentuan moral yang mengikat warga
negara.
Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan merupakan kekuatan besar
bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia. Negara bangsa yang
beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif akan
menghadirkan kehancuran.
Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi dan
saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan
sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat kebudayaan dituntut
untuk belajar terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu,
penting kita miliki dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam

11

multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar


hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan
menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup
bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan
meredup.
Proses pembelajaran semangat multikultiralisme atau kemampuan belajar
hidup bersama di tengah perbedaan dapat dibentuk, dipupuk dan atau
dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya
(cultural passing over), pemahaman budaya (cultural passing over, pemahaman
lintas budaya (cross cultural understanding) dan pembelajaran lintas budaya
(learning a cross culture.
Keragaman yang terdapat dalam kehidupan sosial manusia melahirkan
masyarakat mejemuk. Yang berarti banyak ragam, beranekan, berjenis-jenis.
Konsep masyarakat majemuk (Plural Society) pertama kali diperkenalkan oleh
furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah
berkehidupan secara berkelompok. Yang berdampingan secara fisik tetapi
terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik

2.5 Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat,


Bernegara dan Kehidupan Global
Pengaruh keragaman diantaranya adalah
a. Terjadinya segmentasi kedalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki
kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplemeter.
c. Kurang mengembangkan konsesus diantara para anggota masyarakat tentang nilainilaisosial yang bersifat dasar.
d. Secara relatif sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya.

12

e. Secara relatif intergrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di dalam
bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan
terciptamasalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa seperti :
1. Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia
dengandunia lingkungannya.
2. Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu
akanmemunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang
tentu saja tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacammacam, antara lain keyakinan bahwa secara kodrati ras atau sukunya kelompoknya
lebihtinggi dari ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negative dari keragaman, yaitu :
1) Semangat Religius
2) Semangat Nasionalisme
3) Semangat Fluralisme
4) Dialog antar umat beragama
5) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antaragama, media, masa, dan harmonisasinya.
Berdirinya Negara Indonesia dilatarbelakangi oleh masyarakat yang demikian
majemuk, baik secara etnis, geografis, kultural maupun religius. Manusia secara
kodrat diciptakan sebagai makhluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan
yang berwujud baik secara fisik maupun mental, seharusnya dijadikan sebuah
potensi untuk menciptakan sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi.
Tetapi sering kali yang terjadi adalah, perbedaan tersebut justru memicu
ketegangan hubungan antar anggota masyarakat.

2.6 Keragaman dan Kesetaraan di Indonesia

13

Masyarakat majemuk seperti Indonesia, bukan hanya beraneka ragam


corak kesukubangsaan dan kebudayaan suku bangsanya secara horizontal, tetapi
juga secara vertical atau jenjang menurut kemajuan ekonomi; teknologi, dan
organisasi sosiaol-politiknya (Suparlan, 1979). Tanpa disadari oleh orang banyak
Indonesia, sebenarnya dalam masyarakat Indonesia terdapat golongna dominan
dan minoritas, sebagaimana yang terwujud dalam tindakan-tindakan yang
dilakukan terhadap mereka dalam berbagi interaksi baik interaksi secara
individual maupun secara kategorikal baik pada tingkat naisonal.
Sebagai bangsa yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya yang
luar biasa, Indonesia sering kali dijadikan ajang pemantauan bagaimana prosesproses demokrasi, penerapan ide-ide pluralisme dan multikulturalisme dapat di
langsungkan. Persentuhan ragam budaya dan agama antar kelompok masyarakat
yang telah berlangsung sejak lama ini juga telah melahirkan ragam konflik dan
consensus yang terjadi. Demokrasi yang oleh Robert Dahl (1982) juga
disyaratkan dengan terciptanya karakteristik pluralism yang kondusif bagi sebuah
Negara ini mendapatkan gimnasiumnya di Indonesia.
Sebelum RI merdeka pada tahun 1945, penduduk yang menghuni wilayah
Nusantara

