Anda di halaman 1dari 5

KONSEP MANUSIA DALAM ASPEK KERAGAMAN,

KESETARAAN DAN LINGKUNGAN


Kelompok 2
Wildan nuril huda I (33112201014)
Jumaani (33112201021)
Aditya tegar firmansyah (33112201023)
Moch adim saputra (33112201024)

Keragaman Manusia dan Kesederajatan merupakan masalah yang sangat rumit. Salah
satu pandangan filsafat mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk monodualis jiwa
raga. Dari aspek jiwa manusia memiliki cipta, rasa, dan karsa sehinga dalam tingkah lakunya
mampu mempertimbangkan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam keragaman dan kesederajatan manusia akan
membawa manusia pada potensi sebagai makhluk yang paling sempurna. Dengan
keistimewaan yang dimiliki menyebabkan manusia perlu keseragaman dan kesederajatan agar
dapat memikul amanah sebagai kholifah yang bermoral di muka bumi ini.
ISBD bukanlah suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, melainkan hanyalah suatu
pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling dasar yang ada dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial yang berbudaya, dan masalah-masalah yang terwujud daripadanya.
Memberikan landasan dan wawasan yang luas, serta menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif
untuk memahami keragaman, kesetaraan, dan kemartabatan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial yang beradab serta bertanggungjawab
terhadap sumber daya dan lingkungannya.
Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang
disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap
individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau
yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat
terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum,
yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong
terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata.
Kebudayaann Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang
telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Keberagaman menjamin
kehormatan antarmanusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang
berkembang di dunia, baik ilmu ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Pancasila yang digali
dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila
adalah rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi
bahasa, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.

1.1 Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia


A. Makna Keragaman Manusia
Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan adanya banyak
macam, banyak jenis. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki
perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap
individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat
pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat (Setiadi,2006).
Menurut Drs. Herimanto, M.Pd., M.Si, dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Sosial
& Budaya Dasar” mengatakan bahwa Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk
individu atau pribadi yang memiliki perbedaan satu sama lain. Adanya perbedaan itulah
yang melahirkan keragaman.
Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam layaknya
binatang atau tumbuhan. Keragaman manusia dimaksudkan adalah setiap manusia
memiliki perbedaan. (Herimanto, 2009: 97)
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok
persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai
persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras,
suku, agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal. Hal-hal
demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat.
Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia,baik
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
B. Makna Kesetaraan Manusia
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Kesetaraan atau kesederajatan
menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau
tidak lebih rendah antara satu sama lain (Mauliana,2015).
Kesederajatan berasal dari kata sederajat atau setara yang menurut KBBI artinya
adalah sama tingkatan atau pangkat, kedudukan. Dengan demikian konteks kesederajatan
di sini adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia
tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki. (Setiadi, 2006: 141).
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
tingkat atau kedudukan yang sama. Di hadapan Tuhan manusia memiliki kesamaan derajat
dan kedudukan. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan manusia terhadap Tuhan.
(Herimanto, 2009: 98).
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia diciptakan dengan kedudukan yang
sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Di
hadapan Tuhan, semua manusia sama derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang
membedakan adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan
Kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan
kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan
derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia (Iqbal, 2011).
2.1 Kemajemukan Dalam Dinamika Sosial Budaya
Keragaman yang terdapat dalam lingkungan sosial manusia melahirkan masyarakat
majemuk. Majemuk berarti banyak ragam,beraneka,berjenis-jenis. Konsep masyarakat
majemuk (plural society) pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan
bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang
berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah
satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat
Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan atas
ras,etnik,ekonomi,dan agama (Setiadi,2006).
Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan
dua hal yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal. Secara Horizontal, masyarakat
majemuk dikelompokkan berdasarkan :
a. Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.
b. Bahasa daerah
c. Adat istiadat atau perilaku
d. Agama
e. Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.
Secara Vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :
a. Penghasilan atau ekonomi
b. Pendidikan
c. Pemukiman
d. Pekerjaan
e. Kedudukan sosial politik.
A. Problematika Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan
Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan sekaligus kekayaan dari bangsa.
Van De Berghe menjelaskan bahwa masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam
selalu memiliki sifat-sifat dasar sebagai berikut :
1. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan yang
berbeda.
2. Memiliki struktur social yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer.
3. Kurang mengembangkan consensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-
nilai social yang bersifa dasar.
4. Secara relative, sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lain.
5. Secara relative, integrasi social tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi
modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Tetapi, kondisi
aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik
dan kecemburuan sosial.
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase disharmoni
dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya perbedaan tentang tujuan, nilai,
norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi merupakan fase dimana sudah tidak
dapat lagi disatukan pandangan, nilai, norma, dan tindakan kelompok yang menyebabkan
pertentangan antar kelompok.
Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman antarbudaya dan
masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkan penyakit-penyakit budaya. Penyakit
budaya tersebut adalah etnosentrisme stereotip, prasangka, rasisme, diskriminasi, dan
scape goating.
Etnosentrisme atau sikap etnosentris diartikan sebagai suatu kecenderungan yang
melihat nilai atu norma kebudayaan sendiri sebagai suatu yang mutlak sereta
menggunakannya sebagai tolok ukur kebudayaan lain. Etnosentrisme adalah
kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan standar
budayanya sendiri.
Stereotip adalah pemberian tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang
bersifat subjektif. Pemberian sifat itu bisa positif maupun negatif. Allan G Johnson
menegaskan bahwa stereotip adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-
sifat tertentu yang cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oelh
pengetahuan dan pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang
cenderung negatif atau bahkan merendahkan kelompok lain. Yang termasuk problematika
yang perlu diatasi adalah stereotip yang negatif atau memandang rendah kelompok lain.
Konsep stereotip ini dalam bentuk lain disebut stigma atau cacat. Stigmatisasi oleh
sekelompok orang kepada kelompok lain cenderung negatif.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh
pengaruh negatif dari keragaman, yaitu :
a. Semangat religious
b. Semangat nasionalisme
c. Semangat pluralisme
d. Semangat humanism
e. Dialaog antar umat beragama
f. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan
antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.
B. Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan
Kesederajatan atau kesetaraan adalah suatu sikap untuk mengakui adanya
persamaan derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesame manusia. Indikator kesedarajatan
adalah sebagai berikut :
a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan
golongan
b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota
masyarakat.
d. Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya sikap dan
perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban anatr
manusia atau antar warga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut
diskriminasi.

Anda mungkin juga menyukai