Anda di halaman 1dari 3

PLURALISME KEBUDAYAAN INDONESIA

Oleh: Stevanus Azwar (155010101111125)


Untuk memenuhi syarat Tugas Terstruktur 1

Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam suatu
kelompok masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama,
suku, ras, adat-istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar
pembentukan aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang
mencirikhaskan dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,
dalam suatu kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih
luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk, yang terdiri dari pelbagai
kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam budaya atau
adat-istiadat. Begitu juga dengan masyarakat Maluku yang majemuk, atau Masyarakat
Aru.
Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima
perbedaan bukan berarti menyamaratakan, tetapi justeru mengakui bahwa ada hal atau
ada hal-hal yang tidak sama. Menerima kemajemukan (misalnya dalam bidang
agama) bukanlah berarti bahwa membuat “penggabungan gado-gado”, dimana
kekhasan masing-masing terlebur atau hilang. Kemajemukan juga bukan berarti
“tercampur baur” dalam satu “frame” atau “adonan”. Justeru di dalam pluralisme atau
kemajemukan, kekhasan yang membedakan hal (agama) yang satu dengan yang lain
tetap ada dan tetap dipertahankan.
Jadi pluralism berbeda dengan sinkritisme (penggabungan) dan assimilasi atau
akulturasi (penyingkiran). Juga pluralisme tidak persis sama dengan inkulturasi,
kendati di dalam pluralisme atau kemajemukan bisa terjadi inkulturasi dimana
keaslian tetap dipertahankan.
Indonesia merupakan suatu gugusan kepulauan yang terdiri atas berbagai
ragam kebudayaan. Adapun masyarakatnya merupakan masyarakat yang
multikultural. Banyak konflik terjadi di Indonesia seperti kasus Sampit di
Kalimantan, konflik di Poso dan Ambon, konflik antarsuku di Papua, dan konflik-
konflik lain. konflik tersebut lebih banyak diakibatkan oleh kemajemukan dalam
masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal.
Secara sosiologis, masyarakat multikultural memiliki potensi rawan konflik yang
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. harga diri dan kebanggaan setiap pihak terusik;
2. adanya perbedaan kebudayaan yang dimiliki setiap etnis;
3. adanya benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan);
4. perubahan sosial yang terlalu cepat dapat mengganggu keseimbangan sistem.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan suatu permasalahan yang
kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang menyeluruh dan integratif dari
berbagai pendekatan.
Terdapat dua elemen kuat yang sering bergabung dalam konflik internal, seperti
halnya yang terjadi di Indonesia, yaitu:
1. identitas, yang berkaitan dengan mobilisasi orang dalam kelompok-kelompok
identitas komunal yang berdasarkan ras, agama, bahasa, dan seterusnya;
2. distribusi, yaitu cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial, dan politik
dalam sebuah masyarakat. Ketika distribusi dianggap tidak adil yang berkaitan
dengan perbedaan identitas. Misalnya, suatu kelompok agama kekurangan
sumber daya tertentu yang didapat dari kelompok lain. Kita menemukan
adanya potensi konflik yakni kombinasi dari faktor kuat yang didasarkan pada
identitas dengan persepsi yang lebih luas tentang keadilan ekonomi dan sosial
yang sering menyalakan konflik yang mengakar.
Karakteristik yang menonjol dari konflik internal adalah tingkat ketahanannya
karena konflik seperti ini sering didasarkan pada isu identitas. Istilah yang sering
digunakan dalam konflik seperti ini adalah konflik etnis. Konflik disebabkan oleh
faktor apapun (agama, ras, budaya, keturunan, sejarah) yang dianggap sebagai
identitas fundamental dan yang menyatukan mereka menjadi sebuah kelompok maka
merasa berkewajiban untuk melakukan kekerasan demi melindungi identitas mereka
yang terancam.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan identitas fundamental sering bercampur
dengan konflik dalam pendistribusian sumberdaya. Misalnya wilayah, kekuasaan
ekonomi, prospek lapangan kerja, dan sebagainya. Ketika identitas dan isu
pendistribusian dibaurkan, akan menjadi kesempatan bagi pemimpin yang
oportunistik untuk mengeksploitasi dan memanipulasi. Hal ini menjadi potensi
konflik yang paling tinggi dan banyak terjadi di Indonesia, terutama setelah masa
reformasi sampai sekarang.
Pendekatan pluralisme budaya merupakan sebuah alternatif dalam kaitannya
dengan relasi sosial di antara kelompok-kelompok etnis dan kebudayaan. Pendekatan
ini dapat dijadikan sebagai strategi pe-mecahan konflik dan pembangunan modal
kedamaian sosial. Pluralisme menunjuk pada sikap penghormatan antara berbagai
kelompok dalam masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas
dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka
tanpa prasangka dan permusuhan. Daripada berupaya untuk mengeliminasi karakter
etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme
menghindari penyeragaman, seperti kata Kleden (2000:5), “...penyeragaman adalah
kekerasan terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat, dan terhadap potensi
manusia.”

Anda mungkin juga menyukai