dapat

dikelompok-kelompokkan

ke

dalam

berbagai

bentuk

pengelompokan social yang disebut suku bangsa, sub-suku bangsa, maupun


pengelompokan social yang didasari oleh system penggolongan social lain
berdasarkan satu (atau lebih) unsure tertentu yang diperoleh secara askriptif
(warisan), seperti ras, agama, dan lain sebagainya. Pada hakekatnya masingmasing kesatuan social tersebut hidup dengan mengacu pada kebudayaan atau
sub kebudayaannya masing-masing, yang saling berbeda satu dengan lainnya.
Bahkan lengkap dengan aturan-aturan hukumnya sendiri, yang kemudian hari
dikenal dengan sebutan hukum adat. Maka, tidak mengherankan jika para ahli
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia mewujudkan diri
sebagai suatu masyarakat yang majemuk, dan sudah menjadi pokok perhatian
dari para ahli tersebutuntuk waktu yang lama.
Dengan kalimat mewujudkan diri sebagai Negara Kesatuan Republikl
Indonesia atau NKRI pada hakikatnya setiap kelompok, golongan, suku, agama
dan yang berbeda satu dengan lainnya melebur dan bersepakat membentuk
kesukubangsaan yang satu, yaitu bangsa Indonesia. karena itu, setiap generasi

14

bangsa berdiri satu dengan lainnya dengan sejajar. Semua suku bangsa saling
memberikan potensi terbaik yang mereka miliki kepada Megara kesatuan RI.
Untuk itulah kita harus membangun bangsa kita, dimulai dari diri kita sendiri,
untuk menjadi unsur terbaik yang bisa memberikan kiprah gemilang menuju citacita besar pula founding fathers kita. Kesetaraan artinya setiap generasi
melaksanakan pembangunan dan diberi kepercayaan penuh, dihargai, di hormati,
dan diberikan pengakuan dalam hal kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki.
Dalam prinsip kesetaraan bahwasanya setiap individu, organisasi atau
institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa duduk sama
rendah berdiri sama tinggi dengan yang lain. Kedua belah pihak yang bermitra
mempunyai kedudukan yang sejalar dalam mencapai tujuan yang disepakati.
Bagaimanapun besarnya suatu institusi atau organisasi dan bagaimanapun
kecilnya suatu institusi atau organisasi, apabila telah bersedia menjalin kemitraan
harus merasa sama dan sejajar. Karena itu, dalam kemitraana asas toleransi,
kerjasama, saling timbal balik, harmonis, dan keterbukaan harus terus dijunjung
tinggi. Dalam prinsip kesetaraaan tidak bolehterjadi ada satu anggota
memaksakan kehendaknya kepada anggota yang lain karena misalnya merasa
lebih terhormat atau lebih tinggi kedudukannya, sehingga anggota atau komuitas
lainnya merasa terdiskriminasi dan tertindas oleh dominasi anggota atau
komunitas lainnya.
Kesetaraan adalah komitmen bersama yang perlu untuk terus dipupuk dan
dikembangkan dalam proses berbangsa dan bernegara di NKRI kita. Dengan
prinsip kesetaraan tersebut diharapkan kita kembali memperlihatkan jati diri dan
harga diri sebagai bangsa (self-nation-esteem) menghadapi berbagai persoalan
kebangsaan yang terus-menerus datang di dsetiap zaman. Dengan prinsip
kesetaraan kita bisa membangun kemitraan yang kokoh untuk kemudian saling
berinteraksi, bersosialisasi dan berekspresi satu dengan lainnya. Tidak ada
masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di
tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat
berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan
mengelola keragaman yang ada. Secara mudah, identitas dapat diartikan sebagai
ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang.

15

Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa
lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan
profesi.
Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian, seperti
pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya, sebuah identitas
terkesan lebih mencolok atau berarti dibanding lainnya. Sebelum penghapusan
politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda yang paling
mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim
yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi
masyarakat Amerika Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan
perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih rawan konflik
dibandingkan identitas lain.
Padahal,

keragaman

status

social

(kaya/miskin,

ningrat/jelata,

berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna),


fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa, dokter/pasien), jenis
kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan lain
sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi
konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang prima dan
sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda
itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity lebih ditujukan untuk
mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.
1.

Jumlah struktur dan identitas dominan


Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan sangat terkait dengan
ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun, ketidakselarasan juga
dapat timbul dari ketimpangan yang sifatnya lebih struktural seperti
ketimpangan kekuasaan, sumber daya, pengaruh, keahlian, dan sebagainya.
Ketidakpekaan terhadap komposisi mayoritas-minoritas serta ketimpangan

struktural berperluang memunculkan masalah.Beberapa diantaranya adalah :

a. Tirani mayoritas
Dalam kelompok yang komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok,
mekanisme-mekanisme pengambilan keputusan yang menekankan pada jumlah

16

(sepert imisalnya voting) perlu dihindari karena cenderung melimpahkan


kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan mayoritas-minoritas tidak
kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas dapat disalahgunakan. Salah
satu contoh tirani mayoritas adalah ketika mayoritas kulit putih Amerika Serikat
di awal abad 20 memilih disahkannya undang-undang segregasi berdasar warna
kulit akibatnya, orang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus,
hanya boleh menggunakan kamar mandi khusus kulit hitam, hanya boleh
menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam, dll.

b. Ketidakterwakilan
Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah
keberadaan minoritas atau kaum lemah yang tidak nampak, sehingga mereka
tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak
dianggap penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki
dewasa. Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau
asrama

yang

tidak

dikonsultasikan

dengan

mahasiswa

atau

penghuni

asrama. Sistem dan sarana (publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses
merancang sistem dan sarana (publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan
mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon
di box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan
anak-anak atau pengguna kursi roda.
c. Mengelola Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
1) mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
2) mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan
identitas

yang berbeda bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi

mengenali latar belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama,


saling berkunjung.
3) mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi,
dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat
eksklusif

17

4) mempelajari ritual dan falsafah identitas lain

18

BAB III
KERANGKA TEORI
Hakikat Kegeragaman

Hakikat Kesetaraan

Manusia

Manusia
Menurut KBBI

Menurut Senge
(2000)

Menurut Martin Buber


Menurut

ragam berarti sikap, tingkah


laku, cara, macam, jenis,
corak, laras (tata bahasa).
Selain itu, keragaman juga
menunjukkan adanya
banyak macam atau banyak
jenis (beraneka macam).

keberagaman
modal

adalah

dasar

membentuk
organisasi,

KBBI

untuk
suatu

membentuk

penguasaan pribadi yang


tangguh,
mengembangkan model
mental secara positif, dan

Martin

Buber

(1985) menjelaskan pada


pendekatan
bahwa

saya-engkau

manusia

memahami

menjadi

identitasnya

ketika berhadapan dengan


Tuhan

sebagai

Engkau,

sederajat artinya, sama


tingkatan, baik dalam hal
kedudukan, pangkat,
golongan dan lain-lain.
Dengan demikian,
kesetaraan atau

membuat visi bersama.


kesederajatan menunjukkan
Unsur-unsur keragaman dan kesetaraan : Suku bangsa
danmanusia
Ras, Agama
Keyakinan, Ideologi
bahwa
itu dan
lemah
adanya tingkatan yang
dan politik, Tatakrama, Kesenjangan Ekonomi dandihadapan
Sosial Tuhan.
sama, kedudukan yang
sama, tidak lebih tinggi atau
lebih rendah antara satu
sama lain.

19

BAB IV
PEMBAHASAN (CRITICAL THINKING)

4.1 Konsep Keragaman Manusia


Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), ragam berarti
sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis, corak, laras (tata bahasa). Selain itu,
keragaman juga menunjukkan adanya banyak macam atau banyak jenis (beraneka
macam). Menurut Senge (2000), dalam teorinya The Fifth Discipline,
kebersamaan dalam keberagaman adalah modal dasar untuk membentuk suatu
organisasi, membentuk penguasaan pribadi yang tangguh, mengembangkan
model mental secara positif, dan membuat visi bersama. Artinya keragaman atau
kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di
masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu
mendatangSebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi
diterima sebagai fakta yang dapat memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi
lain dianggap sebagai faktor penyulit. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat
yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan
masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik. Contohnya, di Indonesia
terdapat beragam jenis budaya dan adat sitiadat yang berbeda antara daerah yang
satu dengan yang lain, jika kita bisa menyikapi keberagaman dengan positif maka
kekayaan budaya di Indonesia menjadikan kita sebagai bangsa bersatu meskipun
berbeda-beda. Namun jika kita menyikapi dengan negatif, akan banyak memicu
konflik-konflik yang dapat menghancurkan bangsa. Oleh sebab itu, diperlukan
pikiran yang kritis dan positif terhadap keberagaman suatu bangsa.

4.2 Konsep Kesetaraan Manusia


Menurut Kmus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008), sederajat artinya,
sama tingkatan, baik dalam hal kedudukan, pangkat, golongan dan lain-lain.

20

Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan


yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau lebih rendah antara satu
sama lain. Martin Buber (1985) menjelaskan pada pendekatan saya-engkau
bahwa manusia menjadi memahami identitasnya ketika berhadapan dengan
Tuhan sebagai Engkau, bahwa manusia itu lemah dihadapan Tuhan. Artinya
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak
lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada
dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.Kesetaraan
dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya
pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya
prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu
melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan
hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal
rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di
Indonesia,

berbagai

konflik

antarsukubangsa,

antarpenganut

keyakinan

keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta
harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah. Jika
kita sebagai bangsa Indonesia haruslah menanamkan pada diri sendiri bahwa
setiap manusia yang dilahirkan itu sama dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi
derajatnya antara seseorang dengan orang lain. Berpikir positif dapat membuat
segala perbedaan menjadi mebuatkita semakin mengenal satu dengan yang lain,
bukan membuat kita saling menghancurkan satu dengan yang lain.

4.3 Perbedaan Keragaman dan Kesetaraan Manusia


Keragaman menunjuk pada sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis, corak,
laras (tata bahasa). Selain itu, keragaman juga menunjukkan adanya banyak
macam atau banyak jenis. Sedangkan kesetaraan menunjuk pada sama tingkatan,
baik dalam hal kedudukan, pangkat, golongan dan lain-lain. Dari pengertianpengertian tersebut bisa disimpulkan perbedaan antara beragam dan setara.

21

Beragam mengandung arti banyak sedangkan setara mengandung arti satu,


artinya kita sebagai manusia mempunyai bermacam-macam perbedaan seperti
kebudayaan yang beragam, suku yang beragam, bahasa yang beragam, namun
perlu diingat bahwa kita adalah satu, kita adalah setara dan sederajat. Ingat
bahwa semua manusia dihadapan Tuhan adalah sama.

22

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan.
Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu
memiliki ciri-ciri khas sendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat
pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat .Jadi, sebagai
manusia pribadi adalah unik dan beragam. Jika dikaitkan dengan keragamaan,
maka kesetaraan memiliki makna sebagai suatu kondisi dimana dalam perbedaan
dan keragaman yang ada, manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan
satu tingkatan hierarki, apalagi jika dihubungkan dengan manusia sebagai
makhluk Tuhan, dimana manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau
kedudukan yang sama. Hal yang membedakan adalah tingkat ketakwaan manusia
tersebut terhadap Tuhan. Kesetaraan/kesederajatan adalah suatu sikap mengakui
adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban sebagai
sesama manusia. Untuk itu, perlu adanya jaminan agar hak dan kewajiban
terlealisasi dan terciptanya kehidupan yang tertib dan teratur (biasanya jaminan
itu tercantum dalam hukum dasar atau undang-undang yang berlakudalam suatu
wilayah/negara).
5.2 Saran
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu
organisasi / kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita
yang berkembang di tengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah
yang berpokok pangkal dari keragaman dan keserataan sebagai sifat dasar
manusia.

Daftar Pustaka

23

Herimanto dan Winarno. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta Timur:
Bumi aksara
Elly M Setiadi dkk.

2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana

Prenada Media
Juliardi, Budi. 2014. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Prof. Dr. Rusmin Tumanggor, M.A. dkk. 2010. Imu Sosial dan Budaya Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media

24

Anda mungkin juga menyukai